Anda di halaman 1dari 2

Perlu langkah-langkah taktis dan strategis (jangka panjang) agar aksi boikot tidak semakin meluas

dan merugikan perusahaan. Ini berlaku umum untuk brand yang mengalami krisis dan sedikit bisa
disesuaikan dengan konteks yang terjadi.

Pertama, katrol aspek kemanusiaan.

Penjaja Sari Roti door to door dengan gerobak sepeda adalah satu kekuatan yang mestinya
diberdayakan untuk menyelamatkan Sari Roti dari kondisinya saat ini. Gerobak sepeda
tersebut sangat kental dengan human interest yang kemudian mesti dikonversi menjadi public
interest, menggelinding menjadi opini positif.

Metode ini sukses dilakukan GoJek dengan konsistensi tim PR mereka memunculkan kisah-
kisah dramatis pengemudinya menjadi konsumsi media hingga menjadi perbicangan publik.
Konten marketing GoJek yang menonjolkan human interest bahkan banyak yang viral.

Selain GoJek, Aqua (Danone) termasuk perusahaan food and beverage yang kreatif dan
cerdas melakukan hal ini. Misalnya memunculkan kampanye unik #TemukanIndonesiamu
melalui pembaharuan kemasan atau #AdaAqua dengan plesetan salah fokus yang kini
popular.

Sari Roti bisa saja menggelar lomba memasak roti yang melibatkan bapak-bapak atau anak-
anak, lomba makan roti dan cara-cara unik dan kreatif lainnya yang memiliki sentuhan
kemanusiaan dan hiburan yang cenderung mudah viral di era gelombang sosial media dan
digital marketing.

Kedua, berdayakan brand evangelist.


#BoikotSariRoti terjadi bukan karena kualitas produk yang buruk, tapi karena menyakiti
sebagian publik. Faktor emosional. Artinya, keunggulan utama Sari Roti, yakni kualitas
sebagai komponen dan identitas utama brand, masih bisa dijual. Kecuali memang ada yang
serius meruntuhkan Sari Roti dengan mencari dan membongkar aib kualitas produk, itu lain
cerita.

Sebagai market leader, Sari Roti memiliki ekuitas brand yang baik dan tentu saja masih
ditopang oleh konsumen loyal. Konsumen loyal ini perlu dipancing untuk berbicara banyak
tentang keunggulan Sari Roti, sesuatu yang memang nyata adanya. Mereka adalah advokat
yang siap membela brand tanpa harus dibayar. Ada strategi-srategi yang perlu dilakukan agar
mereka mau berbicara. Termasuk mengamplifikasi suara mereka agar terdengar nyaring di
media sosial. Amplifikasi tersebut bisa terjadi dengan inisiatif dari Sari Roti menciptakan
saluran, misalnya lomba live Tweet event, launching varian produk baru misalnya.

Ketiga, gunakan saluran-saluran komunikasi formal. Berbeda dengan dua hal di atas yang di-
setting organik dan sebaiknya menggunakan saluran new media seperti sosial media, yang
ketiga ini harus resmi. Sari Roti misalnya bisa berbicara mengenai diversifikasi hingga
bahan-bahan yang digunakan untuk produknya yang kemudian disiarkan melalui rilis ke
media-media tradisional seperti surat kabar. Tidak harus model advertorial, bisa dalam
bentuk news yang dikemas menarik. Dengan demikian, perbincangan positif tentang Sari Roti
masih terus ada, mengimbangi ajakan boikot yang terus menggelinding entah sampai kapan.

Anda mungkin juga menyukai