BAB II (Landasan Teori)
BAB II (Landasan Teori)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Taman Tambang Air Laya Bulan September 2016 di PT Bukit Asam (Persero)
Tbk. Berisi tentang Kegiatan pengupasan lapisan overburden di Pit Taman
dengan menggunakan metode pengamatan serta perhitungan produktivitas
dengan perhitungan cycle time alat gali muat dan alat angkut. Target produksi
tercapai hanya sebesar 82% dari target produksi yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 925.187,2 BCM dari target produksi 1.120.000 BCM. Setelah
dilakukan perhitungan secara teoritis didapatkan produksi overburden sebesar
1.656.454,08 BCM untuk alat gali muat serta 1.405.890,89 BCM untuk alat
angkut. Upaya untuk mendapatkan produktivitas yang mencapai target
produksi alat gali muat dan alat angkut dilakukan dengan cara melakukan
pencegahan dan pengurangan terhadap hambatan-hambatan yang terjadi
terutama hambatan yang dapat di tekan, maka akan dapat meningkatkan waktu
kerja efektif, sehingga produksi akan meningkat menjadi 1.670.167,71 BCM
untuk alat muat dan 1.615.712,8 BCM untuk alat angkut.
3. Maia, Alves A, M (2012), dalam skripsi di Program Studi Teknik
Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta yang berjudul Kajian Teknis Alat
Gali Muat dan Alat Angkut dalam Upaya Memenuhi Sasaran Produksi
Pengupasan Lapisan Tanah Penutup pada Penambangan Batubara di PT Yustika
Utama Energi Kalimantan Timur. Berisi tentang kegiatan pengupasan tanah
penutup dengan metode back filling, pola pemuatan top loading dan single
back up. Dengan menggunakan 2 unit backhoe dan 5 unit alat angkut. Target
pengupasan sebesar 164.000 BCM/ bulan tetapi pencapaian produksi sebesar
114.566 BCM/ bulan. Tidak tercapainya target produksi lapisan tanah penutup
dikarenakan berkurangnya waktu kerja efektif yang disebabkan adanya
hambatan-hambatan yang dapat mengurangi waktu kerja yang telah disediakan.
Upaya yang dilakukan dengan cara meningkatkan waktu kerja efektif dengan
mengurangi waktu-waktu hambatan terjadi secara langsung dan dapat
mencapai produksi sebesar 164.000 BCM/bulan.
2.2 Batu Gamping (limestone)
Menurut Wardiyatmoko (2006) batugamping merupakan batuan sedimen
yang terdiri dari mineral kalsit dan aragonit dan merupakan dua varian yang
6
3. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengangkut atau
membawa material atau endapan bahan galian dari front penambangan dan dibawa
ketempat pengolahan untuk proses lebih lanjut. Kegiatan pengangkutan
9
4. Alat angkat, sebagai alat angkat pada beban tertentu dan pemindahan pada
jarak yang dekat (< 10 m).
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan excavator
adalah dalam hal kapasitas bucket, kondisi kerja, bisa menggali pada daerah yang
lunak sampai keras, tetapi bukan tanah asli berupa batuan keras. Bila batuan keras
perlu dilakukan ripping atau blasting terlebih dahulu.
2.4.2 Alat Angkut (Dump Truck)
Menurut Susy (2008), dump truck merupakan alat yang sangat efisien untuk
pengangkutan jarak jauh. Kelebihan dump truck dibandingkan alat lain :
1. Kecepatan lebih tinggi.
2. Kapasitas Besar.
3. Biaya operasional kecil.
4. Kebutuhanya dapat disesuaikan dengan kapasitas alat gali.
Namun, alat ini juga memiliki kekurangan dibanding alat lain karena dump
truck memerlukan alat lain untuk pemuatan. Dalam pemilihan ukuran dan
konfigurasi dump truck ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu material
yang akan diangkut dan excavator atau loader pemuat.
Dump truck tidak hanya digunakan untuk pengangkutan tanah tetapi juga
material-material lain. Dalam pengisian baiknya, dump truck memerlukan alat lain
seperti excavator dan loader. Karena dump truck sangat tergantung pada alat lain,
untuk pengisian material tanah perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Excavator merupakan penentu utama jumlah dump truck, sehingga tentukan
jumlah dump truck agar excavator tidak menunggu.
2. Jumlah dump truck yang menunggu jangan sampai lebih dari 2 unit.
3. Isi dump truck sampai kapasitas maksimum.
4. Untuk pengangkutan material beragam, material paling berat diletakan dibagian
belakang.
A. Klasifikasi dump truck
Dump truck diklasifikasikan berdasarkan faktor berikut :
1. Ukuran, tipe mesin dan bahan bakar.
2. Jumlah roda, as dan cara penyetiran.
3. Metode pembongkaran muatan.
4. Kapasitas.
5. Sistem pembongkaran.
Berdasarkan metode pembongkaran maka terdapat tiga jenis dump truck
yaitu : rear dump, bottom dump dan side dump.
a) Rear Dump
11
Rear dump terdiri dari dua jenis, yaitu rear dump truck dan rear dump
tractor wagon. Dari semua jenis dump truck maka rear dump truck adalah alat
yang paling sering dipakai. Dump truck mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan wagon karena dump truck lebih mampu jika harus bergerak pada jalan
menanjak. Cara kerja pembongkaran alat tipe ini adalah material dibongkar
dengan cara menaikkan bak bagian depan dengan sistem hidrolis. Rear dump
truck dipakai untuk mengangkut berbagai jenis material. Akan tetapi material
lepas seperti tanah pasir kering merupakan material umum yang diangkat oleh
dump truck. Material seperti batuan dapat merusak dump truck yang dipakai, oleh
karena itu, pemuatan material harus dilakukan secara hati-hati atau bak dump
truck dilapisi bahan yang tidak mudah rusak. Ukuran bak dump truck jenis ini
berkisar antara 25 sampai 250 ton.
b) Side Dump
Side dump truck mengeluarkan material yang diangkut dengan menaikkan
salah satu sisi bak ke samping. Saat dibongkar material harus memperlihatkan
distribusi material dalam bak. Kelebihan material pada salah satu sisi dapat
menyebabkan terjadinya jungkir pada saat pembongkaran material. Pada kondisi
dimana pembongkaran muatan dilakukan pada tempat yang sempit dan panjang
maka pemakaian dump truck dan tractor wagon jenis ini merupakan pilihan yang
tepat.
c) Bottom Dump
Umumnya bottom dump adalah semi trailer. Material yang diangkut oleh
bottom dump dikeluarkan melalui bagian bawah bak yang dapat dibuka ditengah-
tengahnya. Pintu bak adalah sisi bagian bawah yang memanjang dari depan ke
belakang, pintu-pintu tersebut digerakan secara hidrolis.
Bottom dump umumnya mengangkut material lepas seperti pasir, kerikil,
batuan sendimen, lempung kera dan lain-lain. Pembongkaran material dilakukan
pada saat kendaraan bergerak. Kelandaian permukaan dimana alat tersebut tidak
memungkinkan untuk daerah terjal.
B. Kapasitas Dump truck
Volume material yang diangkut harus dengan kapasitas dump truck. Jika
pengangkutan material oleh dump truck dilaksanakan melampaui batas
kapasitasnya maka hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi, seperti :
1. Konsumsi bahan bakar bertambah.
12
Menurut Tenriajeng (2003), dump truck adalah suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan material pada jarak menengah sampai jarak jauh (500 m atau
lebih). Muatannya diisikan oleh alat pemuat, sedangkan untuk membongkar
muatannya, alat ini dapat bekerja sendiri. Ditinjau dari besar muatannya, dump
truck dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu :
1. On high way dump truck, muatannya lebih kecil dari 20 m3.
2. Off high way dump truck, muatannya lebih besar dari 20 m3.
Dalam pemilihan dump truck, kapasitas dump truck yang dipilih harus
berimbang dengan alat pemuatnya. Jika perbandingan ini kurang proporsional,
maka ada kemungkinan alat pemuat ini banyak menunggu atau sebaliknya.
Kapasitas dan ukuran dump truck sangat bervariasi, oleh karena itu pemilihan
ukuran dump truck sangat penting karena dump truck besar atau kecil akan
memberikan beberapa keuntungan dan kerugian (Rostiyanti, 2002).
yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan operasi pengupasan serta alat
mekanis yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang,
bucket alat gali muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Alat angkut yang
telah terisi penuh segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya,
sehingga tidak terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat gali muatnya.
Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat gali
muat dan alat angkut, yaitu:
1. Pola pemuatan yang didasarkan pada keadaan alat gali muat yang berada di
atas atau di bawah jenjang dibagi menjadi 2 pola, yaitu :
a. Top Loading, yaitu pola pemuatan dimana posisi alat gali muat saat
melakukan penggalian berada di atas jenjang atau alat angkut berada di
bawah alat gali muat.
b. Bottom Loading, yaitu pola pemuatan dimana alat gali muat melakukan
penggalian dengan menempatkan dirinya di jenjang yang sama dengan
posisi alat angkut.
satu alat angkut sampai penuh setelah itu mengisi alat angkut kedua yang
sudah memposisikan diri di sisi lain.
Semakin keras jenis material yang dikerjakan dan semakin banyak kandung
air material maka produksi alat gali muat dan alat angkut akan semakin menurun.
Sifat-sifat material tersebut juga dapat berpengaruh terhadap fill factor.
2.6.4 Faktor Pengembangan
Menurut Partanto (1983), material di alam diperoleh dalam keadaan padat
dan terkonsolidasi dengan baik, sehingga kandungan rongga yang berisi udara
atau air antar butir dalam material di alam tersebut sangat sedikit. Sehingga
apabila material yang berada di alam tersebut terbongkar, maka akan terjadi
pengembangan volume (swell). Besarnya pengembangan volume tersebut dikenal
istilah yaitu swell factor.
Pengembangan volume suatu material perlu diketahui karena yang
diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada kondisi material sebelum
digali yang dinyatakan dalam bank volume atau volume insitu. Sedangkan
material yang ditangani adalah material yang telah mengalami pengembangan
(loose volume). Untuk mendapat nilai swell factor dapat digunakan Persamaan
2.5.
Vb .......................................................................... (2.6)
Fp 100%
Vd
Keterangan :
Vb = Volume nyata alat gali-muat (m3)
Vd = Volume teoritis alat gali muat (m3)
Faktor pengisian bucket alat gali muat tergantung dari material yang digali,
karena pada setiap menggali, bucket kadang terisi penuh dan tidak terlalu penuh.
Menurut spesifikasi alat gali muat, pembagian faktor pengisian ditunjukkan pada
Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Faktor pengisian Bucket
No. Material Fill Factor (%)
Keterangan :
CTm = waktu edar alat gali muat (detik)
Tm1 = waktu menggali (detik)
Tm2 = waktu ayunan bermuatan (detik)
Tm3 = waktu menumpahkan material (detik)
Tm4 = waktu ayunan kosong (detik)
Keterangan :
19
We .......................................................................(2.10)
Efisiensi kerja 100 %
Wt
Keterangan :
We = waktu kerja efektif (menit)
Wt = waktu kerja tersedia (menit)
Wd = total waktu hambatan dapat dihindari (menit)
Wtd = total waktu hambatan tidak dapat dihindari (menit)
W
AI 100 ...............................................................................(2.11)
%
WR
Keterangan :
AI = Ability Index (%)
W = jumlah jam kerja alat
R = jumlah jam untuk perbaikan
W didefinisikan sebagai waktu kerja yang benar–benar digunakan oleh
operator untuk mengoperasikan alat berat (waktu kerja efektif). R didefinisikan
sebagai waktu untuk perbaikan alat + waktu menunggu suku cadang (spare part)
+ waktu untuk perawatan preventif.
2. Physical Availability Percent
Merupakan catatan dari ketersediaan fisik atau operasi dari alat tersebut.
Physical Availability Percent dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.12.
W S
PA 100 ........................................................................(2.12)
%
W R S
Keterangan :
S = jumlah jam suatu alat tidak dipakai padahal dapat digunakan, sedangkan
tambang dalam keadaan beroperasi (standby hours)
W + R + S = jumlah seluruh jam dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi (jam
kerja tersedia)
Physical Availability Percent pada umumnya selalu lebih besar dari pada
Availability Index Precent. Tingkat efisiensi dari operasi naik jika nilai PA
mendekati nilai AI.
3. Use of Availability Percent
Menunjukkan berapa persen waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi pada saat ia dapat digunakan. Use of Availability Percent dapat
dihitung menggunakan Persamaan 2.13.
23
W ............................................................................(2.13)
UA 100 %
W S
W ....................................................................(2.14)
EU 100 %
W R S
Adapun penilaian dari hasil perhitungan nilai keserasian kerja alat gali muat
dan alat angkut yang diperoleh adalah sebagai berikut:
24
1. MF < 1, artinya:
a. Produksi alat angkut lebih kecil dari produksi alat gali muat.
b. Alat angkut bekerja 100 %, sehingga waktu tunggu alat angkut (Wta) = 0.
c. Alat gali muat bekerja kurang dari 100 %, sehingga terdapat waktu tunggu
bagi alat gali muat (Wtm) karena menunggu alat angkut belum datang.
Waktu tunggu alat muat dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.16.
Nm CTa
WTm .............................................................(2.16)
(CTm n)
Na
2. MF = 1, artinya:
a. Produksi alat angkut sama dengan produksi alat gali muat.
b. Alat gali muat dan angkut bekerja 100%, sehigga tidak terjadi waktu tunggu
dari kedua jenis alat tersebut.
3. MF > 1, artinya:
a. Produksi alat angkut lebih besar dari produksi alat gali muat.
b. Alat gali-muat bekerja 100%, sehingga tidak ada waktu tunggu bagi alat gali
muat (WTm = 0).
c. Alat angkut bekerja kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu alat
angkut (WTa). Waktu tunggu alat angkut dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.17.
Na (CTm n) ...............................................................(2.17)
WTa CTa
Nm
Secara perhitungan teoritis, produksi alat gali muat haruslah sama dengan
produksi alat angkut (produksi alat gali muat = produksi alat angkut), sehingga
perbandingan antara alat angkut dan alat gali muat mempunyai nilai satu.
2.6.10 Keadaan Cuaca
Keadaan cuaca menurut Partanto (1983) juga akan berpengaruh pada
produktivitas alat mekanis yang digunakan, seperti di Indonesia yang
menghambat pekerjaan adalah musim hujan, sehingga hari kerja menjadi pendek.
Hujan yang sangat lebat juga akan menyebabkan rusaknya jalan produksi yang
akan menimbulkan slippery, sehingga menyebabkan alat-alat tidak bekerja dengan
maksimal dan perlu pengeringan (drainase) serta perawatan jalan produksi yang
25
baik. Sebaliknya pada musim panas, akan timbul banyak debu yang dapat
menganggu kegiatan produksi. Hal lain terkait dengan keadaan cuaca, jika terlalu
panas atau terlalu dingin akan mengurangi efisiensi mesin-mesin yang digunakan.
3600 ............................................................(2.18)
Pgm Cb Bf Sf Eff
CTm
Keterangan :
Pgm = produksi alat gali muat (m3/jam)
CTm = waktu edar alat gali muat (detik)
Cb = kapasitas bucket alat gali muat (m3)
Bf = faktor isian mangkuk (%)
Sf = faktor pengembangan
Eff = efisiensi kerja alat gali muat (%)
2.7.2 Produktivitas Alat Angkut
Produktivitas alat angkut sangat dipengaruhi jumlah curah bucket alat gali
muat terhadap alat angkut. Semakin banyak jumlah curah bucket maka
produktivitas akan semakin besar. Jumlah curah bucket disesuaikan juga dengan
kapasitas alat angkut. Produktivitas alat angkut dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.19.
26
3600
Pa Ca Sf ..........................................................................(2.19)
Eff
CTa
Keterangan :
Pa = produksi alat angkut (m3/jam)
CTa = waktu edar alat angkut (detik)
Ca = kapasitas bak alat angkut ( n x Cb x Bf )
n = jumlah curah bucket alat gali muat terhadap alat angkut
Cb = kapasitas bucket alat gali muat (m3)
Bf = faktor isian mangkuk (%)
Sf = faktor pengembangan
Eff = efisiensi kerja alat angkut (%)
2.8 Estimasi Jumlah Alat yang dibutuhkan
Jumlah alat angkut yang dibutuhkan dapat dihitung dengan mengetahui hal-
hal seperti berikut:
a. Volume pekerjaan, dinyatakan dalam m3 atau ton.
b. Waktu penyelesaian pekerjaan, dinyatakan dalam jam kerja.
c. Taksiran kapasitas produksi alat yang digunakan, dinyatakan dalam m3/jam
atau ton/jam.
Dari ketiga data tersebut maka dapat dihitung jumlah alat yang dipelukan,
dengan menggunakan Persamaan 2.20.
...............................................................(2.20)
N= atau N =
Keterangan :
Vp = volume pekerjaan
Wp = waktu pekerjaan
Tvp = target volume pekerjaan
Kp = kapasitas produksi alat
Keterangan :
L = lebar jalan angkut minimum (m)
n = jumlah jalur
Wt = lebar alat angkut total (m)
Gambar 2.5 Lebar jalan angkut lurus untuk dua jalur (Suwandhi, 2004)
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada jalan angkut
pada jalan lurus. Untuk menghitung lebar jalan angkut dapat menggunakan
Persamaan 2.22 dan 2.23.
W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C........................................................... (2.22)
(U Fa Fb)
........................................................................ (2.23)
CZ
2
Keterangan :
W = lebar jalan angkut minimum pada tikungan (m)
N = jumlah jalur
U = jarak jejak luar roda kendaraan (m)
Fa = lebar juntai depan (m)
Fb = lebar Juntai belakang (m)
Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan truk (m)
Ab = jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk (m)
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan (m)
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m)
Fa =
Ad sin α
Fb =
Ab sin α
Gambar 2.6 Lebar jalan angkut untuk dua jalur pada tikungan
(Suwandhi, 2004)
4. Jari-jari Tikungan
29
........................................................................................... (2.24)
Keterangan :
R = jari-jari belokan jalan angkut, m
W = jarak poros roda depan dan belakang, (m)
β = sudut penyimpangan roda depan
Gambar 2.8 Kemiringan melintang (Cross Slope) pada jalan (Suwandhi, 2004)
h....................................................................... (2.25)
Grade ( ) Arc Tg
x
A B
A B C D
31
Keterangan :
= beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut besarnya kurang dari 10 %. Namun untuk jalan naik maupun
turun pada daerah perbukitan, lebih aman menggunaan kemiringan jalan
maksimum sebesar 8% atau 4,5o.