Anda di halaman 1dari 70

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kedokteran keluarga merupakan spesialis dibidang kesehatan yang pemberian
pelayanan kesehatan secara komprehensif pada individu dan keluarga dengan
memadukan aspek biomedis, perilaku dan sains social. Seorang dokter keluarga adalah
dokter praktek umum yang ahli dan terlatih dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada seluruh masyarakat tanpa memandang umur, jenis kelamin atau masalah sedang
diderita. Seorang dokter keluarga memberikan pelayanan kesehatan primer secara
berkesinambung pada seluruh anggota keluarga baik secara fisik, psikologis dan
masalah social. [World Health Organization, 2003]

Malnutrisi merupakan istilah yang luas yang dapat berarti kondisi nutrisi yang
kurang (gizi kurang, gizi buruk), maupun kondisi nutrisi yang berlebihan (gizi lebih,
obesitas). Gizi kurang adalah dampak dari konsumsi diet yang kurang, baik secara
kualitas maupun kuantitas dan juga dapat dipengaruhi oleh penyakit menular.
Kurangnya konsumsi makanan, dapat menyebabkan menurunnya system daya tahan
tubuh, yang menyebabkan seseorang lebih rentan terkena penyakit, sebaliknya, penyakit
menular juga dapat menyebabkan peningkatan asupan energi dan menyebabkan
melemahnya sistem daya tahan tubuh. [Janice Meerman, Brian Carisma, Brian
Thompson, 2012]

Berdasarkan data yang diperoleh dari The United Nations International


Children's Emergency Fund (UNICEF), World Health Organization (WHO) dan World
Bank Group pada tahun 2017, didapatkan sebanyak 50.5 juta anak diseluruh dunia
mengalami masalah gizi (gizi kurang dan gizi buruk), di mana 34.1 juta anak
mengalami gizi kurang, dan 16.4 juta anak mengalami gizi buruk. Dari 50.5 juta anak
tersebut, 35 juta anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk berada di Asia,
dimana 22,9 juta anak mengalami gizi kurang, dan 12.1 juta anak mengalami gizi buruk.
Dari 35 juta anak Asia yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk, 5.1 juta anak
tersebut berada di Asia Tenggara. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 1
angka kejadian gizi kurang pada balita di Indonesia sebanyak 13.8%, angka ini
mengalami penurunan sebanyak 0.1% dari Riskesdas 2013 (13.9%). Sementara itu pada
tahun 2017 di provinsi Banten terjadi peningkatan angka kejadian gizi kurang, dari yang
sebelumnya 13.89% pada tahun 2016, menjadi 15.7% pada tahun 2017, dan di
Kabupaten Tangerang sendiri didapat 1164 anak mengalami gizi kurang pada tahun
2016, angka ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, di mana pada tahun 2015
didapatkan 1091 anak yang mengalami gizi kurang. Berdasarkan data yang diperoleh
dari puskesmas Cikupa, pada bulan Februari tahun 2017 didapatkan anak dengan gizi
kurang, sebanyak 222 anak (1.27%), sementara pada bulan Agustus pada tahun yang
sama didapatkan anak dengan gizi kurang sebanyak 325 anak (1.84%). Pada tahun
2018, bulan Februari, jumlah anak yang ditetapkan gizi kurang, sebanyak 306 anak
(1.74%), dan pada bulan Agustus 2018, didapatkan anak gizi kurang sebanyak 374
(2.14%). [UNICEF, WHO, WORLD Bank Group, 2018; Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018; Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, 2016]

Alasan kami memilih kunjungan rumah An. SS, dikarenakan An. SS menderita
gizi sangat kurang dengan berat badan 8.2 kg, dan tinggi badan 75.5 cm, yang apabila
dilakukan plotting pada kurva WHO 2006, didapatkan BB/U, TB/U (< -3 SD). Anak
tersebut dapat turun kedalam kondisi gizi buruk apabila tidak ditangani segera dan dapat
mengakibatkan dampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan mental dan
dapat menghambat prestasi belajar, penurunan daya tahan tubuh, yang menyebabkan
hilangnya masa hidup sehat balita, dan dapat menyebabkan dampak yang lebih serius,
yaitu timbulnya kecacatan, meningkatkan morbiditas dan mortalitas. [Nurdin,
Hermianti, dan Lilis, 2016]

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Pernyataan Masalah

Balita dengan status gizi sangat kurang dan perawakan pendek.

1.2.2 Pertanyaan Masalah


1. Apa saja faktor resiko yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada An.SS?

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 2
2. Apa faktor internal dan eksternal yang menjadi faktor terjadinya gizi kurang
pada An.SS?
3. Apa alternatif jalan keluar untuk mengatasi masalah gizi kurang pada An.SS?
4. Apakah hasil dari jalan keluar yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi
kurang pada An. SS?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Meningkatkan berat badan An. SS sehingga terjadi perbaikan dan peningkatan status
gizi.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Diketahuinya faktor resiko terjadinya gizi kurang pada An. SS.
2. Diketahuinya faktor internal dan eksternal yang dapat menjadi faktor resiko
terjadinya gizi kurang pada An. SS.
3. Diketahuinya alternatif jalan keluar untuk memperbaiki status gizi An. SS.
4. Diketahuinya hasil dari jalan keluar yang dilakukan untuk memperbaiki status
gizi An. SS.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 3
BAB 2
Tinjauan Pustaka

2.1. Kedokteran Keluarga


2.1.1. Definisi Kedokteran Keluarga
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak boleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dokter
keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya
menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya
[Azrul, 1995].
Ilmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup selurum spectrum ilmu
kedokteran tingkat yang orintasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan
individu, keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan,
ekonomi dan sosial budaya [Azrul, 1995].

2.1.2. Prinsip Kedokteran Keluarga


Selaku pemberi pelayanan tingkat pertama, dokter keluarga dituntut untuk memenuhi
beberapa prinsip pelayanan yang merupakan landasan berpikir dan bertindak dokter
keluarga. Prinsip pelayanan diuraikan sebagai berikut [Ratna, et al., 2007]:
1. Dokter kontak pertama
Dokter keluarga merupakan pemberi pelayanan kesehatan pertama yang akan dijumpai
oleh pasien mengenai masalah kesehatannya. Masalah kesehatan yang umum ditemui
pada masyarakat, sekitar 90% dapat ditangani pada pelayanan kesehatan tingkat

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 4
pertama. Oleh karena itu, rujukan unutk kepelayanan kesehatan tingkat kedua dan
ketiga hanya dilakukan apabila pasien benar benar membutuhkan.
2. Layanan bersifat pribadi
Dokter keluarga memberikan pelayanan pelayanan yang bersifat pribadi dengan
mempertimbangkan pasien sebagai bagian dari keluarga. Dengan adanya hubungan baik
antara pasien dengan dokter keluarga, membuat dokter keluarga dapat memahami
masalah pasien dengan lebih mendalam. Sehingga keputusan medis yang diambil oleh
dokter keluarga tidak hanya berdasarkan aspek medis tetapi juga memperhatikan aspek
sosial, lingkungan, keluarga dan budaya.
3. Pelayanan bersifat paripurna
Dokter keluarga memberikan pelayanan menyeluruh yang memadukan promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi dengan aspek fisik,
psikologis dan sosial budaya, sesuai dengan kebutuhan pasien. Namun, dalam
memberikan layanan dokter keluarga harus tetap mengutamakan paradigm sehat dengan
mengupayakan promotif dan preventif.
4. Pelayan berkesinambungan
Pelayanan dokter keluarga berprinsip kepada pasiennya dan bukan kepada penyakitnya.
Prinsip ini melandasi hubungan jangka panjang asntara dokter dnegan pasien sehingga
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bersinambung dalam beberapa tahap
kehidupan pasien. Dengan begitiu layanan tidak terbatas pada suatu episode penyakit.
5. Mengutamakan pencegahan
Karena berpanutan terhadap paradigm sehat, maka upaya pencegahan oleh dokter
keluarga dapat dilaksanakan sedini mungkin. Sehingga orang yang sehat dapat tetap
sehat, sedangkan yang sakit tidak bertambah parah dan segera produktif kembali.
6. Koordinasi
Dalam upaya mengatasi kesehatan pasiennya dokter keluarga perlu berkonsultasi
dengan dokter spesialis atau rumah sakit, dan dapaat memberikan informasi yang
sejelas-jelasnya kepada pasien. Karena itu dokter keluarga bertindak sebagai
coordinator yang mengurusi segala hal yang berkaitan dengan kesehatan pasiennya.
7. Kolaborasi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 5
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada diluar kompetensinya, dokter
keluarga harus bekerja sama dan mendelegasikan pengelolaan pasien pada pihak lain
dan dokter lainnya yang dapat menangani sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan
medis pasien. Dokter keluarga juga harus aktif sebagai tim yang terdiri dari berbagai
disiplin.
8. Orientasi keluarga
Dalam berusaha untuk mengatasi pasiennya, seorang dokter keluarga harhus
mempertimbangan konteks keluarga, dampak kondiisi pasien terhadap keluarga dan
sebaliknya tampa mengesampingkan factor pengaruh lingkungan dan buya tempat
tinggal pasien.
9. Orientasi komunitas
Sebagai dokter keluarga saat mengatasi masalah kesehatan pasien, dokter keluarga tetap
harus memperhatikan dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan begitu pula
sebaliknya.

2.1.3. Manfaat Pelayanan Dokter Keluarga


Manfaat pelayanan dokter keluarga sebagai berikut [Cambridge Research Institute,
1976]
a. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
b. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
c. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini
d. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga
penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah
lainnya.
e. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun
keterangan keadaan social dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah
kesehatan yang sedang dihadapi.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 6
f. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, termasuk faktor social dan psikologis.
g. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang
lebih sederhana dan tidak begitu mahal dank arena itu akan meringankan biaya
kesehatan.
h. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.

2.1.4. Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga


Tujuan Umum [Azwar, 1995]
Terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.
Tujuan Khusus [Azwar, 1995]
a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif.
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga
lebih efektif, dikarenakan dalam menangani suatu masalah kesehatan, perhatian
tidak hanya ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien
sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari anggota keluarga
dengan lingkungannya masing-masing. Dengan diperhatikannya berbagai factor
yang seperti ini, maka pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat
dilakukan secara sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan
akan dapat diharapkan lebih memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efisien.
Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter keluarga
juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan diutamakannya
pelayanan pencegahan penyakit, maka angka jatuh sakit akan menurun, yang
jika dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam
menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada pelayanan
yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah satu keuntungan
dari pelayanan seperti ini adalah dapat menghindari tindakan dana tau

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 7
pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya dalam
mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu
bersifat terbatas.

2.2. Gizi Kurang


2.2.1. Definisi

Nutrisi adalah asupan makanan, dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kebutuhan


makanan tubuh. Nutrisi yang baik - diet yang cukup dan seimbang yang dikombinasikan
dengan aktivitas fisik yang teratur adalah landasan kesehatan yang baik. Nutrisi yang
buruk dapat menyebabkan berkurangnya kekebalan, meningkatnya kerentanan terhadap
penyakit, gangguan perkembangan fisik dan mental, dan berkurangnya produktivitas
[World Health Organization, 2019].
Malnutrisi merupakan gangguan dalam pemanfaatan nutrisi untuk pertumbuhan,
pengembangan, pemeliharaan, dan aktivitas. Malnutrisi terjadi karena asupan nutrisi
yang tidak memadai, atau karena penyakit faktor-faktor yang mempengaruhi
pencernaan, penyerapan, transportasi dan pemanfaatan nutrisi [UNICEF, 1990]
Gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang makan ketika kebutuhan
normal terhadap satu atau beberapa nutrien tidak terpenuhi, atau nutrien-nutrien tersebut
hilang dengan jumlah yang lebih besar daripada yang didapat. Keadaan gizi kurang
dalam konteks kesehatan masyarakat biasanya dinilai dengan menggunakan kriteria
antropometrik statik atau data yang berhubungan dengan jumlah makronutrien yang ada
di dalam makanan, yaitu protein dan energy [Gibney, et al., 2009]
Gizi pada balita dipengaruhi oleh factor sosio-ekonomi dan latar belakang social
budaya yang berhubungan dengan pola makan dan nutrisi. Nutrisi yang tidak adekuat
dalam lima tahun pertama kehidupan berakibat pada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental dan otak.

2.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data yang diperoleh dari UNICEF, WHO dan World Bank Group pada
tahun 2017, didapatkan sebanyak 50.5 juta anak diseluruh dunia mengalami masalah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 8
gizi (gizi kurang dan gizi buruk), 35 juta anak diantaranya berada di Asia. Dari 35 juta
anak Asia yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk, 5.1 juta anak tersebut berada di
Asia Tenggara. Menurut Riskesdas 2018, angka kejadian gizi buruk pada balita di
Indonesia sebanyak 3.7%, angka ini mengalami penurunan dari Riskesdas 2013 (5.7%).
Sementara itu ditemukan 5713 anak di provinsi Banten pada tahun 2017 mengalami gizi
buruk, dan di Kabupaten Tangerang sendiri didapat 2166 anak mengalami gizi buruk
pada tahun 2010. Data terakhir di kecamatan Curug, ditemukan sekitar 18 anak
mengalami gizi buruk dan 200 anak yang mengalami gizi kurang.

2.2.3. Faktor Risiko


Malnutrisi selama masa kanak-kanak adalah akibat dari berbagai faktor, yang sebagian
besar berhubungan dengan asupan makanan yang tidak memuaskan atau infeksi parah
dan berulang, atau kombinasi keduanya. Penyebab malnutrisi yang paling sering
disarankan adalah: kemiskinan, pendidikan orang tua yang rendah, kurangnya sanitasi,
asupan makanan yang rendah, diare dan infeksi lainnya, praktik pemberian makan yang
buruk, ukuran keluarga, interval kelahiran pendek, ketersediaan waktu ibu, praktik
pengasuhan anak dan musiman. Ada juga penyebab malnutrisi ekonomi, sosial, dan
budaya yang menggarisbawahi kaitan erat antara kekurangan gizi [Abera et al., 2017].
a. Faktor sosial ekonomi dan demografi
Rumah tangga yang dikepalai oleh wanita lebih cenderung memiliki anak yang kurang
gizi. Anak yang memiliki lebih dari 3 saudara kandung cenderung memiliki berat badan
lebih rendah dibanding anak yang tidak memiliki saudara kandung. [ Sengupta et al.,
2010]. Meskipun sedikit signifikan, ibu yang tidak memiliki pendidikan formal
memiliki kemungkinan empat kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang telah
menyelesaikan lebih dari pendidikan dasar untuk memiliki anak yang kurang gizi.
Pendidikan adalah indikator penting karena hubungannya dengan perilaku dan
pengetahuan kesehatan, status pendidikan yang rendah mempengaruhi praktik
pemberian makan dan status gizi anak-anak. Di antara semua faktor sosial ekonomi
yang dipelajari, pendidikan ibu ditemukan menjadi faktor signifikan paling kuat yang
terkait dengan kekurangan gizi [Abuya et al., 2012].

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 9
b. Faktor lingkungan
Faktor paling signifikan yang mempengaruhi status gizi balita ditemukan pada mereka
yang tidak mencuci tangan setelah batuk, tidak mencuci tangan setelah menangani
sampah, mencuci makanan mentah yang tidak tepat dan rumah tangga yang
mendapatkan air minum dari sumur yang tidak terlindungi [Assefa et al., 2005].

c. Kesehatan dan praktik pengasuhan anak


Sebagai rekomendasi kesehatan masyarakat global, bayi harus disusui secara eksklusif
selama enam bulan pertama kehidupan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan,
dan kesehatan yang optimal. Anak-anak yang diberi ASI eksklusif hanya 4 bulan
pertama memiliki kejadian gizi kurang 3,95 kali lebih tinggi. Bayi harus menerima
makanan pendamping gizi yang mencukupi dan aman sementara menyusui berlanjut
hingga dua tahun atau lebi [Mohieldin A, Ibrahim M, Alshiek M.A.H, 2010]. Faktor-
faktor utama yang menyebabkan balita gizi kurang ditemukan sebagai kekurangan
kolostrum, lamanya menyusui, pemberian makanan pra-lakteal, jenis makanan, usia
masuknya makanan pendamping ASI dan metode pemberian makanan.

d. Faktor perilaku
Kebiasaan yang tidak higienis dan praktik budaya yang merugikan terkait dengan
membesarkan anak dan menyusui dengan botol serta kepercayaan tradisional yang salah
pada pemberian makanan seperti, anak-anak tidak dapat mencerna daging, tersedak
bubur [Alive & Thrive, 2010].

2.2.4. Klasifikasi
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) pada tanggal 19 Januari 2000 menetapkan
bahwa penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U (Berat Badan per Umur), TB/U
(Tinggi Badan per Umur), dan BB/TB (Berat Badan per Tinggi Badan) di sepakati
penggunaan istilah status gizi dan baku antropometri yang dipakai dengan
menggunakan Z-score dan baku rujukan WHO-NCHS [WNPG VII, 2004]. Untuk
menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-score (simpang baku) sebagai batas
ambang.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 10
Kategori dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau BB/TB
dibagi menjadi 3 golongan dengan batas ambang sebagi berikut :

1. Indeks BB/U
a. Gizi lebih, bila Z-score terletak > + 2SD
b. Gizi baik, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c. Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3 SD s/d <-2SD
d. Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3SD
2. Indeks TB/U
a. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
b. Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
3. Indeks BB/TB
a. Gemuk, bila Z-score terletak > +2SD
b. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c. Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d < -2SD
d. Kurus sekali, bila Z-score terletak < -3SD

2.2.5. Gejala Klinis


Malnutrisi disebabkan oleh pola makan yang tidak memadai atau masalah menyerap
nutrisi dari makanan. Ada banyak alasan mengapa hal ini dapat terjadi, termasuk
mobilitas berkurang, kondisi kesehatan jangka panjang, atau pendapatan rendah. Gejala
kurang gizi yang paling umum adalah penurunan berat badan yang tidak disengaja
(kehilangan 5-10% atau lebih dari berat badan Anda selama tiga sampai enam bulan).
Gejala kekurangan gizi pada anak dapat meliputi: [NHS, 2017]

 Tidak tumbuh pada tingkat yang diharapkan atau tidak menambah berat badan
seperti yang biasanya diharapkan/gagal pertumbuhan
 Perubahan perilaku, seperti menjadi mudah tersinggung, lambat atau gelisah
 Tingkat energi rendah dan mudah lelah daripada anak-anak lain
 Sistem kekebalan tubuh yang buruk meningkatkan kerentanan infeksi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 11
 Tanda utama dari kelebihan gizi adalah kelebihan berat badan atau obesitas.
Namun, orang-orang dengan kekurangan gizi juga bisa kelebihan berat badan
jika mereka makan makanan tinggi energi (kalori), tetapi rendah nutrisi lainnya.
 Kulit kering dan bersisik
 Perut kembung
 Waktu pemulihan yang lebih lama dari luka, infeksi dan penyakit
 Massa otot berkurang
 Perkembangan perilaku dan intelektual yang lambat

Dalam kasus yang lebih parah:


 Bernafas menjadi sulit
 Kulit dapat menjadi tipis, kering, tidak elastis, pucat dan dingin
 Pipi tampak cekung dan mata cekung, karena lemak menghilang dari wajah
 Rambut menjadi kering dan jarang, mudah rontok

2.2.6. Diagnosis
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis terdiri
dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan [Sidik et al., 2005].
Anamnesis awal (untuk kedaruratan):
 Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
 Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lendir)
 Kapan terakhir berkemih
 Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
 Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi
dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana selanjutnya,
dilakukan setelah kedaruratan ditangani):
 Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
 Riwayat pemberian ASI
 Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 12
 Hilangnya nafsu makan
 Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
 Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
 Batuk kronik
 Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
 Berat badan lahir
 Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
 Riwayat imunisasi
 Apakah ditimbang setiap bulan
 Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
 Diketahui atau tersangka infeksi HIV
Pemeriksaan fisis
 Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.
Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB.
 Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan
status dehidrasi pada gizi buruk).
 Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah
dan cepat), kesadaran menurun.
 Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5° C).
 Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
 Sangat pucat
 Pembesaran hati dan ikterus
 Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau
adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)
 Tanda defisiensi vitamin A pada mata:
o Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot
o Ulkus kornea
o Keratomalasia
 Ulkus pada mulut
 Fokus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
 Lesi kulit pada kwashiorkor:

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 13
o hipo- atau hiper-pigmentasi
o deskuamasi
o ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)
o lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur).
 Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir).
 Tanda dan gejala infeksi HIV
Penilaian status gizi anak di fasilitas kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dll), tidak
didasarkan pada Berat Badan anak menurut Umur (BB/U). Pemeriksaan BB/U
dilakukan untuk memantau berat badan anak, sekaligus untuk melakukan deteksi dini
anak yang kurang gizi (gizi kurang dan gizi buruk). Pemantauan berat badan anak dapat
dilakukan di masyarakat (misalnya posyandu) atau di sarana pelayanan kesehatan
(misalnya puskesmas dan Klinik Tumbuh Kembang Rumah Sakit), dalam bentuk
kegiatan pemantauan Tumbuh Kembang Anak dengan menggunakan KMS (Kartu
Menuju Sehat), yang dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.
Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan dengan
menggunakan tabel Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau
BB/TB < - 3 SD atau 70% median. Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika
“BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”
Tabel 2.1 Status Gizi
Status Gizi Klinis Antropometri
Gizi Buruk Tampak sangat kurus dan atau < -3SD atau 70%
edema pada kedua punggung kaki
sampai seluruh tubuh
Gizi Kurang Tampak kurus >-3SD sampai < -2SD atau
80%
Gizi Baik Tampak sehat -2 SD sampai + 2 SD

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 14
Gizi Lebih Tampak Gemuk > + 2 SD

2.2.7. Tatalaksana

Gambar 2.1. Rekomendasi pemberian makan selama sakit dan kesehatan


[World Health Organization, 2000]

1. Rekomendasi pemberian makanan untuk anak yang mengalami malnutrisi berat


[World Health Organization, 2000]
 Jika masih menyusui, berikan lebih sering dan menyusui lebih lama,
siang dan malam.
 Beri makan anak dengan RUTF (ready to use therapeutic food) per hari
(40g/kg/hari) selama 2 bulan. Catatan : RUTF adalah makanan khusus

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 15
untuk anak-anak kurang gizi yang berusia lebih dari 6 bulan dan tidak
boleh dibagikan dengan anggota keluarga lainnya.
2. Rekomendasi pemberian makanan untuk anak yang mengalami diare persisten
[World Health Organization, 2000]
 Jika masih menyusui, berikan lebih sering dan menyusui lebih lama,
siang dan malam.
 Jika minum susu lain: lebih baik ganti dengan meningkatkan ASI atau
ganti dengan produk susu fermentasi seperti yoghurt atau ganti setengah
susu dengan makanan setengah padat kaya nutrisi.
3. Rekomendasi diet dibuat untuk anak-anak dengan berat badan kurang, dengan
dugaan kekurangan asupan makanan, selain rekomendasi umum yang dibuat
untuk anak-anak yang bergizi baik. [World Health Organization, 2000]

Usia 6 bulan hingga 1 tahun


 Anjurkan ibu untuk menyusui sesering yang diinginkan bayi.
 Anjurkan ibu untuk memilih cairan padat nutrisi (seperti susu, sup)
daripada minuman dengan nilai gizi rendah (misalnya, teh, kopi,
minuman manis dan jus manis encer) yang dengan mudah mengisi bayi
tanpa menyediakan banyak nutrisi.
Usia 1 hingga 2 tahun
 Penambahan kacang-kacangan dan makanan hewani ke dalam makanan
untuk meningkatkan kualitas nutrisi dari makanan. Ini sangat penting
bagi anak yang terhambat untuk mendorong pertumbuhan tinggi badan
tanpa penambahan berat badan berlebih.
 Jika diet terutama berbasis sereal, dorong ibu untuk membuat sereal
kental, tidak encer, dan tambahkan sedikit lemak (misalnya, minyak)
untuk meningkatkan kepadatan energi.
 Mendorong pemberian buah dan sayuran berdaun hijau gelap.
 Jika anak alergi terhadap makanan tertentu, beri nasihat tentang
penggunaan alternatif yang mengandung nutrisi serupa.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 16
 Dorong ibu untuk menawarkan makanan lain; makanan baru harus
diperkenalkan secara bertahap.
Usia 1 hingga 5 tahun
 Anjurkan ibu untuk berikan makanan keluarga anak pada 3 kali makan
setiap hari dan dua kali sehari, berikan camilan bergizi di antara waktu
makan.
 Saran yang sama seperti untuk anak-anak berusia 1-2 tahun
TATALAKSANA GIZI KURANG
No. Dokumen :

SOP 800/2.3.2.1w3-Pkm.Ckp/I/2018

No Revisi : 0

TanggalTerbit : 15 Januari 2018

Halaman : 1/2 Drg. H. Taris Syahrul


Alam, MM
NIP : 19640310
1992121001
Pengertian Prosedur atau mekanisme pelayanan gizi yang dilakukan untuk mendukung
perbaikan status gizi balita gizi kurang ditingkat rumah tangga

Tujuan Untuk meningkatkan status gizi balita gizi kurang

Kebijakan Surat keputusan kepala puskesmas Cikupa nomor : 800/2.3.2.1w3-Pkm.Ckp/I/2018


Tentang Penunjukan Penanggung Jawab Klinik Gizi Puskesmas Cikupa

Referensi Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kemenkes RI 2014

Prosedur/ 1. Melakukan antropometri (menimbang BB, mengukur TB/PB)


langkah - 2. Memeriksa gejala klinis
langkah 3. Melakukan anamnesa gizi
4. Menghitung kebutuhan gizi berdasarkan hasil anamnesa
5. Menyusun paket intervensi bagi balita gizi kurang
6. Menyiapkan rencana kebutuhan
Bagan Alur
Petugas menyiapkan alat antropometri

Petugas melakukan pengukuran BB dan TB/PB

Petugas menentukan status gizi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 17
Gizi kurang dengan Gizi kurang tidak dengan
penyakit penyerta penyakit penyerta

- Konseling - Konseling
- Rujuk

Hal – hal -
yang perlu
diperhatikan

Unit terkait - Dokter umum


- Program anak

Dokumen 1. Bukti kegiatan


terkait 2. Standar antropometri

Rekaman No. Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai


historis Diberlakukan
perubahan

2.3. Kerangka Teori

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 18
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 19
Bab 3
Data Klinis

5.1. Identitas Pasien


Nama pasien : An. SS
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 2 tahun 4 bulan
Alamat : Kampung Bojong RT 11/RW 04
Pendidikan : Belum sekolah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda

Orang tua
Ayah
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 39 tahun
Alamat : Kampung Bojong RT 11/RW 04
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Kuli bangunan
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
Ibu
Nama : Ny. SR
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Alamat : Kampung Bojong RT 11/RW 04
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 20
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda

5.2. Status Kesehatan


3.2.1 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada ibu pasien bernama Ny. W pada
tanggal 26 Februari 2019 pada pukul 10.00 WIB di Puskesmas Cikupa dan pada tanggal
8 Maret 2019 pada pukul 12.00 WIB di Kediaman Tn. S.
 Keluhan utama
Tidak nafsu makan

 Keluhan tambahan
Bisul di dahi

 Riwayat perjalanan penyakit sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Anak Puskesmas Cikupa pada hari Selasa, 26
Februari 2019 pukul 10.00 WIB dibawa oleh ibunya dengan keluhan tidak
nafsu makan dan terdapat bisul di dahi nya. Menurut ibunya, pasien mulai
tidak nafsu makan sejak usia kurang lebih 9 bulan, saat itu ibu pasien
mengatakan bahwa gusi pasien bengkak sebelum pasien mulai tidak nafsu
makan dan ibu pasien mengatakan bahwa badan pasien terlihat lebih kurus
sejak 8 bulan yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien sudah
tumbuh gigi lengkap sejak usia 6 bulan tetapi saat ini gigi pasien terlihat
hitam, ibu pasien mengatakan sudah tidak pernah menggosok gigi anaknya
dikarenakan anaknya selalu menangis saat di gosok giginya. Sehari – hari
pasien makan sepiring bersama dengan ibunya dan hanya makan 3 sendok teh
nasi dan hanya sedikit lauk yang dimakan bahkan terkadang lauk yang di
hidangkan tidak dimakan sama sekali.
Sejak 1 bulan yang lalu, terdapat bisul di dahi pasien. Ibu pasien
mengatakan bahwa bisul yang muncul awalnya ada beberapa buah,
sebelumnya bisul tersebut pecah dan timbul kembali di tempat yang lain. Dan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 21
bisul di kepala belum diberikan obat apapun, serta sehari – hari pasien hanya
mandi sekali sehari.
Saat bulan September 2018, ibu pasien pernah membawa pasien berobat
ke posyandu karena merasa badan anaknya terlihat lebih kurus dan tidak
nafsu makan, lalu setelah itu pasien mendapatkan biskuit dari posyandu setiap
bulannya hingga saat ini. Pasien setiap hari mengkonsumsi biskuit tersebut
sebanyak 2 keping dari 4 keping dalam sebungkus biskuit, sisa biskutinya
terkadang diberikan kepada anak tetangga atau di simpan untuk besok
harinya. Jbu pasien mengatakan bahwa sejak bulan September 2018 hingga
saat ini terdapat peningkatan berat badan yaitu 0,3 kilogram dan pasien masih
rutin ke posyandu untuk mengukur berat badan dan tinggi badannya, dan
sejak bulan September 2018 terhitung sudah 6 kali kontrol ke posyandu.
Menurut ibu pasien, An. SS tidak pernah di rawat di rumah sakit, sakit yang
biasa diderita seperti batuk pilek dan diare.
Sehari – hari pasien makan sebanyak 2 - 3 kali sehari. Pasien
mengkonsumsi nasi paling banyak 3 sendok teh, pasien lebih menyukai
makanan lembek atau berkuah, tetapi sehari-harinya ibu pasien lebih sering
memberikan makanan yang digoreng, pasien memakan makanan yang
bervariasi setiap harinya, pasien juga suka diberikan makan ringan berupa,
sosis, wafer, dan minuman kemasan. Pasien mengkonsumsi susu SGM sehari
sekali kurang lebih satu gelas dan dihabiskan dalam beberapa jam, pasien
juga masih mengkonsumsi ASI sampai saat ini setiap pagi hari selama kurang
lebih 10 sampai 30 menit, pasien mulai mengkonsumsi makanan pendamping
ASI sejak usia 4 bulan dan pasien jarang sekali mengkonsumsi buah-buahan.
Menurut pengamatan kami, setiap kali makan, anak hanya makan 3-4
sendok teh, setelahnya anak menolak untuk makan, dan ibu tidak menyuapi
anaknya lagi setelah itu. Selain itu pasien juga selalu menolak untuk disikat
giginya, setelah beberapa kali mencoba untuk menyikat gigi anaknya,
akhirnya ibu pasien menyerah dan tidak pernah mencoba untuk menyikat gigi
anaknya lagi. Pasien juga hanya dimandikan sekali sehari, serta selama ini

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 22
pasien lebih sering di gendong oleh ibunya dan jarang diajarkan untuk
berjalan.

 Riwayat penyakit dahulu


Riwayat alergi, asma, dan penyakit jantung disangkal.

 Riwayat penyakit keluarga


Riwayat alergi, asma, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan hipertensi
disangkal. Dan keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat seperti pasien.

 Riwayat persalinan
Anak lahir per-vaginam dengan usia kehamilan cukup bulan 9 bulan (36
minggu) di dukun beranak pada tanggal 11 November 2018 dengan berat
badan lahir (BBL) 3000g dan panjang badan lahir (PBL) 48 cm.
 Riwayat imunisasi
- Usia 0-7 hari tidak dilakukan imunisasi Hep B
- Usia 1 bulan imunisasi BCG dan Polio 1 di Posyandu.
- Usia 2 bulan imunisasi Pentavalen 1 dan Polio 2 di Posyandu.
- Usia 3 bulan imunisasi Pentavalen 2 dan Polio 3 di Posyadu.
- Usia 4 bulan imunisasi Pentavalen 3 dan Polio 4 serta IPV di Posyandu.
- Usia 9 bulan imunisasi campak di Posyandu.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


- Pertumbuhan :
o Berat badan : 8,2 kg
o Tinggi Badan : 75,5 cm
o IMT : 14,57 kg/m2
Menurut WHO :
- BB/U dibawah -3 SD (BB sangat kurang)
- TB/U dibawah -3 SD (sangat pendek)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 23
- BB/TB dibawah -1 SD (normal)
- IMT/U diatas -1 SD (normal)
Menurut CDC :
 BB aktual = 8,2 kg
 BB sesuai usia = 12,6 kg
 BB ideal = 12 kg
 TB aktual = 75,5 cm
 TB sesuai usia = 89 cm

- Perkembangan :
o Personal-sosial : anak dapat memakai sendok dan garpu sendiri
Sesuai dengan anak usia 1 tahun 7 bulan.
o Motorik halus : anak dapat mencorat-coret mengambil manik-
manik yang dijatuhkan dan mendirikan menara dari 2 dan 4
kubus.
Sesuai dengan usia 2 tahun 6 bulan
o Bahasa : anak dapat menyebutkan beberapa kata.
Sesuai dengan usia 1 tahun 10 bulan.
o Motorik kasar : anak dapat bertahan berdiri sendiri
Sesuai dengan anak usia 1 tahun 2 bulan.
Kesimpulan : perkembangan anak terganggu dan tidak sesuai
dengan usia seharusnya.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 24
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan anak ke tiga dari Tn. S dan Ny. SR, dan tinggal berlima
bersama orang tua dan 2 orang kakak. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga,
sedangkan ayah pasien bekerja sebagai kuli bangunan. Kesan ekonomi
keluarga pasien menengah kebawah.

 Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari lebih sering bersama ibunya di rumah, karena pasien belum
bersekolah. Setiap pagi pasien minum ASI, setelah itu pasien biasanya
bermain dengan mainannya. Pasien makan 3 kali sehari yaitu setiap pagi,
siang, dan sore hari, tetapi pasien hanya makan sedikit dan jarang
menghabiskan makananya. Makanan yang paling sering dikonsumsi pasien
yaitu nasi putih disertai sup wortel dan tempe. Sore harinya setelah pasien
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 25
mandi, pasien bermain bersama kakak – kakaknya dan tidur pukul 20.00
WIB setiap hari.

 Riwayat Pengobatan di Puskesmas Cikupa


Pasien selalu berobat di puskesmas Cikupa

5.3. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 26 Februari 2019 pukul 10.15 WIB di Puskesmas Cikupa
 Pemeriksaan umum
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)

 Tanda-tanda vital
- Suhu tubuh : 36.5 C
- Nadi : 90x/menit
- Pernapasan : 26x/menit

 Data antopometri
- Berat badan : 8,2 kg
- Tinggi Badan : 75,5 cm
- IMT : 14,57 kg/m2
- LILA : 13 cm
- Kesan gizi : Gizi sangat kurang dengan perawakan pendek

- Plotting :
Menurut WHO :
- BB/U dibawah -3 SD (BB sangat kurang)
- TB/U dibawah -3 SD (sangat pendek)
- BB/TB dibawah -1 SD (normal)
- IMT/U diatas -1 SD (normal)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 26
Tabel 3.1 Kurva Berat Badan Menurut Usia

Sumber : WHO, 2006

Tabel 3.2 Kurva Tinggi Badan Menurut Usia

Sumber : WHO, 2006


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 27
Tabel 3.3 Kurva Berat Badan Menurut Tinggi Badan

Tabel 3.4 Kurva Indeks Massa Tubuh Menurut Usia

Sumber : WHO, 2006


Kesan Gizi: Gizi sangat kurang dengan perawakan pendek

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 28
Menurut CDC :
 BB aktual = 8,2 kg 𝐵𝐵 8,2
= 12,6 𝑥100% = 65,07% (gizi kurang)
𝑈
 BB sesuai usia = 12,6 kg
𝑇𝐵 75,5
 BB ideal = 12 kg = 𝑥100% = 84,83% (tinggi kurang)
𝑈 89
 TB aktual = 75,5 cm
𝐵𝐵 8,3
= 𝑥100% = 69,16% (gizi kurang)
 TB sesuai usia = 89 cm 𝑇𝐵 12

Tabel 3.5 Kurva Pertumbuhan CDC

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 29
 Status generalis
 Kepala dan leher : Normosefal, rambut coklat kemerahan terdistribusi merata, tidak
mudah dicabut, tidak mudah patah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
leher. Terdapat pustul di temporal sinistra dengan warna eritema ukuran numuler
dan jumlah soliter

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 30
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor berdiameter
3mm, reflek cahaya langsung +/+ dan reflek cahaya tak langsung +/+.
 Telinga : Bentuk daun telinga normal, tidak ada fistel preaurikular dan tidak ada
fistel retroauruikular, nyeri tegkan tragus -/-, nyetir tarik aurikuler -/-, kelenjar
getah bening pre-retro-infra aurikuler tidak ada pembesaran, liang telinga lapaang,
tidak ada serumen.
 Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada pernapasan cuping
hidung, tidak ada ragaden, tidak ada depresi tulang hidung, tidak ada sekret.
 Gigi dan mulut : Lidah kotor dan berselaput (-), tonsil T1-T1, dinding mukosa
posterior faring tidak hiperemis, uvula ditengah, gigi karies (+).
Thoraks :
 Paru-paru
- Inspeksi : simetris saat inspirasi dan ekspirasi, pectus carinatum (+)
- Palpasi : stem fremitus sama kuat pada paru kiri dan kanan.
- Perkusi : sonor pada keuda lapang paru.
- Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Kesan : pectus carinatum (+)
 Jantung
- Inspeksi : iktus cordis tak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tak teraba
- Perkusi : dalam bata normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, murmur - dan gallop -.
Kesan : jantung dalam batas normal
Abdomen
 Inspeksi : datar.
 Auskultasi : bising usus + normal.
 Palpasi : nyeri tekan negatif pada seluruh kuadran abdomen.
 Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen.
Kesan : abdomen dalam batas normal

Ekstremitas
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 31
 Akral teraba hangat edema tungkai (-/-).
 Kesan : ekstremitas dalam batas normal.
Status neurologis:
 Kesadaran : Kompos mentis, GCS = 15 (E4V5M6).
 Reflek fisiologis dalam batas normal.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

3.5 Diagnosis Kerja


Feeding dificulties

3.6 Diagnosis Tambahan


 Gizi sangat kurang dengan perawakan pendek
 Furunkulosis
 Pectus carinatum
 Caries dentis

3.7 Terapi Puskesmas Cikupa


 3 September 2018 :
 Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak, pilek, dan sariawan
sejak 2 hari yang lalu.
 Terapi : Obat puyer berisi CTM, GG, vitamin B compleks, dan vitamin
C sebanyak 3 x sehari. Obat tetes GOM
 19 November 2018 :
 Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak sejak 1 hari yang lalu.
Dan juga mengeluhkan gusi bengkak sejak 2 hari yang lalu.
 Terapi : Ambroxol sirup 3 x 1 sdm, Multivitamin sirup 1 x sehari,
Paracetamol 3 x sehari dan Amoxcillin 500mg 4 tablet puyer 3 x sehari
selama 5 hari.
 5 Januari 2019 :
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 32
 Pasien datang dengan keluhan mencret sejak 2 hari yang lalu, ampas
(+), darah (-), lendir (-)
 Terapi : Zinc 20 mg selama 10 hari, oralit setelah BAB.
 26 Februari 2019 :
 Pasien datang dengan keluhan tidak nafsu makan serta bisul pada dahi
 Terapi : Multivitamin syr 1 x 1 cth, salep gentamicin, dan paracetamol 3
x sehari.

Non farmakologis
 Edukasi pada ibu untuk kontrol anak ke puskesmas setiap minggu, agar dapat
diperhatikan dengan ketat perkembangan berat badan pasien sehingga dapat dicegah
terjadinya penurunan status gizi menjadi gizi buruk.
 Mengedukasi ibu agar lebih telaten dalam memberi makanan pada anak dan untuk
memberikan makanan lebih banyak dan jenis yang bervariasi dan juga makanan yang
lembek atau lunak
 Mengedukasi ibu untuk meningkatkan hygiene terutama hygiene mulut dan untuk
control ke dokter gigi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 33
BAB 4
Data Keluarga dan Lingkungan

4.1. Struktur Keluarga


An. SS merupakan seorang anak perempuan berusia 2 tahun 4 bulan yang
tinggal satu rumah bersama bersama seorang ibu, seorang ayah, kakak
perempuan yang berusia 17 tahun, dan kakak laki-laki yang berusia 11 tahun.

Tabel 4.1. Struktur Keluarga yang Serumah


Nama Umur Hubungan dengan Pendidikan Pekerjaan
An. MA
Tn. S 44 tahun Ayah SD Pekerja
Bangunan
Ny. SR 39 tahun Ibu SD Ibu rumah
tangga
An. SN 17 tahun Kakak Perempuan SMA kelas 2 Pelajar
An. I 11 tahun Kakak Laki-laki SD kelas 5 Pelajar
An. SS 2,4 tahun Pasien Belum sekolah -
Sumber : Hasil wawancara dengan Ny. SR

4.2. Genogram Keluarga


1945 1950 1947 1949
74 69

1970 1973 1975 1980 1982 1969 1973 1975 1978 1980 1982 1985 1987
49 46 44 39 37 50 46 39 37 34 32

Tn. S Ny.
SR

2002 2008 D. 2013


11 2016
17
2
An. An. I
SN An. S

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 34
= Laki-laki
= Perempuan
= Laki-laki sudah meninggal
= Perempuan sudah meninggal
= Keguguran
= Pasien

= Tiggal Serumah

Gambar 4.1 Genogram Keluarga An. SS


Sumber: Hasil wawancara dengan Tn. S dan Ny. SR

4.3. Riwayat Imunisasi Keluarga


Tabel 4.2 Riwayat Imunisasi Keluarga yang Tinggal Serumah
No. Nama L/P Umur Imunisasi
(tahun) HB BCG Polio Pentavalen Campak
1. Tn. S L 44 Tidak Pernah
2. Ny. SR P 39 Tidak Ingat
3. An. SN P 17 1x 1x 4x 3x 1x
4. An. I L 11 1x 1x 4x 3x 1x
5. An. SS P 2,4 - 1x 4x 3x 1x
Sumber: Hasil wawancara dengan Ny. SR.

Keterangan :
L = laki-laki
P = Perempuan
BCG = Bacille Calmette Guerin
HB = Hepatitis B
Pentavalen = Difteri-Pertusis-Tuberkulosis + Hepatitis B + Hemophillus influenza B

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 35
4.4. Kondisi Ekonomi
Tabel 4.3 Pemasukan dan Pengeluaran Tn. N
Rincian Pemasukan Pengeluaran
Penghasilan Rp 3.000.000,00 -
Kebutuhan
Listrik - Rp 200.000,00
Makan dan Minum - Rp 1.500.000,00
Bensin - Rp 150.000,00
Pulsa - Rp 100.000,00
Uang Jajan Rp 450.000,00
Lain-lain - Rp 400.000,00
Total Rp 3.000.000,00 Rp 2.800.000,00
Sumber: Hasil wawancara dengan Tn. S dan Ny. SR.

Kesimpulan : Menurut perbincangan dengan Tn. S dan Ny. SR pendapatan Rp


3.000.000,00 hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Menurut
BPS (Badan Pusat Statistik), pendapatan Tn. S dan Ny. SR termasuk golongan
pendapatan tinggi karena pendapatan rata-rata antara Rp 2.500.000,00 s/d Rp
3.500.000,00 per bulan. [Badan Pusat Statistik,2018]

4.5. Pola Berobat


Ny. SR sering membawa An. SS ke Posyandu untuk dipantau kekurangan gizinya dan
hanya dibawa ke Puskesmas apabila ada keluhan lain yang diderita An. SS. Ny. SR juga
sudah mengetahui keadaan status gizi An. SS yang kurus namun tidak mengetahui jika
kekurangan gizi yang diderita An. SS membutuhkan penanganan segera. Biaya
pengobatan ditanggung sendiri dari uang hasil pendapatan kerja dan tidak ditanggung
BPJS.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 36
4.6. Pola Makan Sehari-hari
Menu makanan An. SS :
 Makan pagi : ASI
 Makan siang : Nasi putih + telur rebus + sayur bayam bening
 Selingan sore : biscuit + wafer richeese
 Makan malam : Nasi putih + hati ayam goreng + susu SGM

Dietary Recall :
Tabel 4.4 Menu Makan Pagi An. SS
Jenis URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
makanan (g) (kkal) (g) (g) (g)
ASI 8,33 5,16 0,12 0,27 0,58
Total 5,16 0,12 0,27 0,58
Sumber: Hasil wawancara dengan Ny. SR

Tabel 4.5 Menu Makan Siang An. SS


Jenis URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
makanan (g) (kkal) (g) (g) (g)
Beras 3 sdt 15 g 52,35 1,02 0,1 11,83
Telur ½ butir 25 g 39,5 3,2 2,87 0,17
Bayam 2 sdt 10 g 4,5 0,35 0,05 0,65
Total 96,35 4,57 3,02 12,65
Sumber: Hasil wawancara dengan Ny. SR

Tabel 4.6 Selingan Sore An. SS


Jenis URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
makanan (g) (kkal) (g) (g) (g)
Biscuit 3 pcs 30 139,35 1,01 5,02 21
Wafer 1 pcs 10 45 1 2 7
Total 184,35 2,01 7,02 28
Sumber : Hasil wawancara dengan Ny. SR
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 37
Tabel 4.7 Menu Makan Malam An. SS
Jenis URT Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
makanan (g) (kkal) (g) (g) (g)
Beras 3 sdt 30 g 52,35 1,02 0,1 11,83
Hati ayam 1 potong 10 g 11,6 1,69 0,48 0
Susu SGM 1 gelas 35 g 150 9,37 5 22
Total 213,95 12,08 5,58 33,83
Sumber : Hasil wawancara dengan Ny. SR

Tabel 4.8 Total Asupan Gizi An. SS Sehari-hari


Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (g) (g) (g)
Total Asupan 499,81 18,78 15,89 75,06

Kebutuhan Asupan Gizi Anak


Berdasarkan berat badan aktual :
 Energi : 100 × 8,2 = 820 𝑘𝑘𝑎𝑙
 Protein : 2 × 8,2 = 16,4 𝑔𝑟𝑎𝑚
16,4×4
 P/E Ratio : × 100% = 8%
820
35
 Lemak : 100 × 820 = 287 ÷ 9 = 31,8 𝑔𝑟𝑎𝑚

 Karbohidrat : 820 = (31,8 𝑥 9) + (16,4 𝑥 4) + (𝐾 𝑥 4) = 131,45 𝑔𝑟𝑎𝑚

Tabel 4.9 Evaluasi Dietary Recall An. SS


Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (g) (g) (g)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 38
Asupan 499,81 18,78 15,89 75,06
Kebutuhan 820 16,4 31,8 131,45
Selisih -320,19 +2,38 -15,91 -56,39

Kesimpulan : Berdasarkan evaluasi gizi dari makanan yang dikonsumsi pasien sehari-
hari, asupan kalori, lemak, dan karbohidrat kurang dari kebutuhan yang seharusnya.

4.7. Kondisi Rumah


o Perumahan
o Status rumah : Milik pribadi
o Luas tanah : 11 m x 8 m = 88 m2
o Luas bangunan : 9 m x 6 m = 54 m2
Yang terdiri dari:
 1 lantai
 1 teras rumah berukuran 1 m x 5 m
 1 ruang keluarga berukuran 2,5 m x 5 m
 2 kamar tidur masing-masing berukuran 2,5 m x 2,5 m
 1 dapur berukuran 4 m x 2 m
 2 kamar mandi masing-masing berukuran 1 m x 1 m
o Kondisi bangunan
Kondisi kebersihan rumah kurang baik, dengan lantai yang terbuat dari ubin
ukuran 30 cm x 30 cm. Tembok rumah tampak depan dan samping sepanjang 5
meter disemen dan diberi cat warna hijau, tembok sepanjang 4 meter bagian depan
terbuat dari batako yang disemen tanpa dicat, sedangkan sepanjang 6 meter
tampak samping dan belakang terbuat dari setengah batako yang disemen tanpa
dicat dan setengah keatas hanya terbuat dari anyaman bambu. Atap rumah pada
ruang keluarga, kamar tidur dan kamar mandi memliki atap genteng, sedangkan
dapur memiliki atap yang terbuat dari seng. Jumlah orang yang tinggal di dalam
rumah sebanyak 5 orang.
o Lokasi : Bojong, RT 11/RW 4, Cikupa, Tangerang, Provinsi Banten 15710.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 39
o Ventilasi
Terdapat 2 buah pintu yang terdapat di depan dan di belakang rumah, 2 jendela di
ruang keluarga (non-fungsional), 1 buah jendela di gudang (non-fungsional), 2
jendela (fungsional) pada masing – masing kamar tidur, 6 lubang udara yang
terdapat diatas jendela dan pintu yang berada di ruang keluarga, 2 lubang udara
yang terdapat diatas jendela kamar tidur utama, dan 1 lubang udara yang terdapat
di gudang.
 Insidentil:
a) Pintu depan : 1,8 m x 0,8 m = 1,44 m2
b) Pintu belakang : 1,7 m x 0,8 m = 1,36 m2
 Permanen:
Jendela persegi panjang non fungsional :
a. Depan : 2 x (1 m x 0,5 m) = 1 m2
b. Gudang : 1 x (1m x 0,6m) = 0,6 m2
Jendela persegi panjang fungsional :
a. Kamar tidur : 4 x (0,6m x 0,3 m) = 0,72 m2
Lubang udara fungsional :
a. Depan : 6 x (0,2 m x 0,2 m) = 0,24 m2
b. Kamar tidur : 2 x (0,2 m x 0,2 m) = 0,08 m2
c. Gudang : 1 x (0,6 m x 0,3 m) = 1,8 m2
 Total : 7,24 m2
 Presentase ventilasi total : 2,84 m2/54 m2 x 100 % = 5,25 %
 Presentase ventilasi insidentil : 2,8 m2/54 m2 x 100% = 5,18 %
Berdasarkan perhitungan diatas total ventilasi yang ada pada rumah pasien adalah
5,18%. Ventilasi tersebut adalah ventilas yang baik karena memenuhi kriteria
ventilasi rumah ideal yakni 10% dari luas lantai. [Departemen Kesehatan, 1999]
Kesimpulan : Ventilasi rumah tidak baik.
o Pencahayaan
Pada pagi dan siang hari rumah pasien mendapatkan pecahayaan yang cukup
pada ruang kelurga, dikarenakan ruang keluarga memiliki 1 buah pintu, 2 buah
jendela dan 6 lubang udara. Pintu depan berukuran 1,8 m x 0,8 m yang terbuka.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 40
Jendela depan yang berukuran 1 m x 0,5 m yang tidak tertutup gorden. Enam
lubang udara yang masing masing berukuran 0,2 m x 0,2 m. Masing – masing
kamar tidur terdapat 2 jendela yang masing-masing berukuran 0,6 m x 0,3 m
terbuka tapi tidak tertutup gorden dan 2 lubang udara pada kamar tidur utama
yang masing-masing berukuran 0,6 m x 0,3 m yang terbuka. Sedangkan untuk
kamar mandi dan dapur tidak mendapatkan cahaya alam dikarenakan tidak adanya
jendela pada masing-masing ruangan. Sore hingga malam hari Ny. SR
menyalakan lampu neon yang ada dirumahnya. Lampu neon yang dinyalakan
adalah 1 lampu yang terdapat di teras rumah, 1 lampu yang terdapat pada ruang
keluarga, 1 lampu yang terdapat pada masing-masing kamar tidur dan lampu neon
yang ada didapur dan kamar mandi hanya dinyalakan apabila ruanga tersebut akan
digunakan. Masing masing lampu neon berdaya 5-10 watt berwarna putih.
Kesimpulan : Pengukuran intensitas cahaya penerangan dilakukan dengan
menggunakan alat Luxmeter yang dinyatakan dalam satuan LUX, Lux adalah
satuan intensitas penerangan per meter persegi yang dijatuhi arus cahaya 1 lumen.
Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian energi listrik
dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum skala [Hidayat, et al.,
2011]
o Air
Keperluan air untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari air tanah sumur bor yang
berjarak 40 meter didekat rumah, menggunakan alat jet pump. Kriteria air: jernih,
tidak berwarna dan tidak berbau.
Kesimpulan : Jaraknya dari sumber air bersih minimal 10 meter untuk mencegah
tercemarnya air oleh bakteri melalui aliran air tanah [Soeparman, 2002].
o Sampah dan Limbah
Sampah dikumpulkan menjadi 1 dalam kantong plastik di ruang keluarga, yang
kemudjian dibuang ke tempat tumpukan sampah yang berada kurang lebih 10
meter dari rumah pasien. Air limbah cucian kamar mandi dialirkan ke empang
yang berada belakang rumah pasien.
Kesimpulan : Tempat pembuangan sampah tidak boleh berdekatan dengan sumber
air yang ada. Untuk menghindari kontaminasi terhadap sumber air, Departemen

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 41
Kesehatan RI menetapkan jarak minimal antara tempat penampungan sampah
dengan sumur sejauh 10 meter [Soeparman, 2002].
o Kamar Mandi
Lokasi 2 kamar mandi terletak didalam rumah pada bagian pojok belakang. Tidak
terdapat pencahayaan sinar matahari dan hanya terdapat 1 lampu neon 5 watt.
Lantai kamar mandi beralaskan ubin. Terdapat 1 buah penampung air besar dan 1
buah gayung. Terdapat jamban di salah satu kamar mandi.
Kesimpulan : Berdasarkan profil kesehatan keluarga, salah satu indikator keluarga
sehat adalah jika keluarga tersebut memiliki akses dan menggunakan sarana untuk
buang air besar berupa kloset leher angsa atau kloset plengsengan. [Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016]. Sudah sesuai kriteria tetapi untuk
kebersihan kamar mandi dan jamban yang kurang terjaga dan pencahayaan kamar
mandi yang masih kurang.
o Pembuangan Tinja
Dilakukan di jamban kamar mandi rumah pasien. Pada rumah pasien terdapat
septic tank berjarak 2 meter di belakang rumah pasien.
Kesimpulan : Pembuangan tinja baik, karena berjarak lebih dari 10 meter dari
sumber air bersih untuk mencegah tercemarnya air oleh bakteri melalui aliran air
tanah (Soeparman, 2002).
o Alat Kesejahteraan
Terdapat 1 televisi tabung berukuran 32 inch yang sudah tidak berfungsi, 2 buah
kasur spring bed dengan salah satu spring bed terdapat tempat tidur dari kayu, 2
lemari baju yang terdapat pada masing masing kamar tidur, 1 kipas angin, 1
kulkas, 1 lemari televisi, 1 lemari untuk peralatan makan dan memasak dan 2 buah
handphone smartphone yang dimiliki oleh anak pertama dan kedua.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 42
4.8. Denah Lokasi

Gambar 4.2 Denah Lokasi Kediaman An. SS

4.9. Denah Rumah

Gambar 4.3 Denah Rumah An. SS

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 43
4.10 Mandala of health
Body : An. SS, 2 tahun 4 bulan, TB 75,5 cm, BB 8,2 kg, feeding difficulties,
status gizi sangat kurang dan perawakan pendek, furunkulosis, pectus
carinatum, caries dentis.
Mind : Tidak diketahui.
Spirit : Tidak diketahui.

Level Pertama
o Human biology : Tidak ada masalah
o Family : An. SS tinggal bersama seorang ayah, ibu dan kakak perempuan dan
kakak laki-laki
o Personal behavior
o An. SS makan sepiring dengan ibunya dan hanya sekitar 3 sendok teh
nasi dengan sedikit lauk
o An. SS bermain didalam rumah bersama kakaknya dan teman-teman
disekitar lingkungan tempat tinggalnya
o Psycho-sosio-economic environment
Lingkungan psikososial:
o Ibu memberi makanan kepada An. SS jika An. SS meminta
o An. SS bermain dengan teman-teman sekitar tempat tinggal yang datang
kerumah
Lingkungan sosial ekonomi:
o Status ekonomi keluarga dari An. SS termasuk golongan pendapatan
tinggi karena pendapatan rata-rata antara Rp 2.500.000,00 s/d Rp
3.500.000,00 per bulan.
o Physical environment
o Rumah tempat tinggal An. SS kurang terjaga kebersihannya
o Ventilasi rumah An. SS tidak baik
o Pencahayaan rumah An. SS kurang baik

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 44
Level 2
 Sick care system :
o Jarak ke Puskesmas yang cukup jauh yaitu sekitar 6 km dapat dijangkau
dengan menggunakan sepeda motor atau kendaran umum.
o Kurangnya pemantauan gizi dan edukasi oleh petugas terhadap masalah
gizi yang diderita An. SS.
 Work : An. SS belum bekerja.
 Life style :
o An. SS lebih menyukai makanan berkuah dan bertekstur lunak.
o An. SS memakan makanan yang bervariasi mengikuti makanan yang
ibunya makan.
o An. SS suka makan cemilan berupa makanan ringan, sosis dan
minuman kemasan.

Level 3
 Community : tidak ada masalah
 Human made environment : tidak ada masalah
 Culture : tidak ada masalah
 Biosphere : global warming

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 45
Culture :

Tidak ada masalah.

Community :
Tidak ada masalah

Lifestyle :
An. SS menyukai makanan berkuah dan bertekstur lunak.
An. SS memakan makanan yang bervariasi mengikuti makanan yang ibunya
makan. An. SS suka makan cemilan berupa makanan ringan, sosis dan minuman
kemasan.

Personal Behaviour :
Family : An. SS tinggal bersama seorang ayah, Psycho-social economy environment :
ibu, kakak perempuan dan kakak laki-laki
Lingkungan Psikososial:
An. SS makan sepiring dengan ibunya dan
Ibu memberi makanan kepada An. SS
hanya sekitar 3 sendok teh nasi dengan Spirit :
jika An. SS meminta. An. SS hanya
sedikit lauk. An. SS bermain didalam Tidak diketahui
bermain dengan teman-teman sekitar
rumah bersama kakaknya dan teman-teman
tempat tinggal yang datang kerumah
disekitar lingkungan tempat tinggalnya.
Lingkungan sosial ekonomi:
golongan tinggi

Body :
Mind :
Sick Care System : An. SS, 2 tahun 4 bulan, Work :
TB 75,5 cm, BB 8,2 kg, Tidak diketahui
Jarak ke Puskesmas yang cukup status gizi sangat kurang An. SS tidak bekerja.
jauh yaitu sekitar 6 km dapat dengan perawakan pendek,
furunkulosis, pectus
dijangkau dengan menggunakan carinatum, caries dentis
sepeda motor atau kendaran
umum.
Kurangnya pemantauan gizi dan Physical Environment :
edukasi oleh petugas terhadap Rumah tempat tinggal An. SS kurang terjaga
Human Made Environment : kebersihannya. Ventilasi rumah pasien tidak baik.
masalah gizi yang diderita An. SS.
Tidak ada masalah Pencahayaan rumah pasien kurang baik.

Human Biology :
Tidak ada masalah.

Biosphere :

Global warming.

Gambar 4.4 Mandala of Health dari An. SS

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 46
BAB 5
Diagnosis Holistik
5.1 Ringkasan
Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 2 tahun 4 bulan dengan keluhan tidak
nafsu makan dan bisul di dahi. Menurut ibu pasien, anaknya mulai tidak nafsu makan
sejak usia 9 bulan yang menyebabkan pasien terlihat lebih kurus sejak 8 bulan yang lal
dan gigi pasien terlihat hitam. Sejak 1 bulan lalu timbul bisul di dahi pasien, bisul sering
hilang timbul, bila bisul pecah, nantinya akan timbul bisul baru ditempat lain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
- BB : 8,2 kg
- TB : 75,5 cm
-
IMT : 14,75 kg/m2
-
LILA : 13 cm
-
Menurut WHO :
- BB/U dibawah -3 SD (BB sangat kurang)
- TB/U dibawah -3 SD (sangat pendek)
- BB/TB dibawah -1 SD (normal)
- IMT/U diatas -1 SD (normal)
- Menurut CDC :
 BB aktual = 8,2 kg 𝐵𝐵 8,2
= 12,6 𝑥100% = 65,07% (gizi kurang)
𝑈
 BB sesuai usia = 12,6 kg
𝑇𝐵 75,5
 BB ideal = 12 kg = 𝑥100% = 84,83% (tinggi kurang)
𝑈 89
 TB aktual = 75,5 cm
𝐵𝐵 8,3
= 𝑥100% = 69,16% (gizi kurang)
 TB sesuai usia = 89 cm 𝑇𝐵 12

- status generalis :
 kepala : rambut coklat kemerahan terdistribusi merata, terdapat pustule di
temporal sinistra dengan warna eritema ukuran nummular dan dengan
jumlah soliter
 gigi dan mulut : caries dentis (+)

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 47
 cor dan pulmo : dan pada inspeksi terdapat pectus carinatum
5.2 Diagnosis Holistik
5.2.1 Aksis I (Aspek Personal)
- Pasien tidak nafsu makan sejak usia 9 bulan, yang disebabkan oleh gusi
bengkak..
- Bisul pada dahi yang sering hilang timbul.

5.2.2 Aksis II (Aspek Klinis)


- Diagnosis utama : Feeding difficulties
- Diagnosis tambahan : Gizi sangat kurang dan perawakan pendek, folikulitis,
caries dentis, pectus carinatum

5.2.3 Aksis III (Aspek Internal)


- Kurangnya asupan makanan dari segi kuantitas dan kualitas
- Diberikan biskuit setiap kontrol ke posyandu

5.2.4 Aksis IV (Aspek Eksternal)


- Kurangnya pemahaman keluarga mengenai apa yang dialami oleh pasien.
- Kurangnya pemahaman keluarga mengenai pentingnya oral hygiene bagi pasien
- Kurangnya pemahaman keluarga mengenai jumlah asupan dan kebutuhan energi
untuk pasien.
- Kurangnya pemahaman ibu mengenai pengolahan, serta pembuatan menu
makanan harian.

5.2.5 Aksis V (Aspek Status Fungsional)


- Ada sedikit hambatan dalam tugas sehari-sehari (nilai 2)

5.3 Diagnosis Keluarga


5.3.1 Bentuk Keluarga
Keturunan : Patrilinier
- Perkawinan : Monogami
- Pemukiman : Neolokal
- Jenis anggota keluarga : Inti

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 48
- Kekuasaan : Patriakal

5.3.2 Fungsi Keluarga


a. Holistik

Fungsi holistik kurang baik, An. SS memiliki kelainan bentuk dada sejak lahir (pectus
carinatum), tergolong gizi sangat kurang dengan perawakan pendek untuk seusianya
dan memiliki keterlambatan dalam perkembangannya, fungsi psikologis belum dapat
dinilai, sosial ekonomi tergolong tinggi

b. Fisiologi

- Adaptation : Tidak dapat dinilai


- Partnership : Tidak dapat dinilai
- Growth : Tidak dapat dinilai
- Affection : Tidak dapat dinilai
- Resolve : Tidak dapat dinilai

APGAR score : Tidak dapat dinilai

c. Patologis
- Social : Interaksi dengan orang tua dan anak tetangga lain baik
- Culture : Keluarga An. SS menghormati dan menghargai budaya,
tatakrama, dan memiliki perhatian terhadap sopan santun dalam bermasyarakat.
- Religious : An. SS beragama Islam seperti orang tua dan kakak-kakaknya
- Education : An. SS belum mulai bersekolah
- Economic : Status ekonomi keluarga An. SS adalah tergolong tinggi
- Medical : Keluarga An. SS berobat umum ke posyandu atau puskesmas

Kesan: Tidak terdapat fungsi patologis pada keluarga An. SS

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 49
5.3.3 Siklus Kehidupan Keluarga (Duvall)

1. Tahap perkawinan
2. Tahap keluarga dengan bayi
3. Tahap keluarga dengan anak usia
pra sekolah
1
2 4. Tahap keluarga dengan anak
8 3 usia sekolah
5. Tahap keluarga dengan anak
4
usia remaja
7 5 6. Tahap keluarga dengan anak-anak
meninggalkan keluarga
6
7. Tahap orang tua usia menengah
8. Tahap keluarga jompo

Gambar 1. Siklus Kehidupan Keluarga Orang Tua An. SS


Pada siklus kehidupan keluarga Duvall, diketahui bahwa orang tua An. SS berada pada
tahap 2, 4, dan 5, di mana pada tahap 2 adalah An. SS, tahap 4 adalah kakak laki-laki
An. SS yaitu An. I yang berada di kelas 5 SD, dan tahap 5 adalah kakak perempuan An.
SS yaitu Nn. SN yang merupakan anak pertama dari keluarga ini, yang berada di kelas 2
SMA.

5.3.4 Coping Score

Coping Score keluarga An. SS adalah 2, dimana orang tua anak mengetahui bahwa
anaknya memiliki masalah pertumbuhan dan perkembangan, dan juga sudah sempat
berobat di posyandu dan puskesmas, namun kedua orang tua An. SS tidak mengetahui
bagaimana caranya untuk menindak lanjuti masalah yang dialami oleh anaknya.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 50
BAB 6
Rencana Penatalaksanaan Holistik Dan Komprehensif

6.1. Axis 1 (Aspek Personal)


- Pasien tidak nafsu makan sejak usia 9 bulan, yang disebabkan oleh gusi
bengkak..
- Bisul pada dahi yang sering hilang timbul.

Rencana terapi farmakologis


 Multivitamin syr 1 x 1cth
 Amoxicillin 500 mg, 5 tablet dijadikan puyer, diminum 3 x 1
 Gentamicin salep kulit
 Paracetamol 3 x 1
Recana terapi non farmakologis
 Membujuk anak agar ia mau makan dengan membuat proses makan menjadi
lebih menyenangkan untuk anak.
 Mengedukasi ibu untuk memberikan makan sedikit-sedikit namun sering
(small frequent feeding).
 Beri makanan yang disukai oleh An. SS, sehingga anak memakannya.
 Berikan makanan dalam bentuk lunak untuk An. SS agar mengurangi rasa
tidak nyaman dengan kondisi gigi dan gusinya
 Meningkatkan hygiene yaitu mandi minimal 2kali dalam sehari
 Meningkatkan oral hygiene

6.2. Axis 2 (Aspek Klinis)


a. Diagnosis utama : Feeding difficulties
Rencana terapi farmakologis:
 Multivitamin syr 1x1cth
Rencana terapi non farmakologis
 Mengedukasi ibu agar memberikan makanan pada anak sedikit sedikit
namun cukup sering. Makan 3 kali sehari dan dapat diberikan selingan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 51
Makan pokok terdiri dari makan pagi, siang dan malam. Makanan yang
disarankan untuk dikonsumsi seperti nasi, roti, telur, ayam, ikan dan makanan
pokok lainnya, dapat diberikan makanan selingan yang di berikan diantara
makan pokok dan setelah makanan pokok seperti biskuit dan buah-buahan.
 Memberikan menu makanan yang dapat menjadi standard untuk
meningkatkan status gizi An. SS.

b. Diagnosis tambahan : Gizi sangat kurang dan perawakan pendek, follikulitis,


caries dentis, gizi kurang, pectus carinatum
Rencana terapi farmakologis :
 Paracetamol 3 x sehari
 Amoxcillin 500mg 4 tablet puyer 3 x sehari selama 5 hari
 Gentamicin salep kulit
Rencana terapi non farmakologis :
 Meningkatkan 20% asupan total energi dari asupan total energi saat ini
 Memberitahu ibu untuk mengurangi pemberian jajanan seperti chiki
dikarenakan tidak mengandung energi. sehingga kebutuhan energi anak tidak
terpenuhi dan menyarankan untuk menggantinya dengan biscuit, coklat.
 Kontrol ke puskesmas setiap bulan, agar dapat diperhatikan dengan ketat
perkembangan berat badan pasien sehingga dapat dicegah terjadinya
penurunan status gizi menjadi gizi buruk.
 Mengedukasi ibu agar anak menjaga kebersihan mulutnya dangan cara
menyikat gigi
 Meningkatkan hygiene dengan mandi minimal 2 kali sehari

Tabel 6.1 Rencana Pemberian Nutrisi pada An. SS


Energi Protein Lemak Karbohidrat
(kkal) (g) (g) (g)
Asupan saat ini 499,81 18,78 15,89 75,06
+20% energi dari 599,77 20 23,32 76,39

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 52
asupan saat ini

 Energi = energi saat ini + (20% x asupan saat ini)


= 499,81 + 99,96 = 599,77
 Protein = 2g/kg BB/hari x BB = 2 x 10 = 20 g
 P/E ratio = (20x4)/599,77 x 100% = 13,33%
 Lemak = (599,77 x 35%)/9 = 23,32 g
 Karbohidrat : 599,77 = (31,8 𝑥 9) + (16,4 𝑥 4) + (𝐾 𝑥 4) = 76,39 𝑔𝑟𝑎𝑚
Rencana menu An. SS :
 Makan pagi : ASI + biskuit
 Makan siang : Nasi tim + ikan bandeng gulai + sayur bayam bening
 Selingan sore : Pisang mas
 Makan Malam : Nasi tim + ayam bakar + susu SGM

Tabel 6.2 Menu Makan Pagi


Jenis URT Berat Energi Protein Lemak (g) Karbohidrat
bahan (g) (kkal) (g) (g)
ASI 8,33 5,16 0,12 0,27 0,58
Biscuit 2 keping 20 90 0,66 3 14
Total 95,16 0,78 3,27 14,58

Tabel 6.3 Menu Makan Siang


Jenis URT Berat Energi Protein Lemak (g) Karbohidrat
bahan (g) (kkal) (g) (g)
Beras 2 sdm 20 69,8 1,36 0,14 15,78
Bandeng ¼ ekor 50 61,5 10 2,4 0
Santan 1 sdt 5 17,4 0,21 1,71 0,28
Total 148,7 11,57 4,25 16,06

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 53
Tabel 6.4 Menu Selingan Sore
Jenis URT Berat (g) Energi Protein Lemak (g) Karbohidrat
bahan (kkal) (g) (g)
Pisang 1 buah 50 51,5 0,6 0,1 11,9
mas
Total 51,5 0,6 0,1 11,9

Tabel 6.5 Menu Makan Malam


Jenis URT Berat (g) Energi Protein Lemak Karbohidrat
bahan (kkal) (g) (g) (g)
Beras 2 sdm 20 69,8 1,36 0,14 15,78
Ayam ½ potong 20 51,6 3,64 5 0
Minyak 1 sdt 5 45 0 5 0
Susu 1 gelas 35 g 150 9,37 5 22
SGM
Total 316,4 14,37 15,14 37,78
Tabel 6.6 Evaluasi Menu An. SS
Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat
(kkal) (g)
Asupan 611,76 27,32 22,76 80,32
Kebutuhan 599,77 20 23,32 76,39
Selisih +11,99 +7,32 -0,56 +3,93

6.3. Axis 3 (Aspek Internal)


a. Kurangnya asupan makanan dari segi kuantitas dan kualitas
Rencana terapi farmakologis :-
Rencana terapi non-farmakologis :
 Mengkombinasikan jenis makanan lain yang lebih bernutrisi yang diberikan
kepada anak. Jenis makanan yang dapat ditambahkan seperti telur, tahu,

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 54
tempe, sayur-sayuran, buah-buahan ataupun daging ayam bagian paha dan
dada.
 Tidak membiarkan anak menyisakan makanan yang sudah disediakan.
 Mengubah variasi makanan dan cara pengolahannya.

b. Diberikan biskuit setiap kontrol ke posyandu


Rencana terapi farmakologis :-
Rencana terapi non-farmakologis :
 Membujuk agar An. SS mengkonsumsi biscuit yang telah diberikan setiap
hari

6.4. Axis 4 (Aspek Eksternal)


a. Kurangnya pemahaman keluarga mengenai apa yang dialami oleh An. SS
Rencana terapi farmakologis :-
Rencana terapi non-farmakologis :
 Menjelaskan mengenai apa itu gizi buruk dan gizi kurang, serta bahayanya
apabila keadaan tersebut tidak diatasi.
 Menganjurkan pada ibu untuk memberikan makan pada anak dengan
frekuensi sedikit-sedikit namun sering atau segera memberikan makan pada
anak setiap anak ingin makan.

b. Kurangnya pemahaman keluarga mengenai pentingnya oral hygiene bagi


pasien.
Rencana terapi farmakologis :-
Rencana terapi non-farmakologis :
 Memberitahukan pada ibu bahwa yang menyebabkan pasien menjadi tidak
nafsu makanan walanya disebabkan oleh kondisi gigi dan mulutnya karena
tidak pernah gosok gigi
 Memotivasi ibu untuk memperhatikan oral hygiene dan menggosok gigi
anak sehari 2 kali

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 55
c. Kurangnya pemahaman keluarga mengenai jumlah asupan dan kebutuhan
energi untuk pasien.
Rencana terapi farmakologis :-
Rencana terapi non-farmakologis :
 Memberitahu ibu bagaimana jumlah makanan yang bias diberikan
kepada An.SS
 Memberitahukan ibu makanan apa saja yang baik dikonsumsi

d. Kurangnya pemahaman ibu mengenai pengolahan, serta pembuatan menu


makanan harian.
Rencana terapi farmakologis :-
Rencana terapi non-farmakologis :
 Memberihu ibu contoh – contoh menu makanan yang dapat digunakan
sebagai panduan

6.5. Axis 5 (Aspek Fungsional)


a. Status fungsional (2): Terdapat sedikit hambatan dalam beraktivitas sehari-hari
 Tidak dilakukan intervensi.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 56
Bab 7

Intervensi, Hasil Intervensi Dan Prognosis

Kunjungan ke rumah keluarga An. SS dilakukan pada tanggal 8 Maret 2019 – 21 Maret
2019. Setiap kunjungan tersebut dilakukan anamnesis, pemeriksaan sesuai dengan
penyakit yang di derita An. SS, intervensi dan follow – up keluhan dari An. SS terkait
masalah gizi pasien. Intervensi dilakukan pada tanggal 8 Maret, 11 Maret, 13 Maret, 16
Maret, 18 Maret, 21 Maret, 25 Maret 2019.

7.1 Aksis 1 (Aspek Personal)

Intervensi (26 Februari 2019) :

Terapi farmakologis :

 Multivitamin syr 1 x 1 cth


 Salep kulit gentamicin
 Paracetamol 3 x 1 cth

Terapi non farmakologis :

 Mengedukasi ibu agar lebih telaten dalam memberi makanan pada anak dan
untuk memberikan makanan lebih banyak dengan jenis yang bervariasi dan juga
makanan yang lembek atau lunak
 Mengedukasi ibu untuk kontrol anak ke puskesmas atau posyandu setiap bulan,
agar dapat diperhatikan ketat perkembangan berat badan pasien sehingga dapat
dicegah terjadinya penurunan status gizi menjadi gizi buruk
 Mengedukasi ibu untuk meningkatkan hygiene terutama hygiene mulut dan
untuk kontrol ke dokter gigi

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 57
Hasil Intervensi :

 Tanggal 8 Maret 2019 : Anak masih makanan dengan porsi sedikit dan masih
belum gosok gigi
 Tanggal 11 Maret 2019 : Anak sudah diberikan makanan dengan porsi sendiri
dengan porsi lebih banyak dari biasanya dan habis
 Tanggal 13 Maret 2019 : Anak sudah berkurang makan makanan ringan, dan
bisul di dahi sudah mulai mengecil. Dan anak sudah mulai aktif
 Tanggal 16 Maret 2019 : Anak sudah lebih mudah untuk menghabiskan
makanannya dan bisul sudah lebih mengecil
 Tanggal 18 Maret 2019 : Cara makan An.SS sudah baik
 Tanggal 21 Maret 2019 : Porsi makan An. SS bertambah
 Tanggal 25 Maret 2019 : Peningkatan berat badan

7.2 Aksis 2 (Aspek Klinis)

Intervensi (8 Maret, 11 Maret, 13 Maret, 16 Maret, dan 18 Maret, 21 Maret dan 25


Maret 2019)
Diagnosis utama:
Rencana terapi farmakologis:
 Multivitamin syr 1 x 1 sendok teh per hari
Rencana terapi non farmakologis
 Mengedukasi ibu agar memberikan makanan pada anak sedikit sedikit
namun cukup sering. Makan 3 kali sehari dan dapat diberikan selingan.
Makan pokok terdiri dari makan pagi, siang dan malam. Makanan yang
disarankan untuk dikonsumsi seperti nasi, roti, telur, ayam, ikan dan makanan
pokok lainnya, dapat diberikan makanan selingan yang di berikan diantara
makan pokok dan setelah makanan pokok seperti biskuit dan buah-buahan.
 Memberikan menu makanan yang dapat menjadi standard untuk
meningkatkan status gizi An. SS.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 58
Menu makan An. MA setelah dilakukan intervensi:
 Makan pagi : Susu + biskuit
 Makan Siang : Nasi + semur tempe
 Selingan sore : Pepaya
 Makan malam : Nasi + semur telur + Susu

Tabel 7.1 Menu Makan Pagi


Jenis URT Berat Energi Protein Lemak (g) Karbohidrat
bahan (g) (kkal) (g) (g)
Susu 1 gelas 35 g 150 9,37 5 22
SGM
Biscuit 2 keping 20 90 0,66 3 14
Total 240 10,03 8 36

Tabel 7.2 Menu Makan Siang


Jenis URT Berat Energi Protein Lemak (g) Karbohidrat
bahan (g) (kkal) (g) (g)
Beras 2 sdm 20 69,8 1,36 0,14 15,78
Tempe 1 potong 25 40 4,57 1 3,17
Kecap 1 sdm 10 8,1 0,27 0,05 1,9
Total 117,9 6,2 1,19 20,85

Tabel 7.3 Menu Selingan Sore


Jenis URT Berat (g) Energi Protein Lemak (g) Karbohidrat
bahan (kkal) (g) (g)
Papaya ½ juring 50 26 0,25 0 6,2
Total 26 0,25 0 6,2

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 59
Tabel 7.4 Menu Makan Malam
Jenis URT Berat (g) Energi Protein Lemak Karbohidrat
bahan (kkal) (g) (g) (g)
Beras 2 sdm 20 69,8 1,36 0,14 15,78
Telur ½ butir 25 39,5 3,2 0,17 0,17
Kecap 1 sdm 10 8,1 0,27 0,05 1,9
Susu 1 gelas 35 g 150 9,37 5 22
SGM
Total 267,4 14,2 5,36 39,85

Tabel 7.5 Evaluasi Menu An. SS


Energi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat
(kkal) (g)
Asupan 651,3 30,68 14,55 102,9
Kebutuhan 599,77 20 23,32 76,39
Selisih +51,53 +10,68 -8,77 +26,51
Hasil Intervensi
 8 Maret 2019
Anak masih makanan dengan porsi sedikit dan masih belum gosok gigi
Diare -, mual muntah -.

Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,2 kg
IMT : 14,57 kg/m2

 11 Maret 2019
Anak sudah diberikan makanan dengan porsi sendiri dengan porsi lebih banyak
dari biasanya dan habis
Diare -, mual muntah -.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 60
Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,2 kg
IMT : 14,57 kg/m2

 13 Maret 2019
Anak sudah berkurang makan makanan ringan, dan bisul di dahi sudah mulai
mengecil , dan anak sudah mulai aktif
Diare -, mual muntah -.
Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,4 kg
IMT : 14,93 kg/m2

 16 Maret 2019
Anak sudah lebih mudah untuk menghabiskan makanannya dan bisul sudah
lebih mengecil
Diare -, mual muntah -.
Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,5 kg
IMT : 15,11 kg/m2

 18 Maret 2019
Cara makan An.SS sudah baik
Diare -, mual muntah -.
Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,5 kg
IMT : 15,11 kg/m2

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 61
 21 Maret 2019
Porsi makan An. SS bertambah
Diare -, mual muntah -.
Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,5 kg
IMT : 15,11 kg/m2

 25 Maret 2019
Peningkatan berat badan
Diare -, mual muntah -.
Pemeriksaan Fisik
TB : 75,5 cm
BB : 8,7 kg
IMT : 15,46 kg/m2
Tabel 7.7 Kurva Kenaikan Berat Badan Menurut Tinggi Badan An. SS

Sumber : WHO, 2006.


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 62
Hasil edukasi pada Ny.SR :
 Ny.SR sudah mengerti bahwa harus mengurangi jajan diluar rumah dengan
mengganti jajanan yang dibuat sendiri dirumah
 Ny.SR sudah mengerti bahwa harus selalu memperhatikan pola makan An. SS
 Ny.SR sudah mulai menerapkan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah
makan pada An. SS dan akan membawa An. SS kontrol ke dokter gigi
 Ny.SR mengerti untuk pentingnya rutin mengontrol gizi An. SS ke puskesmas
atau posyandu
 Ny. SR sudah mulai rutin mengajarkan An. SS untuk berjalan sambil bermain
Diagnosis Tambahan
Rencana terapi farmakologis :
 Paracetamol 3 x 1 sendok teh
 Gentamicin salep kulit
Rencana terapi non farmakologis :
 Mengedukasi ibu agar anak menjaga kebersihan mulutnya dangan cara menyikat
gigi
 Mengedukasi ibu untuk menjaga kebersihan dengan mandi minimal 2 kali sehari
 Mengedukasi kepada ibu untuk memberikan An. SS makanan yang lunak agar
mudah di cerna oleh An. SS
 Mengedukasi ibu untuk segera kontrol ke dokter gigi

Hasil Intervensi
Tatalaksana farmakologis
 13 Maret
Bisul di dahi sudah mulai mengecil
- Gentamicin salep kulit

 16 Maret 2019
Bisul di dahi sudah tampak mengecil dari sebelumnya
- Gentamicin salep kulit
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 63
Tatalaksana non-farmakologis
 Mengedukasi ibu agar anak menjaga kebersihan mulutnya dangan cara menyikat
gigi
 Mengedukasi ibu untuk menjaga kebersihan dengan mandi minimal 2 kali sehari
 Mengedukasi kepada ibu untuk memberikan An. SS makanan yang lunak agar
mudah di cerna oleh An. SS

7.3 Aksis 3 (Aspek Internal)

Intervensi (8 Maret, 11 Maret, 13 Maret, 16 Maret, 18 Maret, 21 Maret dan 25


Maret 2019)
 Memberikan jenis makanan yang disukai anak
 Memotivasi An. SS untuk menghabiskan makanan yang sudah disiapkan di
piring sendiri
 Membiasakan An. SS untuk rutin menggosok gigi
 Memotivasi An. SS untuk belajar berjalan

Hasil Intervensi
 An. SS sudah mulai mudah untuk menghabiskan makanannya
 An. SS masih sulit untuk di gosok giginya
 An. SS sudah rutin belajar berjalan

7.4 Aksis 4 (Aspek Eksternal)

Intervensi (8 Maret, 11 Maret, 13 Maret, 16 Maret, 18 Maret, 21 Maret dan 29


Maret 2019)
 Menjelaskan mengenai apa itu gizi buruk dan gizi kurang, serta bahayanya
apabila keadaan tersebut tidak diatasi.
 Menganjurkan pada ibu untuk memberikan makan pada anak dengan jenis
makanan yang berkonsistensi lunak agar anak mudah untuk mencerna

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 64
 Memberitahukan pada ibu bahwa makanan ringan tidak memiliki asupan nutrisi
yang dibutuhkan oleh anak dalam pertumbuhannya.
 Mengedukasi ibu agar tidak memberikan makanan ringan lagi dan mengganti
dengan jajanan yang di buat sendiri dirumah dan dengan pilihan jenis makanan
yang bervariasi yang dapat memenuhi kebutuhan asupan gizi anak seperti telur,
tahu, tempe, sayur-sayuran dan buah-buahan.
 Mengajarkan kepada ibu mengenai pentingnya perkembangan anak pada masa
pertumbuhan.
 Memberitahukan pada ibu mengenai target perkembangan anak yang seharusnya
telah dicapai.
 Mengedukasi ibu untuk mengajari dan melatih anak berjalan secara rutin
 Memberitahukan ibu untuk meluangkan waktu paling tidak 2 minggu sekali
untuk datang kontrol mengenai masalah gizi yang dialami An. SS, agar dapat
dipantau dengan ketat di Puskesmas atau Posyandu agar masalah gizi anak tidak
memburuk dan turun menjadi gizi buruk.

Hasil Intervensi
 Ny.SR sekarang mengetahui mengenai gizi buruk dan gizi kurang serta dampak
apa yang dapat terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan anaknya, sehingga
ingin untuk memperbaiki status gizi An. SS
 Ny.SR sekarang memberikan makanan pada An. SS dengan konsistensi lunak
dan jenis makanan yang disukai oleh An. SS dan bervariasi.
 Ny.SR sudah mengurangi pemberian makanan ringan terdapat An. SS dan sudah
memulai membuat jajanan sendiri dirumah seperti kue pisang, kolak, kacang
hijau, atau bubur sumsum
 Ny.SR mengerti mengenai pentingnya perkembangan anak pada masa
pertumbuhan.
 Ny.SR mengerti dan mengetahui target perkembangan anak yang seharusnya
telah dicapai.
 Ny.SR mulai rutin mengajari An. SS untuk berjalan

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 65
 Ny.SR membawa An.SS ke Posyandu atau Puskesmas setiap minggu untuk
memantau perbaikan status gizi anaknya.

7.5 Aksis 5 (Aspek Fungsional)

- Skor 2 : Ada sedikit hambatan dalam tugas sehari-hari (nilai 2)

Tidak dilakukan intervensi

7.6 Prognosis

Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
Ad sanationam : Dubia

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 66
BAB 8
Kesimpulan dan Saran

2.3. Kesimpulan

Dari kunjungan kasus kedokteran keluarga yang dilakukan pada An. SS maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada An. SS:
a. Kebiasaan makan pasien
b. Kebersihan diri pasien
c. Kurangnya pengetahuan orangtua
2. Faktor internal dan eksternal:
a. Faktor-faktor internal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya gizi kurang
pada An.SS:
 An. SS menyukai jajanan diluar rumah
 An. SS tidak pernah mengosok gigi yang menyebabkan gigi rusak
sehingga An. SS hanya mau makan makanan lunak.
 An. SS tidak pernah menghabiskan makanan yang disediakan satu porsi
untuk sendiri.
b. Faktor-faktor eksternal yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya gizi kurang
pada An.SS:
 Kurangnya pengetahuan keluarga terhadap kekurangan gizi yang diderita
pasien merupakan penyakit yang dapat mengganggu tumbuh kembang
pasien.
 Kurangnya ketelatenan ibu dalam pemberian makanan terhadap An.SS.
 Kurangnya pengetahuan keluarga terhadap pentingnya kesehatan gigi
3. Alternatif jalan keluar untuk memperbaiki status gizi An. SS:
a. Faktor internal:
 Memberikan jenis makanan yang disukai anak

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 67
 Memotivasi An. SS untuk menghabiskan makanan yang sudah disiapkan
di piring sendiri.
 Membiasakan An. SS untuk rutin menggosok gigi
b. Faktor eksternal:
 Memberikan edukasi kepada keluarga tentang gizi kurang, dan akibat
dari kekurangan gizi terhadap tumbuh kembang pasien.
 Memberikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya kesehatan gigi
dan akibat dari kerusakan gigi terhadap nafsu makan pasien
 Memberikan edukasi kepada keluarga tentang jenis makanan dan
minuman yang baik untuk dikonsumsi An.SS.
 Memberikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya pola makan
yang sehat untuk An. SS.
 Memotivasi orangtua untuk lebih memperhatikan asupan makan An.SS
 Memotivasi orangtua untuk lebih memperhatikan kebersihan diri An.SS
 Memberikan pengobatan terhadap faktor penyebab terjadinya bisul pada
anak dengan menjaga kebersihan dan pemberian salep gentamicin.
4. Hasil dari jalan keluar yang dilakukan untuk memperbaiki status gizi An. SS:
 Pola makan An. SS lebih bervariasi.
 Bisul membaik.
 Berat badan An. SS bertambah.
 An,SS kembali aktif bermain bersama kakak dan teman-teman sekitar
rumah.

2.4. Saran
1. Saran bagi An. SS dan keluarga
 Menyarankan ibu untuk mengurangi jajan di luar rumah dengan
mengganti jajanan yang dibuat sendiri di rumah
 Menyarankan keluarga untuk selalu memperhatikan pola makan An. SS
 Menyarankan keluarga untuk selalu mengosok gigi sebelum tidur dan
sesudah makan.

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 68
 Menyarankan keluarga untuk menjaga kebersihan dengan mandi minimal
2 kali sehari.
 Menyarankan keluarga untuk rutin kontrol gizi An.SS ke puskesmas atau
posyandu
 Menyarankan keluarga untuk membawa An. SS untuk kontrol ke dokter
gigi
 Menyarankan keluarga untuk rutin mengajarkan An. SS latihan berjalan
 Memperhatiakan gejala diare dan muntah pada anak dan apabila terjadi
segera dibawa untuk berobat ke Puskesmas.
 Menegaskan kepada keluarga untuk tetap memperhatikan pengetahuan
dan kemampuan An. SS dalam perkembangan sesuai usianya
 Menegaskan kepada keluarga agar tetap melanjutkan proses pengajaran
dan pelatihan sesuai dengan usia anak
2. Saran bagi kelompok kunjungan kedokteran keluarga selanjutnya
 Memastikan An. SS tetap menjaga pola makan yang telah dianjurkan dan
ditingkatkan secara berkala sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas anak
untuk mengejar pertumbuhannya.
 Memastikan An. SS rutin dibawa orangtuanya kontrol gizi ke puskesmas
atau posyandu
 Memastikan An. SS rutin menggosok gigi
3. Saran bagi puskesmas
 Melakukan penyuluhan secara rutin ke masyarakat tentang gizi kurang.
 Melakukan skrining gizi kurang terhadap setiap pasien yang datang ke
Puskesmas Cikupa.
 Memberikan penatalaksanaan yang tepat untuk pasien dengan
kekurangan gizi.

Memberikan edukasi kepada orang tua untuk rutin kontrol gizi ke Puskesmas Cikupa
setiap 1 – 2 minggu

Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Februari – 29 Maret 2019 69
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Falkutas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 18 Maret 2019 – 14 April 2019 70

Anda mungkin juga menyukai