PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah pendidikan sering hadir disetiap bahan diskusi kita. Semua elemen
masyarakat tak usang membicarakan perihal pendidikan. Hal ini dikarenakan
pendidikan merupakan tonggak majunya bangsa-bangsa dunia. Sejarah telah mencatat
bahwa majunya bangsa-bangsa di dunia hari ini dikarenakan negara tersebut
memfokuskan untuk melakukan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) terlebih
dahulu melalui sektor pendidikan sebelum melakukan pembangunan sektor yang lain.
Hal inilah yang dimaksud oleh mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela,
“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”.
Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah
dunia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014-2016, Anies Baswedan
dalam pidatonya memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2016
mengungkapkan bahwa, memastikan setiap manusia Indonesia mendapatkan akses
pendidikan yang bermutu sepanjang hidupnya sama dengan memastikan kejayaan dan
keberlangsungan bangsa. Sama halnya dengan Kamaluddin (2014:13), maju
mundurnya peradaban suatu bangsa tidak ditentukan oleh letak geografi apakah barat
ataukah timur, tidak juga ditentukan oleh warna kulit atau agamanya, akan tetapi jatuh
bangunnya peradaban suatu bangsa lebih ditentukan oleh ada atau tidaknya talenta-
talenta bibit unggul yang terus dihasilkan oleh dunia pendidikan dari bangsa tersebut.
Kita bisa belajar dari pengalaman negara-negara maju dunia hari ini, sebut saja
Jepang. Melalui restorasi Meiji yang berlangsung tahun 1866 – 1869, Jepang kini
hadir menjadi macan Asia bahkan menjadi negara yang patut diperhitungkan dunia.
Tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang pancasilais dengan dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti sikap
suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi tinggi, punya etos
kerja, kreatif dan produktif, serta puas akan sukses yang akan dicapai (Pidarta, 2007:
8). Manusia Indonesia yang pancasilais akan lahir dengan baik jika generasi muda
Indonesia telah mengalami kemerdekaan lahir maupun kemerdekaan bathin. Menurut
Dewantara (1977: 3), pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas
hidupnya lahir, sedangkan merdekanya hidup batin itu terdapat dari pendidikan.
1
Pengajaran akan memberikan pemahaman lahiriah berupa keilmuan kepada manusia,
sedangkan pendidikan akan memberikan pemahaman karakter berupa batiniyah
kepada manusia.
Sejarah tentu memberikan kegunaan bagi kita, baik kegunaan edukatif,
inspiratif, Instruktif, maupun rekreatif. Sehingga pendidikan pun mesti ditinjau pula
dari segi historis agar tujuan pendidikan sebagaimana dimaksud diatas dan termaktub
pula dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat tercapai
sesuai harapan dan keinginan bersama sebagimana diamantkan dalam alinea keempat
UUD 1945. Hal ini pula yang menjadikan tinjauan historis pendidikan sangat perlu
dilakukan untuk menjadi bahan referensi dan bahan rujukan bagi pendidikan generasi
masa kini dan generasi masa depan. Secara historis, pendidikan merupakan
kebudayaan dan kegiatan universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun
sederhananya suatu kehidupan masyarakat disekitar itu pasti didalamnya selalu
berlangsung suatu proses pengajaran atau pendidikan, baik berupa pendidikan formal,
informal, maupun nonformal.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Hindu-Budha ?
2. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Kerajaan Islam ?
3. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Kolonial ?
4. Bagaimana kondisi pendidikan pada Orde Lama ?
5. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Orde Baru ?
6. Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Reformasi ?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin di capai dalam makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Hindu-Budha
2. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Kerajaan Islam
3. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Kolonial
4. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Orde Lama
5. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Orde Baru
6. Untuk mengetahui Bagaimana kondisi pendidikan pada zaman Reformasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pahamnya di Indonesia dengan tidak membeda-bedakan kasta, sehingga rakyat
jelata dan sang raja bisa duduk berdampingan disaat sedang melaksanakan ibadah.
Ulama-ulama islam yang datang menyebarkan ajarannya melalui
pesantren, langgar atau masjid, dan madrasah. Tiga tempat inilah yang selalu
dimanfaatkan untuk melangsungkan pendidikan. Menurut Zuhairini (1981: 135),
kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang
didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum.
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai
pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu
agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar
dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang
berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat adalah Fiqh mazhab
Syafi’i
2. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis taklim dan halaqoh
3. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
4
Portugis berjalan bersama pasukannya dipimpin oleh sang petualang
Bartholomeus Diaz dan Spanyol dipimpin oleh sang penjelajah Christopher
Columbus. Perjalanan ini memantik semangat Cornelis De Houtman pimpinan
armada laut Belanda untuk ke Indonesia dengan pertama kali mendarat di Banten
pada tahun 1596. Kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia dengan tujuan untuk
mencari remaph-rempah. Agar terhindar dari persaingan diantara mereka,
Pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC
(Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda
tahun 1602 (Mudyaharjo, 2008: 245).
Belanda menjajah dan mengeruk kekayaaan alam Indonesia, namun atas
beberapa desakan mereka pun melakukan politi etis atau dikenal dengan sebutan
politik balas budi. Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumi
meski masih hanya diperuntukkan anak turunan kalangan bangsawan. Sejak
dijalankannya politik etis ini, Indonesia mulai mengalami kemajuan bidang
pendidikan selama beberapa dekade telah menghasilkan para intelektual terbaru
asal pribumi. Golongan inilah yang berhasil melanjutkan niatan Gajah Mada
dalam sumpah palapa-nya untuk menyatukan nusantara dengan berdirinya
organisasi pemuda pertama di Indonesia, Budi Utomo tahun 1908. Dan
perjuangan ini semakin menunjukan buktinya ketika para pemuda dari berbagai
pelosok nusantara bersumpah pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan
Sumpah Pemuda. Selain itu, politik etis Belanda telah melahirkan para pejuang
pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara dengan mendirikan Taman Siswa pada
tahun 1922 dan Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhamadiyah pada tahun
1912. Taman Siswa didirikan oleh rakyat pribumi dan guru-gurunya adalah
golongan orang-orang bangsa kita sendiri yang rela dan keikhlasan hatinya
bersedia dan menyerahkan diri untuk keperluan rakyat dalam perkara pengajaran
dan pendidikan (Dewantara, 1977:10).
Kamaluddin (2014: 22), Belanda membutuhkan banyak insinyur dan
tenaga ahli untuk memastikan bahwa industri berkembang sesuai dengan cita-cita
sistem kolonial. Belanda perlu memastikan roda ekonomi terus berputar yang
kemudian mampu mencetak semakin banyak uang untuk dialirkan ke negeri
Belanda. Dalam rangka mencetak para insinyur itu, berdirilah sekolah teknik di
Bandung yaitu Technische Hooge School (THS). Kemudian mendatangkan dokter
ahli dari Eropa untuk menangani masalah kesehatan di Nusantara adalah tidak
5
efisien karena akan memakan biaya yang sangat besar. Atas dasar itulah Belanda
kemudian merintis lahirnya sekolah tinggi di bidang kedokteran untuk penduduk
pribumi yang diberi nama School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA).
Sekolah hukum di Indonesia beridiri dengan alasan yang hampir sama.
Untuk mengelola program investasi, orang-orang yang memahami administrasi
dan hukum sangat diperlukan. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Belanda
mendirikan sekolah hukum secara formal tahun 1909 yang diberi nama
Rechtsschool. Meskipun demikian, terdapat 3 jalur pendidikan keluar negeri yang
dilewati generasi masa itu, jalur Belanda, jalur Timur Tengah, dan jalur Rusia.
Moh Hatta adalah produk jalur Belanda, Ahmad Dahlan adalah produk Timur
Tengah, dan Tan Malaka adalah produk Rusia. Politik etis dan 3 jalur inilah yang
melahirkan para Founding Father dengan menghadirkan paham nasionalis
(Belanda), komunis (Rusia), dan islam (Timur Tengah). seperti Ir. Soekarno, Drs.
Moh Hatta, M Natsir, Sutan Syahrir, Tan Malaka, H. Agus Salim dan sebagainya
yang kemudian berhasil memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945.
4. Zaman Orde Lama
Kemerdekaan yang berhasil diraih bangsa Indonesia pada tahun 1945
ternyata masih menjadikan Belanda ingin kembali bercokol diatas bumi
Nuasantara. Kosentrasi para pemimpin bangsa mesti terpecah, antara menghadapi
penjajah yang mencoba kembali menguasasi Indonesia sebagai negara berdaulat
yang sudah merdeka, atau mengisi kemerdekaan “dalam bahasa Anies Baswedan,
melunasi janji kemerdekaan” dengan pembangunan Sumber daya Manusia (SDM)
dan pembangunan infrastruktur. Kondisi ini menuntut segenap daya pikir para
pemimpin bangsa yang baru lahir untuk mengerahkan segala upaya untuk
membangun dunia pendidikan demi masa depan bangsa Indonesia (Kamaluddin,
2014: 28).
Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia kemudian muncul
dengan visi cemerlang membawa semangat “Nation and Character Building”
dalam dunia pendidikan. Menurutnya, rakyat Indonesia sebagai rakyat dari sebuah
negara yang baru lahir membutuhkan pembangunan karakter kebangsaan yang
kokoh sebagai prasyarat utama dari kokohnya bangsa Indonesia dalam jangka
panjang. Sehingga pendidikan dimasa itu lebih ditekankan pada konsep
kewarganegaraan dan kebangsaan bagi rakyat Indonesia. Kala itu bidang-bidang
6
keilmuan masih dalam fase “dianjurkan” sedangkan pendidikan kewarganegaraan
dan kebangsaan adalah yang paling ditekankan, karena ini sesuai dengan
kebutuhan masa awal kemerdekaan. Pada tanggal 29 Desember 1945, Badan
Pekerja KNIP mengusulkan kepada Kemeterian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan agar segera mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran
sesuai dengan rencana pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran baru
(Moestoko, 1986: 145).
Pemerintah maupun rakyat sejak kemerdekaan tidak tinggal diam dan telah
menunjukkan kegiatannya dalam pelbagai usaha mengenai pendidikan dan
pengajaran. Sesudah pemerintah Jepang meniggalkan kantor-kantor birokrasi,
Pemerintah Indonesia mulai menduduki tempat tersebut. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia pertama (Ki Hajar Dewantara) mulai menyiarkan beberapa
pedoman tentang penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Pengibaran “Sang
Merah Putih” tiap hari dihalaman sekolah, melagukan Indonesia Raya,
menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian
“Kimigayo”, memberi semangat kebangsaan kepada anak-anak sekolah dan
meniadakan pelajaran bahasa Jepang serta segala upacara yang berasal sari
pemerintah Jepang, itulah instruksi yang diberikan kepada kepala Sekolah
(Dewantara, 1977: 200).
Semangat melakukan pengajaran dan pendidikan kemudian dilanjutkan
Soewandi dan Ali Sastroamidjojo sebagai menteri pendidikan yang selanjutnya.
Menurut Kamaluddin (2016: 33), beberapa usaha yang dilakukan oleh Menteri
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan masa itu adalah membentuk Panitia
Penyelidik Pendidikan Pengajaran pada tahun 1946 yang bertugas meninjau
kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan dan pengajaran.
Kemudian pada tahun 1947 diadakan kongres pendidikan di Solo, dan tahun 1948
membentuk panitia pembentukan rencana Undang-Undang Pendidikan dan
Pengajaran (UUP) yang bertugas menyusun UUPP. Setelah tahun 1950 rencana
UUPP diterima dan disahkan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan, maka dengan itu UU No.04 Tahun 1950 dengan nama “UU tentang
Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah”.
Waktu terus berjalan, anak-anak didik di level pendidikan dasar pada tahun
1950-an yang muncul dari desa-desa tumbuh menjadi mahasiswa dan berhasil
meraih gelar sarjana-sarjana muda pada tahun 1965-an. Kelompok inilah yang
7
kemudian mendapati dirinya penuh dengan kegelisahan akan nasib rakyat dan
masa depan Indonesia. Mereka mendapati penyimpangan dan penyelewengan
dalam penyelenggaraan negara yang telah melenceng dari cita-cita kemerdekaan.
Salah satu organisasi yang dibuat kala itu adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) yang diinisiasi oleh Mari’e Muhammad (wakil ketua PB HMI).
Kelompok inilah yang berhasil menumbangkan rezim Soekarno dan berakhirlah
kekuasaan presiden pertama pada tahun 1966.
8
1989 maka semua sekolah baik tingkat dasar, menengah, maupun perguruan tinggi
mewajibkan institusinya menyelenggarakan pendidikan agama.
Kamaluddin (2014: 42), Indonesia telah membuat peningkatan kualitas
pendidikan yang signifikan dalam 40 tahun terakhir melalui beberapa kebijakan
dan program-program bidang pendidikan. Pada 1973, Indonesia memulai program
pembangunan Sekolah Dasar (SD) di setia desa dan menyelenggarakan program
Wajib Belajar 9 tahun pada 1994. Kemudian periode 1974-1984, Pemerintah
membangun 138.940 gedung sekolah SD tiap desa seluruh wilayah Indonesia.
Sehingga keterlibatan anak Indonesia di SD meningkat drastis dari hanya 2,5 juta
pada awalnya menjadi 26,6 juta (Bjork, 2013: 57).
6. Zaman Reformasi
Era reformasi ditandai dengan lengsernya rezim Soeharto pada tahun 1998
dari kursi kepemimpinn setelah 32 tahun memimpin Indonesia, kemudian
digantikan oleh B.J. Habibie. Lahirnya era reformasi disambut euforia oleh
segenap komponen bangsa yang telah lama meninginkan perubahan (Saridjo,
2011:129). Era reformasi juga ditandai dengan tumbuhnya demokrasi di
Indonesia. Presiden Habibie menjanjikan akan menyelenggarakan pemilihan
umum lebih cepat dari biasanya. Pasca reformasi, demokrasi telah mewarnai
berbagai bidang kehidupan kebangsaan di Indonesia.
Pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 1999 menghasilkan
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden keempat. Gebrakannya
dibidang pendidikan yang paling menonjol adalah rencananya untuk mengubah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementerian Pendidikan
Nasional. Hal ini disebabkan karena madrasah dan sekolah diketahui ada
kesenjangan yang cukup signifikan perihal alokasi anggaran, madrasah
mengalami diskriminasi dalam dunia pendidikan Indonesia. Diduga kuat alasan
inilah ayng menjadi dasar pemikiran Gus Dur untuk mendesak menterinya, Yahya
Muhaimin untuk secepatnya memindahkan pengelolaan madrasah ke Depdiknas
(Kamaluddin, 2014: 47). Setelah 2 tahun menduduki kursi kepresidenan, dengan
berbagai pertimbangan akhirnya Gus Dur dilengserkan oleh MPR. Sehingga
rencana menyatukan pembinaan dan pengelolaan madrasah dibawah Kementerian
Pendidikan Nasional untuk sementara masih sekedar wacana, belum dapat
terealisasikan.
9
Megawati Soekarno Putri kemudian hadir sebagai presiden dan Hamzah
Haz sebagai wakil presiden telah melahirkan regulasi baru dalam dunia
pendidikan dengan melahirkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Melalui ini, negara telah memberikan kerangka yang jelas dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan amanat Pasal 31 ayat (3)
UUD 1945. Gebrakan lain presiden kelima ini adalah melahirkan UU No.12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur hukum pendidikan, kualitas
pendidikan tinggi, akses terhadap pendidikan tinggi, dan tanggung jawab
pemerintah dalam menyelnggarakan pendidikan tinggi. Menurut Kamaluddin
(2014: 53), hal penting yang perlu dicatat dalam UU No.12 Tahun 2012 adalah
pasal 31 tentang Pendidikan Jarak Jauh. Pasal ini memungkinkan pemerintah
dalam mengambil kebijakan dan langkah strategis untuk mengintegrasikan ICT
(Information, Communication, and Technology) dalam dunia pendidikan secara
nasional dan merata. Sedangkan di era SBY, perubahan kurikulum tiap pergantian
menteri sangat mencolok, terlihat dari perubahan KBK 2004, KTSP 2006, dan
Kurikulum 2013.
Sejarah mencatat hari ini di Era Joko Widodo, kementerian pendidikan
dipisahkan menjadi Kemnterian Pendidikan Tinggi, Riset dan Tekhnologi dan
Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah. Karena program
Indonesia Mengajarnya, maka nama Anies Baswedan dilirik dan diangkat menjadi
Menteri Pendidikan. Tahun 2015, pertama kami di Indonesia Ujian Nasional (UN)
tidak lagi dijadikan sebagai penentu kelulusan dan UN berbasis komputer.
Kemudian setelah Muhadjir Efendi naik menggantikan Anies Baswedan, program
pendidikan yang paling menonjol adalah munculnya wacana“Full Day School”.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Demi kesempurnaan dari pada penyusunan makalah ini, kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
Bjork, Christopher. 2013. Teacher Training, School, Norms and Teacher Effectivennes in
Indonesia. Singapura: ESEAS Publishing.
Huijbers, Theo. 1993. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius.
Moestoko, Soemarsono. 1986. Sejarah Pendidikan dari Zaman ke Zaman. Jakarta: Balai
Pustaka.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: dari Metode Rasional hingga
Metode Kritik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Saridjo, Marwan. 2011. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa. Bogor: Yayasan Ngali Aksara
& Al-Manar Press.
Saryani, Nanik dan Baeti Nirwana Sari. 2014. Landasan Historis Pendidikan. diakses dari
http://www.academia.edu/9368398/LANDASAN_HISTORIS_PENDIDIKAN
(diakses, 22 Oktober 2016).
Zuhairini, Abdul Ghofir dan Slamet As Yusuf. 1981. Metodik Khusus Pendidikan Agama.
Surabaya: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.
12