Panduan K3 KONSTRUKSI
Panduan K3 KONSTRUKSI
TAHUN 2019
A. LATAR BELAKANG
1. Sebagai acuan bagi Penguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam Penyelenggaraan SMK3
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang dilaksanakan secara sistematis, terencana,
terpadu dan terkoordinasi
2. Pimpinan Rumah Sakit bertanggungjawab atas pengelolaan fasilitas dan mengetahui
serta menerapkan Peraturan Perundang undangan Nasional dan Daerah serta
ketentuan lainnya yang berlaku terhadap fasilitas Rumah Sakit
3. Memastikan Rumah Sakit memenuhi kondisi seperti hasil laporan terhadap fasilitas
atau catatan pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas setempat guna mencegah
kecelakaan dan cidera pada pengunjung, pasien, Karyawan dan masyarakat disekitar
Rumah Sakit
4. Menjaga kondisi bagi keselamatan dan keamanan pengunjung, pasien, Karyawan dan
masyarakat
5. Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko bagi pengunjung, pasien,
Karyawan dan masyarakat
BAB II
RUANG LINGKUP
Konstruksi ialah kegiatan yang berhubungan dengan seluruh tahapan yang dilakukan di
tempat kerja. Karena Rumah Sakit merupakan bentuk “bangunan”, maka dalam
ketentuan pembangunannya, Rumah Sakit harus mengikuti persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang tertuang dalam Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
K3 Konstruksi adalah bebas dari resiko luka dari suatu kecelakaan dimana kerusakan
kesehatan muncul dari satu akibat langsung atau seketika maupun dalam waktu jangka
panjang. Keselamatan konstruksi pada hakekatnya untuk melindungi pekerja dan orang-
orang yang ada ditempat kerja, masyarakat, peralatan dan mesin serta lingkungan agar
terhindar dari kecelakaan. Untuk itu dapat dilakukan dengan usaha preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Usaha prefentif dapat dilakukan dengan mengadakan peraturan dan perundangan yang
harus ditaati oleh penyelenggara bangunan. Usaha kuratif dilakukan apabila ternyata
terjadi kecelakaan sehingga untuk penanganannya diperlukan usaha dan dana. Dalam
hal ini manfaat asuransi teknik menjadi sangat berarti. Usaha rehabilitatif adalah
pemulihan kembali para korban kecelakaan atau benda yang menjadi korban agar dapat
kembali berfungsi sebagaiman sebelumnya. Khusus untuk manusia dimungkinkan adanya
perpindahan posisi disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis yang bersangkutan setelah
terjadi kecelakaan.
Kegiatan konstruksi yang dilaksanakan oleh Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa, yang
terdiri dari Pekerjaan Konstruksi, Pekerjaan Jasa Konsultansi maupun Kegiatan
Swakelola, yang aktivitasnya melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja untuk keperluan
pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan wajib menyelenggarakan K3 Konstruksi. Untuk
kegiatan
Swakelola, perlu ada penetapan pihak yang berperan sebagai Penyelenggara atau
Pelaksana langsung dan pihak yang berperan sebagai pengendali, yang ditetapkan oleh
pejabat pembuat komitmen.
Dalam menyelenggarakan K3 Konstruksi terdapat ketentuan sebagai berikut:
1. Pengelompokkan risiko pekerjaan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu Risiko Tinggi,
Risiko Sedang dan Risiko Kecil.
2. Berdasarkan Permenaker No 5 Penilaian kinerja penerapan penyelenggaraan K3
Konstruksi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Kinerja Baik, jika hasil penilaian > 80% dan akan diberikan sertifikat dan
BENDERA EMAS
b. Kinerja Sedang, jika hasil penilaian antara 60% - 80 % akan diberikan sertifikat
dan BENDERA PERAK
c. Kinerja Kurang, jika hasil penilaian < 60 % akan dikenakan TINDAKAN HUKUM
3. Adanya kewajiban Penyedia Jasa untuk menyusun Rencana Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K) yang harus disetujui oleh Pengguna Jasa sebelum
digunakan sebagai acuan dalam penerapan K3 pada paket kegiatan yang
dilaksanakan.
4. Di tempat kerja harus selalu ada pekerja yang sudah terlatih dan/ atau bertanggung
jawab dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
Apabila Rumah Sakit sebagai Pengguna Jasa memakai jasa dari Pihak ke-tiga atau
Penyedia Jasa, maka Penyedia Jasa wajib menyusun tingkat risiko kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk dibahas dengan Pengguna jasa, yang disusun pada awal kegiatan serta
Wajib membuat rangkuman aktivitas pelaksanaan K3 Konstruksi sebagai bagian dari
dokumen serah terima kegiatan pada akhir kegiatan dan bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja konstruksi. Sehingga penyedia jasa wajib melakukan
pengendalian risiko K3 Konstruksi yang meliputi: inspeksi tempat kerja, peralatan,
sarana pencegahan kecelakaan kerja konstruksi sesuai dengan Rencana K3 Kontrak
(RK3K).
B. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi diperlukan persiapan dan perencanaan yang
matang serta koordinasi yang baik antara bahan dan alat yang digunakan, metoda kerja
yang akan dilaksanakan dan tenaga pelaksana . Adapun tahap dalam pekerjaan konstruksi
meliputi tiga tahap, yaitu:
1. Pra Konstruksi yaitu tahapan persiapan mulai dari kelayakan jenis usaha (Feasibility
Study), penyusunan bestek (Detailed Engineering Design), sampai dengan
pelaksanaan pengadaan
2. Konstruksi, yaitu masa pelaksanaan pembangunan
3. Paska Konstruksi, yaitu pemanfaatan bangunan konstruksi yang telah selesai
dilaksanakan.
Setiap tahapan kegiatan harus selalu dimasukkan pertimbangan perihal Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Makin awal unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam hal
konstruksi ini dijadikan bahan pertimbangan, makin besar potensi bangunan konstruksi
tersebut untuk selamat.
Rumah Sakit Santa Elisabeth merupakan bangunan dengan fungsi sosial karena fungsi
utamanya yaitu sebagai tempat melakukan kegiatan sosial memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Dan dalam penyelengaaraan bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis seperti yang sudah dijabarkan
pada bab Persyaratan Bangunan Gedung Rumah Sakit.
d. Persyaratan teknis
Persyaratan teknis tersebut meliputi 2 (dua) faktor utama, yaitu :
e. Persyaratan Tata Bangunan
Persyaratan tata bangunan meliputi 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan, yaitu
persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan
gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
1) Persyaratan Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung
Persyaratan peruntukan sehingga lokasi harus mudah dijangkau oleh
masyarakat dan aksesbiliti untuk penyandang cacat. Kepadatan, ketinggian
dan jarak bebas bangunan gedung guna menjamin keselamatan pengguna,
masyarakat dan lingkungan
2) Arsitektur bangunan gedung
Meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai
sosial budaya sehingga menjamin bangunan gedung dibangun dan
dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.
2. Prinsip Khusus
a) Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian bangunan Rumah Sakit
merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk ruangan yang tidak
menggunakan air conditioning / AC
b) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk dan
binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar Rumah Sakit.
c) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah
penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk
curah.
d) Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan
pengunjung untuk alasan psikologis.
e) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan
pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
f) Alur pasien Rawat Jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi
khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.
g) Alur pasien Rawat Inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain,
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.
4. Lantai
a) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
b) Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air
c) Khusus ruangan opeasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk
berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan
tidak mudah terbakar.
5. Struktur Bangunan
a) Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit :
1) Setiap bangunan Rumah Sakit, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban atau
kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan.
2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh
aksi sebagai akibat dari beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang
timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.
3) Struktur bangunan Rumah Sakit harus direncanakan secara detail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi
keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan Rumah Sakit menyelamatkan diri.
4) Pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan Pedoman
Teknis atau standar yang berlaku
5) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai
rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan Rumah Sakit,
sehingga bangunan Rumah Sakit selalu memenuhi persyaratan
keselamatan struktur
b) Struktur Atas :
Konstruksi atas bangunan Rumah Sakit dapat terbuat dari konstruksi beton,
konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan teknologi
khusus harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan
teknologi khusus tersebut.
c) Struktur Bawah
Struktur bawah bangunan Rumah Sakit dapat berupa pondasi langsung atau
pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya Rumah
Sakit. Pondasi Langsung direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya
terletak di atas lapisan tanah yang kuat. Pondasi Dalam umumnya digunakan
dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah
permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan
penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
d) Pintu
a) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat
dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah
baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
b) Pintu dapat dibuka dari luar dan kuat
c) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
perbedaan ketinggian lantai.
d) Khusus pintu darurat menggunakan panic handle, automatic door closer dan
membuka kearah tangga darurat atau arah evakuasi dengan bahan tahan api
minimal 2 (dua) jam
e) Khusus ruang operasi pintu terdiri dari 2 (dua) daun pintu mudah dibuka tetapi
harus dapat menutup sendiri
f) Khusus ruang radiologi pintu terdiri dari 2(dua) daun pintu dan dilapisi Pb
minimal 2 mm atau setara dinding bata dengan ketebalan 30 cm dilengkapi
dengan lampu merah tanda bahaya radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti
radiasi
6. Toilet / Kamar kecil
a) Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang, tanpa terkecuali
penyandang cacat, orang tua dan ibu hamil dan harus memiliki ruang gerak
yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna
b) Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan
kamar mandi 5 :1
c) Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toilet dan kamar mandi 20
:1
d) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin
e) Pintu khusus untuk kamar mandi di Rawat Inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar dan lebar daun pintu minimal 85 cm serta
mudah dibuka dan ditutup
f) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat
g) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel dilengkapi dengan tampilan
rambu atau simbol "PENYANDANG CACAT" pada bagian luarnya.
h) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna
kursi roda.
i) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan
seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga
mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda.
j) Pada tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan
untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila
sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan
k) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau atau water seal.
l) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan
m) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
7. Area Parkir
a) Area parkir tertata dengan baik
b) Mempunyai ruang bebas sehingga mudah untuk berputar
8. Landscape => Jalan dan Taman
a) Akses jalan dilengkapi dengan rambu-rambu yang jelas
b) Tanam tanaman tertata dengan baik dan tidak mengganggu rambu yang ada
c) Tanaman yang berada didalam ruangan terpelihara dengan baik
d) Papan nama Rumah Sakit dibuat rapi, kuat, jelas sehingga mudah terbaca
untuk umum dan dipasang dibagian depan Rumah Sakit
e) Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi memberikan keindahan,
kesejukan, kenyamanan bagi pengunjung maupun pekerja dan pasien Rumah
Sakit
E. PRASARANA RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
1. Sistem Proteksi Kebakaran
a. Sistem Proteksi Pasif
Dimaksudkan agar melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan
terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan,
mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan,
menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran.
b. Sistem Proteksi Aktif
1) Tersedia Sistem deteksi dan alarm kebakaran manual berfungsi untuk
mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran
2) Alat pemadam api ringan (APAR)
tersedia sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat
dari jenis portabel atau jinjing.
3) Sistem Pencahayaan Darurat
Di dalam Rumah Sakit diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya
tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat
beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel generator.
4) Tanda Arah
Bila pintu Exit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh
pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk
dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju
ruang besar, lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi
penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.
5) Sistem Peringatan Bahaya
Diperlukan guna memberikan Pedoman kepada penghuni dan tamu sebagai
tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat
6. Pencahayaan
Rumah Sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan atau mekanik, termasuk pencahayaan
darurat sesuai dengan fungsinya.
a. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
b. Persyaratan untuk masing-masing ruang berdasarkan Kepmenkes Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit
7. Fasilitas Sanitasi
Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
a. Persyaratan Air Bersih
1) Air bersih di Rumah Sakit Santa Elisabeth tersedia sesuai syarat kesehatan, atau
dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2) Tersedia penampungan air atau reservoir dengan kapasitas 250 – 1000 liter per
tempat tidur
3) Dalam rangka pengawasan kualitas air, maka Rumah Sakit melakukan inspeksi
terhadap sarana air bersih baik secara kimia maupun biologis setiap 3(tiga) bulan
sekali
4) Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran
b. Plumbing
1) Pipa air bersih tidak bersilang dengan pipa air kotor
2) Instalasi perpipaan tidak berdekatan dengan instalasi listrik
c. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah
1) Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas, baik limbah Medis maupun Non-Medis sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2) Pedoman Pengelolan Bahan dan Limbah Berbahaya
3) Tersedia Instalsi pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan perijinan
4) Tersedia tempat/container penampung limbah sesuai dengan kriteria limbah
5) Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan berfungsi
dengan baik
d. Persyaratan Penyaluran Air Hujan
1) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem
penyaluran air hujan
2) Air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke
sumur resapan
3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan
dan penyumbatan pada saluran
e. Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran
1) Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan
yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan
bagi seseorang dalam melakukan kegiatan
2) Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran
3) Setiap bangunan Rumah Sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya
menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau terhadap
bangunan Rumah Sakit yang telah ada, harus meminimalkan kebisingan yang
ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
6) Ruang Perawatan
a. Ratio luas lantai dengan TT : Dewasa 4,5 m2 /TT, anak/bayi : 2 m2 /TT
b. Ratio TT dengan kamar mandi 10-1 TT/K
c. Bebas serangga dan tikus
d. Kadar debu max 150 mg/ m3 udara
e. Tidak berbau (terutama H2S dan NH3)
f. Pencahayaan 100 – 1000 lux
g. Suhu 220 C - 240 C apabila menggunakan AC, sentral cooling towernya
tidak menjadi perlindungan bakteri ligionella atau suhu kamar tanpa AC
h. Kelembapan 45-60% dengan AC kelembapan udara ambeian tanpa AC
i. Kebisingan < 45 dBA
7) Lingkungan RS
a..Kawasan bebas rokok
b.Penerangan dengan intensitas cukup
c.Saluran air limbah tertutup
8) Ruang Operasi, VK, UGD
1) Bebas kuman pathogen bacelius cereus
2) Dinding terbuat dari porselin/vinyl
3) Pintu harus dalam keadaan tertutup
4) Langit-langit tidak bercelah
5) Lantai rata, tidak bercelah dan tidak pecah
6) Ventilasi dengan AC tersendiri dilengkapi filter bakteri
7) Suhu ruang operasi 19°C - 25°C
8) Suhu ruang VK 24°C - 26°C
9) Suhu ruang IGD 19°C - 24°C
10) Kelembaban 45% - 60%
11) Pencahayaan ruang operasi 300 lux - 500 lux
12) Pencahayaan meja operasi 10.000 lux - 20.000 lux
13) Tinggi langit2 2,7 m - 3,3 m dari lantai
14) Kebisingan 45 dBA
15) Kebisingan khusus poli gigi 80 dBA
9) Ruang Laboratorium
1) Dinding terbuat dari porselen/keramik setinggi 1,5 m dari lantai
2) Lantai dan meja kerja tahan terhadap bahan kimia dan getaran
3) Tinggi langit-langit 2,7 m 3,3 m dari lantai
4) Dilengkapi dengan dapur dan kamar
5) Kebisingan 65 dBA
6) Pencahayaan ruang 75 lux - 100 lux
7) Suhu ruang 22°C - 26°C
10) Farmasi
1) Pintu harus dalam keadaan tertutup
2) Langit-langit tidak bercelah
3) Lantai rata, tidak bercelah dan tidak pecah
4) Pencahayaan ruang minimal 200 lux
5) Suhu 22°C - 35°C
6) Kelembaban 35% - 60%
7) Kebisingan 45 dBA
11) Instalasi Gizi
1) Meja racik terbuat dari porselin
2) Pintu harus dalam keadaan tertutup
3) Terdapat cerobong asap / ex-hausfan
4) Langit-langit tidak bercelah
5) Lantai rata, tidak bercelah dan tidak pecah
6) Pencahayaan ruang minimal 200 lux
7) Suhu 22°C - 30°C
8) Kelembaban 35% - 60%
9) Kebisingan 78 dBA
12) Ruang sterilisasi
1) Pintu masuk terpisah dgn pintu keluar
2) Tersedia ruangan khusus
3) Dinding terbuat dari porselin/ keramik setinggi 1,5 m dari lantai
4) Suhu ruang 22°C - 30°C
13) Ruang Radiologi
1) Dinding dan daun pintu dilapisi timah hitam
2) Kaca jendela menggunakan kaca timah hitam
3) Tinggi langit-langit 2,7 m - 3,3 m dari lantai
4) Hubungan denga kamar gelap harus dengan sekat
5) Kebisingan 40 dBA
6) Pencahayaan ruang min 60 lux
7) Suhu ruang 22°C - 26°C
2. Bangunan Lantai 2
No Nama Ruang
1. Ruang Pastoral Car
2. Ruang VC
3. Ruang Bayi- NICU
4. Ruang Rawat Inap Anak
5. Ruang Kebidanan
6. Ruang Tunggu Kel.Pasien
7. Ruang Rekam Medis
8. Gudang umum/ logistik Non medik
9. Ruang Arsip Rekam Medis
3. Bangunan Lantai 3
No Nama Ruang
1. Ruang Sumber Daya Manusia/ SDM
2. Ruang Pengadaan /Pembelian
3. Ruang Apoteker
4. Kantor Manajemen
5. Ruang Keuangan/ Akuntansi
6. Ruang Akreditasi
7. Ruang Pertemuan/ AULA
J. RISIKO K3
Risiko K3 Konstruksi terdiri dari beberapa faktor sebagai berikut:
1. Faktor Fisik
Faktor Fisik menyangkut
a) Iklim/cuaca kerja, dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban, panas radiasi dan
kecepatan gerakan udara berkaitan dengan panas metabolisme tubuh dalam bekerja,
yang mengakibatkan gangguan : dehidrasi, heat exhaustion, heat cramp dan heat
stroke;
b) Kebisingan mengakibatkan gangguan konsentrasi dan pendengaran
c) Getaran mekanik mengakibatkan gangguan sendi, otot, pembuluh darah dan syaraf.
d) Pencahayaan dengan intensitas cahaya kurang yang mengakibatkan mata sakit, tidak
kelihatan atau cahaya berlebih mengakibatkan silau, pekerjaan tidak teliti, mata
kabur dan gangguan ketajaman penglihatan
e) Keluhan kulit, seperti kemerahan, gatal, panas, dan lain-lain
f) Neurobehaviour, terdiri dari: pusing, sakit kepala, lelah, lemas, berdebar, sesak
napas, dan lain-lain
g) Keringat berlebihan, depresi, daya ingat menurun, dan lain-lain
2. Faktor Kimia
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh manusia dapat melalui pernafasan, kulit, dan
pencernaan. Efek bahan kimia tersebut bisa dibedakan menjadi:
a. Efek local adalah pengaruh pada tempat kontak dengan bagian tubuh
b. Efek sistemik adalah pengaruh setelah diserap tubuh
Sifat Kimia yang mudah dikenal adalah mudah meledak, mudah terbakar, beracun, iritasi
(menyebabkan peradangan), korosif (menghancurkan), allergen (menyebabkan alergi),
embrio toksik/teratogenik (perkembangan tidak normal pada embrio), karsinogen
(penyebab kanker), asfiksian (tercekik akibat kekurangan oksigen) dan fibrogenik
(kerusakan pada paru-paru).
3. Faktor Ergonomis
Bahaya yang timbul sebagai akibat interaksi antara pekerja dengan desain tempat kerja
dan alat kerja,sebagai berikut:
a. Letak lemari yang terlalu jauh dari jangkauan
b. Meja yang terlalu tinggi
c. Sandaran lengan terlalu tinggi atau terlalu rendah
d. Kursi duduk yang tidak mengikuti bentuk tulang punggung belakang dapat
menyebabkan sakit, antara lain seperti: sakit leher, sakit pinggang, sakit kepala,
terkilir dan yang paling ringan adalah pegal pegal