PENDAHULUAN
2. Batasan lansia
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi
lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal
1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90
tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia. d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato
Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun atau 70 tahun.
Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan
umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old
( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
2. Etiologi
Menurut berbagai penelitian menunjukkan dasar gejala asma yang
inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan ditandai dengan
adanya kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan
edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensori), dan function laesa
(fungsi yang terganggu) (Sudoyo, 2009).
Sedangkan menurut Nurarif & Hardhi (2015) pemicu timbulnya serangan-
serangan asma adalah:
Infeksi: virus yang menyebabkan flu, bakteri dan jamur, infeksi virus
RSV.
Cuaca/iklim: perubahan tekanan udara, suhu udara berubah secara
mendadak, angin dan kelembapan udara. Zat iritan, bahan kimia, asap
rokok, emosional.
Genetik : keturunan. Resiko orang tua dengan asma maka akan
mempunyai anak dengan asma tiga kali lipat lebih tinggi.
Inhalan: debu, kapuk, tungau, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap
cat.
Makanan: putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat.
Obat: aspirin
Kegiatan fisik: olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak.
Jenis kelamin, jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan anak perempuan (Van, 2004). Peningkatan resiko pada
anak laki-laki disebabkan oleh semakin menyempitnya saluran
pernapasan, perubahan pada pita suara yang cenderung membatasi
respon bernapas.
Faktor lingkungan : adanya tengau debu rumah, binatang kecoa, makan-
makanan tertentu, bahan pengawet dan penyedap, obat-obatan tertentu,
iritan, ekspresi emosi yang berlebihan.
3. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya penyempitan saluran nafas pada asma disebabkan
oleh adanya proses :
1. Kontraksi otot polos bronkus (bronkospasme)
2. Adanya hiperreaktifitas bronkus
3. Proses peradangan (inflamasi) saluran napas
(Samekto, 2002)
(Pathway terlampir)
4. Manifestasi
Sesak napas saat beraktivitas berat ataupun berbicara
Batuk berdahak
Nadi lemah
Suara napas mengi di pagi hari atau setiap kali berbicara dan beraktivitas
Frekuensi respirasi > 25 x/menit
Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada lebih dalam
Napas dangkal
Batuk dan pilek menahun
5. Klasifikasi
Asma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Asma bronkial
2. Asma kardial
Sedangkan menurut McConnel & Holgate (Sudoyo, 2009) asma dapat
dibedakan menjadi:
1. Asma ekstrinsik
2. Asma intrinsik
3. Asma yang berkaitan dengan penyakit paru
6. Diagnostik Penunjang
1. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2. Sputum : eosinofil meningkat
3. Eosinofil darah meningkat.
4. Uji kulit
5. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
6. AGD: terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hiposekmia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 meningkat).
7. Foto dada AP dan lateral: hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang
tersebar.
7. Penatalaksanaan
Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen (Nurarif & Hardhi,
2015), yaitu:
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tapi juga pihak lain
yang membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaan
bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan
yaitu medikasi (obat-obatan), tahapan pengobatan, dan penanganan asma
mandiri (Pelangi asma).
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan serangan ringan yang paling baik adalah pengobatan inhalasi
agonis beta-2. Pengobatan pada serangan sedang adalah nebulasi agonis
beta-2 tiap 4 jam dengan alternatif agonis beta-2 subkutan, aminofilin IV,
adrenalin 1/1000 0,3 ml SK. Pengobatan pada serangan berat terbaik
pengobatan yang dilakukan adalah nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam
dengan pengobatan alternatif agonis beta-2 SK/IV, dan adrenalin 1/1000
0,3 ml SK. Sedangkan pengobatan yang mengancam jiwa seperti
serangan akut berat dapat dipertimbangkan dengan menggunakan
intubasi dan ventilasi mekanis.
6. Kontrol secara teratur
Penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang harus diperhatikan
dokter adalah follow up secara teratur dan rujuk ke ahli paru untuk
konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan.
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik, dengan cara olahraga mengikuti
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang
dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja, kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat
menimbulkan asma.
8. Pencegahan
Menurut Baughman (2000) adalah :
Edema mukosa,
sekresi produktif,
kontriksi otot
Spasme otot polos sekresi polos meningkat
kelenjar bronkus meningkat GANGGUAN
PERTUKARAN
GAS
Konsentrasi
Penyempitan/obstruksi oksigen dalam
proksimal dari bronkus darah menurun
pada tahap ekspirasi
dan inspirasi
hipoksemia
a
Batuk, wheezing, Tekanan partial
sesak napas oksigen dialveoli
Suplai darah dan
menurun
oksigen ke jantung
berkurang
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN
Penyempitan
NAPAS Tekanan darah
jalan napas
menurun
INTOLERANSI
KETIDAKEFEK AKTIVITAS
TIVAN POLA
NAPAS
Sumber: Sibuea (2009), Rahajoe (2012), Aru (2009), dalam Nurarif &
Hardhi (2015)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri
individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai
kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala
tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial
yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul
secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan,
meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
B. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi
pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum. Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan,
gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen. Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak. Inspeksi: Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
Palpasi: Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus. Perkusi: Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. Auskultasi: Terdapat suara
vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau
lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan. Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian
makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer
kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
a) Frekuensi pernapasan meningkat
b) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi
c) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
d) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
e) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga
tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta
pernapasan cuping hidung.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler. Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah
sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung
C. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Faktor pencetus Ketidakefektifan
- Klien mengatakan ↓ bersihan jalan
sesak napas napas
- Klien mengatakan Mengeluarkan mediator:
batuk tidak dapat histamin, platelet,
keluar bradikinin
↓
DO : Permiabilitas kapiler
- Adanya suara meningkat
napas tambahan ↓
dan wheezing Kontriksi otot polos
- Pernapasan meningkat
>25x/m ↓
Spasme otot polos sekresi
kelenjar bronkus meningkat
↓
Obstruksi bronkus pada
tahap ekspirasi dan inspirasi
↓
Batuk, wheezing, sesak
napas
↓
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
D. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Pola Nafas tidak efektif
E. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
Aru, Sudoyo., dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, ED. 4. Jakarta:
Internal Publishing.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis Nanda. Yogyakarta: Medication.
Rahajoe, Nastini & Supriyanto Bambang, dkk. (2012). Buku Ajar Respirologi Anak,
Ed. 1. Jakarta: IDAI.
Sibuea, Herdin, dkk. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta.