Pendidikan Di Indonesia Menciptakan Robot Cerdas Bernyawa
Pendidikan Di Indonesia Menciptakan Robot Cerdas Bernyawa
PENDAHULUAN
Pada saat sekarang ini kualitas pendidikan di Indonesia makin memburuk. Salah satu
faktor buruknya kualitas pendidikan dikarenakan kurangnya kemampuan para guru dalam
menggali potensi dalam diri peserta didik. Para pendidik seringkali memaksakan
kehendaknya kepada peserta didik tanpa memperhatikan bakat dan minat yang ada di
dalam diri para peserta didik. Hal ini mengakibatkan kurang nyamannya si peserta didik
Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru,
1
kualitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang . Posisi tersebut
menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa
tahun lalu. Dari survei di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia sedang
dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Selain kurang kreatifnya para pendidik
pendidikan tidak mampu mencetak lulusan yang kreatif. Kurikulum hanya mampu
menghasilkan lulusan yang hanya pintar dalam mencari kerja tetapi tidak kreatif dalam
1
Dari permasalahan diatas dapat diketahui bahwa proses pendidikan di Indonesia
seolah-olah sedang menciptakan “robot cerdas bernyawa” yang hanya cerdas secara
intelektual tetapi kurang kreatif dalam menciptakan peluang kerja bagi dirinya sendiri dan
orang lain. Berdasarkan masalah ini penulis mencoba untuk membahas mengenai
Indonesia.
a. Tujuan
Sesuai dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
Indonesia.
b. Manfaat
penulis kepada pembaca tentang kondisi pendidikan Indonesia pada saat sekarang ini
sehingga kita dapat menemukan solusinya bersama agar pendidikan di masa yang
akan datang dapat ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang
diberikan.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
terlebih dahulu kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu
memelihara dan memberi ajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan
pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian
itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya” 3. Dari etimologi dan
analisis pengertian di atas, pendidikan itu sendiri dapat dirumuskan sebagai tuntutan
pertumbuhan manusia manusia sedari lahir sehingga tercapainya kedewasaan jasmani dan
education). Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat
2 Ilmu Ekonomi ID, “pengertian pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia”, diakses
dari https://www.ilmu-ekonomi-id.com/2016/09/pengertian-pendidikan-menurut-kamus-besar
http://www.diwarta.com/2012/06/04/penertian-pendidikan-menurut-ki-hajar-dewantara.html pada
17 Maret 2019
3
karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan.
Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar
tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu
sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting,
maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia
sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang
subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada
perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi
perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit
rohani juga. Melalui pendidikan manusia dapat menyadari hakikat dan martabatnya di
dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu
berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan
sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya
BAB III
PEMBAHASAN
bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan
yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia
4
menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali
pendidikan yang dari atas ke bawah atau jika menggunakan istilah dari Paulo Freire,
seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin, adalah sistem pendidikan gaya bank ini
sangat tidak membebaskan karena peserta didik dianggap seperti manusia yang tidak tahu
secara mekanis isi pengajaran yang diberikan. Model pendidikan ini karena sangat
“menciptakan robot cerdas bernyawa”. Maksud dari pernyataan di atas adalah pendidikan
demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak
yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung
semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir.
Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-
gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai”. Kata “siap
dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut,
akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen
pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga
5
produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut
pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga
pendidikan.
Model pendidikan yang demikian hanya untuk memenuhi kebutuhan zaman dan
bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai obyek (yang adalah wujud
dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi
Timur/Asia). Kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu
gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat. Oleh karena itu strategi pendidikan di
Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah
berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini
penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat
peserta tertekan. Sebagai contoh, bayangkan seorang pelajar SMA tahun pertama harus
menguasai empat bidang sains (biologi, kimia, fisika, dan matematika), lalu tiga bahasa
(Bahasa Indonesia, Inggris, dan satu bahasa lain), ditambah PPKN, sejarah, sosiologi,
ekonomi, agama, geografi, kesenian, olahraga, dan komputer. Tidak mengherankan kalau
berupa konten saja. Remaja hanya diajari cara menggunakan rumus, parahnya ketika
ujian mereka harus menghafalkan sedemikian banyak rumus. Sungguh tidak masuk akal,
padahal saat prakteknya nanti kita juga diperbolehkan melihat buku sebagai referensi dan
mencari bahan dari internet ketika bekerja. Dalam setiap pertemuan pun seringkali
6
membahas soal-soal teori dan solusinya dengan rumus, lain soal lain pula rumus yang
digunakan, dan seterusnya hingga akhirnya cara untuk mendapat nilai tinggi adalah
dengan menghafalkan tipe soal dan rumus yang digunakan untuk menjawab pertanyaan,
gambaran besar apa yang akan dipelajari, bagaimana cara memahami materi pelajaran,
hasil yang diharapkan setelah belajar, dan lain-lain sehingga bisa memberikan motivasi
mempengaruhi kualitas pendidikan menjadi seperti pada saat ini di Indonesia, yaitu :
– Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan
Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.
Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar
merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu
4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39, ayat 2
7
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun
secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara
jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Meskipun demikian, dalam
hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi
ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah
atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah
gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas
maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada
anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under
quality). Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum
sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa
lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya
lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya
tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu,
mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak
didik. Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak
8
sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada
kesejahteraan guru.
2. Rendahnya Prestasi Siswa
Keadaan rendahnya kualitas guru di Indonesia menyebabkan pencapaian
prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi
2015), Indonesia hanya berada di ranking ke-45 dari 50 negara dalam hal prestasi
matematika dan di ranking ke-45 dari 48 negara dalam hal prestasi sains 5. Dalam
hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai
Human Development Report 2016. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya
menduduki posisi ke-113 dari 188 negara 6. Apabila dibanding dengan negara-
6 Yuliyanna Fauzi, “Ranking Indeks Pembangunan Manusia Indonesia turun ke 113” diakses dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170322182446-78-202081/ranking-indeks-
9
kelas IV SD berada pada peringkat terendah 7. Rata-rata skor tes membaca untuk
siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina),
30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal
berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka
Asia-Pacific University Ranking dari 300 universitas yang disurvei di asia pasifik
Diploma sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang
tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang
Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak
7 Sujono Samba, Lebih Baik Tidak Sekolah (Yogyakarta: LKiS, 2007), hal. 12
8 Febriyanti Revitasari, “THE Rilis Kampus Terbaik di Asia Pasifik, Indonesia Nomor Berapa
Ya?” diakses dari https://www.idntimes.com/life/education/vita/the-rilis-kampus-terbaik-di-asia-
10
C. Solusi Pendidikan di Indonesia
kualitas siswa, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada
– Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan
yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam
– Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung
dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru
prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
sebagainya.
11
BAB IV
PENUTUP
Apabila kita melihat konsep pendidikan di Indonesia memang tidak ada yang salah,
namun jika kita perhatikan masih banyak hal yang harus diperbaiki. Pendidikan di
Indonesia secara keseluruhan masih berfokus pada pengetahuan individual hafalan dan
sangat berorientasi pada nilai. Seorang pendidik yang baik hendaknya meninjau kembali
Jangan sampai program pendidikan membuat peserta didik berpikir bahwa pendidikan itu
identik dengan pemaksaan, rutinitas yang monoton, serta kegiatan yang terlalu serius
namun tak memiliki nilai plus dan pada akhirnya menciptakan manusia robot yang hanya
mampu beroperasi saat mendapatkan instruksi tentang apa yang harus dikerjakan.
Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Faktor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya
prestasi siswa, dan tidak adanya relevansi pendidikan dengan kebutuhan. Namun
sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai obyek,
sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk
memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka
disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi
DAFTAR PUSTAKA
12
Suraya, Indah. 2014. Masalah pendidikan di Indonesia di
https://www.kompasiana.com/indahsuraya/54f5f384a333117a028b46b6 (akses 16
Maret 2019)
Ilmu Ekonomi ID. 2016. Pengertian Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa
di https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170322182446-78-202081 (akses
21 Maret 2019)
Revitasari, Febriyanti. 2017. THE Rilis Kampus Terbaik di Asia Pasifik, Indonesia
Maret 2019)
13