Anda di halaman 1dari 39

PANDUAN K3 KONSTRUKSI

RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM

TAHUN 2019

RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM


Jl. Anggrek Blok II Lubuk Baja Batam
Telp. 0778-457357. Fax. 0778-457710
Email :rselisabeth_btm@yahoo.co.id
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Terselenggaranya pelayanan medik kepada masyarakat di Rumah Sakit tidak


dapat terlepas dari tersedianya fasilitas pelayanan yang memadai. Bangunan Rumah Sakit
beserta seluruh aspek penunjangnya adalah merupakan sarana tempat dimana pelayanan
medik dilaksanakan. Keadaan dan kelengkapan bangunan Rumah Sakit sangat
menentukan kualitas pelayanan medik disamping aspek-aspek yang menentukan lainnya
seperti peralatan, tenaga medik, paramedik, obat-obatan dan kelengkapan pelayanan
kesehatan lainnya.
Untuk menjamin keadaan selalu siap operasional, maka bangunan Rumah Sakit beserta
seluruh peralatan penunjangnya perlu dipelihara sehingga akan terhindar dari kerusakan
yang akan mengakibatkan terganggunya pelayanan medik dalam jangka waktu yang
lama.
Bangunan Rumah Sakit khususnya, bangunan-bangunan tempat diselenggarakan
pelayanan medik mempunyai beberapa kekhususan tersendiri sesuai dengan fungsinya
dalam pelaksanaan pelayanan medik, misalnya ruang operasi, ruang laboratorium, ruang
radiologi, poliklinik dan ruang perawatan. Kekhususan ruangan yang disesuaikan dengan
fungsi pelayanan ini menuntut adanya ketentuan khusus mengenai bentuk ruangan dan
jenis serta kualitas bahan bangunan yang dipergunakan dalam membuat ruangan tersebut,
sehingga pemeliharaanya harus mengacu kepada aspek-aspek bahan dan fungsi
pelayanannya.
Dengan telah diterbitkannya Undang-Undang R.I. No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, merupakan payung hukum untuk seluruh pihak mendukung dibangunnya Rumah
Sakit yang minimal memenuhi persyaratan. Karena Rumah Sakit merupakan bentuk
“bangunan”, maka dalam ketentuan pembangunannya, Rumah Sakit harus mengikuti
persyaratan teknis yang tertuang dalam Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
B. TUJUAN UMUM

1. Sebagai acuan bagi Penguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam Penyelenggaraan SMK3
Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum yang dilaksanakan secara sistematis, terencana,
terpadu dan terkoordinasi
2. Pimpinan Rumah Sakit bertanggungjawab atas pengelolaan fasilitas dan mengetahui
serta menerapkan Peraturan Perundang undangan Nasional dan Daerah serta
ketentuan lainnya yang berlaku terhadap fasilitas Rumah Sakit
3. Memastikan Rumah Sakit memenuhi kondisi seperti hasil laporan terhadap fasilitas
atau catatan pemeriksaan yang dilakukan oleh otoritas setempat guna mencegah
kecelakaan dan cidera pada pengunjung, pasien, Karyawan dan masyarakat disekitar
Rumah Sakit
4. Menjaga kondisi bagi keselamatan dan keamanan pengunjung, pasien, Karyawan dan
masyarakat
5. Mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko bagi pengunjung, pasien,
Karyawan dan masyarakat
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pedoman Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi


berlaku bagi semua bagian di Rumah Sakit Santa Elisabeth yang dilakukan proses
pengerjaan konstruksi bangunan maupun perbaikan bangunan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan kebutuhan dasar manusia dalam
bekerja dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari akifitas pekerjaan itu sendiri.
Dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja pada tempat kegiatan kontruksi serta
adanya tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja, diperlukan upaya-upaya
kedepan untuk mewujudkan tercapainya “ZERO ACCIDENT” di tempat kegiatan
kontruksi.
Untuk kepentingan tersebut, perlu adanya Pedoman yang secara operasional dapat
mengarahkan para pelaku kegiatan kontruksi agar semaksimal mungkin dapat mencapai
sasaran “ZERO ACCIDENT”.
BAB III
TATA LAKSANA
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) KONSTRUKSI BANGUNAN

Sebagaimana diketahui bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi


merupakan suatu rangkaian proses kegiatan K3 yang memiliki siklus dimulai dari
kegiatan PERENCANAAN (Plan), IMPLEMENTASI (Do), PEMERIKSAAN DAN
PERBAIKAN (Check) dan TINJAUAN MANAJEMEN (Action), mengandung spirit
PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN.
Keberhasilan setiap kegiatan apapun termasuk pelaksanaan konstruksi adalah dimulai
dengan perencanaan yang matang dan tepat sehingga sebelum kegiatan dilaksanakan
harus sudah diketahui segala potensi bahaya K3 yang mungkin bisa terjadi selama masa
pelaksanaan konstruksi sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan, mulai dari:
1. Sumber Daya Manusia (SDM) yang diperlukan meliputi : jumlah personil, keahlian
yang diperlukan, jadwal penugasan personil dan sebagainya.
2. Kebutuhan Dana : total anggaran biaya yang diperlukan, jadwal penyediaan dana,
sumber dana, dan sebagainya.
3. Material : jenis material, kualitas dan kuantitas material, waktu penggunaan material
dan sebagainya.
4. Peralatan kerja: Peralatan kerja yang digunakan untuk menyelesaikan kegiatan
konstruksi, misalnya alat berat.
5. Metoda Kerja : pelaksanaan pekerjaan agar kegiatan konstruksi berjalan efisien,
efektif dan aman dalam pelaksanaannya.
Demikian juga pada penyelenggaraan K3 Konstruksi, siklus kegiatannya diawali dengan
perencanaan. Titik berat dari perencanaan K3 Konstruksi adalah melakukan identifikasi
potensi bahaya K3 yang mungkin bisa terjadi selama masa pelaksanaan konstruksi.
Dengan mengetahui potensi bahaya K3, dapat dilakukan penilaian risiko K3 pekerjaan
tersebut dan selanjutnya ditetapkan klasifikasi risiko K3 menjadi risiko kecil, sedang atau
tinggi.
A. Pengertian
K3 adalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan pengertian pemberian perlindungan
kepada pasien, Karyawan dan pengunjung yang berada di tempat kerja, yang
berhubungan dengan pemindahan bahan baku, penggunaan peralatan kerja konstruksi
dan proses.

Konstruksi ialah kegiatan yang berhubungan dengan seluruh tahapan yang dilakukan di
tempat kerja. Karena Rumah Sakit merupakan bentuk “bangunan”, maka dalam
ketentuan pembangunannya, Rumah Sakit harus mengikuti persyaratan administratif dan
persyaratan teknis yang tertuang dalam Undang-Undang R.I No. 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.

K3 Konstruksi adalah bebas dari resiko luka dari suatu kecelakaan dimana kerusakan
kesehatan muncul dari satu akibat langsung atau seketika maupun dalam waktu jangka
panjang. Keselamatan konstruksi pada hakekatnya untuk melindungi pekerja dan orang-
orang yang ada ditempat kerja, masyarakat, peralatan dan mesin serta lingkungan agar
terhindar dari kecelakaan. Untuk itu dapat dilakukan dengan usaha preventif, kuratif dan
rehabilitatif.

RK3K (Rencana K3 Kontrak) adalah dokumen rencana penyelenggaraan K3 Konstruksi


Bidang Pekerjaan Umum yang dibuat oleh Penyedia Jasa dan disetujui oleh Pengguna
Jasa, untuk selanjutnya dijadikan sebagai sarana interaksi antara Penyedia Jasa dengan
Pengguna Jasa dalam penyelenggaraan K3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.

Usaha prefentif dapat dilakukan dengan mengadakan peraturan dan perundangan yang
harus ditaati oleh penyelenggara bangunan. Usaha kuratif dilakukan apabila ternyata
terjadi kecelakaan sehingga untuk penanganannya diperlukan usaha dan dana. Dalam
hal ini manfaat asuransi teknik menjadi sangat berarti. Usaha rehabilitatif adalah
pemulihan kembali para korban kecelakaan atau benda yang menjadi korban agar dapat
kembali berfungsi sebagaiman sebelumnya. Khusus untuk manusia dimungkinkan adanya
perpindahan posisi disesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis yang bersangkutan setelah
terjadi kecelakaan.
Kegiatan konstruksi yang dilaksanakan oleh Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa, yang
terdiri dari Pekerjaan Konstruksi, Pekerjaan Jasa Konsultansi maupun Kegiatan
Swakelola, yang aktivitasnya melibatkan tenaga kerja dan peralatan kerja untuk keperluan
pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan wajib menyelenggarakan K3 Konstruksi. Untuk
kegiatan
Swakelola, perlu ada penetapan pihak yang berperan sebagai Penyelenggara atau
Pelaksana langsung dan pihak yang berperan sebagai pengendali, yang ditetapkan oleh
pejabat pembuat komitmen.
Dalam menyelenggarakan K3 Konstruksi terdapat ketentuan sebagai berikut:
1. Pengelompokkan risiko pekerjaan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu Risiko Tinggi,
Risiko Sedang dan Risiko Kecil.
2. Berdasarkan Permenaker No 5 Penilaian kinerja penerapan penyelenggaraan K3
Konstruksi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. Kinerja Baik, jika hasil penilaian > 80% dan akan diberikan sertifikat dan
BENDERA EMAS
b. Kinerja Sedang, jika hasil penilaian antara 60% - 80 % akan diberikan sertifikat
dan BENDERA PERAK
c. Kinerja Kurang, jika hasil penilaian < 60 % akan dikenakan TINDAKAN HUKUM
3. Adanya kewajiban Penyedia Jasa untuk menyusun Rencana Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K) yang harus disetujui oleh Pengguna Jasa sebelum
digunakan sebagai acuan dalam penerapan K3 pada paket kegiatan yang
dilaksanakan.
4. Di tempat kerja harus selalu ada pekerja yang sudah terlatih dan/ atau bertanggung
jawab dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
Apabila Rumah Sakit sebagai Pengguna Jasa memakai jasa dari Pihak ke-tiga atau
Penyedia Jasa, maka Penyedia Jasa wajib menyusun tingkat risiko kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk dibahas dengan Pengguna jasa, yang disusun pada awal kegiatan serta
Wajib membuat rangkuman aktivitas pelaksanaan K3 Konstruksi sebagai bagian dari
dokumen serah terima kegiatan pada akhir kegiatan dan bertanggung jawab atas
terjadinya kecelakaan kerja konstruksi. Sehingga penyedia jasa wajib melakukan
pengendalian risiko K3 Konstruksi yang meliputi: inspeksi tempat kerja, peralatan,
sarana pencegahan kecelakaan kerja konstruksi sesuai dengan Rencana K3 Kontrak
(RK3K).
B. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi
Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi diperlukan persiapan dan perencanaan yang
matang serta koordinasi yang baik antara bahan dan alat yang digunakan, metoda kerja
yang akan dilaksanakan dan tenaga pelaksana . Adapun tahap dalam pekerjaan konstruksi
meliputi tiga tahap, yaitu:
1. Pra Konstruksi yaitu tahapan persiapan mulai dari kelayakan jenis usaha (Feasibility
Study), penyusunan bestek (Detailed Engineering Design), sampai dengan
pelaksanaan pengadaan
2. Konstruksi, yaitu masa pelaksanaan pembangunan
3. Paska Konstruksi, yaitu pemanfaatan bangunan konstruksi yang telah selesai
dilaksanakan.
Setiap tahapan kegiatan harus selalu dimasukkan pertimbangan perihal Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Makin awal unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam hal
konstruksi ini dijadikan bahan pertimbangan, makin besar potensi bangunan konstruksi
tersebut untuk selamat.
Rumah Sakit Santa Elisabeth merupakan bangunan dengan fungsi sosial karena fungsi
utamanya yaitu sebagai tempat melakukan kegiatan sosial memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Dan dalam penyelengaaraan bangunan gedung harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis seperti yang sudah dijabarkan
pada bab Persyaratan Bangunan Gedung Rumah Sakit.

C. Persyaratan Administratif Rumah Sakit Santa Elisabeth


Dalam persyaratan penyelenggaraan bangunan Rumah Sakit harus meliputi persyaratan
administratif yang meliputi:
a. persyaratan status hak atas tanah
b. status kepemilikan bangunan gedung
c. perizinan sesuai dengan peraturan yang berlaku, antara lain:
1) Izin mendirikan bangunan
2) Izin gangguan
3) Izin Operasional Rumah Sakit
4) Ijin Instalasi Listrik
5) Ijin Pemakaian Diesel
6) Ijin Penggunaan Radiasi
7) Ijin Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas
8) Ijin Penyalur Petir
9) Ijin Tetap Rumah Sakit
10) Ijin Usaha
11) Ijin Air Bawah Tanah
12) Ijin Alat Pemadam Api

d. Persyaratan teknis
Persyaratan teknis tersebut meliputi 2 (dua) faktor utama, yaitu :
e. Persyaratan Tata Bangunan
Persyaratan tata bangunan meliputi 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan, yaitu
persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan
gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
1) Persyaratan Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung
Persyaratan peruntukan sehingga lokasi harus mudah dijangkau oleh
masyarakat dan aksesbiliti untuk penyandang cacat. Kepadatan, ketinggian
dan jarak bebas bangunan gedung guna menjamin keselamatan pengguna,
masyarakat dan lingkungan
2) Arsitektur bangunan gedung
Meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan
lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai
sosial budaya sehingga menjamin bangunan gedung dibangun dan
dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan.

3) Persyaratan pengendalian dampak lingkungan


Studi Kelayakan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS terhadap
lingkungan disekitamya, hendaknya dibuat dalam bentuk implementasi
Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya pemantauan Lingkungan (UKL-
UPL), yang selanjutnya dilaporkan setiap 6 (enam) bulan sekali di Dinkes
dan BLH,

f. Persyaratan Keandalan Bangunan


Di dalam Persyaratan Keandalan bangunan gedung, ada 4 (empat) faktor yang
harus diperhatikan, yaitu : keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
1) Faktor Keselamatan bangunan gedung meliputi :
a) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk menjamin terwujudnya
bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia.
b) Menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka
yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan
c) Kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
bahaya kebakaran bangunan gedung dalam melakukan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi
aktif sehingga apabila terjadi bencana kebakaran masih tersedia
d) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman, cukup
waktu bagi petugas pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api dan dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
e) Menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari
bahaya akibat petir
2) Faktor Kesehatan Bangunan
a) Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun
buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan
gedung sesuai dengan fungsinya
b) Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami,
buatan maupun pencahayaan darurat dalam menunjang terselenggaranya
kegiatan di dalam bangunan gedung
c) Sistem sanitasi harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung
untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air
limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan yang mudah dalam
pengoperasian dan pemeliharaannya, tidak membahayakan serta tidak
mengganggu lingkungan
d) Persyaratan penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi
kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan
3) Faktor Kenyamanan Bangunan
a) Ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan
b) Temperature dan kelembaban di dalam ruang terkontrol
c) Pengguna dan fungsi bangunan gedung tidak terganggu oleh getaran
dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun
lingkungannya
4) Faktor Kemudahan Bangunan
a) Kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung
b) Tersedianya fasilitas dan aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman
termasuk bagi penyandang cacat dan lanjut usia
c) Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang
menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya
d) Akses evakuasi dalam keadaan darurat meliputi sistem peringatan bahaya
bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi apabila terjadi
bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya
e) Dilengkapi dengan penunjuk arah/ informasi pertandaan yang jelas

A. HAL PENTING DALAM MELAKSANAKAN K3 KONSTRUKSI BANGUNAN


1. Penyusunan Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko Dan Pengendaliannya,
yang mengakomodasi:
a. Kegiatan Rutin, yaitu kegiatan yang sering dilakukan secara terus menerus, teratur
dan tidak berubah-ubah selama pelaksanaan kegiatan konstruksi. Contohnya:
inspeksi harian, kegiatan administrasi kantor proyek, safety morning
b. Kegiatan Non Rutin, yaitu kegiatan insidentil dari kegiatan proyek atau jarang
terjadi. Contohnya: kedatangan pihak luar untuk melakukan audit atau monitoring
terhadap kegiatan yang dilaksanakan, kedatangan material yang dipesan
c. Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja
d. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya, meliputi setiap perilaku,
budaya atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yangdapat membahayakan dirinya sendiri
maupun orang lain. Contoh: tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai
kebutuhan, merokok saat bekerja.
e. Mengidentifikasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan personil di tempat kerja. Contoh : huru-
hara.
f. Bahaya yang ada disekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan penyedia jasa.
Contoh: lokasi tempat kerja berdekatan dengan pipa gas sedangkan kegiatan proyek
melakukan kegiatan penggalian
g. Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang disediakan oleh
penyedia jasa atau pihak lain. Contoh: Material yang mengandung Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) harus disertai Material Safety Data Sheet (MSDS)
h. Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan penilaian risiko dan
penerapan pengendaliannya. Contoh: pengoperasian peralatan dan penggunaan
material mengacu pada standar
i. Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan instruksi
kerja termasuk penyesuaian terhadap kemampuan manusia. Contoh: Lantai kerja
licin mengandung potensi tergelincir, Pekerjaan galian/timbunan mengandung
potensi longsor, tertimbun
2. Manajemen Risiko K3 sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Dalam membuat Manajemen Risiko K3 tidak boleh dengan cara mengunakan dokumen
Manajemen Risiko K3 yang sudah ada sebelumnya walaupun untuk pekerjaan yang
sama tetapi harus dibuat sesuai dengan kondisi tempat kerja, lingkungan dan situasi di
tempat kerja tersebut.
3. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko
Identifikasi bahaya yang mungkin terjadi dari setiap pekerjaan yang akan dilaksanakan
harus dilakukan, demikian juga penilaian terhadap risiko K3 pada kegiatan tersebut
harus di tentukan. Berdasarkan identifikasi bahaya dan tingkat risiko yang mungkin
terjadi, disusunlah bagaimana pengendalian bahaya K3 yang harus diterapkan agar
tercapai nihil kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Contoh identifikasi bahaya
konstruksi
Lingkup Identifikasi Jenis bahaya &
No Pengendalian
Pekerjaan Resiko K3
Tahap Pra Sosialisasi ttg keberadaan RS pada
1 Huru-hara → Luka berat
Konstruksi masyarakat
Timbul Kebisingan → Luka Pengerjaan pembangunan dilakukan
ringan pada siang hari
Penyiraman material yang potensi
Peningkatan debu → Luka berat meningkatkan debu, pembuatan pagar
pembatas yang tertutup
Penyiraman lokasi yang dipandang
Tahap Peningkatan suhu → Luka ringan
2 panas
Konstruksi
Pengelolaan limbah dengan baik,
Kualitas air menurun → Luka
pengambilan air tanah seoptimal
sedang
mungkin
Pembuatan rambu-rambu tanda
Gangguan arus lalu lintas → Luka
perhatian, Penyiapan petugas pengatur
sedang
lalu lintas
Timbul Kebisingan → Luka
Penanaman tanaman perindang
ringan
Penyiraman secara teratur terutama
Peningkatan debu → Luka berat
saat musim kemarau
Peningkatan suhu → Luka ringan Penanaman tanaman perindang
Pengelolaan limbah dengan baik,
Kualitas air menurun → Luka
pengambilan air tanah seoptimal
Tahap Paska sedang
3 mungkin
Konstruksi
Penyebaran penyakit melalui
sampah-sampah yang ditimbulkan,
Pengelolaan limbah dengan baik
baik sampah Medis maupun Non
Medis → Luka berat
Berkembangnya vektor penyakit →
Pengelolaan limbah dengan baik
Luka sedang
Gangguan arus lalu lintas → Luka Pembuatan rambu-rambu tanda perhatian,
sedang Penyiapan petugas pengatur lalu lintas
Pekerjaan konstruksi sejak direncanakan harus sudah memperhitungkan tingkat risiko
bahaya K3 bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya, baik dalam proses pembangunan
atau pemanfaatan bangunan yang sudah jadi.
4. Dikomunikasikan kepada pihak-pihak dan personil terkait
Semua pihak yang terlibat di kegiatan tersebut paham dan menyadari risiko-risiko atau
bahaya-bahaya K3 apa yang bisa terjadi di lingkungan pembangunan tersebut agar para
pihak atau pekerja bekerja lebih hati-hati dan waspada serta tahu dan mematuhi terhadap
upaya pengendalian yang telah ditetapkan oleh penyedia jasa seperti penggunaan Alat
Pelindung Diri, pemasangan rambu-rambu peringatan, tanda bahaya, pagar pengaman,
dan lain lain.
5. Kaji ulang secara periodik
Semua risiko K3, tingkat risiko dan pengendalian risiko K3 yang telah dibuat pada awal
pelaksanaan kegiatan perlu di kaji ulang pada saat saat tertentu, bisa setiap satuan waktu
tertentu ataupun setiap kegiatan akan dilaksanakan. Gunanya untuk melakukan updating
kondisi dan situasi tempat kerja maupun pekerjaan yang akan dilaksanakan, bisa saja
kondisi dan situasinya sudah berbeda saat dilakukan manajemen risiko diawal
perencanaan sehingga perlu direvisi disesuaikan pengendalian yang harus dilaksanakan.
6. Dokumentasi
Seluruh kegiatan Manajemen Risiko K3 yang dilaksanakan, mulai dari identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan pengendalian yang telah ditetapkan harus
didokumentasikan.

B. KEGIATAN K3 PEKERJAAN KONSTRUKSI SECARA UMUM


Ditinjau dari aspek K3, pelaksanaan kegiatan konstruksi yang umum dilaksanakan, meliputi :
1. Pekerjaan Tanah
Pekerjaan tanah ini meliputi pekerjaan galian saluran, timbunan, sumur dan terowongan.
Setiap konstruksi yang dibangun sudah dipastikan berhubungan dengan tanah yang
merupakan pondasi alamiah setiap konstruksi bangunan diatasnya. Oleh sebab itu setiap
kegiatan konstruksi yang berhubungan dengan pekerjaan tanah harus diperhatikan sifat-
sifat tanah yang ditempatinya.
Potensi sumber bahaya pada pekerjaan tanah adalah:
a) Tertimbun longsoran tanah
b) Tenggelam akibat banjir baik dari pipa air maupun arus air diluar pekerjaan.
Misal: aliran sungai.
c) Tersengat aliran listrik
d) Menghirup gas beracun
e) Tersembur bahan kimia
f) Menghirup debu
g) Tertimpa alat berat/material/bangunan
h) Digigit binatang berbisa
i) Terkena ledakan
j) Terjatuh kedalam galian
Persyaratan Pelaksanaan Pekerjaan Tanah harus dilakukan identifikasi terhadap:
a. Keadaan tanah dan air tanah, jaringan utilitas bawah tanah, khususnya listrik,
saluran air dan gas
b. Kondisi tanah, apakah tanah keras atau tanah lunak, ini akan mempengaruhi
penggunaan peralatan kerja yang tepat yang perlu disediakan.
c. Tenaga Kerja, harus terlindung dari bahaya tertimbun tanah atau bahan galian
ataupun bahaya roboh akibat tanah longsor
d. Pengujian untuk gas, pada kondisi tertentu perlu dilakukan pengujian
kemungkinan adanya gas beracun
e. Harus dilakukan semaksimal mungkin upaya untuk mencegah terjadinya tanah
longsor akibat getaran mesin dan lalu lintas kendaraan umum
f. Harus direncanakan sedemikian rupa agar air dapat mengalir secara teratur dari
tempat penggalian
g. Harus direncanakan jangan sampai gas buang hasil pembakaran motor
terperangkap dalam parit galian
h. Lampu-lampu peringatan utamanya pada malam hari harus dipasang untuk
mencegah orang jatuh kedalam saluran
i. Pemeriksaan secara teratur dan menyeluruh harus dilakukan oleh ahli teknik yang
berwenang
j. Pekerjaan Struktur, meliputi pekerjaan bekisting, pembesian, struktur beton,
shotcrete, pekerjaan pada ketinggian dan pekerjaan konstruksi baja.
k. Setiap pekerja atau siapa saja yang memasuki lokasi diharuskan menggunakan
APD / Alat Pelindung Diri agar terhindar dari bahaya yang mungkin terjadi.
2. K3 Pekerjaan Struktur
K3 Pekerjaan Struktur adalah upaya K3 yang dilaksanakan pada penyelesaian
pengerjaan bidang struktur, diantaranya pembesian, pengecoran, pemasangan perancah
dan form work.
Hal-hal terkait K3 yang perlu dilakukan pada pekerjaan di struktur adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan semua peralatan dan mesin yang akan digunakan
b. Untuk pekerjaan yang dilaksanakan pada ketinggian lebih dari 2(dua) meter
harus menggunakan perancah / scaffolding atau tangga besi / aluminium
permanen
c. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di tempat tinggi harus dilengkapi
dengan Alat Pelindung Diri yang sesuai,seperti : sabuk pengaman/full body
harness dan lain lain untuk mencegah pekerja jatuh
d. Harus selalu dipersiapkan jalur yang paling aman sebelum mulai pekerjaan
e. Harus dipastikan tempat dudukan tangga tersambung dengan aman dan
pegangan dan papan dudukannya terpasang rapat untuk mencegah orang
tersandung dengan barang-barang yang jatuh
f. Selalu mengenakan pakaian berlengan panjang dan celana panjang dengan
sepatu boot karet dan sarung tangan pada waktu diperlukan

3. K3 Pekerjaan Konstruksi Baja


Pekerjaan Konstruksi Baja adalah semua jenis pekerjaan merangkai, merakit, mendirikan
semua jenis kerangka baja.
Pencegahan bahaya K3 pada pekerjaan Konstruksi Baja, antara lain:
a. Menggunakan APD yang sesuai
b. Melakukan inspeksi alat kerja secara rutin
c. Pemasangan jaring pengaman
d. Memasang pembatas area kerja, alat dan manusia
e. Memasang pagar pengaman atau barikade
f. Membuat akses atau tangga naik turun
g. Pekerja memiliki kompetensi sesuai bidangnya
C. PERENCANAAN BANGUNAN RUMAH SAKIT
1. Prinsip Umum
a) Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu
banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien
dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi
bersih sangat penting.
b) Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga
kebersihan dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas
Rumah Sakit lainnya.
c) Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan
pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe pasien dan tipe
berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan. Mengontrol aktifitas
petugas terhadap pasien serta aktifitas pengunjung Rumah Sakit yang datang, agar
aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu.
d) Tata letak Pos perawat harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk
memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien, dan
pengunjung masuk dan ke luar unit. Bayi haru dilindungi dari kemungkinan
pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas Rumah
Sakit. Pasien di ruang ICU harus dijaga terhadap infeksi. Begitu pula pada kamar
bedah.

2. Prinsip Khusus
a) Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian bangunan Rumah Sakit
merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk ruangan yang tidak
menggunakan air conditioning / AC
b) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk dan
binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar Rumah Sakit.
c) Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah
penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk
curah.
d) Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan
pengunjung untuk alasan psikologis.
e) Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan
pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.
f) Alur pasien Rawat Jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi
khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.
g) Alur pasien Rawat Inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain,
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

D. KONSTRUKSI BANGUNAN RUMAH SAKIT


1. Atap
a) Penutup atap dari bahan beton dilapis dengan lapisan tahan air.
b) Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng beton, atau
genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus dengan sudut kemiringan
sesuai ketentuan yang berlaku.
c) Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.
d) Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik dan kering,
dan dilapisi dengan cat anti rayap.
e) Atap dengan ketinggian lebih dari 10 (sepuluh) meter sehingga menggunakan
penangkal petir
2. Langit-langit
a) Rangka plafon kuat dan anti rayap
b) Langit-langit dan rangka langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah
dibersihkan
c) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 meter dan tinggi di selasar atau
koridor minimal 2,40 meter.
d) Langit-langit menggunakan cat anti jamur
e) Khusus ruang operasi harus disediakan gantungan lampu bedah dengan profil baja
yang dipasang sebelum pemasangan langit-langit
3. Dinding & Partisi
Mengacu Kepmenkes No 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
a) Dinding berwarna terang, rata, cat tidak luntur dan tidak mengandung logam
berat
b) Sudut dinding dengan dinding, dinding dengan lantai, dinding dengan langit-
langit, membentuk konus atau tidak membentuk siku
c) Dinding KM/WC dari bahan kuat dan kedap air
d) Permukaan dinding keramik rata, rapih, sisa keramik dibagi sama kekanan dan
kekiri
e) Khusus ruang radiologi dinding dilapisi Pb/timbal minimal 2 mm atau setara
dinding bata ketebalan 30 cm serta dilengkapai jendela kaca anti radiasi
f) Dinding ruang laboratorium dibuat dari porselin atau keramik setinggi 1,5
meter dari lantai
g) Dinding harus tidak mengkilap. Dinding yang berlapiskan keramik atau
porselen, megumpulkan debu dan mikro organisme diantara sambungannya.
pembersihan harus dilakukan secara continue.

4. Lantai
a) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak
licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
b) Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air
c) Khusus ruangan opeasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk
berkembang biaknya bakteri, menggunakan bahan vinyl anti elektrostatik dan
tidak mudah terbakar.

Persyaratan lantai pada ruang-ruang khusus :


a) Lantai yang selalu kontak dengan air mempunyai kemiringan yang cukup ke
arah saluran pembuangan
b) Pada beberapa ruangan, terutama ruang OK dan VK, pertemuan lantai
dengan dinding harus berbentuk konus atau lengkung agar mudah
dibersihkan.
c) Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat dipergunakan
gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif harus dipasang. Lantai
yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis bahan, termasuk vinyl anti
statik, ubin aspal, linolium, dan teraso.
d) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk
pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah.

5. Struktur Bangunan
a) Persyaratan pembebanan Bangunan Rumah Sakit :
1) Setiap bangunan Rumah Sakit, strukturnya harus direncanakan dan
dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban atau
kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan.
2) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh
aksi sebagai akibat dari beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang
timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak.
3) Struktur bangunan Rumah Sakit harus direncanakan secara detail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi
keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan Rumah Sakit menyelamatkan diri.
4) Pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan Pedoman
Teknis atau standar yang berlaku
5) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai
rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan Rumah Sakit,
sehingga bangunan Rumah Sakit selalu memenuhi persyaratan
keselamatan struktur
b) Struktur Atas :
Konstruksi atas bangunan Rumah Sakit dapat terbuat dari konstruksi beton,
konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan teknologi
khusus harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan
teknologi khusus tersebut.
c) Struktur Bawah
Struktur bawah bangunan Rumah Sakit dapat berupa pondasi langsung atau
pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya Rumah
Sakit. Pondasi Langsung direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya
terletak di atas lapisan tanah yang kuat. Pondasi Dalam umumnya digunakan
dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah
permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan
penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
d) Pintu

a) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat
dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah
baring memiliki lebar bukaan minimal 90 cm.
b) Pintu dapat dibuka dari luar dan kuat
c) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
perbedaan ketinggian lantai.
d) Khusus pintu darurat menggunakan panic handle, automatic door closer dan
membuka kearah tangga darurat atau arah evakuasi dengan bahan tahan api
minimal 2 (dua) jam
e) Khusus ruang operasi pintu terdiri dari 2 (dua) daun pintu mudah dibuka tetapi
harus dapat menutup sendiri
f) Khusus ruang radiologi pintu terdiri dari 2(dua) daun pintu dan dilapisi Pb
minimal 2 mm atau setara dinding bata dengan ketebalan 30 cm dilengkapi
dengan lampu merah tanda bahaya radiasi serta dilengkapi jendela kaca anti
radiasi
6. Toilet / Kamar kecil
a) Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang, tanpa terkecuali
penyandang cacat, orang tua dan ibu hamil dan harus memiliki ruang gerak
yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna
b) Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan
kamar mandi 5 :1
c) Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toilet dan kamar mandi 20
:1
d) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin
e) Pintu khusus untuk kamar mandi di Rawat Inap dan pintu toilet untuk
aksesibel, harus terbuka ke luar dan lebar daun pintu minimal 85 cm serta
mudah dibuka dan ditutup
f) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat
g) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel dilengkapi dengan tampilan
rambu atau simbol "PENYANDANG CACAT" pada bagian luarnya.
h) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat
(handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki
bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna
kursi roda.
i) Letak kertas tissu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan
seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga
mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda.
j) Pada tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan
untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila
sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan
k) Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau atau water seal.
l) Harus dilengkapi dengan slogan atau peringatan untuk memelihara kebersihan
m) Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
7. Area Parkir
a) Area parkir tertata dengan baik
b) Mempunyai ruang bebas sehingga mudah untuk berputar
8. Landscape => Jalan dan Taman
a) Akses jalan dilengkapi dengan rambu-rambu yang jelas
b) Tanam tanaman tertata dengan baik dan tidak mengganggu rambu yang ada
c) Tanaman yang berada didalam ruangan terpelihara dengan baik
d) Papan nama Rumah Sakit dibuat rapi, kuat, jelas sehingga mudah terbaca
untuk umum dan dipasang dibagian depan Rumah Sakit
e) Taman tertata rapi, terpelihara dan berfungsi memberikan keindahan,
kesejukan, kenyamanan bagi pengunjung maupun pekerja dan pasien Rumah
Sakit
E. PRASARANA RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH
1. Sistem Proteksi Kebakaran
a. Sistem Proteksi Pasif
Dimaksudkan agar melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan
terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan,
mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan,
menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran.
b. Sistem Proteksi Aktif
1) Tersedia Sistem deteksi dan alarm kebakaran manual berfungsi untuk
mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran
2) Alat pemadam api ringan (APAR)
tersedia sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat
dari jenis portabel atau jinjing.
3) Sistem Pencahayaan Darurat
Di dalam Rumah Sakit diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya
tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat
beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel generator.
4) Tanda Arah
Bila pintu Exit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh
pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk
dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju
ruang besar, lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi
penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.
5) Sistem Peringatan Bahaya
Diperlukan guna memberikan Pedoman kepada penghuni dan tamu sebagai
tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat

2. Sistem Komunikasi Dalam Rumah Sakit Santa Elisabeth


a. Sistem Telepon dan Tata Suara (Audio)
1) Penempatannya mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan
2) Tempat pemberhentian ujung kabel berwarna terang, tidak ada genangan air, aman
dan mudah dikerjakan.
3) Kabel instalasi komunikasi darurat terpisah dari instalasi lainnya, dan
dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.
4) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi tidak memberi dampak, dan aman dari
gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.
5) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic
Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas
yang ditentukan, maka langka penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.

b. Sistem Panggil Perawat (Nurse Call)


1) Dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan
bantuan perawat, baik dalam kondisi rutin atau darurat.
2) Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat dan
pasien dalam bentuk visual dan audible (suara).
3) Penempatan tombol panggil perawat diletakkan dimasing-masing ruangan pasien
dengan daya jangkau yang fleksibel
3. Sistem Penangkal Petir
Suatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan Rumah Sakit,
termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap
bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir di Rumah Sakit Santa Elisabeth dilakukan
pengujian atau ijin setiap 2 (dua) tahun sekali.
4. Sistem Kelistrikan
Sistem Kelistrikan di Rumah Sakit Santa Elisabeth terdiri dari Sumber listrik PLN dan
cadangan berupa Generator dengan kapasitas 800 KVA. Untuk Pemeliharaan dilakukan
servis setiap 6 (enam) bulan sekali oleh tenaga maintenance dan dilakukan pemeliharaan
pemanasan setiap hari selama 10 (sepuluh) menit oleh IPSRS.
5. Penghawaan (Ventilasi)
a. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai
buku petunjuk sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban
nyaman bagi pasien dan Karyawan
b. Supply udara dan exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaustfan
hendaknya diletakkan pada ujung system ventilasi
c. Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi dibandingkan
ruang-ruang lain dan menggunakan cara mekanis atau air conditioner
d. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner
dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20
meter dari langit-langit
e. Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri
f. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan
pengambilan sampel dan Pemeriksaan parameter kualitas udara,seperti :
kuman, debu, dan gas.

6. Pencahayaan
Rumah Sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan atau mekanik, termasuk pencahayaan
darurat sesuai dengan fungsinya.
a. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang
dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan
penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan.
b. Persyaratan untuk masing-masing ruang berdasarkan Kepmenkes Nomor
1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit
7. Fasilitas Sanitasi
Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
a. Persyaratan Air Bersih
1) Air bersih di Rumah Sakit Santa Elisabeth tersedia sesuai syarat kesehatan, atau
dapat mengadakan pengolahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2) Tersedia penampungan air atau reservoir dengan kapasitas 250 – 1000 liter per
tempat tidur
3) Dalam rangka pengawasan kualitas air, maka Rumah Sakit melakukan inspeksi
terhadap sarana air bersih baik secara kimia maupun biologis setiap 3(tiga) bulan
sekali
4) Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran
b. Plumbing
1) Pipa air bersih tidak bersilang dengan pipa air kotor
2) Instalasi perpipaan tidak berdekatan dengan instalasi listrik
c. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah
1) Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit dalam bentuk
padat, cair dan gas, baik limbah Medis maupun Non-Medis sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
2) Pedoman Pengelolan Bahan dan Limbah Berbahaya
3) Tersedia Instalsi pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan perijinan
4) Tersedia tempat/container penampung limbah sesuai dengan kriteria limbah
5) Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan berfungsi
dengan baik
d. Persyaratan Penyaluran Air Hujan
1) Setiap bangunan gedung dan pekarangannya harus dilengkapi dengan sistem
penyaluran air hujan
2) Air hujan harus diresapkan ke dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke
sumur resapan
3) Sistem penyaluran air hujan harus dipelihara untuk mencegah terjadinya endapan
dan penyumbatan pada saluran
e. Sistem Pengendalian Terhadap Kebisingan dan Getaran
1) Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan
yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan
bagi seseorang dalam melakukan kegiatan
2) Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran
3) Setiap bangunan Rumah Sakit dan/atau kegiatan yang karena fungsinya
menimbulkan dampak kebisingan terhadap lingkungannya dan/atau terhadap
bangunan Rumah Sakit yang telah ada, harus meminimalkan kebisingan yang
ditimbulkan sampai dengan tingkat yang diizinkan sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit

f. Sistem Hubungan Horisontal dalam Rumah Sakit


1) Setiap bangunan Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan kemudahan
hubungan horizontal berupa tersedianya pintu dan/atau koridor yang memadai
untuk terselenggaranya fungsi bangunan Rumah Sakit tersebut
2) Arah bukaan daun pintu dalam suatu ruangan dipertimbangkan berdasarkan
fungsi ruang dan aspek keselamatan

g. Sistem Hubungan atau Transportasi Vertikal dalam Rumah Sakit


Bangunan Rumah Sakit Santa Elisabeth adalah bangunan bertingkat sehingga harus
menyediakan sarana hubungan vertikal antar lantai yang memadai untuk
terselenggaranya fungsi bangunan Rumah Sakit tersebut yang berupa tersedianya
tangga dan ramp.
1) Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar
yang memadai.
a. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam
Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 21 cm, Lebar injakan 28 cm
0
b. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 90
c. Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan
darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran
atau ancaman bom
d. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga.
e. Dilengkapi dengan pegangan rambat atau handrail.
2) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, dirancang sedemikian sehingga
tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya Ramp
adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai
alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga.
a. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 10 0 – 15 0
b. Ramp koridor dengan 2 (dua) arah dengan lebar 250 cm dan dilengkapi
dengan rambatan yang kuat dengan ketinggian 80 cm
c. Area ramp dilengkapi dengan karpet karet sehingga tidak licin
d. Muka datar atau bordes pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dan stretcher
e. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari.
f. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan atau handrail yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai
h. Sarana Evakuasi
Bangunan Rumah Sakit Santa Elisabeth menyediakan sarana evakuasi bagi orang
yang berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi termasuk
pasien, pengunjung serta Karyawan jika terjadi bahaya atau kedaruratan. Sarana
evakuasi tersebut meliputi : sistem peringatan bahaya, pintu keluar darurat, jalur
evakuasi yang disertai dengan rambu-rambu.
i. Aksesibilitas Penyandang Cacat
Bangunan Rumah Sakit Santa Elisabeth menyediakan fasilitas dan aksesibilitas
untuk menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia
masuk dan keluar ke dan dari bangunan Rumah Sakit serta beraktivitas dalam
bangunan Rumah Sakit secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Fasilitas dan
aksesibilitas meliputi tempat ibadah, tempat parkir, toilet, pintu, ram, tangga bagi
penyandang cacat dan lanjut usia.

F. STANDAR RUANGAN DAN FASILITAS PELAYANAN DI RS. SANTA ELISABETH


Semua ruangan yang terdapat di RS Santa Elisabeth difungsikan untuk pelayanan kepada
pasien, baik secara langsung maupun tidak langsung. Standar Ruangan tersebut
adalah:
1. Standar Ruang Bangunan
a. Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
1) Lantai Kuat, bersih, pertemuan dinding dengan lantai konus, kedap air, Rata, tidak
Licin dan mudah dibersihkan
2) Dinding rata, bersih, berwarna terang, mudah dibersihkan
1) Ventilasi
a) Ventilasi Gabungan : Ventilasi alam 15% x luas lantai dan tersedia ventilasi
mekanis, seperti : Fan, AC, Exhausfan dan lain lain
b) Ventilasi Alam : Lubang ventilasi 5% x luas lantai
c) Ventilasi Mekanis : Fan, AC, Exhausfan dan lain lain
2) Atap tidak bocor, berwarna terang dan mudah dibersihkan
3) Langit-Langit tinggi minimal 2,7 m dari lantai, kuat, berwarna terang dan
mudah dibersihkan
4) Pintu harus dapat mencegah masuknya serangga dan tikus serta harus kuat
5) Suhu ruang kantor 21°C - 26°C

No Ruangan Kebisingan Max (dBA) Cahaya (Lux)


1 Kantor 45 Min 100
2 Koridor 40 Min 100
3 Tangga 45 Min 100
4 Gudang 45 Min 200

6) Ruang Perawatan
a. Ratio luas lantai dengan TT : Dewasa 4,5 m2 /TT, anak/bayi : 2 m2 /TT
b. Ratio TT dengan kamar mandi 10-1 TT/K
c. Bebas serangga dan tikus
d. Kadar debu max 150 mg/ m3 udara
e. Tidak berbau (terutama H2S dan NH3)
f. Pencahayaan 100 – 1000 lux
g. Suhu 220 C - 240 C apabila menggunakan AC, sentral cooling towernya
tidak menjadi perlindungan bakteri ligionella atau suhu kamar tanpa AC
h. Kelembapan 45-60% dengan AC kelembapan udara ambeian tanpa AC
i. Kebisingan < 45 dBA
7) Lingkungan RS
a..Kawasan bebas rokok
b.Penerangan dengan intensitas cukup
c.Saluran air limbah tertutup
8) Ruang Operasi, VK, UGD
1) Bebas kuman pathogen bacelius cereus
2) Dinding terbuat dari porselin/vinyl
3) Pintu harus dalam keadaan tertutup
4) Langit-langit tidak bercelah
5) Lantai rata, tidak bercelah dan tidak pecah
6) Ventilasi dengan AC tersendiri dilengkapi filter bakteri
7) Suhu ruang operasi 19°C - 25°C
8) Suhu ruang VK 24°C - 26°C
9) Suhu ruang IGD 19°C - 24°C
10) Kelembaban 45% - 60%
11) Pencahayaan ruang operasi 300 lux - 500 lux
12) Pencahayaan meja operasi 10.000 lux - 20.000 lux
13) Tinggi langit2 2,7 m - 3,3 m dari lantai
14) Kebisingan 45 dBA
15) Kebisingan khusus poli gigi 80 dBA

9) Ruang Laboratorium
1) Dinding terbuat dari porselen/keramik setinggi 1,5 m dari lantai
2) Lantai dan meja kerja tahan terhadap bahan kimia dan getaran
3) Tinggi langit-langit 2,7 m 3,3 m dari lantai
4) Dilengkapi dengan dapur dan kamar
5) Kebisingan 65 dBA
6) Pencahayaan ruang 75 lux - 100 lux
7) Suhu ruang 22°C - 26°C
10) Farmasi
1) Pintu harus dalam keadaan tertutup
2) Langit-langit tidak bercelah
3) Lantai rata, tidak bercelah dan tidak pecah
4) Pencahayaan ruang minimal 200 lux
5) Suhu 22°C - 35°C
6) Kelembaban 35% - 60%
7) Kebisingan 45 dBA
11) Instalasi Gizi
1) Meja racik terbuat dari porselin
2) Pintu harus dalam keadaan tertutup
3) Terdapat cerobong asap / ex-hausfan
4) Langit-langit tidak bercelah
5) Lantai rata, tidak bercelah dan tidak pecah
6) Pencahayaan ruang minimal 200 lux
7) Suhu 22°C - 30°C
8) Kelembaban 35% - 60%
9) Kebisingan 78 dBA
12) Ruang sterilisasi
1) Pintu masuk terpisah dgn pintu keluar
2) Tersedia ruangan khusus
3) Dinding terbuat dari porselin/ keramik setinggi 1,5 m dari lantai
4) Suhu ruang 22°C - 30°C
13) Ruang Radiologi
1) Dinding dan daun pintu dilapisi timah hitam
2) Kaca jendela menggunakan kaca timah hitam
3) Tinggi langit-langit 2,7 m - 3,3 m dari lantai
4) Hubungan denga kamar gelap harus dengan sekat
5) Kebisingan 40 dBA
6) Pencahayaan ruang min 60 lux
7) Suhu ruang 22°C - 26°C

14) Ruang Mayat


1) Dinding dilapisi proselin/keramik
2) Terletak dekat dengan bagian Pathologi/laboratorium
3) Mudah dicapai dari ruang perawatan, UGD, dan ruang operasi
4) Dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah
5) Dilengkapi dengan ruang ganti pakaian petugas dan toilet
6) Dilengkapi dengan perlengkapan dan bahan pemulasaran jenazah termasuk
meja memandikan mayat
7) Suhu ruang 21°C - 24°C
15) Toilet dan Kamar Mandi
1) Rasio toilet/kamar mandi dengan tempat tidur 1 : 10
2) Toilet tersedia pada setiap unit/ruang khusus untuk unit Rawat Inap dan
Karyawan harus tersedia kamar mandi
3) Letak tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi, dan ruang
khusus lainnya
4) Saluran pembuangan air limbah dilengkapi dengan penahan bau (water seal)
5) Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar
6) Kamar mandi dan toilet untuk pria,wanita, dan Karyawan terpisah
7) Pencahayaan ruang 100 lux
16) Laundry
1) Terdapat kran air dengan kapasitas, kualitas dan tekanan yang memadai serta
tersedia kran air panas untuk desinfeksi awal
2) Tersedia ruang pemisah antara barang bersih dan kotor
3) Lokasi mudah dijangkau oleh kegiatan yang memerlkan dan jauh dari pasien
serta tidak berada dijalan
4) Lantai terbuat dari beton atau plesteran yang kuat, rata, tidak licin dengan
kemiringan 2 – 3%
5) Pencahayaan minimal 100 lux
6) Kebisingan 78 dBA

I. FASILITAS PELAYANAN DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH


1. Bangunan Lantai Dasar
No Nama Ruang No Nama Ruang
1 Ruang Pendaftaran 18 Ruang Poli Spesialis Dalam
2 Ruang Kasir 19 Ruang Poli Gigi
3 Ruang Apotek dan Gudang Farmasi 20 Ruang Poli Spesialis Anak
4 Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) 21 Ruang Poli Bedah
5 Ruang tunggu IGD 22 Ruang Poli Syaraf
6 Ruang Persiapan Operasi 23 Ruang Poli THT
7 Ruang Operasi Minor dan Mayor 24 Ruang poli Kebidanan
8 Ruang Poly Paru 25 Ruang Poli tindakan VK
9 Ruang Sterilisasi 26 Ruang Observasi Kebidanan
10 Ruang Scrub 27 Ruang IT/ EDP
11 Ruang Instrumen 28 Ruang Ruang Doa/ Musolah
12 Ruang Pemulihan Operasi 29 Ruang IPSRS
13 Ruang Radiologi 30 Ruang Oksigen
14 Ruuang Laboratorium 31 Ruang dapur
15 Ruang Jenazah 32 Kantin
16 Ruang Tunggu Poliklinik 33 Ruang Operator
17 Ruang Poli Umum 33

2. Bangunan Lantai 2
No Nama Ruang
1. Ruang Pastoral Car
2. Ruang VC
3. Ruang Bayi- NICU
4. Ruang Rawat Inap Anak
5. Ruang Kebidanan
6. Ruang Tunggu Kel.Pasien
7. Ruang Rekam Medis
8. Gudang umum/ logistik Non medik
9. Ruang Arsip Rekam Medis

3. Bangunan Lantai 3
No Nama Ruang
1. Ruang Sumber Daya Manusia/ SDM
2. Ruang Pengadaan /Pembelian
3. Ruang Apoteker
4. Kantor Manajemen
5. Ruang Keuangan/ Akuntansi
6. Ruang Akreditasi
7. Ruang Pertemuan/ AULA

J. RISIKO K3
Risiko K3 Konstruksi terdiri dari beberapa faktor sebagai berikut:
1. Faktor Fisik
Faktor Fisik menyangkut
a) Iklim/cuaca kerja, dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban, panas radiasi dan
kecepatan gerakan udara berkaitan dengan panas metabolisme tubuh dalam bekerja,
yang mengakibatkan gangguan : dehidrasi, heat exhaustion, heat cramp dan heat
stroke;
b) Kebisingan mengakibatkan gangguan konsentrasi dan pendengaran
c) Getaran mekanik mengakibatkan gangguan sendi, otot, pembuluh darah dan syaraf.
d) Pencahayaan dengan intensitas cahaya kurang yang mengakibatkan mata sakit, tidak
kelihatan atau cahaya berlebih mengakibatkan silau, pekerjaan tidak teliti, mata
kabur dan gangguan ketajaman penglihatan
e) Keluhan kulit, seperti kemerahan, gatal, panas, dan lain-lain
f) Neurobehaviour, terdiri dari: pusing, sakit kepala, lelah, lemas, berdebar, sesak
napas, dan lain-lain
g) Keringat berlebihan, depresi, daya ingat menurun, dan lain-lain

2. Faktor Kimia
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh manusia dapat melalui pernafasan, kulit, dan
pencernaan. Efek bahan kimia tersebut bisa dibedakan menjadi:
a. Efek local adalah pengaruh pada tempat kontak dengan bagian tubuh
b. Efek sistemik adalah pengaruh setelah diserap tubuh
Sifat Kimia yang mudah dikenal adalah mudah meledak, mudah terbakar, beracun, iritasi
(menyebabkan peradangan), korosif (menghancurkan), allergen (menyebabkan alergi),
embrio toksik/teratogenik (perkembangan tidak normal pada embrio), karsinogen
(penyebab kanker), asfiksian (tercekik akibat kekurangan oksigen) dan fibrogenik
(kerusakan pada paru-paru).
3. Faktor Ergonomis
Bahaya yang timbul sebagai akibat interaksi antara pekerja dengan desain tempat kerja
dan alat kerja,sebagai berikut:
a. Letak lemari yang terlalu jauh dari jangkauan
b. Meja yang terlalu tinggi
c. Sandaran lengan terlalu tinggi atau terlalu rendah
d. Kursi duduk yang tidak mengikuti bentuk tulang punggung belakang dapat
menyebabkan sakit, antara lain seperti: sakit leher, sakit pinggang, sakit kepala,
terkilir dan yang paling ringan adalah pegal pegal

K.UPAYA PENCEGAHAN PADA KEGIATAN KONSTRUKSI


Upaya Pencegahan dapat dilakukan pada kegiatan konstruksi melalui beberapa langkah:
1. Promosi dan sosialisasi tentang sebab dan jenis-jenis penyakit akibat kerja
2. Penyuluhan kesehatan secara berkala
3. Penggunaan alat kerja yang ergonomis
4. Pemeriksaan kesehatan gratis secara berkala
5. Melakukan evaluasi tingkat bahaya dan kemungkinan terjadinya dan tingkat/dampak
keparahan terhadap orang dan kegiatan konstruksi
6. Tindakan sedini mungkin
a. Jika ada pekerja yang sakit (penyakitnya mudah menular seperti diare, muntah-
muntah, batuk, pilek) dan jumlahnya menyebar cepat, perlu segera diumumkan
secepat mungkin adanya penyakit menular di seluruh area kegiatan dan
lingkungannya. Tindakanyang dapat dilakukan adalah :
1) Menghindari paparan terhadap faktor risiko bahaya dengan memberikan
perlengkapan dan pelindung kerja yang pas
2) Pengobatan tingkat pertama setempat harus selalu tersedia sarananya dan
petugas cepat bereaksi terhadap yang sakit.
b. Jika sudah terjadi kecelakakan atau sakit maka ada tanggung jawab untuk melakukan
tindakan rehabilitasi secara tuntas terhadap korban berupa:
1) Penanganan medis pengobatan sampai tuntas
2) Recovery secara fisik sampai dapat bekerja kembali
3) Penanganan sosial masyarakat agar terbantu dalam menyelesaikan kondisinya
ke keadaan semula
4) Vokasional, penyuluhan dan penjelasan yang memadai
7. Disetiap tempat kerja harus dilengkapi dengan sarana untuk keperluan keluar masuk
dengan aman
8. Tempat-tempat kerja, tangga dan lorong tempat orang bekerjayang sering dilalui
dilengkapi dengan penerangan yang cukup
9. Semua tempat kerja harus mempunyai ventilasi yang cukup sehingga dapat mengurangi
bahaya debu, uap dan bahaya lainnya.
10. Kebersihan dan kerapihan di tempat kerja dijaga sehingga bahan-bahan yang berserakan,
bahan-bahan bangunan, peralatan dan alat-alat kerja tidak merintangi atau menimbulkan
kecelakaan
11. Semua peralatan sisi-sisi lantai yang terbuka, lubang-lubang di lantai yang terbuka, atap-
atap atau panggung yang dapat dimasuki, sisi-sisi tangga yang terbuka, semua galian-
galian dan lubang-lubang yang dianggap berbahaya harus diberi pagar atau tutup
pengaman yang kuat
12. Kebisingan dan getaran di tempat kerja tidak boleh melebihi ketentuan Nilai Ambang
Batas (NAB) yang berlaku
13. Orang yang tidak berkepentingan, dilarang memasuki tempat kerja
BAB IV
DOKUMENTASI

Pendokumentasian untuk Pedoman K3 Kontruksi Bangunan Rumah Sakit dengan cara


monitoring pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit dilakukan secara
intemal dan ekstemal. Intemal dipimpin langsung oleh Direktur dan dilaksanakan
setiap hari dan monitoring ekstemal yang dilakuakn oleh Dinas kesehatan Kabupaten/
Profinsi. Monitoring intemal dapat diketahui melalui:
1. Terdapat dokumen perencanaan konstruksi pada tiap bangunan gedung yang akan
dibangun
2. Tersedia lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif disemua bagian
3. Terhindamya Karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan kecelakaan Akibat Kerja
(KAK)
4. Tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diinginkan
5. Menurunnya KTD di Rumah Sakit
6. Tercipta dan meningkatnya budaya keselamatan pasien, pengunjung, Karyawan,
masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
7. Terciptanya dan terpenuhinya kepuasan pasien, pengunjung, staf dan masyarakat akan
konstruksi bangunan Rumah Sakit Santa Elisabeth
BAB V
PENCATATAN dan PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan atau pendokumentasian dilakukan oleh masing masing


bagian / Unit Kerja di Rumah Sakit dan kegiatan yang secara keseluruhan dilakukkn oleh
bagian K3 dan dilaporkan pada Direktur.
BAB VI
PENUTUP

Dengan adanya pedoman Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) Konstruksi Rumah


Sakit Santa Elisabeth ini dapat membantu pengelola fasilitas Rumah Sakit dalam
penyediaan jasa konstruksi serta keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi di
Rumah Sakit Santa Elisabeth sehingga dapat menjamin kesehatan penghuni bangunan
dan lingkungan terhadap bahaya penyakit serta upaya antisipasi terhadap akibat yang
mungin ditimbulkan sehingga tercapai budaya sehat dalam bekerja.

RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH BATAM

Batam , Januari 2019

Di Buat Oleh Diketahui Oleh

Dr. Oktavianus Maranggi dr. Fedrik Ivander


Ketua Tim K3 Direktur

Anda mungkin juga menyukai