Anda di halaman 1dari 13

KEHAMILAN DI USIA MUDA

Menurut BKKBN usia yang ideal 20-30 tahun, lebih atau kurang dari usia itu adalah
berisiko.Kesiapan untuk hamil dan melahirkan ditentukan oleh:
•Kesiapan fisik
•Kesiapan mental/emosi/psikologis
•Kesiapan sosial ekonomi
Usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap,

Mengapa banyak remaja (usia < 20 tahun) hamil saat ini?


• Faktor sosiodemografik (kemiskinan, kebiasaan, peran wanita di masy.,
seksualitas aktif & penggunaan kontrasepsi, media massa)
• Karakteristik keluarga (hubungan antar keluarga)
• Status perkembangan (kurang pemikiran tentang masa depan, ingin mencoba-
coba, kebutuhan thd perhatian)
• Penggunaan dan penyalahgunaan obat obatan

Mengapa Remaja Melakukan Hubungan Seks?


• Merasa sudah siap melakukan hubungan seks
• Keinginan dicintai
• Keingintahuan ttg seks
• Keinginan menjadi populer
• Tidak ingin diejek “masih perawan”
• Film, tayangan TV, & media massa (termasuk internet) menampakkan bahwa
normal bagi remaja utk melakukan hubungan seks
• Tekanan dari seseorang untuk melakukan hubungan seks

Apa yang terjadi jika remaja menikah/hamil di usia muda?


Ibu muda pada waktu hamil kurang memperhatikan kehamilannya termasuk kontrol
kehamilan.
Gilbert, et al (2004): kehamilan remaja awal (11-15 th), remaja akhir (16-19
th).Komplikasi pd kehamilan remaja: persalinan prematur, IUGR, BBLR &
kematian perinatal. Studi thd kelompok remaja hispanik & non hispanik, Afrika
Amerika &Asia; hasil kehamilan: kematian bayi & neonatal, BBLR, persalinan
prematur, PEB, eklampsia, pyelonefritis, komplikasi infeksi.
Ahmad (2004) dari laporan Save the Children: 1 dari 10 persalinan dialami oleh
ibu yang masih anak2, berusia 11-12 tahun ;komplikasi kehamilan & persalinan
membunuh 70,000 remaja puteri tiap tahun, jika pun selamat maka akan menderita
injuri permanen. Estimasi bayi yg dilahirkan pun 1 juta meninggal dlm tahun
pertama kehidupannya. Risiko kematian > tinggi 50% dp bayi yg dilahirkan dari ibu
berusia >20 th.

Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)


KTD adalah Suatu kehamilan yang karena suatu sebab maka keberadaannya tdk
diinginkan oleh salah satu atau kedua orangtua bayi tersebut.
Faktor penyebabnya:
• Karena kurangnya pengetahuan yg lengkap & benar ttg proses terjadinya
kehamilan & metode2 pencegahannya
• Akibat terjadi tindak perkosaan
• Kegagalan alat kontrasepsi
Jika remaja mengalami KTD:Hanya ada pilihan Mempertahankan atau Aborsi, hal
ini akan beresiko terhadap fisik, psikis dan sosial remaja.

Mempertahankan Kehamilan
1. Risiko Fisik: kesulitan dalam persalinan seperti pendarahan, komplikasi lain
(PEB, persalinan prematur, IUGR, CPD) hingga kematian
2. Risiko Psikis/Psikologis.
• Pasangan muda terutama pihak perempuan : dibebani o/ berbagai perasaan yg tdk
nyaman (dihantui rasa malu terus menerus, rendah diri, bersalah/ berdosa, depresi
atau tertekan, pesimis dll) hingga gangguan kejiwaan
3. Risiko Sosial
• berhenti/putus sekolah atas kemauan sendiri krn rasa malu/cuti melahirkan.
• dikeluarkan dari sekolah, karena sekolah tdk mentolerir siswi hamil.
• menjadi objek gosip, kehilangan masa remaja yg seharusnya dinikmati, & terkena
cap buruk karena melahirkan anak "di luar nikah" Æ kelahiran anak di luar nikah
masih menjadi beban orang tua maupun anak yg lahir.
4. Risiko Ekonomi
Merawat kehamilan, melahirkan & membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya
besar

Mengakhiri Kehamilan
• Abortus dalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum
buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup diluar kandungan, dimana beratnya <
500 gram atau sebelum kehamilan usia 20 minngu. Abortus terbagi 2:Abortus
spontan atau keguguran dan Abortus buatan atau pengguguran.

Risiko aborsi tdk aman


1. Risiko Fisik: Pendarahan & komplikasi lain (infeksi, emboli, KE, robekan
dinding rahim, kerusakan leher rahim), kematian. Aborsi yang berulang: komplikasi
& juga mengakibatkan kemandulan.
2. Risiko Psikis
• Pelaku aborsi: perasaan takut, panik, tertekan atau stress, trauma mengingat proses
aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah/ dosa akibat aborsi bisa
berlangsung lama
•Depresi
• Perasaan sedih karena kehilangan bayi
• Kehilangan kepercayaan diri
3. Risiko Sosial
• Ketergantungan pada pasangan menjadi > besar karena perempuan merasa sudah
tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi.
• Remaja perempuan > sukar menolak ajakan seksual pasangannya.
• Pendidikan terputus dan masa depan terganggu.
4.Risiko Ekonomi.
Biaya aborsi cukup tinggi. Bila terjadi komplikasi maka biaya menjadi semakin
tinggi.

Langkah langkah Mengendalikan Kehamilan pada Remaja


1. Sebelum terjadi kehamilan
 Menjaga kesehatan reproduksi dengan jalan melakukan hubungan seksual yang
bersih dan aman.
 Menghindari multipartner (umumnya sulit dihindari)
 Mempergunakan KB remaja, diantaranya kondom, pil, dan suntikan sehingga
terhindar dari kehamilan yang tidak diinginkan.
 Memberikan pendidikan seksual sejak dini.
 Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan YME sesuai ajaran agama
masing-masing.
 Segera setelah hubungan seksual mempergunakan KB darurat penginduksi haid
atau misoprostol dan lainnya.
2. Setelah terjadi kehamilan
Setelah terjadi konsepsi sampai nidasi, persoalannya makin sulit karena secara
fisik hasil konsepsi dan nidasi mempunyai beberapa ketetapan sebagai berikut :
 Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai hak untuk hidup dan mendapatkan
perlindungan.
 Hasil konsepsi dan nidasi merupakan zygote yang mempunyai potensi untuk
hidup.
 Hasil konsepsi dan nidasi nasibnya ditentukan oleh ibu yang mengandung.
 Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai landasan moral yang kuat, karena
potensinya untuk tumbuh kembang menjadi generasi yang didambakan setiap
keluarga.
(Syafrudin dan Hamidah, 2009)

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka langkah yang dapat diambil


antara lain :
1. Membiarkan tumbuh kembang sampai lahir, sekalipun tanpa ayah yang jelas dan
selanjutnya menjadi tanggung jawab Negara. Berdasarkan hak Negara biaya dapat
dialihkan haknya kepada orang lain. Mereka dinikahkan sehingga bayi yang lahir
mempunyai keluarga yang sah.
2. Di lingkungan Negara yang dapat menerima kehadiran bayi tanpa ayah, pihak
perempuan memeliharanya sebagai anak secara lazim.
3. Dapat dilakukan terminasi kehamilan dengan berbagai teknik sehingga keselamatan
remaja dapat terjamin. Undang-undang kesehatan yang mengatur gugur kandung secara
legal yaitu No. 23 Tahun 1992.
(Syafrudin dan Hamidah, 2009)

Penanganan kehamilan remaja:


1. Sikap bersahabat jangan mencibir.
2. Konseling kepada remaja dan keluarga meliputi kehamilan dan persalinan.
3. Membantu mencari penyelesaian masalah yaitu dengan menyelesaikan secara
kekeluargaan, segea menikah.
4. Periksa kehamilan sesuai standar.
5. Gangguan jiwa atau resiko tinggi segera rujuk.
6. Bila ingin abortus maka berikan konseling resiko abortus.
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, 80 % karena komplikasi obstetri dan 20 % oleh
sebab lainnya. Sedangkan penyebab tidak langsung adalah “3 Terlambat” dan “4 Terlalu”.
3 faktor terlambat :
 Terlambat dalam mengambil keputusan
 Terlambat sampai ke tempat rujukan
 Terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan
4 faktor terlalu :
 Terlalu muda saat melahirkan (< 20 tahun)
 Terlalu tua saat melahirkan (> 35 tahun)
 Terlalu banyak anak (> 4 anak)
 Terlalu dekat jarak melahirkan (< 2 tahun)

AUDIT MATERNAL DAN PERINATAL


Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan
kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan
menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat dicegah dan
kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain, istilah audit maternal perinatal
merupakan kegiatan death and case follow up. Dari kegiatan ini dapat ditentukan:
- Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
- Dimana dan mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
- Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem
rujukan. Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
1. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
2. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi
verbal, yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat
penyakit atau gejala serta tindakan yang diperoleh sebelum penderita meninggal
sehingga dapat diketahui perkiraan sebab kematian.
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di
seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan perinatal
Tujuan khusus audit maternal adalah :
a. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal
secara teratur dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah
bnersalin (RB), bidan praktek swasta atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan
dilintas batas kabupaten/kota provinsi
b. Menetukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang di
perlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam
pembahasan kasus
c. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan
kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit
bersalin dan BPS dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
terhadap intervensi yang disepakati.
Dalam pelaksanaan audit maternal perinatal ini diperlukan mekanisme pencatatan
yang akurat ,baik ditingkat puskesmas,maupun ditingkat RS kabupaten/kota .pencatatan
yang diperlukan adalah sebagai berikut
A. Tingkat puskesmas
Selain menggunakan rekam medis yang sudah ada dipuskesmas ,ditambahkan pula :
1. Formulir R (formulir rujukan maternal dan perinatal )
Formulir ini dipakai oleh puskesmas,bidan didesa maupunbidan swasta untuk
merujuk kasus ibu maupun perinatal.
2. Form OM dan OP (formulir otopsi verbal maternal dan perinatal)
OM Digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/bersalin/nifas yang meninggal
sedangkan form OP untuk otopsi verbal perinatal yang meninggal .untuk mengisi
formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh tenaga
puskesmas.
B. Tingkat RS kabupaten/kota
Formulir yang dipakai adalah
1. Form MP (formulir maternal dan perinatal)
Form ini mencatat data dasar semua ibu bersalin /nifas dan perinatal yang masuk
kerumah sakit. Pengisiannya dapat dilakukan oleh perawat
2. Form MA (formulir medical audit )
Dipakai untuk menulis hasil/kesimpulan dari audit maternal maupun audit perinatal.
Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas dibagian kebidanan dan
kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus perinatal)
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang ,yaitu :
1) Laporan dari RS kabupaten/kota ke dinas kesehatan
Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian (serta sebab
kematian ) ibu dan bayi baru lahir bagian kebidanan dan penyakit kandungan serta
bagian anak.
2) Laporan dari puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten/kota
Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas ,dan jumlah kasus
yang dirujuk ke RS kabupaten/kota
3) Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota ketingkat propinsi
Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal ditangani
oleh Rs kabupaten /kota ,puskesmas dan unit pelayanan KIA lainnya ,serta tingkat
kematian dari tiap jenis komplikasi atau gangguan . laporan merupakan rekapitulasi
dari form MP dan form R,yang hendaknya diusahakan agar tidak terjadi duplikasi
pelaporan untuk kasus yang dirujuk ke RS.
Bermacam-macam indikator mortalitas atau angka kematian yang umum dipakai adalah:

1. Angka Kematian Kasar (AKK) atau Crude Death Rate (CDR).


Konsep Dasar
Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate) adalah angka yang menunjukkan
berapa besarnya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000
penduduk.Angka ini disebut kasar sebab belum memperhitungkan umur
penduduk.Penduduk tua mempunyai risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk yang masih muda.
Kegunaan
Angka Kematian Kasar adalah indikator sederhana yang tidak memperhitungkan
pengaruh umur penduduk. Tetapi jika tidak ada indikator kematian yang lain angka ini
berguna untuk memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk pada
suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka kelahiran Kasar akan
menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk alamiah.
Definisi
Angka Kematian Kasar adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian per
1000 penduduk pada pertengahan tahun tertentu, di suatu wilayah tertentu.
jumlah kematian pada tahun X
CDR = jumlah penduduk pada pertengahan tahun XX 1000

D
= Px k

Dimana:
D : Jumlah kematian pada tahun x
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
K : 1000
Catatan1: P idealnya adalah "jumlah penduduk pertengahan tahun tertentu" tetapi yang
umumnya tersedia adalah "jumlah penduduk pada satu tahun tertentu" maka jumlah
dapat dipakai sebagai pembagi. Kalau ada jumlah penduduk dari 2 data dengan
tahun berurutan, maka rata-rata kedua data tersebut dapat dianggap sebagai
penduduk tengah tahun.

2. Age Specific Death Rate (ASDR = Angka Kematian Menurut Umur)

3. Angka Kematian Bayi (AKB)


Konsep Dasar
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai
bayi belum berusia tepat satu tahun.Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian
bayi.Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu
endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang
tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan.
Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang
terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.
Kegunaan Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana
angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan
perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena
kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan
maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang
bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program
pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Sedangkan Angka Kematian Post-NeoNatal
dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan
program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada
anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak
dibawah usia 5 tahun.

Definisi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu
tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
jumlah kematian bayi berumur
dibawah 1 tahun selama tahun x
Angka kematian bayi = X 1000
jumlah kelahiran selama tahun x

AKI DAN AKB SEBAGAI INDIKATOR KESEHATAN


Kematian ibu menurut International Classification of Diseases (ICD) adalah
kematian wanita dalam kehamilan atau 42 hari pasca terminasi kehamilan, tanpa
memandang usia kehamilan dan kelainan kehamilan, yang disebabkan baik oleh
kehamilannya maupun tatalaksana, namun bukan akibat kecelakaan. Kematian ini terbagi
dua, yaitu kematian langsung dan tidak langsung.
Hal-hal yang mendasari sebab kematian ibu, dapat diklasifikasikan berdasarkan
sejumlah variabel, yaitu sebab/kondisi yang secara langsung mendasari kematian,
gejala/tanda dari penyakit yang menyebabkan kematian, misalnya perdarahan
pascapartum, dan kondisi lain yang memperberat sebab kematian, misalnya HIV dan
Anemia.
I. Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Sejumlah kondisi mayor terkait dengan angka mortalitas maternal.Penyebab mayor
dari kematian ibu ternyata berkontribusi besar terhadap kematian bayi.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor
penentu angka kematian.Persoalan kematian yang sering terjadi, Yakni pendarahan,
keracunan kehamilan yang disertai kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih
ada faktor lain yang juga cukup penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak
begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat
dan politik, kebijakan juga berpengaruh.Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut
aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.
Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan
gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu
hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah
peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari
masyarakat.Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh
pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan
darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi.Perdarahan, yang
biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28
persen kematian ibu.Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena
retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen
tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal
yang tepat waktu. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 24
persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen).Pemantauan
kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang
sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.
Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan
Penyebab tidak langsung.Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan
penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada
1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51
persen, dan pada ibu nifas 45 persen.10 Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak
kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran,
kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan
kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan
energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) men derita
KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses
terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung
terhadap kematian dan kesakitan ibu.Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T”
(terlambat).Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan,
persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan ibu dan neonatal.Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas
kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi.Ketiga, terlambat
mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.

II. Upaya Menurunkan AKI


1. Peningkatan pelayanan kesehatan primer menurunkan AKI 20%
2. Sistem rujukan yang efektif menurunkan sampai 80%

Upaya safe motherhood


Tahuin 1988 diadakan Lokakarya Kesejahteraan Ibu, yang merupakan kelanjutan
konferensi tentang kematian ibu di Nairobi setahuin sebelumnya.Lokakarya bertujuan
mengemukakan betapa kompleksnya masalah kematian ibu, sehingga penanganannya
perlu dilaksanakan berbagai sector dan pihak terkait.Pada waktu itu ditandatangani
kesepakatam oleh sejumlah 17 sektor. Sebagai koordinator dalam upaya itu ditetapkan
Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita ( sekarang : Kantor Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan ).
Tahun 1990-1991, Departemen Kesehatan dibantu WHO, UNICEF, dan UNDP
melaksanakan Assessment Safe Motherhood.Suatu hasil dari kegiatan ini adalah
rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun. Departemen Kesehatan menerapkan
rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu ( AKI ). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100.000
kelahiran hidup pada 1986, menjadi 225 pada tahun 2000.
Awal tahun 1996, Departemen Kesehatan mengadakan Lokakarya Kesehatan
Reproduksi, yang menunjukkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya
kesehatan resproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo.Pada pertengahan
tahun itu juga, Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yaitu upaya advokasi dan
mobilisasi social untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI.
Intervensi strategis dalam upaya safe motherhood dinyatakan sebagai empat pilar safe
motherhood, yaitu :
a. Keluarga berencana, yang memastikan bahwa setiap orang/pasangan mempunyai
akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat
untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak. Dengan demikian diharapkan
tidak ada kehamilan yang tak diinginkan. Kehamilan yang masuk dala, kategori “4
terlalu”, yaitu terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan
terlalu banyak anak.
b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetrik bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai.
c. Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih, serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
d. Pelayanan obstetrik esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetrik untuk resiko
tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai
standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan
laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang
ditemukan dalam pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah.
3. Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4. Ukur tinggi fundus uteri.
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Test laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus
10. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,
protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi
tinggi dan atau kelompok berrisiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV,
Sifilis, malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap
apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan
pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan,
dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan
komplikasi.

DAPUS
Pertiwi KD. 2016. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Permasalahannya.
Lakmiwati IAA. 2003. Transformasi Sosial dan Perilaku Reproduksi Remaja

Anda mungkin juga menyukai