Anda di halaman 1dari 3

III.

ETIKA PUBLIK
Etika publik adalah refleksi tentang standar atau norma yang menentukan baik-buruk
dan benar-salah suatu perilaku, tindakan, dan keputusan yang mengarahkan kebijakan
publik dalam menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus etika publik
yaitu:
1. Pelayanan publik berkualitas dan relevan. Artinya, kebijakan publik harus responsif dan
mengutamakan kepentingan publik.
2. Fokus refleksi karena tak hanya menyusun kode etik atau norma, etika publik
membantu mempertimbangkan pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi yang
memperhitungkan konsekuensi etis. Dua fungsi ini menciptakan budaya etika dalam
organisasi dan membantu integritas pejabat publik.
3. Modalitas etika, bagaimana menjembatani norma moral dan tindakan.
(Haryatmoko,ibid)
Etika publik berkembang dari keprihatinan terhadap pelayanan publik yang buruk
karena konflik kepentingan dan korupsi. Konflik kepentingan dipahami sebagai ”konflik
antara tanggung jawab publik dan kepentingan pribadi atau kelompok. Pejabat publik
menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan diri atau kelompok sehingga
membusukkan kinerjanya dalam tugas pelayanan publik”. (OECD, 2008)
Dimensi-Dimensi Etika Publik
Sebelumnya telah disampaikan bahwa etika publik tidak sekedar norma moral, namun
memiliki beberapa dimensi. Haryatmoko menerjemahkan tiga dimensi etika publik yaitu:
1. Tujuan
Mengusahakan kesejahteraan umum melalui pelayanan publik yang berkualitas dan
relevan. Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila pelayanan tersebut
dapat memenuhikebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas
terhadap suatupelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan
tidak berkualitasatau tidak efisien. (Hardiyansyah Ahmad, Kualitas Pelayanan Publik,
Makalah, diakses darihttp://hardiyansyahahmad.blogspot.com/2011/05/kualitas-
pelayanan-publik3.html)
Untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas di Indonesia
makapenyelenggaraan pelayanan publik harus diselenggarakan di atas asas-asas:
(a) kepentingan umum;
(b) kepastian hukum;
(c) kesamaan hak;
(d) keseimbangan hak dan kewajiban;
(e) keprofesionalan;
(f) partisipatif;
(g) persarnaan perlakuan/ tidakdiskriminatif;
(h) keterbukaan;
(i) akuntabilitas;
(j) fasilitas dan perlakuan khusus bagikelompok rentan;
(k) ketepatan waktu; dan
(l) kecepatan, kemudahan, danketerjangkauan.
(Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Pelayanan Publik (pasal 4))

2. Sarana (modalitas)
Membangun infrastruktur etikadengan menciptakan regulasi, hukum, aturan agar
dijamin akuntabilitas, transparansidan netralitas pelayanan publik. Fungsi
modalitas adalah untuk menjembatani jarak (gap) antara nilai moralitas dan
tindakan faktual atau dengan kata lain, membantuperwujudan nilai moralitas dalam
bentuk tindakan aktual.
3. Tindakan
politisi dan pejabat publik dituntut memiliki integritaspublik. Integritas publik
merupakan kualitas perilaku sesorang maupun organisasi yangsesuai dengan nilai-
nilai standar dan aturan moral yang diterima oleh anggotaorganisasi dan
masyarakat. Kesesuaian dengan standar itu memungkinkan pelayananpublik
menjadi lebih berkualitas. (Haryatmoko, hal. 72)

Dalam rangka memberikan penilaian terhadap integritas layanan yang diberikan oleh

lembaga pemerintah kepada masyarakat, setiap tahun KPK melakukan Survei Integritas
Sektor Publik. Hasil penilaian merupakan cerminan bagaimana masyarakat sebagai
pengguna layanan memberikan penilaian yang didasarkan dari pengalaman pengguna
layanan dalam mengurus layanan di lembaga
tersebut.(http://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1574-kpk-umumkan-survei-
integritas-sektor-publik-2013)

Anda mungkin juga menyukai