Anda di halaman 1dari 40

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN


TUMOR MUSKULOSKELETAL

NAMA KELOMPOK 4 :

1. Made Udayati (10.321.0864)


2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858)
3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859)
4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)
5. Ni Putu Yuli Wahyuni (10.321.0874)
6. Ni Wayan Chandra Utami (10.321.0875)
7. Dias Novita Dewi (10.321.0889)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN AKADEMIK 2012/2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “ Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Tumor Muskuloskeletal ”
Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas dari perkuliahan Sistem Muskuloskeletal.
Dengan adanya paper ini diharapkan bisa membantu para pembaca, untuk dapat mengetahui
tentang konsep dasar penyakit serta asuhan keperawatan pada tumor musculoskeletal.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini penulis telah mendapatkan
bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan paper ini lebih lanjut. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pembaca.

Denpasar, 16 Oktober 2012

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................1

D. Manfaat Penulisan.....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Konsep Dasar Penyakit.............................................................................................3

1. Definisi / Pengertian...........................................................................................3

2. Etiologi / Penyebab.............................................................................................4

3. Patofisiologi........................................................................................................5

4. Pathway...............................................................................................................6

5. Gejala Klinis.......................................................................................................6

6. Klasifikasi...........................................................................................................6

7. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang................................................................20

8. Penatalaksanaan................................................................................................20

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.......................................................................22

1. Pengkajian.........................................................................................................22

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul................................................26

3. Rencana Tindakan Keperawatan.......................................................................27

4. Implementasi.....................................................................................................34

5. Evaluasi.............................................................................................................34

BAB III PENUTUP..................................................................................................................36


iii
A. Kesimpulan.............................................................................................................36

B. Saran.......................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal bersifat neoplastik.
Tumor dalam arti yang sempit berarti benjoian, sedangkan setiap pertumbuhan yang
baru dan abnormal disebut neoplasma. Sel-sel tumor tulang menghasilkan faktor-faktor
yang dapat merangsang fungsi osteoklas sehingga menimbulkan resorpsi tulang yang
dapat terlihat pada radiogram. Selain itu, ada beberapa tumor yang menyebabkan
peningkatan aktivitas osteoblas dengan peningkatan densitas tulang yang juga
dapat terlihat pada radiogram. Pada umumnya, tumor tulang mudah dikenali dengan
adanya massa pada jaringan lunak di sekitar tulang, deformitas tulang, nyeri dan nyeri
tekan, atau fraktur patologis.
Tumor dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor ganas tulang bersifat primer yang
berasal dari unsur-unsur tulang sendiri atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor
ganas organ lain ke dalam tulang. Tumor ganas cenderung tumbuh cepat, menyebar, dan
menginvasi secara tidak beraturan. Tumor semacam ini paling serinj terlihat pada remaja
dan dewasa muda.
Dari seluruh tumor tulang primer, 65,8% bersifat jinak dan 34,2% bersifat ganas.
Ini berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu y bersifat ganas. Tumor ganas tulang
menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor ganas yang ada dan hanya 1,5% dari
seluruh tumor ganas organ. Perbandingan insiden tumor tulang pada pria dan wanita
adalah sama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut yaitu
Bagaimana konsep dasar penyakit tumor musculoskeletal serta bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor musculoskeletal

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

1
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor muskuloskeletal
serta mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada klien dengan tumor
muskuloskeletal
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep dasar penyakit
b. Menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor muskuloskeletal
yang meliputi:
1) Melakukan pengkajian
2) Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan tumor
muskuloskeletal
3) Membuat rencana keperawatan pada klien dengan tumor muskuloskeletal
4) Melakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan pada klien
dengan tumor muskuloskeletal
5) Melakukan evaluasi pada klien dengan tumor muskuloskeletal

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai evaluasi dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan pembelajaran atau referensi bagi mahasiswa STIKes Wira
Medika PPNI Bali dalam memberikan asuhan keperawatan
c. Bagi Perawat atau Teman Sebaya
Dapat memberikan tambahan wawasan dan teori baru dalam penerapan asuhan
keperawatan.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengaplikasikan bagaimana penatalaksanaan asuhan
keperawatan
b. Bagi keluarga pasien
Memberikan pengetahuan tentang penyakityang diderita pasien serta cara
penanggulangannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit


3. Definisi / Pengertian
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya
tidak pernah menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana
sel tumornya berasal dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor
tulang sekunder adalah anak sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis
ke tulang.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-
sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan
“Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau
ganas.
Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang
memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau
penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang
sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang
dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan
kelompok tumor tulang yang ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan
maligna. Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah
sebagai berikut :
a. Tumor Tulang Benigna
Tumor tulang benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas tegas,
gejalanya sedikit dan tidak menyebabkan kematian.
Neoplasma primer benigna sistem muskuloskeletal meliputi osteoma
osteoid, osteokondroma, enkondroma, kista tulang (misalnya kista tulang
aneurisma) rabdoioma, dan fibroma. Tumor benigna tulang dan jaringan lunak
lebih sering daripada tumor maligna. Beberapa tumor benigna, seperti tumor sel
raksasa mempunyai potensial mengalami transformasi maligna.

b. Tumor Tulang Maligna


Tumor muskuloskeletal maligna primer relatif jarang dan tumbuh dari sel
jaringan ikat dan penyokong (sarkoma) atau dari elemen sumsum tulang
(mieloma). Tumor muskuloskeletal primer maligna meliputi osteosarkoma,
3
kondrosarkoma, sarkoma ewing, dan fibrosarkoma jaringan lunak dan
rabdomiosarkoma.

4. Etiologi / Penyebab
Meskipun tidak ada penyebab keganasan tulang yang pasti, ada beberapa
faktor yang berhubungan dan memungkinkan menjadi faktoi penyebab terjadinya
keganasan tulang yang meliputi:
a. Genetik
Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan
tulang, misalnya sarkoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari
data penelitian, diduga mutasi genetik pada sel induk mesenkim dapat
menimbulkan sarkoma. Ada beberapa gen yang sudah diketahui mempunyai
peranan dalam kejadian sarkoma, antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53
mempunyai peranan yanj jelas dalam terjadinya STS. Gen lain yang juga
diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2).
Gen ini dapat menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53
yar telah mutasi dan menginaktivasi gen tersebut.
b. Radiasi
Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar
radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang
mendapat radioterapi. Halperin dkk. memper-kirakan risiko terjadinya sarkoma
pada klien penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9%. Terjadinya keganasan
jaringan lunak dan bom I sarcoma akibat pemaparan radiasi sudah
diketahui sejak 1922, I Walaupun jarang diteinukan, prognosisnya buruk dan
umumnya high grade.
Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous
histiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak waktu
antara radiasi dan terjadinya sarkoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
c. Bahan kimia
Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat
menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat. dibuktikan, Pemaparan terhadap
torium dioksida (Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat menimbulkan
angiosarkoma pada hepar. Selain iru,
d. Trauma

4
Sekitar 30% kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat
trauma. Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks lama,
luka bakar, dan riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat dibuktikan.
e. Limfedema kronis
Limfedema kronis akibal operas! atau radiasi dapat menimbulkan
limfangiosarkoma dan kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas superior
ditemukan pada klien karsinoma mamma yang mendapat radioterapi pasca-
mastektomi.
f. Infeksi
Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh
infeksi parasit, yaitu filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat obstruksi,
filariasis dapat menimbulkan limfangiosarkoma.

5. Patofisiologi
Tumor dan keganasan pada system musculoskeletal terjadi akibat faktor-
faktor genetic, radiasi, bahan kimia, trauma, limfedema kronis, dan infeksi. Dimana
terjadi partumbuhan baru sel-sel tulang yang berdiferensiasi menjadi beberapa
osteoklast, kondroblast, fibroblast, dan mieloblast yang bersifat osteogenik : ganas
atau kanker (kurang kohensip, pertumbuhannya cepat, pola tidak teratur, tidak
terkapsul). Selain itu tumor juga dapat bersifat jinak atau konrogenik (kohesip,
tumbuh lambat, pola teratur, berkapsul).
Kedua jenis tumor ini dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel,
neofaskularisasi, pertumbuhan jaringan, pembengkakan dan kerapuhan tulang. Dari
kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan ekspansi tumor yang cepat dan
penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan , atau degenerasi, yang kemudian
menimbulkan gejala nyeri ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit). Akibat peningkatan
proliferasi sel, neofaskularisasi, pertumbuhan jaringan, pembengkakan dan
kerapuhan tulang juga dapat menyebabkan metabolisme dan kebutuhan energy
meningkat yang akan berdampak pada risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi :
kurang dari kebutuhan tubuh. Neovaskularisasi jaringan juga dapat terjadi dan
menyebabkan peningkatan kerusakan pembuluh darah dan jaringan lunak dan akan
terbentuk ulkus.

5
6. Pathway
Terlampir

7. Gejala Klinis
a. Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi
semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit)
b. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas (Gale, 1999)
c. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
d. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise.(Smeltzer, 2001)

8. Klasifikasi
a. Tumor Tulang Benigna
1) Osteoma
Merupakan lesi tulang yang bersifat jinak yang ditandai oleh
pertumbuhan tulang yang abnormal yang paling sering ditemukan
(39,3%) dari seluruh tumor jinak tulang, terutama terjadi pada usia 20-40
tahun. Bentuknya kecil, tetapi dapat terjadi besar tanpa menimbulkan
gejala-gejala yang spesifik.
Lokasi, kelainan ini banyak ditemukan ditulang tengkorak seperti
maksila, mandibula, palatum, sinus paranasalis, dan dapat pula
ditemukan pada tulang panjang seperti tibia, femur, dan falang.
Pemeriksaan radiologi, pada foto rontgen, osteoma berbentuk bulat
dengan batas yang tugas tanpa adanya destruksi tulang. Pada pandangan
tangensial, osteoma terlihat seperti kubah.
Patologi, dapat ditemukan lesi pada tulang kompak (compact
osteoma) dengan sistem haversian atau pada tulang trabekula dengan
sumsumnya disebut spongiosteoma.
Strukturnya terdiri atas jaringan tulang dewasa yang didominasi
oleh struktur lamelar dengan pertumbuhan yang sangat lambat. Osteoma

6
yang berlokasi pada tulang panjang biasanya bersifat multipel dan
merupakan bagian dari sindrom gardner.
Penatalaksanaan, bila osteoma kecil dan tidak menimbulkan
keluhan, tidak diperlukan tindakan khusus. Pada osteoma yang besar,
menimbulkan gangguan kosmetik, atau terdapat penekanan ke jaringan
sekitarnya yang menimbulkan keluhan, sebaiknya dilakukan eksisi.
2) Osteoma Osteoid
Osteoma osteoid adalah tumor jinak yang jarang ditemukan (1,8%)
terutama pada usia 10-25 tahun, lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita dengan perbandingan 2:1. Gejala yang paling menonjol adalah
nyeri pada suatu daerah tertentu dan menghilang dengan pemberian
salisilat.
Lokasi, alokasi osteoma osteroid pada femur (25%), tibia (25%)
dan sisanya pada daerah lain, seperti tulang belakang.
Pemeriksaan radiologi, pada foto rontgen ditemukan adanya daerah
yang bersifat radiolusen yang disebut nidus di daerah diafisis yang
dikelilingi oleh suatu daerah sklerosis yang padat, serta penebalan
kortikal yang merupaka reaksi pembentukan tulang. Kadang-kadang
pemeriksan totnogram diperlukan untuk membantu menegakkan
diagnosis.
Patologi, kelainan terdiri atas jaringan seluler dengan tingkat
vaskularisasi yang tinggi dari jaringan tulang yang belum matang serta
jaringan osteoid.
Penatalaksanaan, penatalaksanaan yang efektif adalah
mengeluarkan seluruh jaringan nidus disertai eksis sebagai tulang.
Setelah itu, evakuasi dengan pemeriksaan foto rontgen perlu dilakukan
untuk menilai apakah eksisis yang dilakuka akurat.
3) Osteoma Osteoid Raksasa
Tumor ini seperti osteoma osteoid ditemukan terutama pada dewasa
muda dan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Gejala nyeri
yang ditemukan lebih ringan dibandingkan osteoma osteoid dan lebih
jarang terjadi. Kelainan ini hanya merupakan 2,5% dari seluruh tumor
jinak tulang.
Lokasi, osteoblastoma terutama ditemukan pada tulang belakang
dan tulang-tulang ceper lainnya, seperti ilium, iga, tulang jari dan tulang
kaki.

7
Pemeriksaan radiologi, terlihat adanya daerah osteolitik dengan
batas-batas yang jelas serta adanya bintik-bintik kalsifikasi. Diameter lesi
bervariasi dapat sampai beberapa cm.
Patologi, gambaran patologisnya mirip dengan osteoma osteoid,
tetapi gambaran sel dan vaskularisasinya lebih mencolok.
Penatalaksanaan, penatalaksaan yang dilakukan adalah eksisi
tumor, kemudian rongga yang terjadi diisi dengan tulang dari tempat lain
(bone graft).
4) Osteokondroma
Osteokondroma merupakan tumor jinak tersering kedua (32,5%)
dari seluruh tumor jinak tulang dan terutama ditemukan pada remaja
yang pertumbuhannya aktif dan pada dewasa muda. Gejala nyeri terjadi
bila terdapat penekanan bursa atau jaringan lunak sekitarnya. Benjolan
yang keras dapat ditemukan pada daerah sekitar lesi.
Lokasi, lokasi osteokondroma biasanya pada daerah metafisis
tulang panjang khususnya femur distal, tibia proksimal, dan humerus
proksimal. Osteokondroma juga dapat ditemukan pada tulang skapula
dan ilium.
Tumor bersifat soliter dengan dasar lebar atau kecil seperti tangkai
dan tibia multipel dikenal sebagai aklasia diafisial (eksostosis herediter
multipel) yang bersifat herediter dan diturunkan secara dominan gen
mutan.
Pemeriksaan radiologi, ditemukan adanya penonjolan tulang yang
berbatas tegas sebagai eksostosis yang muncul dari metafisis , tetapi
terlihat lebih kecil dibandingkan dengan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik karena sebagian besar tumor ini diliputi oleh tulang
rawan. Tumor dapat bersifat tunggal atau multiple bergantung pada
jenisnya.
Patologi, ditemukan adanya tulang rawan hialin di daerah sekitar
tumor dan terdapat eksostosis yang berbentuk tiang di dalamnya. Lesi
yang besar dapat berbentuk gambaran bunga kol dengan degenerasi dan
klasifikasi di tengahnya.
Penatalaksanaan, apabila terdapat gejala penekanan pada jaringan
lunak, misalnya pada pembuluh darah atau saraf sekitarnya, atau tumor
tiba-tiba membesar disertai rasa sakit, diperlukan tindakan operasi
secepatnya, terutama bila hal ini terjadi pada orang dewasa.
5) Kondroblastoma Jinak
8
Kondroblastoma jinak merupak tumor jinak jarang ditemukan dan
sering terjadi pada usia 10-25 tahun. Beberapa penulisan menyatakan
lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita. Pertumbuhan tumor ini
sangat lambat. Gejala nyeri merupakan gejala yang utama, khusunya
pada sendi. Ada penulis yang menganggap bahwa 50% dari tumor ini
dapat menjadi ganas.
Lokasi kondroblastoma jinak berasal dari daerah epifisis dan
berkembang ke arah metafisis. Tumor trutama di temukan pada epifisis
tibia proksimal, femur distal, dan humerus proksimal
Pemeriksaan radiologo. Pada foto rontgen, terlihat rarefaksi yang
jelas pada tulang kanselus yang dapat melebur di luar daerah garis
epifisis. Bentuknya ekstrensik dan korteks yang tipis, tetapi penetrasi
keluar jaringan terjadi. Batas-batas tumor bersifat ireguler, tidak tegas,
disertai dengan binmtik-bintik klasifikasi sebagai gambaran adanya
deposisi kalsium.
Patologi. Gambaran patologis ditandai dengan gejala karakteristik
sel yang banyak dan tidak diferensiasi dengan sel yang bulat atau
poligonal dari sel yang meneyerupai kondroblas dengan sel raksasa inti
banyak dari sel osteoklas yang diatur secara tunggal atau kelompok,
hanya di temukan sedikit jaringan seluler dari jaringan matriks tulang
rawan yang disertai dengan klasifikasi fokal dan jaringan retikulin.
Penatalaksanaan penatalaksanaan yang biasanya dilakukan berupa
kuretase diikuti bone graft.
6) Fibroma kondromiksoid
Kelainan ini jarang ditemukan dan merupakan suatu tumor jinak,
terutama ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Tidak terdapat
gejala-gejala yang khas pada tumor dan biasanya ditemukan secara
kebetulan saja. Pertumbuhan ini secara lambat
Lokasi. Lokasi tumor trutama pada daerah metafisis tulang panjang,
atau tulang-tulang kecil pada tarsal dan metatarsal
Pemeriksaan radiologi. Gambaran radiologis sangat khas berupa
daerah radiolusen yang bulat/oval terletak ekstrinsik pada metafisis dan
dapat meluas sampai diafisis tulang panjang, berbatas tegas dan kadang-
kadang dengan pinggiran sklerotik. Korteks sering menipis akibat
ekspansi dari tumor

9
Patologi. Gambaran patologis sangat khas berupa daerah lobulasi
yang berbentuk spindele atau sel-sel stella dengan jaringan miksoid dan
kondroid interseluler yang di pisahkan dari jaringan yang mengandung
lebih banyak sel dengan bentuk spindle dan beberapa sel raksasa
multinuklear dengan bentuk yang berbeda. Mungkin dapat ditemukan
sel-sel pleomorf
Penatalaksanaan, tumor ini berpotensi menjadi ganas sehingga
tidak cukup hanya dilakukan kuretase saja, tetapi diperlukan juga eksisis
lokal.
7) Enkondroma
Enkondroma atau kondroma sentral, adalah tumor jinak dari sel-sel
tulang rawan displastik yang timbulnya pada metafisis tulang tubular,
terutama pada tulang tangan kan kaki. Pada pemeriksaan radiografi,
ditemukan titik permukaan yang berbatas tegas, membesar dan menipis.
Tanda ini merupakan ciri khas tumor. Tumor brkembang selama masa
pertumbuhan pada anak-anak atau remaja. Keadaan ini meningkatkan
kemungkinan terjadinya fraktur patologis.
Lokasi, lokasi terutama pada tulang tangan, kaki, iga dan tulang
panjang bersufat soliter, tetapi dapat juga multipel sebagai
enkondromatosis yang bersifat konginetal (penyakit ollier)
Pemeriksaan radiologi, gambaran radiologis memperlihatkan
adanya daerah radio lusen yang bersifat sentral (enkondroma) antara
metafasis dan diafisis. Mungkin dapat ditemukan sedikit ekspansi tulang.
Pada tulang yang matur, m dapat ditemukan adanya bintik-bintik pada
daerah lusen.
Patologi, terdapat pembentukan tulang rawan yang matur tanpa
tanda-tanda pleomorf, mitosis, atau gejala keganasan lainnya. Sering
ditemukan adanya perubahan miksoid pada jaringan. Apabila ditemukan
enkondromatosis disertai hemangioma multipel pada jaringan lunak,
kelainan ini disebut sindrom maffucci. Perubahan kearah keganasan pada
enkondromatosis (enkondroma multipel) lebih sering terjadi daripada
enkondroma soliter. Tanda-tanda keganasan biasanya terjadi setelah usia
30 tahun dengan gejala berupa nyeri, pembesaran tumor yang tiba-tiba
dan erosi korteks tulang.
Penatalaksanaan, penatalaksanaan tidak selalu diperlukan. Apabila
tumor bertambah besar atau ditemukan adanya fraktur patologis, tumor
10
sebaiknya dikeluarkan melalui kuretase kemudian diisi dengan jaringan
tulang dari tempat lain.

b. Tumor Tulang Maligna


Tumor tulang ganas digolongkan berdasarkan TNM (tumor, nodus,
metastasis), yaitu penyebaran setempat dan metastasis. Klasifikasi tumor
tulang menurut sjamsuhidajat R (1997) :
• T. Tumor induk
• TX tumor tidak dapat dicapai
• T0 tidak ditemukan tumor primer
• T1 tumor terbatas dalam periost
• T2 tumor menembus periost
• T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
• N Kelenjar limf regional
• N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limfe
• N1 tumor di kelenjar limf regional
• M. Metastasis jauh
• M1 tidak ditemukan metastasis jauh
• M2 ditemukan metastasis jauh

1) Sarkoma Osteogenik
Nama ini dipergunakan bukan karena tumor membentuk tulang,
tetapi tumor ini pembentukannya berasal dari osteoblastik sel-sel
mesenkim primitif.
Sarkoma osteogenik merupakan tumor ganas tulang yang paling
sering ditemukan (48,8%) di luar mieloma multipel. Tumor ini merupakan
tumor yang sangat ganas, menyebar secara cepat pada periosteum dan
jaringan ikat di luarnya.
Sarkoma osteogenik terutama ditemukan pada usia 10-20 tahun dan
lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Nyeri merupakan gejala
utama yang pertama muncul yang bersifat konstan dan bertambah hebat
pada malam hari. Klien biasanya datang dengan tumor yang besar (Gambar
6.11) atau karena terdapat gejala fraktur patologis. Gejala umum lain yang
dapat ditemukan adalah anemia, penurunan berat badan, serta nafsu makan
yang berkurang.
Lokasi. Tumor ini sering ditemukan di daerah metafisis tulang
panjang terutama pada femur distal dan tibia proksimal (Gambar 6.12) dan
dapat pula ditemukan pada radius distal dan humerus proksimal.
Pemeriksaan radiologi. Gambaran radiologis yang dapat ditemukan
bergantung pada kelainan yang terjadi:
a) Pada tipe osteolitik, proses destruksi yang lebih menonjol

11
b) Pada tipe osteoblastik, pembentukan tulang yang lebih menonjol
c) Pada tipe campuran, terdapat proses osteolitik dan osteoblastik yang
seimbang
Pertumbuhan tulang yang cepat mengakibatkan destruksi tulang dan
periosteum dan dari reaksi periosteal tersebut hanya sisanya yaitu pada
bagian tepi yang masih terlihat yang memberikan gambaran radiologis
yang khas sebagai suatu sudut segitiga, yaitu sudut Codnmn. Selain itu,
ditemukan adanya bagian korteks yang terputus dan tumor menembus ke
jaringan sekitarnya dan membentuk garis-garis pembentukan tulang yang
radial ke arah luar yang berasal dari korteks dan dikenal sebagai sunburst
appearance.Sering kali diperlukan pemeriksaan radiologi lainnya seperti
CT-sccm atau MRI. Pemeriksaan foto toraks selain dilakukan sebagai
prosedur rutin juga untuk follow-up adanya metastasis pada paru-paru.
Patologi. Sarkoma osteogenik secara histologis mempunyai
gambaran dari jumlah tulang atau osleoid serta gambaran pleomorf
jaringannya. Tulang dan osteoid akan menghasilkan tulang rawan, jaringan
lunak, atau jaringan miksoid. Selain itu, mungkin ada daerah jaringan
tumor dengan sel-sel spindle. Pembentukan jaringan tulang harus
dibedakan dari pembentukan reaksi tulang. Pemeriksaan histokimia dapat
menunjukkan adanya aktivitas fosfatase alkali.
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan terbaik pada sarkoma osteogenik
adalah amputasi tulang di atas rumor atau persendian di atas tumor dan di-
lakukan disartikulasi. Penatalaksanaan tambahan yang dapat diberikan
berupa kemoterapi dan/atau radioterapi. Prognosis tumor ini sangat buruk,
90% klien meninggal sebelum tiga tahun dengan penatalaksanaan apa pun
yang dilakukan. Biasanya terjadi metastasis melalui sirkulasi darah.
2) Osteosarkoma Parosteal
Disebut juga sebagai sarkoma osteogenik juksta kortikal, tetapi
dengan sifat dan gejala klinis yang berbeda dengan sarkoma osteogenik,
Gambaran klinis osteosarkoma parosteal biasanya ditemukan pada usia 10-
50 tahun dengan prognosis yang lebih limfatik histiositik daripada limfoma
maligna kelenjar limfe. Kelainan ini sulit dibedakan secara histologis
dengan sarkoma Ewing kecuali dengan pewarnaan glikogen yang hasilnya
positif pada sarkoma Ewing dan negatif pada retikulo-sarkoma.

12
Lokasi. Osteosarkoma parosteal terutama ditemukan pada metafisis
femur bagian distal dan bagian belakang femur (50%) dan dapat pula
ditemukan pada tulang humerus dan tibia.
Pemeriksaan radiologi. Pada foto Rontgen terlihat bayangan
padahanj mengarah keluar korteks dan mendesak jaringan lunak sekitarnya
serta dapat menonjol di kulit. Gambaran ini dapat disalahartikan dengan
suata miositis osifikans traumatika.
Patologi. Secara histologis, ditemukan massa trabekula tulang yang
dw/aa dan lamelar dan di sekitarnya terdapat korteks tulang tempat
ditemukan adanya jaringan fibrosa dan kadang kala tulang rawan. Sel-sel
turn hanya memperlihatkan sedikit pleomorf dan aktivitas mitosis.
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan yang dilakukan berupa
eksisiluasatau amputasi. Pertumbuhan tumor jenis ini sangat lambat
sehingga prognosis cukup baik dengan tingkat ketahanan hidup lima tahun
(five years sunk! rate) lebih dari 50%. Penatalaksanaan yang diberikan
berupa kemoterapi dan reseksi radikal, baik dibandingkan dengan sarkoma
osleogenik. Tumoi ini terjadi pada pria dan wanita dengan frekuensi yang
sama, Nyeri merupakan gejala tersering yang ditemukan, tetapi lebih
ringan dibandingkan dengan sarkoma osleogenik. Pertumbuhan
osteosarkoma parosteal sangat lambat serta terbentuk suatu massa tulang
yang keras.
3) Kondrosarkoma
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas
kondrosit anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau
senttal Tumor ini paling sering menyerang pria berusia di atas 35 tahun.
Gejala yang paling sering adalah massa tanpa nyeri yang berlangsung lama.
Contoh, lesi perifer sering kali tidak menimbulkan gejala-gejala
tertentu untuk jangka waktu yang lama dan hanya berupa pembesaran yang
dapat diraba dan hampir tidak menimbulkan gangguan. Akan tetapi,
mungkin akan disusul dengan suatu pertumbuhan yang cepat dan agresif.
Tempat-tempat yang sering ditumbuhi lumor ini adalah pelvis, femur,
lulang iga, gelangbahu, dan lulang kraniofasial. Perkembangan
kondrosarkoma sangat lambat. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang
bersifat tumpul akibat pembesaran tumoi yang perlahan.
Lokasi. Lokasi kondrosarkoma terutama pada daerah panggul, bahu,
dan lutut.
13
Pemeriksaan radiologi. Pada foto Ronlgen, terlihat bayangan tumor
yangbesar dan kadang kala meluas keluar dari korteks sampai ke dalam
jaringan lunak. Gambaran khas yang dapal ditemukan adalah perkabutan
yang ireguler dengan translusen yang ringan serta bintik-bintik kalsifikasi
dengan jumlah dan ukuran yang bervariasi. Sering ditemukan pembentukan
jaringan peri-osteal dan pembentukan sudut Codman.
Patologi. Gambaran patologis yang khas adalah terbentuknya tulang
rawan oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Dilemukan banyak sel
dengan jaringan pleomorf serta mitosis yang banyak.
Penatalaksanaan. Kondrosarkoma merupakan tumor dengan
perkembangan dan metastasis yang lambat. Penatalaksanaan bergantung
pada grading tumor, Penatalaksanaan terbaik yang dilakukan pada saat ini
adalah dengan eksisi radikal, tetapi dapat juga dilakukan bedah beku,
radioterapi, dan kemoterapi, Untuk lesi besar yang agresif dan kambuh
berulang-ulang, penatalaksanaan yang paling tepat mungkin adalah
melakukan amputasi. Bila tumor belum menyebar, dapat dilakukan eksisi
luas. Apabila kondrosarkoma terjadi pada panggul, dapat dilakukan
hemipelvektomi dengan mempertimbangkan penggunaan prostesis untuk
mempertahankan fungsi anggota gerak.
4) Juksta Kondrosarkoma Kortikal
Juksta kondrosarkoma kortikal merupakan suatu tumor ganas yang
ditandai dengan pembentukan tulang rawan yang berasal dari bagian luar
permukaan tulang, mulai dari tulang rawan di bawah periosteum. Prognosis
tumor ini lebih baik dibandingkan dengan jenis kondrosarkoma sentral dan
harus dibedakan dari kondrosarkoma sekunder akibat perubahan keganasan
dari osteokondroma. Pada foto Rontgen lesi terlihal radiolusen dengan
bintik-bintik kalsifikasi.
Lokasi. Lokasi juksta kondrosarkoma kortikal terutama pada femur
distal, tibia proksimal, serta humerus proksimal . Tumor ekstra-oseus
biasanya mengadakan invasi ke korteks dan kemudian ke dalam medula.
Perkembangan tumor ini sangat cepat.
5) Osteoklastoma (Giant Cell Tumor)
Osteoklastoma (giant cell tumor = tumor sel raksasa) merupakan
tumor tulang yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah
menjadi ganas dan agresif sehingga tumor ini dikategorikan sebagai tumor
ganas. Tumor sel raksasa menempati urutan kedua (17,5%) dari seluruh
14
tumor ganas tulang, terutama ditemukan pada usia 20-40 tahun dan jarang
sekali ditemukan di bawah usia 20 tahun, dan lebih sering ditemukan pada
wanita daripada pria.
Keluhan utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan
terutama pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan
gerakan pada sendi. Mungkin juga klien datang berobat dengan gejala
frakrur (10%). Sifat khas tumor sel raksasa adalah adanya stroma vaskular
dan seluler yang terdiri atas sel-sel berbentuk oval yang mengandung
sejumlah nukleus lonjong, kecil, dan berwarna gelap. Sel raksasa ini
merupakan sel besar dengan sitoplasma yang berwarna merah muda. Sel ini
mengan-dung sejumlah nukleus yang vesikular dan menyerupai sel-sel
stroma. Walaupun tumor ini biasanya dianggap jinak, tetapi tetap memiliki
ber-bagai derajat keganasan, bergantung pada sifat sarkomatosa dan
stroma-nya. Pada jenis yang ganas, tumor ini menjadi anaplastik dengan
daerah nekrosis dan perdarahan.
Lokasi. Tempat-tempat yang biasa diserang oleh tumor ini adalah
ujung-ujung tulang panjang, terutama lutut dan ujung bawah radius.
Osteoklas-toma terutama ditemukan pada daerah epifisis tulang panjang
(75%), khususnya daerah lutut yaitu daerah tibia proksimal, femur distal,
hu-merus proksimal, dan radius distal. Sisanya dapat ditemukan pada
daerah pelvis dan sakrum.
Pemeriksaan diagnostik. Pada foto Rontgen, terlihat daerah
radiolusen, lesi kistik yang eksentrik pada ujung-ujung tulang yang dibatasi
oleh tulang subkondral. Korteks tulang terlihat menipis dan menggembung
(berbentuk balon) biasanya pada satu sisi permukaan sendi (Gambar 6.19).
Bayangan tumor bersifat radiolusen dan dapat ditemukan adanya
trabekulasi berbentuk seperti gelembung sabun.
Patologi. Tumor sel raksasa yang konvensional merupakan lesi soliter
dan ditemukan sel raksasa yang multinukleus menyerupai osteoklas serta
sel-sel stroma pada daerah epifisis (98-99%) pada tulang orang dewasa,
bersifat agresif dengan sel-sel atipik dan gambaran mitosis. Ditemukan
jaringan yang kaya vaskularisasi, tetapi hanya sedikit jaringan kolagen.
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan yang diberikan berganrung pada
grading operasi tumor. Tumor yang berbatas tegas pertumbuhannya lambat
serta mempunyai sifat histologis yang jinak, dapat diobati der kuretase
15
yang baik dan rongga yang lersisa diisi dengan bone semen
metilmetakrilat.Tumor yang lebih agresif cenderung mengalami rekurensi
dilakukan eksisi yang diikuti dengan bone graft atau pemakaian prostesis.
sel raksasa adalah jenis tumor yang mempunyai sifat ganas dan cenderung
hermetastasis sehingga diperlukan reseksi radikal atau amputasi.
6) Sarkoma Ewing
Sarkoma Ewing adalah tumor ganas yang berasal dari sumsum
tularvg dengan frekuensi sebanyak 5% dari seluruh tumor ganas tulang dan
meru-pakan jenis tumor tulang yang sangat ganas. Tumor ini paling sering
terlihat pada anak-anak usia belasan (10-20) tahun dan lebih sering terjadi
pada pria daripada wanita, dan tempat yang paling sering adalah korpus
tulang panjang. Penampilan secara kasarnya adalah berupa tumor abu-abu
lunak yang tumbuh ke retikulum sumsum tulang dan merusak korteks
tulang dari sebelah dalam. Di bawah periosteum terbentuk lapisan-lapisan
tulang yang baru diendapkan paralel dengan batang tulang sehingga mem-
bentuk gambaran serupa kulit bawang.
Gejala terutama berupa nyeri dan pembengkakan pada daerah tumor
dan terdapat gejala umum lainnya seperti kakeksia, nyeri tekan pada tumor,
demam (38-40°C)/ leukositosis (20.000 sampai 40.000 leukosit/mm3), dan
peningkatan laju endap darah. Tumor biasanya sangat ganas, ber-kembang
secara cepat, dan klien meninggal dalam 3-18 bulan pertama (95%
meninggal pada tahun-tahun pertama).
Lokasi. Sarkoma Ewing terutama terdapat pada daerah diafisis dan
meta-fisis tulang panjang seperti femur, tibia, humerus, dan fibula atau
pada tulang pipih seperti pelvis dan scapula
Pemeriksaan radiologi. Terlihat destruksi tulang pada daerah lesi
terutaraa pada diafisis disertai dengan pembentukan tulang baru
sepanjangdiafisis tulang panjang berbentuk fusiform di luar lesi yang
merupakan suata tanda khas yang disebut onion skin appearance .Tumoi
dapat meluas sampai jaringan lunak dengan garis osifikasi yang berjalan
radial disertai dengan reaksi periosteal tulang yang memberikan gam-baran
yang disebut sunray appearance serta terdapat sudut segitiga Codmsti
sehingga tumor dapat disalah-interpretasikan sebagai sarkoma osteogenik
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan adalah seaming
radioisotop, daerah lesi akan memperlihatkan peningkatan aktivitas.
16
Patologi. Tumor terdiri atas jaringan dengan gambaran histologis
imifo dengan sel kecil dan nukleus bulat yang sulit ditentukan batasnya
dengan batas sitoplasma. Sel-sel ini berbentuk polihidral tanpa aturan dan
tidak ditemukan substansi dasarnya.
Penatalaksanaan. Radioterapi merupakan pilihan pertama dan
tindakan amputasi dapat dipertimbangkan. Pemberian sitostatika dapat
dilakukan tetapi hasilnya biasanya mengecewakan.
7) Retikulo-Sarkoma Tulang
Retikulo-sarkoma dapat terjadi pada setiap usia, tetapi terutama pad
usia di atas 20 tahun (30-40 tahun). Gejala yang paling menonjol adala
nyeri serta fraktur patologis.
Lokasi. Lokasi retikulo-sarkoma terutama pada tulang panjang
Pemeriksaan radiologi. Pada foto Rontgen, terlihat bintik-bintik
destruk tulang biasanya pada daerah sumsum tulang. Dengan pemeriksaan
radioisotop ditemukan adanya lesi yang multipel.
Patologi. Retikulo-sarkoma merupakan tumor ganas limfoid dengan
struktur histologis yang bervariasi. Sel-selnya terdiri atas sel bulat
pleomorf dengan batas sitoplasma yang jelas. Nukleus sel biasanya
berbentuk tapal kuda dengan nukleolus yang jelas. Jaringan stroma kadang-
kadang mengandung serabut retikuli dan terletak secara uniform di antara
sel-sel tumor. Gambaran patologis retikulo-sarkoma tulang umumnya
seperti pada retikulo-sarkoma histiositik dan jenis campuran yaitu jenis
limfatik holistik dari limfoma maligna pada kelenjar limfe.
8) Mieloma Multipel
Mieloma multipel merupakan tumor ganas tulang yang sering
ditemukan yaitu 17% dari seluruh tumor ganas organ tubuh serta
menempati peringkat ketiga dari tumor ganas tulang. Ditemukan terutama
pada usia 40-70 tahun, jarang di bawah 30 tahun, dan lebih sering
ditemukan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Mieloma
multipel terjadi akibat proliferasi ganas dari sel-sel plasma.
Gejala yang paling sering timbul adalah nyeri tulang, dan lokasi nyeri
sering kali pada tulang iga, tulang belakang, dan sakit pinggang yang
kadang-kadang disertai nyeri radikular serta kelemahan anggota gerak.
Gejala umum seperti anemia, kakeksia, anoreksia, muntah, gangguan
psikis, dan perubahan tingkat kesadaran juga dapat ditemukan. Klien sering
datang dengan fraktur patologis terutama pada vertebra karena proses

17
destruksi yang hebat. Dapat teraba lesi tulang, terutama pada tulang
tengkorak dan klavikula. Lesi-lesi pada tulang punggung dapat
menyebabkan vertebra kolaps dan kadang-kadang menjepit saraf spinal.
Lokasi. Tumor ini berasal dari sumsum tulang dan menyebar ke
tulang yang lain. Lokasi yang paling sering terkena adalah tulang belakan^
panggul, iga, sternum, dan tengkorak
Pemeriksaan diagnostik. Pada foto Rontgen, densitas tulang terlihat
berkurang akibat mieloma multipel dengan daerah osteolitik yang bulat dan
rarefaksi pada sumsum tulang. Gambaran ini dapat berbentuk lubang
pukulan yang kecil (punched out) yang bentuknya bervariasi serta daerah
radiolusen yang berbalas tegas.Mungkin dapat ditcmukan adanya penipisan
korteks tulang. Pemeriksaan darah yaitu apusan darah akan
memperlihatkan sel-sel plasma. Pemeriksaan lainnya adalah peningkatan
kalsium darah, protein serum abnormal yang lerjadi peningkatan dan rasio
yang terbalik antara albumin dan globulin. Selain itu, laju endap darah juga
meningkat. Pemeriksaan urine Bence-Jones positif <50%.
Patologi. Gambaran palologis mieloma multipel memperlihatkan
adanya kelainan bersifat multipel yang difus pada lulang, dengan
karakleristik sel-sel bulat dari sel plasma, dengan bentuk dan tingkat
maturasi yang berbeda.
Penatalaksanaan. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah radioterapi
dan kemoterapi yang akan mengurangi gejala nyeri dan dapat
memperpanjang usia klien. Bila terdapat fraktur patologis, dilakukan
fiksasi internal dan rongga yang terjadi diisi dengan semen metilmetakrilat.

9. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang


Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang
diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan
biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin
serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya
meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang
metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan
otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia
harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi
18
histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan
kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor. (Rasjad, 2003).

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan
tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi
secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit.
Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi
kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi
dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi
adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau
metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin
digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan
pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan
seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid, (Gale, 1999).
b. Tindakan keperawatan
1) Manajemen nyeri
Tenik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi (pemberian
analgetika).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi
ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatan

19
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)

20
E. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamal, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Usia klien sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor tulang yang
mempunyai kekhasan dalam usia terjadinya, misalnya sarkoma osteogenik
ditemukan pada anak sampai sebelum dewasa muda, kondrosarkoma pada
usia 40 tahun, tumor sel raksasa jarang ditemukan di bawah usia 20 tahun.
Jenis kelamin klien juga penting dikaji. Hal ini untuk mendukung bahwa
ada beberapa tumor dan keganasan pada muskuloskeletal berhubungan
dengan jenis kelamin. Pengkajian identitas klien sangat mendukung untuk
bahan penelitian yang sangat dibutuhkan di kemudian hari.
2) Keluhan utama. Pada umumnya keluhan utama pada kasus tumor dan
keganasan adalah nyeri pada daerah yang mengalami masalah. Nyeri
merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri menunjukkan
tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya,
perdarahan, alau degenerasi.
3) Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat
dapat menggunakan metode PQRST.
4) Provoking Incident: Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya,
perdarahan, atau degenerasi.
5) Quality of Pain: Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
6) Region, Radiation, Relief: Nyeri dapat menjalar atau menyebar, dan nyeri
terjadi di sendi dan tulang yang mengalami masalah.
7) Severity (Scale) of Pain: Nyeri yang dirasakan klien secara subjektif antara
1-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
8) Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
9) Riwayat penyakit sekarang. Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan
muncul dan secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala
tersebut berkembang. Kadang-kadang klien menge-luhkan adanya suatu
pembengkakan atau benjolan. Pembengkakan atau benjolan ini dapat timbul
secara perlahan-lahan dalam .jangka waktu yang lama dan dapat juga secara

21
tiba-tiba.Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan apabila
tajadi perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor yang
jinak'tiba-tiba menjadi besar, perlu dicurigai adanya keganasan.
10) Riwayat penyakit dahulu. Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan
penyebab yang mendukung terjadinya tumor dan keganasan. Adanya
riwayat fraktur terbuka yang meninggalkan bekas sikatriks dapat
mendukung terjadinya suatu lesi pada jaringan lunak. Riwayat infeksi
kelenjar limfe pada klien memberikan asumsi bahwa terjadi sarkoma di
jaringan lunak. Faktor kebiasaan kurang baik seperti merokok akan
mendukung terjadinya keganasan pada sistem pernapasan yang dapat
bermetastasis ke sistem muskulos-keletal. Berapa lama klien pernah
terpapar radiasi dan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya proliferasi
sel-sel baru dan pening-katan pertumbuhan osteoklas akan memungkinkan
tumbuhnya suatu tumor dan keganasan pada sistem muskuloskeletal. Tumor
yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous hislioa/tomn
(MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak waktu antara
radiasi dan terjadinya sarkoma diperkirakan sekitar 11 tahun, Masa-lah lain
yang perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah
yang sama. Karena merupakan keadaan kronis, riwayat kesehatan harus
juga mencakup informasi mengenai per-sepsi klien terhadap masalah
tersebut, terapi yang dijalani sebelum-nya, serta efektivitasnya, sistem
dukungan klien dan dasar pengeta-huan klien yang paling akhir, serta
sumber informasinya.
11) Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi
terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien. Beberapa
kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya
sarkoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian,
diduga mutasi genetik pada sel induk mesenkim dapat menimbulkan
sarkoma. Ada beberapa gen yang sudah diketahui mempunyai peranan
dalam kejadian sarkoma, antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53
mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya STS. Gen lain yang
juga diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double
Minute!). Gen ini dapat menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat
pada gen p53 yang telah mutasi dan menginaktivasi gen tersebut.
22
12) Riwayat psikososial. Kaji respons e'mosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Pengamatan atau observasi juga mencakup
adaptasi dan penyesuaian yang mungkin sudah dilakukan klien (kadang-
kadang tanpa disadari), misalnya mendekatkan mulut ke garpu, bukan
mengangkat garpu ke mulut. Dalam lingkungan rumah sakit atau rumah,
perawat sering dapat mengidentifikasi perubahan fungsional.

b. Pemeriksaan fisik.
1) Bl (Breathing). Inspeksi: Apabila tidak melibatkan sistem pernapasan,
biasanya akan ditemukan kesimetrisan rongga dada nonnal, klien tidak
sesak napas, tidak menggunakan otot bantu pernapasan. Apabila melibatkan
sistem pernapasan seperti adanya tumor paru dan keganasan pada paru atau
terjadi fraktur patologis pada tulang belakang, akan ada kelainan pada
pengkajian inspeksi rongga dada. Palpasi: Taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri. Perkusi: Suara resonan pada seluruh lapang paru. Auskultasi: Suara
napas hilang/ melemah pada sisi yang sakit, biasanya didapatkan suara ronki
atau mengi.

2) B2 (Blood). Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering ditemukan keringat


dingin dan pusing. Klien tumor dan keganasan sistem muskuloskeletal
sering mengalami anemia yang berhubungan dengan proses peningkatan
neovaskularisasi dan peningkatan kebutuhan darah untuk pembentukan
jaringan baru.

3) B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih


parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah. Bila terdapat gejala
gangguan neurologis pada klien, pemeriksaan neurologis perlu dilakukan
secara cermat untuk menentukan apakah gangguan ini timbul karena
penekanan tumor pada saraf tertentu.
a) Kepala dan wajah : Dilihat adanya sianosis.
b) Mata : Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva
anemis.
c) Leher : Biasanya JVP dalam batas normal.

23
4) B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan.

5) B5 (Bowel). Pada kasus tumor dan keganasan, tidak ada gangguan


eliminasi. Walaupun demikian, perlu juga dikaji frekuensi, konsis-tensi,
warna, serta bau feses. Pada eliminasi urine, dikaji frekuensi, kepekatan,
warna, bau, dan jumlah urine. Klien biasanya mengalami mual, nyeri
lambung, yang menyebabkan klien tidak nafsu makan.

6) B6 (Bone). Pada pengkajian biasanya akan didapatkan tanda dan keluhan


seperti:
a) Nyeri. Keluhan ini merupakan keluhan utama yang sering kali
mendorong klien meminta pertolongan pada perawat dan dokter.
Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri
menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke
jaringan sekitarnya, perdarahan, atau degenerasi.
b) Keterbatasan pergerakan. Gangguan ini biasanya semakin bertambah
berat secara perlahan sejalan dengan bertambah-nya nyeri dan makin
besarnya benjolan/pembengkakan. Pen-ting menilai kemampuan
klien dalam melakukan pergerakan untuk menentukan rencana
asuhan pemenuhan aktivitas dan menghindart risiko cedera karena
keterbatasan aktivitas.
c) Pembesaran jaringan. Klien mungkin menunjukkan bahwa salah satu
bagian tubuhnya secara perlahan membesar. Pen-ting memeriksa
lelak pembesaran, jumlah benjolan/pembesaran jaringan, dan berapa
diameter ukuran dari benjolan/ pembesaran jaringan tersebut. Dalam
melakukan palpasi, penting sekali untuk menggerakkan benjolan
guna mengetahui perbedaan. Apabila benjolan dapat bergerak,
biasanya adalah tumor jinak dan bila tumor atau benjolan tersebut
tidak bergerak, biasanya merupakan tumor ganas dengan metastasis
yang sudah luas.
d) Kelemahan fisik. Klien dengan keganasan pada tulang dan jaringan
lunak yang lama biasanya mengalami kelemahan fisik. Hal ini
berkaitan dengan peningkatan metabolisme yang digunakan oleh sel-
sel tumor untuk melakukan proliferasi. Penting mengkaji sejauh

24
mana kemampuan klien dalara memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari.
e) Tanda-tanda peradangan. Pada klien yang mengalami keganasan
jaringan lunak, biasanya terdapat lesi sampai ulkus pada kulit sekitar
jaringan yang mengalami pembengkakan atau benjolan, Perawat
perlu menilai sejauh mana kerusakan integritas kulit yang terlihat.
Hal ini berguna untuk menetapkan rencana asuhan perawatan luka
guna memperbaiki pertumbuhan kulit dan menghindari kondisi
psikologis klien yang menahan perubahan bau yang keluar dari lesi
kulit tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri berhubungan dengan ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke
jaringan sekitarnya, perdarahan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
status hipermetabolik, konsekuensi: kemoterapi, radiasi, pembedahan, distres
emosional.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, nyeri pada gerakan akibat ekspansi tumor yang cepat dan
penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kerusakan
pembuluh darah kapiler dan trauma jaringan lunak
e. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
3. Rencana Tindakan Keperawatan
a. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan ekspansi tumor yang cepat dan
penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan
Tujuan dan Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam, diharapkan nyeri px dapat
berkurang atau hilang dengan criteria hasil :
 Pasien dapat melaporkan nyeri yang dialami berkurang.
 Skala nyeri pasien ( 0-3)/tingkat ringan.
 Wajah pasien tidak meringis dan pasien tidak gelisah.
 Tanda – tanda vital stabil
- Nadi normal ( 60-100x/menit)
- Pernapasan normal ( 16-24x/menit)
- Tekanan darah normal ( 100/60mmHg-140/90mmHg)
25
- Suhu normal ( 36,70-37,20)
No Rencana Keperawatan Rasional
1 Kaji nyeri, misal lokasi nyeri , Informasi memberikan data dasar
frekuensi, durasi, dan untuk mengevaluasi kebutuhan/
intensitas(skala 1-10), serta keefektifan intervensi
tindakan penghilang nyeri yang
digunakan.
2 Evaluasi terapi tertentu, missal Ketidaknyamanan adalah umum,
pembedahan, radiasi, kemoterapi, (missal nyeri insisi, kulit terbakar,
bioterapi. ajarkan pada klien/orang nyeri punggung bawah , sakit
terdekat apa yang diharapkan. kepala), tergantung prosedur yang
digunakan.
3 Tingkatkan kenyamanan dasar Meningkatkan relaksasi dan
(missal teknik relaksasi, visualisasi, membantu memfokuskan kembali
bimbingan imajinasi)dan aktivitas perhatian.
hiburan(missal : music, televisi)
4 Dorong penggunaan keterampilan Memungkinkan klien untuk
manajemen nyeri (missal teknik berpartisipasi secara aktif dan
relaksasi, visualisasi, bimbingan meningkatkan rasa control.
imajinasi, tertawa, music, dan
sentuhan terapeutik)
5 Evaluasi penghilang nyeri/ kontrol Tujuannya adalah control nyeri
maksimum dengan pengaruh
minimum pada aktivitaskegiatan
sehari-hari
6 Kembangkan rencana manajemen Rencana terorganisasi
nyeri bersama klien dan tim medis. mengembangkan kesempatan
untuk control nyeri . Terutama
dengan nyeri kronis , klien/orang
terdekat harus aktif menjadi
partisipan dalam manajemen nyeri
di rumah.
7 Berikan analgesic sesuai indikasi, Nyeri adalah kompikasi tersering
missal morfin, metadon, atau dari kanker, meskipun respon
campuran narkotik IV khusus. individu berbeda. Saat perubahan

26
Pastikan hal tersebut hanya untuk penyakit /pengobatan terjadi
memberikan analgesic dalam ,penilaian dosis dan pemberian
sehari. Ganti dari analgesic kerja akan diperlukan (catatan ; adikasi
pendek menjadi kerja panjang bila atau ketergantungan pada obat
ada indikasi. ukan masalah)
8 Berikan/intruksikan penggunaan Analgesik dikontrol klien sehingga
Patient Conrolled Analgesik(PCA) pemberian obat tepat waktu,
dengan tepat. mencegah fluktuasi pada intensitas
nyeri. sering diberikan dengan
dosis total rendah melalui metode
konvensional.
9 Siapkan/bantu prosedur, missal Mungkin digunakan pada nyeri
blok saraf, kordotomi, dan berat yang tidak berespon pada
mielotomik komisura tindakan lain.

b. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan status hipermetabolik, konsekuensi: kemoterapi, radiasi,
pembedahan, distres emosional.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam, diharapkan nutrisi px dapat
terpenuhi dengan criteria hasil :
 Berat badan px stabil.
 Pasien bebas dari tanda – tanda malnutrisi.
 Nilai albumin pasien dalam batas normal ( 3,5-5,5 g%)
No Tindakan Rasional
1 Pantau intake makanan setiap hari, Mengidentifikasi kekuatan/
biarkan kalien menyimpan buku defisiensi nutrisi
harian tentang makanan sesuai
indikasi
2 Ukur tinggi badan (TB), berat badan Membantu dalam identifikasi
(BB), dan ketebalan lipatan kulit malnutrisi protein-kalori,
triseps atau dengan antropometrik khususnya bila BB dan
lainnya. pastikan jumlah penurunan pengukuran antropometrik kurang
BB saat ini dari normal
3 Dorong klien untuk makan dengan Kebutuhan metabolic jaringan
27
diet tinggi kalori kaya nutrient, ditingkatkan
dengan intake cairan yang adekuat.
Dorong penggunaan suplemen dan
makan sedikit tapi sering.
4 Ciptakan suasana makan malam Membantu waktu makan lebih
yang menyenangkan, dorong pasien menyenangkan, yang dapat
untuk berbagi makan dengan meningkatkan masukan.
keluarga/teman.
5 Rujuk pada ahli /tim pendukung Memberikan rencana diet khusus
nutrisi untuk memenuhi kebutuhan
individu dan menurunkan
masalah berkenaan dengan
malnutrisi protein/kalori dan
defensiensi mikronutrien.
6 Pengamatan nilai albumin Membantu mengidentifikasi
derajat ketidakseimbangan
biokimia / malnutrisi dan
mempengaruhi pilihan intervensi.

c. Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan


rentang gerak, kelemahan otot, nyeri pada gerakan akibat ekspansi tumor yang
cepat dan penekanan ke jaringan sekitarnya, perdarahan.
Tujuan dan criteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam, diharapkan pencapaian
mobilitas fisik pasien yang optimal, dengan criteria hasil :
 Pasien dapat menunjukan teknik kemapuan beraktivitas
 Pasien dapat turut berpartisipasi dalam aktivitas sehari – hari sesuai
kemampuan.
No Tindakan Rasional
1 Kaji derajat imobilisasi pasien Pasien mungkin dibatasi oleh
dan perhatikan persepsi pasien pandangan diri/persepsi diri tentang
terhadap imobilisasi keterbatasan fisik actual, memerlukan
informasi/intervensi untuk
meningkatkan kemajuan kesehatan.

28
2 Lakukakan latihan rentang gerak Meningkatkan aliran darah ke otot
secara konsisten, diawali dengan dan tulang untuk meningkatkan tonus
gerakan pasif kemudian aktif otot, mempertahankan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi, dan
menurunkan kehilangan kalsium dari
tulang.
3 Dorong partisipasi pasien dalam meningkatkan kemandirian,
semua aktivitas sehari – hari meningkatkan harga diri, dan
sesuai kemampuan individu membantu proses perbaikan.
4 Berikan/bantu dalam mobilisasi Mobilisasi dini menurunkan
dengan kursi roda, kruk, tongkat komplikasi tirah baring dan
sesegera mungkin. Instruksikan meningkatkan penyembuhan dan
keamanan dalam menggunakan normalisasi fungsi organ.
alat mobilisasi

d. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan


kerusakan pembuluh darah kapiler dan trauma jaringan lunak
Tujuan dan criteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam, diharapkan tidak terjadi
kerusakan integritas kulit dengan criteria hasil :
 Px menyatakan ketidaknyamanannya hilang
 Px menunjukkan perilaku/tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
 Px dapat mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi

No Tindakan Rasional
1 Kaji kulit dengan sering terhadap Efek kemerahan dapat terjadi pada
efek samping terapi kanker. area radiasi (kekeringan dan
Perhatiakn kerusakan/lambatnya pruritus), deskuamasi lembab
penyembuhan luka. Tekankan (lepuh), ulserasi, kehilangan
pentingnya melaporkan area rambut, kehilangan dermis, dan
terbuka pada pemberi perawatan. kelenjar keringat juga dapat terlihat.
Reaksi ruam alergi,

29
hiperpigmentasi, pruritus, dan
alopesia dapat terjadi akibat agen
kemoterapi
2 Mandikan klien dengan air hangat Mempertahankan kebersihan tanpa
dan sabun ringan. mengiritasi kulit.
3 Dorong klien untuk menghindari Membantu mencegah friksi/trauma
menggaruk dan menepuk kulit kulit.
yang kering.
4 Ubah posisi dengan sering. Meningkatkan sirkulasi dan
mencegah tekanan pada
kulit/jaringan yang tidak perlu.
5 Anjurkan klien untuk menghindari Dapat meningkatkan iritasi/reaksi
krim kulit apapun, salep, dan secara nyata.
bedak, kecuali atas izin dokter.
6Ti Tinjau protokol perawatn kulit Dilakukan untuk meminimalkan
untuk klien yang mendapat terapi trauma pada area terapi radiasi.
radiasi.
7 Hindari menggaruk dan Dapat menimbulkan atau bahkan
menggunakan lotion atau mempengaruhi pemberian radiasi.
deodorant, hindari memberikan
padas atau mengusahakan mencuci
tanda/tato yang ada di kulit sebagai
identifikasi area iradiasi.
8 Anjurkan menggunakan pakaian Kulit sangat sensitive sesaat atau
yang lembut dan longgar. setelah pengobatan, dan semua
iritasi harus dihindari untuk
mencegah cedera termal.

9 Berikan tepung kanji pada area Membantu mengontrol kelembaban


sesuai kebutuhan dan krim yang atau pruritus
dianjurkan dua kali sehari setelah
radiasi selesai.
10 Tinjau ulang protokol perawatan Menurunkan risiko
kulit untuk klien yang mendapat iritasi/ekstravasasi jaringan dari
kemoterapi. agen ke dalam jaringan.
11 Tinjau penggunaan tabir Melindungi kulit dari sinar

30
surya/blok tabir surya. ultraviolet dan mengurangi risiko
reaksi berulang.
12 Berikan antidote yang tepat bila Mengurangi kerusakan jaringan
terjadi eksaserbasi, misalnya : lokal
a. - DMSO topical
b. - Hialuronidasi (wydase)
c. - NaHCO3
d. – Tiosulfat

e. Diagnosa : Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan dan


ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi
Tujuan dan criteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam, diharapkan citra tubuh
klien meningkat dengan criteria hasil :
 Pasien mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
 Pasien mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
 Pasien dapat mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep
diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri negative
No Tindakan Rasional
1 Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual
persepsi dan hubungan dengan dalam menyusun rencana
derajat ketidakmampuan perawatan atau pemilihan
intervensi
2 Anjurkan klien untuk Menunjukkan penerimaan,
mengekspresikan perasaan, membantu klien untuk mengenal
termasuk sikap bermusuhan dan dan mulai menyesuaikan dengan
kemarahan perasaan tersebut
3 Pernyataan pengakuan terhadap Membantu klien untuk melihat
penolakan tubuh, mengingatkan bahwa perawat menerima kedua
kembali fakta kejadian tentang bagian sebagai bagian dari seluruh
realitas bahwa masih dapat tubuh. Mengizinkan klien untuk
menggunakan sisi yang sakit dan merasakan adanya harapan dan
belajar mengontrol sisi yang sehat mulai menerima situasi baru
31
4 Bantu dan anjurkan perawatan yang Membantu meningkatkan perasaan
baik dan memperbaiki kebiasaan harga diri dan mengontrol lebih
dari satu area kehidupan
5 Anjurkan orang yang terdekat Menghidupkan kembali perasaan
untuk mengizinkan klien kemandirian dan membantu
melakukan sebanyak-banyaknya perkembangan harga diri serta
hal untuk dirinya mempengaruhi proses rehabilitasi
6 Bersama klien mencari alternative Dukungan perawat pada klien
koping yang positif dapat meningkatkan rasa percaya
diri klien
7 Dukungan perilaku atau usaha, Klien dapat beradaptasi terhadap
seperti peningkatan minat atau perubahan dan pengertian tentang
partisipasi dalam aktivitas peran individu di masa mendatang
rehabilitasi
8 Pantau gangguan tidur, peningkatan Dapat mengindikasikan terjadinya
kesulitan konsentrasi, letargi, dan depresi, umumnya terjadi sebagai
menarik diri pengaruh dari stroke yang
memerlukan intervensi dan
evaluasi lebih lanjut
9 Kolaborasi : Dapat memfasilitasi perubahan
Rujuk ke ahli neuropsikologi dan
peran yang penting untuk
konseling jika indikasi
perkembangan perasaan

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai rencana keperawatan

5. Evaluasi
Dx 1  Pasien dapat melaporkan nyeri yang dialami berkurang.
 Skala nyeri pasien ( 0-3)/ tingkat ringan.
 Wajah pasien tidak meringis dan pasien tidak gelisah.
 Tanda – tanda vital stabil
- Nadi normal ( 60-100x/menit)
- Pernapasan normal ( 16-24x/menit)
- Tekanan darah normal ( 100/60mmHg-140/90mmHg)
- Suhu normal ( 36,70-37,20).
Dx 2  Berat badan px stabil.
 Pasien bebas dari tanda – tanda malnutrisi.
 Nilai albumin pasien dalam batas normal ( 3,5-5,5 g%)
32
Dx 3  Pasien dapat menunjukan teknik kemapuan beraktivitas
 Pasien dapat turut berpartisipasi dalam aktivitas sehari – hari sesuai
kemampuan.

Dx 4  Px menyatakan ketidaknyamanannya hilang


 Px menunjukkan perilaku/tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
 Px dapat mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi
terjadi

Dx 5  Pasien mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang


terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
 Pasien mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
 Pasien dapat mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep
diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri negative

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel
tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor
Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang memiliki
lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain
itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang sekunder misalnya, seseorang
terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti
tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan maligna.
Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah sebagai berikut :
a. Tumor Tulang Benigna
Tumor tulang benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas tegas, gejalanya
sedikit dan tidak menyebabkan kematian.
Neoplasma primer benigna sistem muskuloskeletal meliputi osteoma osteoid,
osteokondroma, enkondroma, kista tulang (misalnya kista tulang aneurisma)
rabdoioma, dan fibroma. Tumor benigna tulang dan jaringan lunak lebih sering
daripada tumor maligna. Beberapa tumor benigna, seperti tumor sel raksasa
mempunyai potensial mengalami transformasi maligna.
b. Tumor Tulang Maligna
Tumor muskuloskeletal maligna primer relatif jarang dan tumbuh dari sel jaringan
ikat dan penyokong (sarkoma) atau dari elemen sumsum tulang (mieloma). Tumor
muskuloskeletal primer maligna meliputi osteosarkoma, kondrosarkoma, sarkoma
ewing, dan fibrosarkoma jaringan lunak dan rabdomiosarkoma.

F. Saran
Penting bagi seorang perawat untuk dapat memahami penyakit tumor tulang
(maligna dan benigna), salah satu penyakit dalam sistem muskuloskeletal karena dapat
menolong kita pada saat terjun di lapangan atau rumah sakit nanti ketika kita menemukan
pasien dengan gangguan penyakit muskuloskeletal untuk mengetahui dan menentukan
diagnosa apakah tumor itu jinak atau gamas. Sedikit tidaknya, kita sudah memahami dan

34
mengerti konsep dasar dari penyakit tumor tilang dan bagaimana proses keperawatan
untuk penderita tumor tilang.

35
DAFTAR PUSTAKA

Doenges,Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. NANDA Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2012-
2014. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
EGC
Ningsih, Nurna Lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C, dkk.2001. Keperawatan Medikal Bedah 3. Edisi 8. Jakarta:EGC

36

Anda mungkin juga menyukai