Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

Glaukoma Primer Sudut Terbuka

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin
Banda Aceh

Oleh:

Fahmi Abdul Azis


1607101030034

Pembimbing:

dr. Lia Meutia Zaini, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Glaukoma Primari Sudut Terbuka”. Shalawat beserta salam penulis
sampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia ke
masa yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata
RSUD dr.Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh. Ucapan
terima kasih serta penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada dr. Lia
Meutia, Sp.M. yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam
penulisan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis dan bagi semua pihak khususnya di bidang kedokteran dan berguna
bagi para pembaca dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran
pada umumnya dan ilmu kesehatan mata khususnya. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak untuk laporan kasus ini.

Banda Aceh, Febuari 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1 Definisi Esotropia ........................................................................ 6
2.2 Etiologi Esotropia ........................................................................ 6
2.3 Tanda Esotropia ........................................................................... 7
2.4 Kalsifikasi Esotropia ................................................................... 8
BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 21
BAB IV LAPORAN KASUS ....................................................................... 22
4.1 Identitas Pasien ............................................................................. 22
4.2 Anamnesis .................................................................................... 22
4.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................................ 23
4.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 25
4.5 Diagnosis ........................................................................................ 26
4.6 Tatalaksana .................................................................................... 26
4.7 Prognosis ....................................................................................... 26
BAB V ANALISA KASUS ......................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 30

3
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan


pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.

Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai sudut terbuka atau sudut tertutup


dan sebagai primer atau sekunder. Perbedaan glaukoma sudut terbuka dan sudut
tertutup merupakan hal yang penting untuk menentukan terapi. Konsep glaukoma
primer dan sekunder juga berguna, namun itu menggambarkan kurangnya
pengetahuan kita tentang mekanisme yang mendasari proses dari glaukoma.
Glaukoma sudut terbuka diklasifikasikan sebagai primer saat tidak didapatkan
penyebab secara anatomis yang mendasari dari kejadian yang menyebabkan
obstruksi aliran keluar akuos dan peningkatan TIO dapat ditemukan.

Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) dapat didefinisinikan sebagai


optik neuropati anterior yang kronik, progresif, yang mempunyai karakteristik
papil nervus optikus yang mencekung/cupping dan atrofi, defek lapang pandang,
sudut terbuka, dan tidak didapatkan penyebab yang jelas baik kondisi okular
maupun sistemik. POAG biasanya bilateral, bisa asimetris dan progresifitasnya
lambat. Pada kebanyakan kasus, TIO meningkat diatas kisaran normal,
menggambarkan adanya hambatan pada fasilitas aliran keluar akuos humor.
Walaupun peningkatan TIO bukan penyebab dari seluruh kerusakan pada POAG,
namun itu merupakan faktor resiko yang paling besar

Diperkirakan pada tahun 2020 hampir 58,5 juta orang di seluruh dunia
menderita glaukoma. Hampir setengah dari jumlah ini (47%) dari penderita
POAG berada di Asia sementara 24% diderita oleh penduduk eropa. Prevalensi
rata-rata POAG diperkirakan sebesar 1,96%. Wanita tampaknya meliputi lebih
dari 55% dari pasien dengan POAG karena angka harapan hidup yang lebih
panjang dibandingkan laki-laki.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI GLAUKOMA

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan


pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma
dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.
2.1.1 Fisiologi Humor Aquos

Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aquos dan


tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aquos merupakan cairan
jernih yang mengisi kamera okuli anterior dan posterior. Volume humor aquos
sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya 2,5 µL/menit. Komposisi humor
aquos hampir sama dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat,
piruvat, laktat, protein, dan glukosa.
Humor aquos merupakan media refrakta jadi harus jernih. Sistem
pengeluaran humor aquos terbagi menjadi 2 jalur, yaitu sebagian besar melalui
sistem vena dan sebagian kecil melalui otot ciliaris.

Pada sistem vena, humor aquos diproduksi oleh prosesus ciliaris masuk
melewati kamera okuli posterior menuju kamera okuli anterior melalui pupil.
Setelah melewati kamera okuli anterior cairan humor aquos menuju trabekula
meshwork ke angulus iridokornealis dan menuju kanalis Schlemm yang akhirnya
masuk ke sistem vena. Aliran humor aquos akan melewati jaringan trabekulum
sekitar 90 %. Sedangkan sebagian kecil humor aquos keluar dari mata melalui
otot siliaris menuju ruang suprakoroid untuk selanjutnya keluar melalui sklera
atau saraf maupun pembuluh darah. Jalur ini disebut juga jalur uveosklera (10-
15%).

5
2.1.2 Klasifikasi Glaukoma

Glaukoma Primer

a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer

Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang


kuat. Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork
sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang
menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma
primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem
trabekulum dan kanalis schlemm.

b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer

Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi


anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler
karena sumbatan aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork
oleh iris perifer.

Glaukoma Sekunder

Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma sekunder merupakan


manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan
paling sering disebabkan oleh uveitis.

6
Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat
gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital
seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora
dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma
kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera
okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat
berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital).

2.1.3 Patofisiologi Glaukoma

Penurunan penglihatan pada glaukoma terjadi karena adanya apoptosis sel


ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akson di nervus optikus. Diskus optikus menjadi
atrofi disertai pembesaran cawan optik. Kerusakan saraf dapat dipengaruhi oleh
peningkatan tekanan intraokuler. Semakin tinggi tekanan intraokuler semakin
besar kerusakan saraf pada bola mata. Pada bola mata normal tekanan intraokuler
memiliki kisaran 10-22 mmHg. Tekanan intraokuler pada glaukoma sudut
tertutup akut dapat mencapai 60-80 mmHg, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai dengan edema kornea dan
kerusakan nervus optikus.

A. Glaukoma Sudut Terbuka Primer

1. Pengertian

Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) dapat didefinisinikan sebagai


optik neuropati anterior yang kronik, progresif, yang mempunyai karakteristik
papil nervus optikus yang mencekung/cupping dan atrofi, defek lapang pandang,
sudut terbuka, dan tidak didapatkan penyebab yang jelas baik kondisi okular
maupun sistemik. POAG biasanya bilateral, bisa asimetris dan progresifitasnya
lambat. Pada kebanyakan kasus, TIO meningkat diatas kisaran normal,
menggambarkan adanya hambatan pada fasilitas aliran keluar akuos humor.

7
Walaupun peningkatan TIO bukan penyebab dari seluruh kerusakan pada POAG,
namun itu merupakan faktor resiko yang paling besar.

2. Klasifikasi

Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai sudut terbuka atau sudut tertutup


dan sebagai primer atau sekunder. Perbedaan glaukoma sudut terbuka dan sudut
tertutup merupakan hal yang penting untuk menentukan terapi. Konsep glaukoma
primer dan sekunder juga berguna, namun itu menggambarkan kurangnya
pengetahuan kita tentang mekanisme yang mendasari proses dari glaukoma.
Glaukoma sudut terbuka diklasifikasikan sebagai primer saat tidak didapatkan
penyebab secara anatomis yang mendasari dari kejadian yang menyebabkan
obstruksi aliran keluar akuos dan peningkatan TIO dapat ditemukan. Etiologi
biasanya berhubungan dengan abnormalitas pada matriks ekstraselular trabekulum
meshwork dan pada sel trabekulum di daerah jukstakanalikular, walaupun juga
terdapat pendapat yang lain. Sel trabekular dan matriks ekstraselular sekelilingnya
belum dimengerti secara baik, dan pemahaman ilmu dasar tentang struktur alur
keluar akuos humor meningkat secara konstan. Glaukoma diklasifikasikan sebagai
sekunder saat terdapat abnormalitas dan memiliki peran yang penting pada
patogenesis yang dapat menjelaskan terjadinya kelainan ini.

Dengan adanya perkembangan pemahaman yang spesifik dari


abnormalitas genetik dan biokimia dari jalur keluar akuos, pembagian secara
klasik tersebut dapat dirombak kembali

8
Gambar. (A) Aliran humor aqueus pada glaukoma sudut terbuka, (B) Aliran
humor aqueus pada glaukoma sudut tertutup

3. Epidemiologi

Diperkirakan pada tahun 2020 hampir 58,5 juta orang di seluruh dunia
menderita glaukoma. Hampir setengah dari jumlah ini (47%) dari penderita
POAG berada di Asia sementara 24% diderita oleh penduduk eropa. Prevalensi
rata-rata POAG diperkirakan sebesar 1,96%. Wanita tampaknya meliputi lebih
dari 55% dari pasien dengan POAG karena angka harapan hidup yang lebih
panjang dibandingkan laki-laki.

4. Lapisan Serabut Sel Ganglion

Nervus optikus dimulai dari sel ganglion retina, yang terdapat pada lapisan
paling dalam retina (lapisan sel ganglion). Sel ganglion retina menerima

9
rangsangan dari sel bipolar dan sel amakrin dan memproyeksikan akson ke arah
vitreous.

Akson sel ganglion berjalan di lapisan serabut saraf di atas membrana


limitan interna menuju ke arah papil nervus optikus dalam bentuk arkuata. Serabut
saraf yang berada di temporal retina (yang memberikan lapang pandang nasal)
berjalan menjauh dari fovea, dan saat berada di retina nasal, serabut ini berbelok
arah ke papil nervus optikus, memasuki bagian superior dan inferior papil.
Serabut dari separuh nasal makula, membentuk jaras papilomakular, memasuki
papil nervus optikus dari temporal.

Fovea merupakan bagian yang tidak memiliki lapisan serabut saraf dan
retina bagian dalam dan sel ganglion berada di luar slope fovea. Akson sel
ganglion perifer meneruskan jalur arkuata ke nervus optikus terbagi dorso/ventral
melalui meridian horisontal

Papil nervus optikus, lebih khususnya bagian lamina sklera dari papil,
dianggap merupakan tempat terjadinya kerusakan akson primer. Hal ini telah
diobservasi pada berbagai percobaan pada primata dan mata manusia dengan
POAG yang di enukleasi. Struktur dan sistem ortograde dan retrograde dari
transport intraaksonal secara histologis terganggu pada lokasi laminar dari
perjalanan akson ini. Kerusakan retrograde terjadi pada badan sel ganglion retina
kurang lebih 4 minggu kemudian, dan hilangnya akson distal yang berjalan
menuju otak terjadi dalam 1 minggu dalam bentuk degenerasi Wallerian. Pada
level biokimia, neurotoksik serta enzim glial-toxic nitric oxide juga terdapat pada
papil nervus optikus. Teori patogenesis glaukoma harus mempertimbangkan
lokasi spesifik yang berada di lamina cribosa untuk tanda awal kerusakan aksonal.

Lokasi kerusakan lain pada glaukoma terjadi pada populasi sel ganglion
retina dan astroglia. Kadar glutamat intraretinal atau intravitreal yang neurotoksik
terhadal sel ganglion retina dihipotesiskan berperan pada kerusakan glaukoma.
Hilangnya sel ganglion retina kurang lebih 25% dapat menyebabkan kelainan
papillar aferen, sel ganglion retina hilang kurang lebih 35% baru dapat terdeteksi
kerusakan pada perimetri computerized treshold white-on-white, dan hilangnya
sel ganglion retina 40% diperlukan sebelum terjadi kerusakan yang lebih parah

10
Zimmerman et al., menyatakan bahwa kerusakan glaukoma pada dasarnya
terjadi pada RGC, yang terdapat paling banyak di daerah peri-makular (dimana
merupakan lapisan retina dengan lapisan sel ganglion lebih dari satu lapis).
Sehingga, perubahan glaukoma yang menyebabkan kematian RGC secara
potensial menyebabkan pengurangan ketebalan retina makula.(makular dan
retinal). Hilangnya ketebalan retina dalam jumlah besar (sampai 34%) dideteksi
pada polus posterior pada pasien dengan glaukoma sehubungan dengan kerusakan
sel ganglion dan RNFL.

Kerusakan primer pada glaukoma memang belum dapat dijelaskan secara


pasti, apakah kerusakan pada papil nervus optikus yang menyebabkan kematian
sel ganglion retina atau kematian sel ganglion retina yang menyebabkan
perubahan yang terjadi pada nervus optikus.

Sahli dan Tekeli pada tahun 2012 menemukan bahwa ketebalan rata-rata
seluruh ketebalan seluruh RNFL, ketebalan rata-rata di keempat kuadran dan di
area jam 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 lebih rendah pada pasien POAG daripada
pasien hipertensi okuli. Area-area jam tersebut sesuai dengan kuadran superior,
inferior dan temporal. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Bowd et al.

2.1.4. Penilaian Glaukoma

1. Tonometri

Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang


menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi
biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu.
Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan
cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan
intraokuler bola mata juga rendah.

Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena


cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan
tanpa komponen elektrik.

Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia


lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma

11
sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang
normal pada saat pertama kali diperiksa.

Penilaian Diskus Optikus

Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada


pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga
tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.

Pemeriksaan Lapangan Pandang

Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat


lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat
menggunakan automated perimeter.

Gonioskopi

Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan


lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi
secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan
menilai lebar sudut kamera okuli anterior.

2.2. TERAPI MEDIKAMENTOSA

Supresi Pembentukan Humor Aqueus

1. Golongan β-adrenergik Bloker

Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan


kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic bloker

12
misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol
dan lain-lain.

Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1 atau β2.


Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan
pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat menurunkan
tekanan intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik terletak pada
epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan
inflow humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-reseptor
sehingga menurunkan produksi humor aquos.

Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan


pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma
mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki
waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal
untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.

Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan


kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma
inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.

2. Golongan α2-adrenergik Agonis

Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif


dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya
apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan
aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan
tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.

Farmakokinetik dari pemberian apraklonidin 1% dalam waktu 1 jam dapat


menghasilkan penurunan tekanan intraokuler yang cepat paling sedikit 20% dari

13
tekanan intraokuler awal. Efek maksimal dari apraklonidin dalam menurunkan
tekanan intraokuler dapat terjadi sekitar 3-5 jam setelah pemberian terapi.

Indikasi penggunaan apraklonidin untuk mengontrol peningkatan akut


tekanan intraokuler pasca tindakan laser. Sedangkan kontraindikasi pemakaian
obat ini apabila pasien dengan mono amin oksidase (MAO) dan trisiklik depresan
karena mempengaruhi metabolisme dan uptake katekolamin.

3. Penghambat Karbonat Anhidrase

a. Asetasolamid Oral

Asetasolamid oral merupakan obat yang sering di gunakan karena dapat


menekan pembentukan humor aquos sebanyak 40-60%. Bekerja efektif dalam
menurunkan tekanan intraokuler apabila konsentrasi obat bebas dalam plasma
±2,5 µM.16,18 Apabila diberikan secara oral, konsentrasi puncak pada plasma
dapat diperoleh dalam 2 jam setelah pemberian dapat bertahan selama 4-6 jam dan
menurun dengan cepat karena ekskresi pada urin.

Indikasi asetasolamid terutama untuk menurunkan tekanan intraokuler,


mencegah prolaps korpus vitreum, dan menurunkan tekanan introkuler pada
pseudo tumor serebri. Kontraindikasi relatif untuk sirosis hati, penyakit paru
obstruktif menahun, gagal ginjal, diabetes ketoasidosis dan urolithiasis.

Efek samping yang paling sering dikeluhkan parastesi dan inisial diuresis,
sedangkan efek lain yang dapat muncul apabila digunakan dalam jangka lama
antara lain metalic taste, malaise, nausea, anoreksia, depresi, pembentukan batu
ginjal, depresi sumsum tulang, dan anemia aplastik.

b. Penghambat Karbonat Anhidrase Topikal Penghambat karbonat


anhidrase topikal bersifat larut lemak sehingga bila digunakan secara topikal daya
penetrasi ke kornea relatif rendah. Pemberian dorsolamid topikal akan terjadi
penetrasi melalui kornea dan sklera ke epitel tak berpigmen prosesus siliaris
sehingga dapat menurunkan produksi humor aqueus dan HCO3- dengan cara
menekan enzim karbonik anhidrase II. Penghambat karbonik anhidrase topikal
seperti dorsolamid bekerja efektif menurunkan tekanan intraokuler karena
konsentrasi di prosesus siliaris mencapai 2-10µM. Penghambat karbonat

14
anhidrase topikal (dorsolamid) dapat menurunkan tekanan intraokuler sebesar 15-
20%.

Indikasi pemberian untuk mengontrol glaukoma baik jangka pendek maupun


jangka panjang, sebagai obat tunggal atau kombinasi. Indikasi lain untuk
mencegah kenaikan tekanan intraokuler pasca bedah intraokuler. Efek samping
lokal yang dijumpai seperti mata pedih, keratopati pungtata superfisial, dan reaksi
alergi. Efek samping sistemik jarang dijumpai seperti metalic taste, gangguan
gastrointestinal.

15
Mekanisme Cara Pemberian

Kolinomimetik Kontraksi otot siliaris, Tetes topikal atau gel


Pilokarpin, karbakol, membuka trabekula
fistotigmin, ekotiofat, meshwork, meningkatkan
demekarium aliran keluar humor aquos

Agonis α Tidak selektif Meningkatkan aliran Tetes topikal


Epinefrin, dipivefrin keluar humor aquos

Agonis α Selektif Menurunkan sekresi


Topikal setelah operasi
Apraklonidin, brimodinin cairan humor aquos
atau laser

β adrenergik bloker Menurunkan sekresi Tetes topikal


Timolol maleat, cairan humor aquos di
betaksolol, karteolol, epitel siliaris
levobunolol, metipranolol

Diuretik Dorsolamid, Menurunkan sekresi Topikal


brinsolamid humor aquos karena tidak
ada HCOᶾ- Penghambat
Asetasolamid
karbonat anhidrase aktif Oral

topikal pada uji klinik

Prostaglandin Latanopros, Meningkatkan aliran Topikal


bimatopros, travopros, keluar humor aquos
unoprostone

16
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) dapat didefinisinikan sebagai


optik neuropati anterior yang kronik, progresif, yang mempunyai karakteristik
papil nervus optikus yang mencekung/cupping dan atrofi, defek lapang pandang,
sudut terbuka, dan tidak didapatkan penyebab yang jelas baik kondisi okular
maupun sistemik. POAG biasanya bilateral, bisa asimetris dan progresifitasnya
lambat. Pada kebanyakan kasus, TIO meningkat diatas kisaran normal,
menggambarkan adanya hambatan pada fasilitas aliran keluar akuos humor.
Walaupun peningkatan TIO bukan penyebab dari seluruh kerusakan pada POAG,
namun itu merupakan faktor resiko yang paling besar.

Penyebab glaukoma biasanya berhubungan dengan abnormalitas pada


matriks ekstraselular trabekulum meshwork dan pada sel trabekulum di daerah
jukstakanalikular, walaupun juga terdapat pendapat yang lain. Sel trabekular dan
matriks ekstraselular sekelilingnya belum dimengerti secara baik, dan pemahaman
ilmu dasar tentang struktur alur keluar akuos humor meningkat secara konstan.

Analog prostaglandin dan beta adrenergic antagonist merupakan terapi


farmakologi yang paling sering digunakan untuk menurunkan TIO pada pasien
dengan glaukoma. Timolol maleat merupakan β-adrenergik non selektif baik β1
atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila
diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler. Timolol dapat
menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%. Reseptor β- adrenergik terletak
pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan
meningkatkan inflow humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclase-
reseptor sehingga menurunkan produksi humor aquos.

17
BAB IV
LAPORAN KASUS

4. 1 Identitas Pasien
Nama : Asni
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Suku : Aceh
Alamat : Aceh Barat
CM : 1-14-76-92
Tanggal Masuk : 07 Maret 2018
Tanggal Pemeriksaan : 07 Maret 2018

4.2 Anamnesis
Keluhan utama : Mata berdenyut- denyut
Keluhan tambahan : Sakit kepala, pengelihatan berkurang
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien perempuan 70 tahun datang ke poli mata dengan keluhan mata terasa
berdenyut – denyut yang dialami sejak 1 tahun terakhir pada kedua mata.
Pasien merasakan keluhan semakin memberat dalam 3 bulan terakhir
sebelum datang ke poli klinik mata di RSUDZA. Awalnya keluhan tidak
disertai penurunan pengelihatan, lama kelamaan keluhan penurunan
dikeluhkan hingga mata kiri hanya dapat melihat bayangan cahaya.
Sebelumnya pasien sudah berobat di rumahsakit daerah dan hanya diberikan
obat tetes. Riwayat sering sakit kepala dikeluhkan. Riwayat muntah tidak
ada. Riwayat trauma tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat penggunaan kacamata (-)
Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat Diabetes Mellitus (+)

18
Riwayat hipertesi (-)
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit mata
Riwayat kebiasaan sosial :
Pasien merupakan pensiunan guru, dan sehari – hari suka menjahit.
4.3 Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperatur : 36,70C

2. Status Oftalmologis
1. Uji Hiscberg :

2. Uji Pursuit :
OD = normal OS = Normal
(+) (+)
(+) (+) (+) (+)

(-) (+) (+) (+)

(+) (+) (+) (+)


(+) (+)

19
3. Pemeriksaan Visus :
VOS: 5/21 VOD: 1/300

4. Pemeriksaan Segmen Anterior:


Bagian Mata OD OS
Palpebra Superior Tenang Tenang
Palpebra Inferior Tenang Tenang
Konjungtiva Tarsal Tenang Tenang
Superior
Konjungtiva Tarsal Tenang Tenang
Inferior
Konjungtiva Bulbi Tenang Subkonjungtiva
hemorage
Kornea Jernih/ Arkus senilis (+) Jernih/ Arkus senilis (+)
COA Dalam Dalam
Pupil Bulat isokor, RCL (+), Bulat isokor, RCL (+),
RCTL (+) RCTL (+)
Iris Normal Normal
Lensa Keruh Keruh

4.4 Pemeriksaan Penunjang


Tonometri
OD : 20,6
OS : 37,3
4.5 Diagnosis Kerja:
Glaukoma POAG

20
4.6 Penatalaksanaan
 Glaupen 0,01% 0,6 ml 1x1gtt ods
 Hyaloph ed 6 x 1 gtt ods
 Azopt 1% 3 x 1 ods
 Isotic adretor tts mata 0,25% 2 x 1gtt ods
4.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

21
BAB V
ANALISA KASUS

Pasien perempuan usia 70 tahun datang ke poli mata dengan keluhan mata
terasa berdenyut – denyut yang dialami sejak 1 tahun terakhir pada kedua mata.
Pasien merasakan keluhan semakin memberat dalam 3 bulan terakhir sebelum
datang ke poli klinik mata di RSUDZA. Diperkirakan pada tahun 2020 hampir
58,5 juta orang di seluruh dunia menderita glaukoma. Hampir setengah dari
jumlah ini (47%) dari penderita POAG berada di Asia sementara 24% diderita
oleh penduduk eropa. Prevalensi rata-rata POAG diperkirakan sebesar 1,96%.
Wanita tampaknya meliputi lebih dari 55% dari pasien dengan POAG karena
angka harapan hidup yang lebih panjang dibandingkan laki-laki.

Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang


kuat. Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork
sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase humor aquos yang
menyebabkan peningkatan takanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma
primer sudut terbuka terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem
trabekulum dan kanalis schlemm.

Dalam kasus . Awalnya keluhan tidak disertai penurunan pengelihatan,


lama kelamaan keluhan penurunan dikeluhkan hingga mata kiri hanya dapat
melihat bayangan cahaya. Sebelumnya pasien sudah berobat di rumahsakit daerah
dan hanya diberikan obat tetes. POAG biasanya bilateral, bisa asimetris dan
progresifitasnya lambat. Pada kebanyakan kasus, TIO meningkat diatas kisaran
normal, menggambarkan adanya hambatan pada fasilitas aliran keluar akuos
humor. Walaupun peningkatan TIO bukan penyebab dari seluruh kerusakan pada
POAG, namun itu merupakan faktor resiko yang paling besar.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan tonometri dan ditemukan TIO pada od


: 20,6 pada os : 37,2. Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler
yang menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat
mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-
masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di

22
hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien
tekanan intraokuler bola mata juga rendah.

Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena


cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan
tanpa komponen elektrik.

Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia


lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma
sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang
normal pada saat pertama kali diperiksa.

Pada kasus pasien di berikan isotik adretor yaitu golongan timolol untuk
menurunkan TIO pada mata pasien. Timolol maleat merupakan β-adrenergik non
selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik,
sehingga apabila diteteskan pada mata dapat mengurangi tekanan intraokuler.
Timolol dapat menurunkan tekanan intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β-
adrenergik terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas
sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos melalui proses komplek
enzim adenyl cyclase-reseptor sehingga menurunkan produksi humor aquos.

Farmakodinamik golongan β-adrenergic bloker dengan cara menekan


pembentukan humor aquos sehingga tekanan intraokuler dapat turun. Sedangkan
farmakokinetiknya sebagian besar diserap dengan baik oleh usus secara peroral
sehingga bioavaibilitas rendah , dan memiliki kadar puncak dalam plasma
mencapai 1 sampa 3 jam. Kebanyakan golongan β-adrenergic bloker memiliki
waktu paruh antara 3 sampai 10 jam. Waktu ekskresi yang dibutuhkan ginjal
untuk mengeluarkan obat golongan ini dapat diperpanjang apabila terdapat
hambatan aliran darah yang menuju ke hati atau hambatan enzim hati.

Penggunaan obat golongan ini dalam jangka lama dapat mengakibatkan


kontraindikasi berupa obstruksi jalan napas kronik. Indikasi pemakaian diberikan
pada pasien glaukoma sudut terbuka sebagai terapi inisial baik secara tunggal atau
kombinasi terapi dengan miotik. Indikasi lainnya dapat diberikan pada glaukoma
inflamasi, hipertensi okuler dan glaukoma kongenital.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology Basic Science and Clinical Course


Section 3: Clinical Optics, San Francisco: American Academy of
Opthalmology.
2. Agarwal R., 2009, Current Concepts in the Pathophysiology of Glaucoma,
Indian, J Ophthalmol, 57: 257-66.
3. Cioffi, G.A., Durcan, F.J., Girkin, C.A., Gross R.L., Netland, P.A.,
Samples, J.R., 2009-2010, Glaucoma, Singapore: American Academy of
Ophthalmology.
4. Either C.R., 2002, The inner wall of Schlemm’s Canal, Exp eye res 74(2): 161.
5. Foster P.J., Oen F.T., Machin D, 2002. The definition and classification of
glaucoma in prevalence surveys.Br J Opthalmol; 86: 238 –246.
6. Giaconi, J.A., Law, S.K., Coleman, A.L., Caprioli, J., 2010, Pearls of
Glaucoma Management, Los Angles : Springer, 195-199.
7. Gorrol, A.H., Mulley, A.G., 2009, Primary Care Medicine Office Evaluation and
Management of the Adult Patient, 6th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams
& wilkins, 1336 – 1351.
8. Kulkarni, M.D., Morge, A.S., Doifode, S.M., 2013, Preserved to
preservative free prostaglandin analogues in primary open angle
glaucoma, Int J Basic Clin Pharmacol, 696-704.
9. MacEwen CJ, Lymburn EG, Ho WO. Is the maximum hyperopic
correction necessary in children with fully accommodative esotropia? Br J
Ophthalmol. 2008; 92: 1329-1332.
10. Kwon, Y.H., Fingeret, M.D., Kuehn, M.H., Alward, W.L.M., 2009,
mechanisms of Disease: Primary Open Angle Glaucoma, Engl J Med,
360:1113- 1124..
11. Shaarawy, T.M., Sherwood, M.B., Hitchings, R.A., Crowsto, J.G., 2009,
Glaucoma Volume One : Medical Diagnosis & Therapy, United State: Elsevier
Science, 59 – 60.
12. Stamper, R.L., Lieberman, M.F., Drake, M.V., 2009, Becker-shaffer’s
Diagnosis and Therapy of the Glaucomas, China: Mosby Elsevier, 1,247 –
250.
13. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P., 2008, General
Ophthalmology, dalam : Suyono, Y.J., (Ed), Oftalmologi Umum, Jakarta :
Widya Medika, 220 – 238.
14. Soeroso, A., 2007, The Role of IL-10 Cytokine in Increase Intraocular
Pressure on Primary Open Angle Glaucoma, J oftalmologi indonesia, vol.
5, 124 – 137.
15. Simmons, S.T., 2008, Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamic,
dalam : Tanaka, S., (Ed). Glaucoma, Singapore : American Academy of
Ophthalmology, 17-29.
16. Riordan-eva, P., Whitcher, J.p., 2010, Vaughan & Asbury’s General
Ophtalmology 17th Edition, United States of America : McGraw-Hill
Companies, 36 – 38, 212 – 223.
17. Olver, J., Cassidy, L., 2009, Ophthalmologyat a Glance, Australia:
Blackwell Science, 36-37.

24

Anda mungkin juga menyukai