Anda di halaman 1dari 28

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan adalah bahan makanan sumber protein tinggi. Ikan sangat berguna bagi
kesehatan manusia dan sangat baik dikonsumsi terutama di masa pertumbuhan.
Akan tetapi, ikan merupakan salah satu bahan pangan yang mudah busuk.
penganekaragaman olahan pangan dilakukan karena bahan pangan memiliki
keterbatasan waktu penyimpanan. Salah satu olahannya adalah abon ikan.
Abon termasuk makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk tersebut
sudah dikenal oleh masyarakat umum sejak dulu. Abon dibuat dari daging yang
diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering, renyah dan gurih.
Pada umumnya daging yang digunakan dalam pembuatan abon yaitu daging sapi
atau kerbau (Suryani et al, 2007). Akan tetapi, seiiring berjalannya waktu,
muncullah inovasi olahan abon berbahan dasar ikan.
Pembuatan abon ikan merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah
hasil perikanan yang selama ini banyak terbuang sia-sia. Beberapa keuntungan
yang dapat diperoleh dari pembuatan abon ikan antara lain proses pembuatannya
mudah, rasanya enak, dan dapat dijadikan sumber penghasilan tambahan. Namun
selain berasal dari limbah hasil pengolahan perikanan, abon dapat pula dibuat
dengan menggunkan ikan segar sebagai bahan baku. Abon yang dihasilkan dari
bahan baku ikan segar tentu bermutu lebih baik.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui teknologi pengolahan abon ikan.
2. Mengetahui perubahan warna pada abon ikan.
3. Mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap produk abon.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Abon Ikan


Abon adalah jenis olahan makanan yang berasal dari daging (sapi, kerbau,
ikan, dan ayam) yang berbentuk serabut atau dipisahkan dari seratnya. Kemudian
ditambahkan dengan bumbu-bumbu tertentu lalu digoreng. Menurut SNI (1995),
Abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari daging,
direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Menurut Suryani et al.
(2007), abon ikan merupakan jenis makanan olahan ikan yang diberi bumbu,
diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan
mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan
yang relatif lama.
Komposisi kimia abon ikan menurut Ulfah (2012) adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Kimia Abon Ikan
Kadar Air 4,13%
Protein 31,22%
Lemak 24,31%
Kadar Abu 15,87%
Sumber: Ulfah (2012)
2.2 Bahan yang Digunakan
a. Bawang Merah
Bawang merah (Allium cepa vas ascolanicum) berfungsi sebagai pemberi
aroma pada makanan. Senyawa pemberi aroma pada bawang merah adalah
senyawa sulfur yang menimbulkan bau apabila sel bawang merah mengalami
kerusakan sehingga terjadi kontak antara enzim dalam bahan makanan dengan
substrat. Keuntungan aroma hasil ekstraksi ini dapat digunakan untuk menambah
aroma dari bahan lain (Lewis 1984 dalam Utami 2010).
b. Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) mengandung minyak atsiri yang berwrna
kuning kecoklatan dan berbau menyengat. Aroma bawang putih sebenarnya
merupakan turunan dari dialil sulfide. Manfaat utama bawang putih adalah
sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat masakan menjadi beraroma dan
mengundang selera. Bawang putih disamping selain sebagai zat penamba aroma
dan bau juga merupakan antimikrobia (Damanik, 2010 dalam Mustar 2013).
c. Garam
Konsentrasi garam yang paling sering digunakan adalah yang berkenaan
dengan persyaratan organoleptik. Dalam pembuatan abon garam berfungsi sebagai
penambah cita rasa sehingga akan terbentuk rasa gurih dengan adanya gula dan
garam. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan daging, ikan,
dan bahan pangan lainnya. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan
pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas air akan menurun dengan
menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan mikroba dengan suatu metode yang bebas dari racun
(Afrianto dan Liviawaty 2005). Garam merupakan bumbu utama dalam makanan
yang menyehatkan. Tujuan penambahan garam adalah untuk menguatkan rasa
bumbu yang sudah ada sebelumnya. Jumlah penambahan garam tidak boleh
terlalu berlebihan karena akan menutupi rasa bumbu yang lain dalam makanan.
Jumlah penambahan garam dalam resep makanan biasanya berkisar antara 15%-
25%. Berapa kebutuhan garam sehari-hari tidaklah diketahui secara pasti, tetapi
Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional Amerika memberikan rata-rata kecukupan
yang aman untuk orang dewasa yaitu tidak lebih dari 6 gram untuk setiap harinya
(Assegaf, 2009).
d. Minyak Goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih dan
penambah kalori bahan pangan. Minyak goreng biasanya dibuat dari minyak
kelapa atau minyak sawit. Cara penggorengan abon sebaiknya menggunakan cara
deep frying yaitu bahan pangan yang digoreng dengan minyak kelapa atau sawit
agar hasil akhirnya baik cepat dan masak merata. Minyak yang digunakan dalam
membuat abon sebaiknya minyak baru. Minyak goreng yang dipakai
berulangulang sangat berbahaya bagi kesehatankarena minyak bekas mengandung
lemak trans yang merupakan salah satu lemak karsinogenik (pencetus kanker)
(Assegaf, 2009).
e. Santan
Santan kelapa merupakan emulsi lemak dalam air yang terkandung dalam
kelapa yang berwarna putih yang diperoleh dari daging buah kelapa. Kepekatan
santan kelapa yang diperoleh tergantung pada tua atau muda kelapa yang akan
digunakan dan jumlah dalam pembuatan air yang ditambahkan. Penambahan
santan kelapa akan menambah cita rasa dan nilai gizi suatu produk yang akan
dihasilkan oleh abon. Santan akan menambah rasa gurih karena kandungan
lemaknya yang tinggi. Lemak merupakan bahan-bahan yang tidak larut dalam air
yang umumnya berasal dari tumbuhan atau pun hewan. Lemak merupakan zat
makanan yang penting untuk menjaga kesehatan. Selain itu lemak juga
merupakan sumber energi yang sangat penting bagi tubuh. Berdasarkan hasil
penelitian abon yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa akan lebih
gurih dibandingkan abon yang dimasak tidak menggunakan santan kelapa. Santan
murni secara alami mengandung sekitar 54% air, 35% lemak dan 11% padatan
tanpa lemak (karbohidrat ± 6%, protein ± 4% dan padatan lain) yang
dikategorikan sebagai emulsi minyak dalam air. (Sudarmaji, 1997 dalam Mustar,
2013).
f. Serai
Secara tradisional serai wangi digunakan sebagai pembangkit cita rasa pada
makanan, minuman dan sebagai obat tradisional (Wijayakusuma, 2002 dalam
Mustar 2013). Sebagai pembangkit cita rasa, serai banyak digunakan pada saus
pedas, sambal goreng, sambal petis, dan saus ikan. Dibidang industri pangan
minyak sereh wangi sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam minuman,
permen, daging, dan lemak (Leung dan Foster, 1996 dalam Mustar 2013). Sereh
wangi mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri.
Senyawa flavonoid ini merupakan senyawa aromatik.
g. Jantung Pisang
Jantung pisang merupakan salah satu bagian dari tanaman pisang yang masih
kurang pemanfaatannya. Jantung pisang berpotensi untuk diolah lebih lanjut
karena rasa yang dihasilkan tidak kalah dengan produk masakan yang lain.
Jantung pisang kebanyakan diolah dalam bentuk berkuah tetapi belum
dikembangkan untuk pengolahan dengan cara lain, misalnya abon jantung pisang.
Jantung pisang memang cocok dijadikan dendeng karena tekstur serat jantung
pisang mirip serat daging. Tidak semua jantung pisang enak dimakan. Di antara
jantung pisang yang enak dimakan adalah jenis pisang klutuk, pisang kepok,
pisang raja bulu, dan pisang raja siam. Yang paling enak adalah jantung pisang
dari jenis pisang klutuk.
2.3 Proses Pembuatan
Metode pengolahan abon ikan berdasarkan metode (Mustar, 2013) adalah
sebagai berikut:
1. Ikan dicuci dan disiangi, kemudian dicuci kembali sampai bersih, ikan
kemudian dikukus dengan air mendidih selama 20 menit.
2. Daging ikan selanjutnya dipisahkan dari duri dan kulit secara manual, dicabik-
cabik agar serat daging menjadi halus.
3. Bumbu kecuali lengkuas dan daun serai diblender kemudian digoreng dengan
10 ml minyak dan diaduk-aduk, ditambahkan lengkuas dan serai sampai
mengeluarkan aroma wangi. Cabikan daging ikan dimasukkan sedikit demi sedikit
kedalam bumbu sambil terus diaduk agar bumbu merata dan sampai cabikan ikan
hampir kering.
4. Untuk abon yang diproses dengan cara deep frying, campuran cabikan dan
bumbu yang hampir kering tersebut digoreng dalam minyak goreng panas pada
suhu kurang lebih 1780C selama 5 menit sampai berwarna kuning kecoklatan.
Perbandingan bahan digoreng dengan minyak adalah 1:2 atau sampai cabikan
daging semuanya terendam dalam minyak. Sedangkan untuk abon yang diproses
dengan metode pan frying proses penggorengannya dilakukan dengan
menambahkan minyak goreng sebanyak 10 ml atau sekitar 2 sendok makan
kedalam campuran cabikan ikan dan bumbu yang sudah hampir kering. Proses
penggorengan tersebut dilakukan hingga cabikan ikan dan bumbu benar-benar
kering dan menjadi abon yaitu selama 45 menit pada suhu 1220C. Selanjutnya
abon dipres secara manual.
5. Abon kemudian didinginkan sampai semua uap air menguap dan selanjutnya
dikemas.
2.4 Reaksi yang Terjadi
a. Penggorengan
Pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat menghasilkan
persenyawaan yang dapat menguap. Komposisi persenyawaan yang dapat
menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa aromatik.
Jumlah persenyawaan yang dominan jumlahnya yakni aldehid termasuk di-enal
yang mempengaruhi bau khas hasil gorengan (Mustar, 2013).
b. Pemanggangan
suhu pemanggangan yang terlalu rendah waktu pemanggangan akan lebih
lama untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Pemanggangan yang lama akan
menyebabkan crust yang terbentuk lebih tebal. Pemanasan yang cepat
meningkatkan transfer air sehingga terjadi reaksi pembentukan warna (Mustar,
2013).
c. Pengukusan
Pada saat proses pemasakan atau pengukusan sedang berlangsung,
kebanyakan daging ikan dapat mengalami pengurangan kadar air. Bersamaan
dengan keluarnya air tersebut ikut pula terbawa komponen zat gizi lain seperti
vitamin C, riboflavin, thiamin, karoten, niasin, vitamin B6, Co, Mg, Mn, Ca, P,
asam amino dan protein (Mustar, 2013).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Kompor Portable
2. Wajan/ Teflon
3. Panci
4. Dandang
5. Baskom
6. Sendok
7. Talenan
8. Pisau
9. Serok
10. Piring
11. Kain lap
12. Gelas ukur
13. Food Processor
14. Neraca analitik
15. Rheotex
16. Color reader
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Daging ikan
2. Santan Kelapa
3. Bawang Merah
4. Bawang putih
5. Serai
6. Gula merah
7. Cabe merah
8. Garam
9. Minyak Goreng
10. Jantung pisang
3.2 Skema kerja dan Fungsi Perlakuan

Jantung Pisang

Ikan Sortasi
tongkol,tengiri,
tuna
Pencucian

Penyiangan Pemotongan
Santan, Bawang,
Serai, Gula,
Cabe
Pengecilan ukuran Pengukusan

Pengukusan Pencampuran Sortasi

Penggorengan

Pengepresan

Pengujian

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Bahan utama pada proses
pembuatan abon ikan ini adalah ikan tongkol 70% dan jantung pisang 30%.
Pertama kupas jantung pisang dan cuci bersih ikan tongkol yang akan digunakan.
Pada ikan bagian yang dibuang adalah kepala, sirip, insang, sisik dan isi perut.
Daging dibuang hanya bagian lemaknya yang menggumpal dan bagian urat
kerasnya. Sedangkan jantung pisang yang dibuang bagian kulit yang terluar saja.
Kemudian proses pengukusan kedua bahan untuk mematangkan bahan. Secara
umum, tujuan pengukusan adalah membuat tekstur bahan menjadi empuk.
Kondisi tekstur bahan yang empuk mudah dicabik menjadi serat yang halus. Ikan
memiliki tekstur daging yang lunak sehingga proses pengukusan lebih cepat.
Lama pengukusan atau perebusan tidak boleh berlebihan, akan tetapi cukup
sampai mencapai titik didihnya saja. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
penurunan mutu rupa dan tekstur bahan. Setelah proses pengukusan bahan
ditiriskan untuk menurunkan air yang masih tersisa pada bahan. Agar bahan cepat
dingin, sebaiknya bahan diletakan pada wadah yang cukup lebar sehingga tidak
saling tumpang tindih dan pendinginan cukup merata. Selanjutnya proses
pemotongan/Penghancuran dilakukan agar bahan terpisah menjadi serat yang
halus. Tekstur berupa serat yang halus merupakan ciri khas dari produk abon.
Kupas dan cuci bersih bawang, serai, gula, garam dan cabe. Kemudian di
potong kecil-kecil untuk memudahkan penghalusan. Selanjutnya, haluskan semua
bahan tersebut dengan cara diulek sampai halus dan campur dengan santan.
Setelah semua bahan selesai disiapkan, siapkan penggorengan dengan sedikit
minyak, lalu masak bumbu-bumbu yang telah di haluskan kemudian campur
dengan ikan dan jantung pisang. Goreng sampai tidak ada sisa air di abon ikan
dan bahan menjadi serpihan-serpihan. Selanjutnya abon ikan dilakukan pengujian
dengan 15 panelis.
BAB 4. DATA PRAKTIKUM DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Data Pengamatan Praktikum Abon Ikan


A. Uji Fisik (Warna)
dL
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1 37,7 32,4 33,6
2 39,4 32,2 32,6
3 36 33,4 33,1
Keterangan :
Sampel 1 = Ikan 50% : Jantung Pisang 50% L standar = 64,7
Sampel 2 = Ikan 70% : Jantung Pisang 30% L porselen = 94,35
Sampel 3 = Ikan 30% : Jantung Pisang 70%

B. Uji Organoleptik
1. Ikan Tengiri50% : Jantung Pisang 50%
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Bihlul 3 4 3 4
2 Azmi 3 4 3 4
3 Anggi 4 4 5 5
4 Asep 3 5 4 4
5 Siwi 4 3 3 4
6 Tama 3 3 3 3
7 Zainab 4 3 4 5
8 Khilmy 3 4 4 4
9 Puri 4 3 3 3
10 Zuida 3 4 3 5
11 Dini 4 4 3 3
12 Retno 4 4 3 3
13 Cici 4 5 2 4
14 Faiq 4 4 3 4
15 Laili 2 3 3 2

2. Ikan Tuna70% : Jantung Pisang 30%


No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Nana 4 4 4 3
2 Dyah 3 3 3 4
3 Deby 3 3 3 3
4 Khilmy 3 3 4 3
5 Ilma 3 3 4 3
6 Yoan 3 4 4 4
7 Tata 4 3 3 5
8 Evi 2 2 2 3
9 Wardah 3 3 3 4
10 Lili 2 2 3 2
11 Ali 4 4 4 4
12 Bella 3 3 3 3
13 Lina 4 3 3 4
14 Fika 2 3 3 2
15 Aziz 4 5 4 3

3. Ikan Tongkol30% : Jantung Pisang 70%


No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Aini 4 4 4 4
2 Hanik 3 3 3 2
3 Tata 3 3 3 2
4 Devi 4 4 4 2
5 Rosa 4 3 5 5
6 Ken 3 3 4 4
7 Ulfi 3 4 3 4
8 Badar 4 4 4 4
9 Denis 4 4 4 3
10 Deby 5 2 4 4
11 Puja 4 2 4 2
12 Galang 4 5 4 3
13 Ilmy 4 4 4 4
14 Hafid 4 3 5 3
15 Novita 5 3 4 2
4.2 Hasil Perhitungan

A. Uji Fisik (Warna)


dL
Pengulangan
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
1 25,85 22,21 23,04
2 27,01 22,08 22,35
3 24,68 22,90 22,69
Rata-rata 25,84 22,39 22,69
Keterangan :
Sampel 1 = Ikan Tengiri
Sampel 2 = Ikan Tuna
Sampel 3 = Ikan Tongkol

B. Uji Organoleptik
1. Ikan Tengiri50% : Jantung Pisang 50%
No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Bihlul 3 4 3 4
2 Azmi 3 4 3 4
3 Anggi 4 4 5 5
4 Asep 3 5 4 4
5 Siwi 4 3 3 4
6 Tama 3 3 3 3
7 Zainab 4 3 4 5
8 Khilmy 3 4 4 4
9 Puri 4 3 3 3
10 Zuida 3 4 3 5
11 Dini 4 4 3 3
12 Retno 4 4 3 3
13 Cici 4 5 2 4
14 Faiq 4 4 3 4
15 Laili 2 3 3 2
Jumlah 52 61 49 57
Rata-rata 3,46 4,06 3,26 3,8

2. Ikan Tuna70% : Jantung Pisang 30%


No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Nana 4 4 4 3
2 Dyah 3 3 3 4
3 Deby 3 3 3 3
4 Khilmy 3 3 4 3
5 Ilma 3 3 4 3
6 Yoan 3 4 4 4
7 Tata 4 3 3 5
8 Evi 2 2 2 3
9 Wardah 3 3 3 4
10 Lili 2 2 3 2
11 Ali 4 4 4 4
12 Bella 3 3 3 3
13 Lina 4 3 3 4
14 Fika 2 3 3 2
15 Aziz 4 5 4 3
Jumlah 47 48 50 50
Rata-rata 3,13 3,2 3,33 3,33

3. Ikan Tongkol 30% : Jantung Pisang 70%


No Nama Warna Tekstur Aroma Rasa
1 Aini 4 4 4 4
2 Hanik 3 3 3 2
3 Tata 3 3 3 2
4 Devi 4 4 4 2
5 Rosa 4 3 5 5
6 Ken 3 3 4 4
7 Ulfi 3 4 3 4
8 Badar 4 4 4 4
9 Denis 4 4 4 3
10 Deby 5 2 4 4
11 Puja 4 2 4 2
12 Galang 4 5 4 3
13 Ilmy 4 4 4 4
14 Hafid 4 3 5 3
15 Novita 5 3 4 2
Jumlah 58 51 59 48
Rata-rata 3,86 3,6 3,9 3,2
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Uji Fisik


Dalam praktikum pengolahan abon ikan ini dilakukan uji fisik dengan
parameter warna menggunakan colour reader dengan perhitungan nilai L. Nilai L
pada alat colour reader menyatakan tingkat kecerahan. Sampel 1 dengan
perbandingan ikan tengiri 50% : jantung pisang 50%, sampel 2 abon dengan
perbandingan ikan tuna 70% : jantung pisang 30% dan sampel 3 abon dengan
perbandingan ikan tongkol 30% : jantung pisang 70%. Berikut hasil pengujian
organoleptik yang dipaparkan pada grafik dibawah ini.

Berdasarkan grafik diatas, data yang diperoleh pada sampel 1 (ikan tengiri
50% : jantung pisang 50%) rata-rata sebesar dL=25.84, lalu sampel 2 (Ikan Tuna
70% : Jantung Pisang 30%) rata-rata sebesar dL=22.39dan terakhir pada sampel 3
(Ikan tongkol 20% : Jantung pisang 70%) rata-rata sebesar dL=22.69. Jadi, data
terbesar dari uji colour reader adalah pada sampel 1 yaitu ikan tengiri 50% :
jantung pisang 50%. Hal itu dikarenakan pada colour reader, semakin cerah
sampel, maka nilai L mendekati 100 dan begitu pula sebaliknya, semakin gelap,
maka nilai L mendekati 0 (Hutching, 1999). Dari hasil data diatas dapat dilihat
bahwa abon ikan tercerah atau nilai L terkecil terdapat pada abon ikan tuna,
sedangkan abon ikan tergelap atau nilai L terbesar terdapat pada abon ikan tengiri.
Hal itu dikarenakan adanya proses penggorengan. Menurut Mustar (2013),
perubahan warna pada proses pengolahan seperti penggorengan disebabkan oleh
reaksi maillard, pada reaksi ini, terjadi reaksi antara asam amino dan gula
pereduksi. Reaksi maillard diawali dengan reaksi gugus amino pada asam amino,
peptida atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula. Rangkaian
reaksi diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat.
5.2 Uji Organoleptik
Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di
dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode
dalam penelitian dan pengembangan produk, dalam hal ini prosedur penilaian
memerlukan pembekuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam
melakukan analisis data (Rahayu, 1998). Dalam praktikum pengolahan abon ikan
ini dilakukan pengujian organoleptik dengan parameter warna, rasa, aroma dan
tekstur. Pengujian dilakukan kepada 15 panelis, dengan 3 sampel yang berbeda.
Sampel 1 dengan perbandingan ikan tengiri 50% : jantung pisang 50%, sampel 2
abon dengan perbandingan ikan tuna 70% : jantung pisang 30% dan sampel 3
abon dengan perbandingan ikan tongkol 30% : jantung pisang 70%. Berikut hasil
pengujian organoleptik yang dipaparkan pada grafik dibawah ini.

Berdasarkan grafik diatas, untuk parameter warna. Data yang diperoleh pada
sampel 1 (ikan tengiri 50% : jantung pisang 50%) rata-rata sebesar 3.46, lalu
sampel 2 (Ikan Tuna 70% : Jantung Pisang 30%) rata-rata sebesar 3.13 dan
terakhir pada sampel 3 (Ikan tongkol 20% : Jantung pisang 70%) rata-rata sebesar
3.86. Jadi, data terbesar yang paling banyak disukai oleh panelis adalah pada
sampel 3 yaitu Ikan tongkol 30% : Jantung pisang 70%. Hal tersebut sesuai
dengan literatur yang menyatakan bahwa semakin banyak ikan yang digunakan
pada produk abon, maka tingkat kesukaan panelis semakin rendah dan begitu
pula sebaliknya. Menurut Winarno (1989) komposisi ikan yang sangat bervariasi
merupakan refleksi dari perbedaan kandungan lemaknya. Ikan yang mengandung
lemak lebih dari 5% biasanya dagingnya lebih banyak mengandung pigmen (zat
warna) kuning, merah muda atau abu-abu. Ikan dengan kadar lemak rendah
biasanya dagingnya berwarna putih. Tingginya kadar protein sering
mencerminkan tingginya kualitas produk pangan tersebut. Sebaliknya, semakin
tinggi kadar lemaknya menjadikan produk pangan tersebut lebih cepat mengalami
ketengikan dan ditolak oleh konsumen. Selain itu, menurut Mustar (2013)
perubahan warna pada proses pengolahan seperti penggorengan disebabkan oleh
reaksi maillard, pada reaksi ini, terjadi reaksi antara asam amino dan gula
pereduksi. Reaksi maillard diawali dengan reaksi gugus amino pada asam amino,
peptida atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula. Rangkaian
reaksi diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat.
Selanjutnya untuk parameter tekstur. Tekstur dan aroma abon yang diperoleh
sangat tergantung pada proses penggorengan. Tekstur dapat dipengaruhi oleh
perlakukan selama pemasakan dan prosedur pemasakan. Tekstur abon pada
umumnya adalah lembut dan halus tidak kasar (Fianti, 2017). Data yang diperoleh
pada sampel 1 (ikan tengiri 50% : jantung pisang 50%) rata-rata sebesar 4.06, lalu
sampel 2 (Ikan Tuna 70% : Jantung Pisang 30%) rata-rata sebesar 3.2 dan terakhir
pada sampel 3 (Ikan tongkol 30% : Jantung pisang 70%) rata-rata sebesar 3.6.
Jadi, data terbesar yang paling banyak disukai oleh panelis adalah pada sampel 1
yaitu ikan tengiri 50% : jantung pisang 50%. Menurut Yuniardo (2010), bahwa
jantung pisang memang cocok dijadikan abon karena tekstur serat jantung pisang
mirip serat daging sehingga apabila komposisinya seimbang dengan daging maka
akan menghasilkan tekstur yang lebih baik. Selain itu Winarno (1992) yang juga
berpendapat bahwa air merupakan komponen penting dalam makanan, karena
dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa makanan.
Kemudian untuk parameter aroma. Aroma yang dihasilkan dari bahan
makanan banyak menentukan kelezatan makanan tersebut. Industri makanan
menganggap sangat penting melakukan uji aroma karena dengan cepat dapat
memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto,
1985). Data yang diperoleh pada sampel 1 (ikan tengiri 50% : jantung pisang
50%) rata-rata sebesar 3.26, lalu sampel 2 (Ikan Tuna 70% : Jantung Pisang 30%)
rata-rata sebesar 3.33 dan terakhir pada sampel 3 (Ikan tongkol 30% : Jantung
pisang 70%) rata-rata sebesar 3.9. Jadi, data terbesar yang paling banyak disukai
oleh panelis adalah pada sampel 3 yaitu Ikan tongkol 30% : Jantung pisang 70%.
Winarno (1988), yang menyatakan bahwa perubahan atau penguraian lemak dapat
mempengaruhi bau dan rasa suatu bahan makanan, sehingga kerusakan lemak
dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau.
Selain itu menurut Purnomo (1995), Bumbu yang digunakan dalam pembuatan
abon dapat memberikan aroma yang khas. Bawang merah memiliki bau dan cita
rasa yang khas yang ditimbulkan oleh adanya senyawa yang mudah menguap dari
jenis sulfur seperti propil sulfur. Ketumbar dapat memberikan aroma yang
diinginkan dan menghilangkan bau amis. Kombinasi gula, garam dan bumbu-
bumbu menimbulkan bau yang khas pada produk akhir.
Dan terakhir, untuk parameter rasa. Menurut Winarno (1997), bahwa rasa
suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen.
Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan
interaksi dengan komponen rasa yang lain. Data yang diperoleh pada sampel 1
(ikan tengiri 50% : jantung pisang 50%) rata-rata sebesar 3.8, lalu sampel 2 (Ikan
Tuna 70% : Jantung Pisang 30%) rata-rata sebesar 3.33 dan terakhir pada sampel
3 (Ikan tongkol 30% : Jantung pisang 70%) rata-rata sebesar 3.2. Jadi, data
terbesar yang paling banyak disukai oleh panelis adalah pada sampel 1 yaitu ikan
tengiri 50% : jantung pisang 50%. Menurut Fianti et al (2017), penambahan bahan
campuran sebenarnya dapat memberi rasa yang berbeda dengan aslinya namun
penambahan penyedap seperti bumbu – bumbu mampu menutupi rasa atau flavour
bahan makanan yang tidak disukai bahkan dapat menguatkan flavour bahan
makanan yang tidak diinginkan. Selain itu, Menurut Fardiaz (1992),
mikroorganisme memiliki berbagai enzim yang dapat memecah komponen-
komponen makanan menjadi senyawa sederhana yang mengakibatkan perubahan-
perubahan sifat makanan, seperti warna, bau, rasa dan tekstur.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Proses pembuatan abon ikan meliputi sortasi, pembersihan, pemotongan,
penghalusan bumbu, pencampuran, penggorengan dan pengepresan.
Bahan utama yang digunakan meliputi jantung pisang dan daging ikan
(tengiri, tongkol dan tuna).
2. Perubahan warna pada proses pembuatan abon ikan dikarenakan adanya
proses penggorengan yang disebabkan oleh reaksi maillard, pada reaksi
ini, terjadi reaksi antara asam amino dan gula pereduksi.
3. Pengujian organoleptik meliputi uji warna, rasa, tekstur dan aroma. Untuk
uji warna dan aroma yang paling disukai panelis adalah sampel ikan tuna,
kemudian untuk uji rasa dan tekstur yang paling disuka panelis adalah
sampel ikan tengiri.
6.2 Saran
Adapun saran yang diperoleh dari praktikum ini adalah diharapkan praktikan
lebih konsentrasi dan berhati-hati selama praktikum, agar praktikum dapat
berjalan lancar dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 2005. Pakan Ikan. Yogyakarta: Kanisius.

Assegaf, Mohammad Ali Toha. 2009. 365 Tips Sehat ala Rasulullah. Jakarta:
Hikmah.

BSN. 1995. SNI 01-3707-1995. Abon. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Fianti, Lisa., Miarsono Sigit dan Mubarak Akbar. 2017. Kualitas Organoleptik
Abon Ayam yang Diberi Perlakuan Substitusi Kacang Tanah (Arachis
hypogaea L.). Jurnal Fillia Cendekia Vol. 2 No.1.

Hutching JB. 1999. Food Color and Apearance. Marylan: Aspen publisher Inc.

Mustar. 2013. Studi Pembuatan Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus)


Sebagai Makanan Suplemen (Food Suplement). Skripsi. Makassar:
Universitas Hasanuddin.

Purnomo, H. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan.


Jakarta: UI-Press.

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor.


Institut Pertanian Bogor.

Soekarto, S. T. 1985.Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil


Pertanian. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.

Suryani, A ., Erliza Hambali., dan Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Suryani, A, Erliza Hambali, Encep Hidayat. 2007. Membuat Aneka Abon. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Ulfah, Adelaide Maria. 2012. Abon Ikan Bandeng. Banten: Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.

Utami. R.P. 2010. Pengaruh Variasi Kadar Gula dan Lama Pengukusan Terhadap
Kualitas Abon Katak Lembu (Rana catesbeina Shaw). Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Winarno, F. G., 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Winarno, F. G., 1992. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Yuniardo, N., 2010, Resep Abon Jantung Pisang. inforesep.com/resep-abon


jantungpisang.html (Diakses pada tanggal 2 Mei 2019).
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Penimbangan bahan Penghalusan bumbu

Sortasi Pengukusan

Penggorengan Abon ikan


LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Uji FisikWarna
𝐿 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝐿 𝑏𝑎 ℎ 𝑎𝑛 𝐿
Rumus = Rata-rata =
𝐿 𝑝𝑜𝑟𝑠𝑒𝑙𝑒𝑛 𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛
64,7 × 37,7 64,7 × 36
Sampel 1.1 = = 25,85 Sampel 1.3 = = 24,68
94,35 94,35
64,7 × 39,4 25,85+27,01+24,68
Sampel 1.2 = = 27,01 Rata-rata = = 25,8
94,35 3

64,7 × 32,4 64,7 × 33,4


Sampel 2.1 = = 22,21 Sampel 2.3 = = 22,9
94,35 94,35
64,7 × 32,2 22+22,08+22,9
Sampel 2.2 = = 22,08 Rata-rata = = 22,3
94,35 3

64,7 × 33,6 64,7 × 33,1


Sampel 3.1 = = 23,04 Sampel 3.3 = = 22,69
94,35 94,35
64,7 × 32,6 23,04+22,35+22,6
Sampel 3.2 = = 22,35 Rata-rata = = 22,6
94,35 3

B. Uji Organoleptik
1. Sampel 1 Warna
Jumlah = 3 + 3 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 + 3 + 4 + 4 + 4 + 4 + 2 = 52

52
Rata-rata = = 3,46
15

2. Sampel 1 Tekstur
Jumlah = 4 + 4 + 4 + 5 + 3 + 3 + 3 + 4 + 3 + 4 + 4 + 4 + 5 + 4 + 3 = 61

61
Rata-rata = 15= 4,06

3. Sampel 1 Aroma
Jumlah = 3 + 3 + 5 + 4 + 3 + 3+ 4 + 4 + 3 + 3 + 3 + 3 + 2 + 3 + 3 = 49

49
Rata-rata = 15= 3,26

4. Sampel 1 Rasa
Jumlah = 4 + 4 + 5 + 4 + 4 + 3 + 5 + 4 + 3 + 5 + 3 + 3 + 4 + 4 + 2 = 57

57
Rata-rata = 15= 3,8

5. Sampel 2 Warna
Jumlah = 4 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 4 + 2 + 3 + 2 + 4 + 3 + 4 + 2 + 4 = 47

47
Rata-rata = 15= 3,13

6. Sampel 2 Tekstur
Jumlah = 4 + 3 + 3 + 3 + 3 + 4 + 3 + 2 + 3 + 2 + 4 + 3 + 3 + 3 + 5 = 48

48
Rata-rata = 15= 3,2

7. Sampel 2 Aroma
Jumlah = 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 4 + 3 + 2 + 3 + 3 + 4 + 3 + 3 + 3 + 4 = 50

50
Rata-rata = 15= 3,33

8. Sampel 2 Rasa
Jumlah = 3 + 4 + 3 + 3 + 3 + 4 + 5 + 3 + 4 + 2 + 4 + 3 + 4 + 2 + 3 = 50

50
Rata-rata = 15= 3,33

9. Sampel 3 Warna
Jumlah = 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 5 + 4 + 4 + 4 + 4 + 5 = 58

58
Rata-rata = 15= 3,86

10. Sampel 3 Tekstur


Jumlah = 4 + 3 + 3 + 4 + 3 + 3 + 4 + 4 + 4 + 2 + 2 + 5 + 4 + 3 + 3 = 51

51
Rata-rata = 15= 3,6

11. Sampel 3 Aroma


Jumlah = 4 + 3 + 3 + 4 + 5 + 4 + 3 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 5 + 4 = 59
59
Rata-rata = 15= 3,9

12. Sampel 3 Rasa


Jumlah = 4 + 2 + 2 + 2 + 5 + 4 + 4 + 4 + 3 + 4 + 2 + 3 + 4 + 3 + 2 = 48

48
Rata-rata = 15= 3,2

Anda mungkin juga menyukai