Sumber Hukum Islam Dan Ruang Lingkupnya
Sumber Hukum Islam Dan Ruang Lingkupnya
Lingkupnya
terjemahan dari kata mashdar yang jamaknya adalah masha dir, yang dapat diartikan suatu
wadah yang dalam wadah tersebut dapat ditemukan atau ditimba norma hukum.
Jadi, yang dimaksud Sumber Hukum Islam adalah al Quran dan Sunnah Rasul yang
merupakan seperangkat aturan tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam.
Disimpulkan :
Sumber hukum Islam adalah Asal (tempat pengambilan) hukum Islam yang berlaku
dan diyakini mengikat untuk semua muslim.
Tujuan dari hukum Islam tidak terbatas dari segi material semata, tetapi jauh ke
depan memperhatikan segala segi, material, immaterial, individu, masyarakat, dan
kemanusiaan pada umumnya
Hal ini dapat dilihat pada segi ibadah dan muamalah, disamping itu tujuan dari
hukum Islam adalah untuk:
Sedangkan menurut Mohammad Daud Ali (Mohammad Daud Ali, op.cit, hlm.6 ), tujuan
hukum Islam dapat dilihat dari dua segi yaitu
a. Segi pembuat hukum Islam yakni Allah SWT dan Rasul-Nya,
b. dan dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam
PENJELASAN
b. Dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam
- tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan
sejahtera dengan cara mengambil yang bermanfaat, mencegah dan menolak
yang mudharat bagi kehidupan.
- Dalam hal kewarisan, tujuan sistem kewarisan Islam yang sesuai dengan tujuan
hukum Islam adalah agar terhindar dari kesalahan dalam pembagian warisan
yang dapat mengakibatkan pertikaian karena harta warisan dan terciptanya
pembagian warisan yang adil serta diridhai Allah.
1. Perintah mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang terdapat dalam al
Quran.
2. Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang disampaikan Rasul
dalam Sunnahnya.
3. Perintah mentaati ulil amri berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan
berdasarkan ijma.
4. Perintah mengembalikan sesuatu yang diperselisihkan hukumnya kepada Allah dan
Rasul. Berarti perintah mengamalkan hukum yang ditemukan melalui qiyas yang
merupakan hasil dari ijma ( Ijtihad Ulama)
Penjelasan :
a. Al-qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci agama islam merupakan kumpulan wahyu Ilahi yang
disampaikan kepada nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat jibril
untuk mengatur hidup dan kehidupan umat Islam pada khususnya dan umat
manusia pada umumnya.
Etimologi
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur'an berasal dari bahasa Arab yang berarti
"bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur'an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang
artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu
surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah
yang artinya:
Terminologi
“Kalam Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya
termasuk ibadah”.
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi
Muhammad penutup para nabi dan rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril
dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara
mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai
dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Namun demikian ada pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, dan tidak
termasuk Al-Qur’an.
b. Sunnah
Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam Islam, setelah Al-Quran. Narasi
atau informasi yang disampaikan oleh para sahabat tentang sikap, tindakan,
ucapan dan cara rasulullah disebut sebagai hadits. Sunnah yang diperintahkan
oleh Allah disebut sunnatullah (hukum alam).
Hadist atau sunnah adalah segala apa yang datangnya dari Nabi Muhammad,
baik berupa segala perkataan yang telah diucapkan, perbuatan yang pernah
dilakukan pada masa hidupnya ataupun segala hal yang dibiarkan berlaku.
b.2 Macam-Macam Sunnah :
ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan disampaikannya kepada kepada orang
lain. Namun ucapan Nabi ini bukan wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan
wahyu al Qur`an yang sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara, antara
lain:
Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi dan menyuruh
orang lain untuk menghafal dan menuliskannya serta mengurutkannya sesuai
petunjuk Allah. Sedangkan sunnah tidak, bahkan Nabi melarang menuliskannya
karena khawatir tercampur dengan al Qur`an.
Penukilan alQur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan sunnah pada
umumnya diriwayatkan secara perorangan.
Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti sesuai dengan
teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi. Sedangkan sunnah dinukilkan secara
ma`nawi ( disampaikan dengan redaksi dan ibarat yang berbeda walau maksudnya
sama ).
Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona / mu`jizat, sedangkan
bila sunnah tidak.
Perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW yang dilihat atau diketahui
oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang laindengan ucapannya.
- Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama berbeda
pendapat tentang keteladanannya bagi umat, ada yang berpendapat bahwa
perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya hukum untuk diikuti dan ada yang
berpendapat tidak mempunyai daya hukum untuk diikuti.
- PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa perbuatan
tersebut khusus untuk Nabi.
- Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan penjelasan hukum.
- Perbuatan Nabi yang diketahui merupakan penjelasan hukum untuk umat dan
menjadi dalil hukum yang harus diikuti oleh umat.
perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan dihadapan Nabi atau
sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Keadaan
diamnya Nabi dibedakan pada dua bentuk :
- Nabi mengetahui perbuata itu pernah dibenci dan dilarang ileh Nabi. Diamnya
Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak boleh dilakukan atau boleh dilakukan (
pencabutan larangan ).
- Nabi belum pernah melarang perbuatan itusebelumnya dan tidak diketahui pula
haramnya. Diamnya Nabi menunjukan hukumnya adalah ibahah ( meniadakan
keberatan untuk diperbuat ).
Secara Terminologi
Ijma adalah penyesuaian paham atau pendapat di antara para ulama mujtahid
pada suatu masa tertentu untuk menentukan hukum suatu masalah yang belum
ada ketentuan hukumnya.
Ijma' tidak dipandang sah, kecuali apabila ada sandaran, sebab ijma' bukan
merupakan dalil yang berdiri sendiri.
Sandaran tersebut dapat berupa dalil qath'i yaitu Qur'an dan Hadits mutawatir,
juga dapat berupa dalil zhanni yaitu Hadits ahad dan qiyas
d. Qiyas
d.1 Pengertian qiyas
Menurut Etimologi Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan
Menurut Termonologi Qiyas artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang
baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab,
manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi
sama.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang
ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
1. Al-ashl (pokok)
2. Al-far'u (cabang)
Al-far'u ialah masalah yang hendak diqiyaskan yang tidak ada ketentuan nash
yang menetapkan hukumnya.
Mengenai rukun ini, para ulama menetapkan beberapa persyaratan sebagai
berikut:
Sebelum diqiyaskan tidak pernah ada nash lain yang menentukan hukumnya.
Ada kesamaan antara 'illah yang terdapat dalam al-ashl dan yang terdapat
dalam al-far'u.
Tidak terdapat dalil qath'i yang kandungannya berlawanan dengan al-far'u.
Hukum yang terdapat dalam al-ashl bersifat sama dengan hukum yang terdapat
dalam al-far'u.
3.Hukum Ashl
Hukum Ashl adalah hukum yang terdapat dalam masalah yang ketentuan
hukumnya itu ditetapkan oleh nash tertentu, baik dari Quran maupun Sunnah.
4.'Illah
'Illah adalah suatu sifat yang nyata dan berlaku setiap kali suatu peristiwa terjadi,
dan sejalan dengan tujuan penetapan hukum dari suatu peristiwa hukum.
Mengenai rukun ini, agar dianggap sah sebagai 'illah, para ulama menetapkan
beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Zhahir, yaitu 'illah mestilah suatu sifat yang jelas dan nyata, dapat disaksikan
dan dapat dibedakan dengan sifat serta keadaan yang lain.
2. 'Illah harus mengandung hikmah yang sesuai dengan kaitan hukum dan tujuan
hukum. Dalam hal ini, tujuan hukum adalah jelas, yaitu kemaslahatan mukallaf di
dunia dan akhirat, yaitu melahirkan manfaat atau menghindarkan kemudharatan.
3. Mundhabithah, yaitu 'illah mestilah sesuatu yang dapat diukur dan jelas
batasnya.
4. Mula'im wa munasib, yaitu suatu 'illah harus memiliki kelayakan dan memiliki
hubungan yang sesuai antara hukum dan sifat uang dipandang sebagai 'illah.
5. Muta'addiyah, yaitu suatu sifat yang terdapat bukan hanya pada peristiwa yang
ada nash hukumnya, tetapi juga terdapat pada peristiwa-peristiwa lain yang
hendak ditetapkan hukumnya.
c. Ukubat atau Jinayat, yaitu hukum yang mengatur tentang pidana seperti
mencuri, berzina, mabuk, menuduh berzina, pembunuhan serta akibat-
akibatnya. Selain bagian-bagian tersebut, ada bagian lain yaitu (a)
mukhasamat, (b) siyar, (c) ahkam as-sulthaniyah. Hal ini akan dijelaskan
sebagai berikut:
- Siyar, yaitu hukum yang mengatur mengenai urusan jihad dan/atau perang,
harta rampasan perang, perdamaian, perhubungan dengan Agama lain, dan
negara lain.