Hemofilia adalah gangguan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor
darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003). Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah
kongenital yang disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan
faktor IX. Faktor tersebut merupakan protein plasma yang merupakan komponen yang sangat
dibutuhkan oleh pembekuan darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin pada daerah
trauma (Hidayat, 2006). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kongenital paling sering dan
serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VIII, IX atau XI yang ditentukan secara
genetic (Nelson, 1999). Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang
paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten (Price & Wilson,
2005). Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui
kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier).
Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah
hemofilia dan ibu pembawa carrier.
Klasifikasi
Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit koagulasi darah kongenital karena anak kekurangan factor
pembekuan VIII (hemofiliaA) atau faktor IX (hemofilia B atau penyakit Christmas).
Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif X-linked dari pihak
ibu. Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang
diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan
bekuan fibrin pada tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila kosentrasi factor
VIII dan IX plasma kurang dari 1%. Hemofilia sedang terjadi bila kosentrasi plasma antara
1% dan 5%, dan hemofilia ringan terjadi bila kosentrasi plasma antara 5% dan 25% dari
kadar normal. Manifestasi klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi
factor VIII dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan atau
setelah trauma yang relative ringan. Tempat perdarahan paling umum adalah di dalam
persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, dan pangkal paha. Otot yang paling sering
terkena adalah fleksor lengan bawah, gastroknemius, dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam
bidang pengobatan, hampir semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup normal (Betz
& Sowden, 2002).
Kecacatan dasar dari hemofilia A adalah defisiensi factor VIII antihemophlic factor
(AHF). AHF diproduksi oleh hati dan merupakan factor utama dalam pembentukan
tromboplastin pada pembekuan darah tahap I. AHF yang ditemukan dalam darah lebih
sedikit, yang dapat memperberat penyakit. Trombosit yang melekat pada kolagen yang
terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3
trombosit, yang sangat penting untuk mengawali system pembekuan, sehingga untaian fibrin
memendek dan mendekatkan pinggir-pinggir pembuluh darah yang cedera dan menutup
daerah tersebut. Setelah pembekuan terjadi diikuti dengan sisitem fibrinolitik yang
mengandung antitrombin yang merupakan protein yang mengaktifkan fibrin dan memantau
mempertahankan darah dalam keadaan cair.
Penderita hemofilia memiliki dua dari tiga faktor yang dibutuhkan untuk proses
pembekuan darah yaitu pengaruh vaskuler dan trombosit (platelet) yang dapat
memperpanjang periode perdarahan, tetapi tidak pada tingkat yang lebih cepat. Defisiensi
faktor VIII dan IX dapat menyebabkan perdarahan yang lama karena stabilisasi fibrin yang
tidak memadai. Masa perdarahan yang memanjang, dengan adanya defisiensi faktor VIII,
merupakan petunjuk terhadap penyakit von willebrand. Perdarahan pada jaringan dapat
terjadi dimana saja, tetapi perdahan pada sendi dan otot merupakan tipe yang paling sering
terjadi pada perdarahan internal. Perubahan tulang dan kelumpuhan dapat terjadi setelah
perdarahan yang berulang-ulang dalam beberapa tahun. Perdarahan pada leher, mulut atau
dada merupakan hal yang serius, sejak airway mengalami obstruksi. Perdarahan intracranial
merupakan salah satu penyebab terbesar dari kematian. Perdarahan pada gastrointestinal
dapat menunjukkan anemia dan perdarahan pada kavum retroperitoneal sangat berbahaya
karena merupakan ruang yang luas untuk berkumpulnya darah. Hematoma pada batang otak
dapat menyebabkan paralysis (Wong, 2001). Ganguan pembekuan darah itu dapat terjadi;
Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah
normal, bahkan hampir tidak ada.
Setiap sel di dalam tubuh memiliki struktur – struktur yang disebut kromosom
(chromosomes). Didalam ilmu kimia, sebuah rantai kromosom yang panjang disebut DNA.
DNA ini disusun kedalam ratusan unit yang di sebut gen yang dapat menentukan beberapa
hal, seperti warna mata seseorang. Setiap sel terdiri dari 46 kromosom yang disusun dalam
23 pasang. Salah satu pasangnya dikenal sebagai kromosom seks, atau kromosom yang
menentukan jenis kelamin manusia. Wanita memiliki dua kromosom X dalam satu pasang,
dan pria memiliki satu kromosom X, dan satu kromosom Y dalam satu pasang.
Komplikasi
1. Timbulnya inhibitor.
Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing
yang masuk. Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan
melawan dan akan menghilangkannya. Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan
tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan
menghancurkannya. Pada penderita hemofilia dengan inhibitor terhadap konsentrat
faktor, reaksi penolaksan mulai terjadi segera setelah darah diinfuskaan. Ini berarti
konsentrat faktor dihancurkan sebelum ia dapat menghentikan pedarahan.
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di
dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu
kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan
akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun.
Makin sering perdarahan dan makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Sendi
yang paling sering rusak adalah sendi engsel seperti:
1. Lutut
2. Pergelangan kaki
3. Siku
Sendi engsel ini hanya mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan dari
samping. Akibatnya sering terjadi perdarahan. Sendi peluru yang mempunyai penunjang
lebih baik, jarang terjadi perdarahan seperti :
1. Panggul
2. Bahu
Sendi pada pergelangan tangan, tangan dan kaki kadang – kadang mengalami
perdarahan. Namun jarang menimbulkan kerusakan sendi.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi
yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular
HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat
dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal
(Betz & Sowden, 2002).
Pemeriksaan Diagnostik
Handayani,Wiwik & Sulistyo, Andi Hariwibowo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Penerbit Salemba Medika:Jakarta
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol 3. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.