Anda di halaman 1dari 11

* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

KAWASAN KARST DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA


DI INDONESIA
Tjahyo Nugroho Adji, Eko Haryono, Suratman Woro *

ABSTRAKSI

Keberadaan kawasan karst di Indonesia, akhir-akhir ini dianggap memiliki nilai-nilai yang
sangat strategis. Selain karena mencakup hampir 20 % luas dari total seluruh wilayah di Indonesia,
karst memiliki potensi yang bukan saja unik tetapi juga sangat kaya dengan sumberdaya alam baik itu
hayati maupun non hayati. Adanya hubungan sistem eksokarst dan endokarst, kenampakan spesifik
seperti bukit-bukit karst dan doline, serta fenomena menakjubkan yang terdapat pada goa dan sistem
pergoaannya selalu mengundang rasa ingin tahu dari kalangan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu.
Bahkan salah satu kawasan karst di Indonesia yang dikenal sebagai Gunung Sewu pernah
didengungkan akan dicalonkan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Heritage) karena keunikannya.
Benturan kepentingan akibat melebarnya tekanan penduduk serta kebutuhan-kebutuhan dasar
yang menyertainya juga mengimbas pada kawasan karst. Kekayaan bentang lahan karst yang
didominasi oleh batuan karbonat merupakan bahan tambang yang sangat potensial. Maraknya pabrik
semen pada kawasan ini akan berakibat hilangnya monumen dunia yang membutuhkan ribuan tahun
untuk membentuknya. Kasus terakhir adalah disahkannya AMDAL pendirian pabrik semen Gombong
yang berlokasi pada suatu kawasan karst yang diakui oleh para karstologist dan speleologist termasuk
kawasan karst yang lengkap dan unik.
Dari segi keilmuan kawasan karst merupakan suatu kawasan yang tidak akan pernah
kehabisan obyek untuk penelitian. Fenomena bentang lahan permukaan karst yang sangat unik,
fenomena bawah permukaan berupa sistem pergoaan dan sungai bawah tanah merupakan obyek yang
sangat menarik untuk diteliti. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal didalamnya yang juga
unik karena mampu bertahan pada kondisi water table yang sangat dalam, dan hanya dapat
memperoleh air dari goa serta mataair juga menarik untuk selalu dikaji. Sumber daya alam lain yang
dapat dikaji adalah beragamnya flora dan fauna yang khas seperti burung walet dan kelelawar,
misalnya.
Akhirnya makalah ini mengungkapkan pentingnya dibentuknya komisi karst IGI yang bertujuan
untuk menghimpun para geografiwan Indonesia yang tertarik pada kawasan ini untuk lebih
mengembangkan, meneliti dan berdiskusi untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat
didalamnya dalam konteks disiplin ilmu geografi dan diharapkan akan dapat terus bersama-sama
mengembangkan keilmuan karst di Indonesia.

PENDAHULUAN
Keberadaan kawasan karst di Indonesia, dewasa ini dianggap memiliki nilai-
nilai yang sangat strategis. Di seluruh wilayah kepulauan Indonesia, luas kawasan
karst mencapai hampir 20 % dari total luas wilayah. Nilai-nilai strategis yang
dimaksud, selain merupakan kawasan sebagai pemasok dan tandon air untuk
keperluan domestik (PBB memperkirakan persediaan air sekitar 25 % penduduk
dunia merupakan sumber air karst, Ko 1997), juga mempunyai sumberdaya alam
yang dapat dimanfaatkan menambah devisa negara seperti pariwisata,
penambangan bahan galian, penghasil sarang burung walet, bahkan sangat terkait
pula dengan bidang HANKAM/militer, serta intelijen.
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

Disamping beberapa nilai strategis diatas, oleh para ilmuwan/scientist,


kawasan karst dianggap sebagai laboratorium alam yang sarat akan obyek-obyek
yang dapat dikaji/diteliti. Banyak hasil penelitian skripsi, thesis, maupun disertasi,
telah dihasilkan oleh kawasan ini pada berbagai macam disiplin ilmu. Setiap tahun
selalu ada saja para karstolog, baik asing maupun domestik yang berkunjung untuk
melakukan riset. Dari pernyataan ini dapat dilihat betapa besar sumbangan
kawasan karst dalam dunia ilmu pengetahuan. Oleh para penelusur goa, yang
jumlahnya semakin banyak, kawasan karst dengan goa-goa bawah tanah yang
dapat ditelusuri dianggap sebagai lahan petualangan mereka, untuk menikmati
fenomena bawah permukaan yang menakjubkan, tentu saja tanpa meninggalkan
azas-azas konservasi goa.

TERMINOLOGI
Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa
Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama
suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota
Trieste. Moore and Sullivan (1978) menyebutkan bahwa istilah karst diperoleh dari
bahasa Slovenia, terdiri dari kar (batuan) dan hrast (oak), dan digunakan pertama
kali oleh pembuat peta- peta Austria mulai tahun 1774 sebagai suatu nama untuk
daerah berbatuan gamping berhutan oak di daerah yang bergoa di sebelah Barat
laut Yugoslavia dan sebelah Timur Laut Italia.

Beberapa ilmuwan lain menyebutkan pula bahwa asal mula ditemukannya


daerah yang akhirnya dinamakan karst adalah karena akibat adanya perumputan
(grassing) oleh ternak-ternak pada suatu kawasan, sehingga tersingkaplah batuan
dan fenomena didalamnya yang ternyata sangat khas dan unik. Istilah karst ini
akhirnya dipakai untuk menyebut semua kawasan berbatuan gamping di seluruh
dunia yang mempunyai keunikan dan spesifikasi yang sama, karena proses
pelarutan (solusional), bahkan berlaku pula untuk fenomena pelarutan pada batuan
lain seperti gypsum, serta batuan garam dan anhidratnya. Beberapa istilah dalam
karst yang juga diambil dari daerah ini diantaranya adalah bentukan Polje yang
merupakan nama suatu kota di Yugoslavia, Beberapa istilah bentukan karst yang
lain diantaranya adalah bukit dan tower karst, diaklas, pinacle, cockpit, uvala,
doline, sinkhole, goa, lapies, speleothem, sungai bawah tanah, dll.

Bebarapa ahli menggunakan karst sebagai istilah untuk medan dengan


batuan gamping yang dicirikan oleh drainase permukaan yang langka, solum tanah
tipis dan hanya setempat-setempat, terdapatnya cekungan-sekungan tertutup
(dolin), dan terdapatnya sistem drainase bawah tanah (Summerfield, 1991). Ford
dan Wiliam (1996) mendefinisikan secara lebih umum sebagai medan dengan
karakteristik hidrologi dan bentuklahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari
batuan mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik.
Karst sebenarnya tidak hanya terjadi di batuan karbonat, namun sebagian besar
karst berkembang di batugamping. Ciri utama kawasan karst adalah terdapatnya
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

cekungan-cekungan tertutup yang disebut sebagai dolin. Apabila dolin saling


menyatu membentuk uvala. Di beberapa tempat, dolin dapat terisi air membentuk
danau dolin. Kenampakan permukaan daerah karst selain doline dan uvala adalah
polje, ponor, pinacle, menara karst, atau kubah karst. Kombinasi dolin dan kubah
menyebabkan panorama karst menjadi unik dengan bukit-bukit yang terhampar
luas.

Keunikan lain dari kawasan karst adalah keberadaan goa dan sungai bawah
tanah. Goa-goa tersebut pada umumnya bertingkat dengan ukuran kurang dari satu
meter hingga ratusan meter persegi dengan bentuk vertikal miring maupun
horisontal. Goa-goa karst hampir semuanya dihiasi dengan ornamen (speleothem)
yang sangat beragam dari mulai yang sangat kecil (helectite) hingga yang sangat
besar (column) dengan bentuk dan warna yang bervariasi.

SEBARAN KARST DI INDONESIA


Sebagian besar kawasan karst di Indonesia tersusun oleh batuan karbonat,
dan hampir tidak ada yang tersusun oleh batuan lain seperti gipsum, batugaram,
maupun batuan evaporit. Hampir di setiap pulau di Indonesia memiliki batuan
karbonat, tapi tidak semuanya terkartsifikasi menjadi kawasan karst. Menurut
Balazs (1968) terdapat 17 lokasi yang dapat dikategorikan sebagai kawasan karst.

Karst di indonesia seperti yang ditulis oleh Balazs tersebar di sebagian besar
pulau-pulau di Indonesia, namun demikian tidak semuanya berkembang dengan
baik. Balazs (1968) selanjutnya mengidentifikasi terdapat tujuhbelas kawasan karst
mayor di Indonesia seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Diantara kawasan karst
tersebut, terdapat dua kawasan karst yang paling baik dan dianggap sebagai
prototipe dari karst daerah tropis, yaitu karst Maros dan Gunung Sewu.

Karst Maros dicirikan dengan berkembangnya Menara Karst (Mogote), yaitu


bentukan positif dengan dinding-dinding terjal yang relatif tinggi. Ketinggian dari
muka laut berkisa antara 300 – 550 meter, sedangkan relief bervariasi dari 100 –
250 meter. Batuan gamping di karst Maros diendapkan pada Eosen. Luas karst
Maros secara keseluruhan mencapai 650 km2 dengan intikarst sekitar 300 km2.

Karst Gunung Sewu dicirikan dengan berkembangnya kubah karst (Kegle


Karst), yaitu bentukan positif yang tumpul, tidak terjal atau sering diistilahkan
kubah sinusoidal (Lehman, 1936). Ketinggian tempat berkisar antara 300 – 500
meter dari muka laut dan relief bervariasi antara 50 – 150 meter. Batuan gamping
di Karst Gunung Sewu berumur Miosen dan mengalami karstifikasi mulai akhir
pliosen hingga awal pleistosen. Karst gunung sewu juga dicirikan dengan bentukan
doline yang setiap musim penghujan selalu terisi air yang kemudian disebut telaga,
yang jumlahnya ratusan. Luas karst Gunung Sewu mencapai 3300 km 2 yang
meliputi Propinsi DIY, Jawa Tengah, dan Propinsi Jawa Timur.

SUMBERDAYA ALAM KARST


* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

Sumberdaya mineral
Salah satu sumberdaya mineral yang terbesar di kawasan karst Indonesia
adalah batuan kerbonat. Batuan karbonat merupakan sumberdaya mineral yang
penting baik sebagai bahan bangunan, batu hias, dan industri. Sebagai bahan
bangunan batuan karbonat digunakan untuk fondasi rumah, jalan, jembatan, dan
isian bendungan. Pemanfaatan terbesar batugamping di Indonesia adalah sebagai
bahan baku semen. Penambangan batu gamping di Indonesia telah dilakukan
besar-besaran di Cibinang, Gresik, Tuban, Nusakambangan, Gombong, Padang, dan
Tonasa. Untuk memproduksi satu ton semen diperlukan paling sedikit satu ton
batugamping di samping lempung dan kuarsa.

Batuan karbonat juga digunakan sebagai bahan baku industri dalam


pembuatan karbid, peleburan baja, bahan pemutih, soda abu, penggosok,
pembuatan logam magnesium, pembuatan alumina, plotasi, pembasmi hama,
penjernih air, bahan pupuk, dan keramik. Manfaat batuan karbonat terutama
marmer yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai batu hias, yaitu sebagai lantai,
dinding, atau cindera mata.

Sumberdaya lahan

Sumberdaya lahan di kawasan karst tidak begitu besar, namun demikian


nilai manfaatnya sangat berarti bagi penduduk yang tinggal di tempat tersebut
sebagai penghasil bahan pangan sehari-hari. Lahan yang berpotensi cukup tinggi di
kawasan karst adalah di lembah-lembah atau dolin pada daerah karst. Potensi
lahan semakin lebih baik apabila proses-proses fluvial mulai bekerja disamping
proses solusional. Tanah yang berkembang di lembah-lembah atau dolin pada
umumnya terarosa dengan tektur lempungan, kedalaman sedang, warna kemerah-
merahan.
Lahan di kawasan karst, terutama di daerah lembah dapat ditanami tanaman
semusim lahan kering atau sawah tadah hujan. Disamping itu, lahan di daerah
tersebut sangat sesuai untuk tanaman jati. Beberapa komoditas pertanian lain saat
ini banyak diusahakan oleh masyarakat walaupun tidak sebaik di dataran aluvial,
seperti jambu mete dan tanaman buah.

Sumberdaya air

Sifat akifer karst yang unik dan sukar untuk diprediksi, akifer yang berupa
lorong konduit, permeabilitas batuan yang tidak seragam, serta banyaknya retakan
yang menyebabkan terjadinya kebocoran-kebocoran dalam satuan tubuh perairan
karst merupakan suatu hal yang menantang untuk diteliti serta dikaji lebih dalam.
Akifer yang unik menyebabkan sumberdaya air di kawasan karst terdapat sebagai
sungai bawah tanah, mataair, danau dolin/telaga, dan muara sungai bawah tanah
(resurgence). Kawasan karst disinyalir merupakan akifer yang berfungsi sebagai
tandon terbesar keempat setalah dataran aluvial, volkan, dan pantai. Walaupun
saat ini dirasa masih terlalu mahal untuk memanfaatkan sungai bawah tanah,
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

dimasa mendatang akifer karst merupakan sumber air yang dapat diharapkan.
Kawasan karst Kabupaten Gunung Kidul misalnya memiliki danau dolin mencapai
ratusan buah, sedangkan jumlah mataair dan sungai bawah tanah mencapai 178
buah.
Sumberdaya air di kawasan karst pada umumnya belum dimanfaatkan, baik
sebagai sumber air baku maupun sebagai budidaya perairan. Danau dolin di
Kabupaten Gunung Kidul misalnya belum dimanfaatkan untuk aqua kultur.
Demikian halnya dengan mata air, pada umumnya mataair terutama di daerah
karst belum dimanfaatkan dengan optimal. Mata air epikarst dikenal menurut
studinya Linhua (1996) mempunyai kelebihan dalam hal:
a. Kualitas air. Air yang keluar dari mataair epikarst sangat jernih karena sedimen
yang ada sudah terperangkap dalam material isian atau rekahan.
b. Debit yang stabil. Mataair yang keluar dari mintakat epikarst dapat mengalir
setelah 2-3 bulan setelah musim hujan dengan debit relatif stabil.
c. Mudah untuk dikelola. Mataair epikarst umumnya muncul di kaki-kaki
perbukitan, sehingga dapat langsung ditampung tanpa harus memompa.

Sumberdaya hayati
Sumberdaya hayati di kawasan karst tidaklah melimpah, hal ini disebabkan
tipisnya tanah dan langkanya air tanah di kawasan tersebut. Kawasan karst dikenal
dengan daya tahannya (resilience) yang rendah terhadap perubahan atau
gangguan (Gillieson, 1997). Namun demikian kawasan karst yang belum terjamah
oleh aktivitas manusia pada umumnya berhutan lebat dengan segenap satwa
penghuninya, seperti Karst di Irian Jaya yang mencapai ketinggian di atas 4.000
meter dari muka laut. Gunung Kidul yang saat ini gersang dilaporkan oleh Junghuhn
(1845) dulunya merupakan hutan yang lebat. Sekalipun telah gundul di kawasan
karst Gunung Kidul dijumpai jenis satwa dan fauna yang sangat beragam. Satwa
kawasan karst Gunung Sewu yang khas dijumpai diantaranya adalah walet,
kelelawar, dan ular kobra

Sumberdaya hayati kawasan karst terutama yang telah berkembang menjadi


karst yang menonjol adalah kehidupan hayati di ekosistem goa. Walaupun tidak
melimpah, kehidupan gua memiliki arti penting terutama dalam ilmu pengetahuan.
Ekosistem goa telah menjadi obyek kajian yang menarik bagi ahli ilmu biologi untuk
mempelajari pola adaptasi fauna dari lingkungan terang ke lingkungan gelap abadi.
Disamping itu, goa merupakan habitat burung Walet dengan sarangnya yang
sangat mahal nilai jualnya.

Sumberdaya lansekap

Lanksekap di kawasan karst mempunyai nilai keindahan dan keunikan yang


tinggi, baik di permukaan (eksokarst ) maupun bawah permukaan (endokarst). Di
permukaan, kawasan karst dihiasi oleh ribuan kubah-kubah karst atau menara karst
dengan sesekali ditemukan ngarai yang terjal, dolin, dan danau dolin. Keindahan
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

panorama karst juga dapat dijumpai apabila karst berbatasan dengan laut dengan
membentuk tebing-tebing terjal (clift).
Keindahan di bawah permukaan kawasan karst didapatkan pada goa-goa
beserta ornamennya. Goa-goa tersebut dapat berupa goa vertikal (shaft), cimne,
maupun goa horinsontal. Sedangkan ornamen (speleothem) yang dimiliki goa
sangat bervariasi baik bentuk, warna, dan ukurannya. Keunikan lain dari goa adalah
terdapatnya ruangan bawah tanah (chamber) dan sungai di beberapa goa dengan
bendungan alamnya. Luas ruangan bawah tanah bisa mencapai satuan hektar,
walaupun dipermukaan hanya berdiameter satu atau dua meter.

PERMASALAHAN

Kawasan karst dikenal sebagai suatu lingkungan yang memiliki daya dukung
sangat rendah, dan tidak dapat diperbaiki jika telah mengalami kerusakan. Karena
sifatnya, daerah karst dapat disebut merupakan daerah yang sangat rentan, atau
peka terhadap pencemaran. Hal ini disebabkan banyaknya rekahan (joint) pada
batuan gamping penyusun topografi karst sehingga pori-pori yang besar,
permeabilitas sekunder yang tinggi, derajat pelarutan batuan yang tinggi,
menyebabkan terjadinya lorong-lorong conduit yang merupakan sungai bawah
tanah, sehingga masukan sekecil apapun akan diterima dan terperkolasi melaui
pori-pori dan memasuki lorong-lorong sungai bawah tanah dan tersebar dengan
mudah. Kawasan karst dapat dilihat sebagai suatu ekosistem, yang didalamnya
terdapat hubungan interaksi dan interdependensi antar lingkungan fisik, non fisik,
hayati dan non hayati, serta biogeokimia baik itu pada eksokarst, maupun
endokarst yang senantiasa berhubungan. Hal ini menunjukkan bahwa sangat
mudahnya lingkungan karst itu rusak, bila salah satu komponen penyusunnya rusak
atau tercemar. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa lingkungan karst
mempunyai daya dukung yang sangat rendah.Karena sifatnya itu, daerah karst
Gunung Sewu memiliki kerentanan yang sangat tinggi.

Benturan kepentingan untuk melakukan konservasi serta tekanan penduduk


untuk memanfaatkan sumberdaya alam karst pada akhirnya menimbulkan
beberapa permasalahan degradasi lahan karst yang terinventarisasi sebagai berikut
:

1. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan di kawasan karst sudah dapat dikatakan sangat


intensif. Penambangan pada kawasan karst sudah menjadi kegiatan industri, baik
itu yang berskala kecil, sedang, dan besar seperti pabrik semen. Umumnya,
kegiatan penambangan adalah penambangan terhadap batu gamping yang
mengikis kubah-kubah karst. Efek yang terjadi sebagai akibat kegiatan
penambangan diantaranya adalah Penurunan indeks keanekaragaman hayati ,
Erosi dan sedimentasi, Penurunan tingkat kesuburan tanah, Perubahan bentang
alam/lahan, dan Pencemaran badan udara dan perairan
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

2. Penebangan vegetasi
Kegiatan penebangan di karst Gunung Sewu sudah terjadi sejak puluhan
tahun yang lalu. Hasilnya dapat dilihat bahwa sekarang sebagian besar wilayah ini
merupakan lahan kritis dan gundul. Beberapa hal yang diakibatkan oleh
penebangan vegetasi adalah :Penurunan penguapan (evapotranspirasi),
Peningkatan kadar C02 dalam tanah, Peningkatan permeabilitas tanah permukaan
(topsoil), dan menurunnya permeabilitas subsoil.

Beberapa akibat ini dapat menyebabkan akibat yang lebih destruktif lagi,
yaitu tingkat erosi permukaan yang sangat tinggi, yang pada akhirnya hilangnya
lapisan tanah. Pembusukan akar-akar pohon yang terjadi telah mengakibatkan
berkurangnya fungsi tanah sebagai pengikat untuk menjaga kestabilan lereng.

3. Peternakan.
4. Pembangunan jalan raya.
5. Aktivitas domestik lain.

Beberapa hal diatas sebagian sudah merusak ekosistem karst yang ada.
Degradasi yang ada akan menurunkan tingkat sumberdaya, baik sumberdaya air
maupun sumberdaya lahannya. Berdasarkan masalah yang ada, perlu adanya
inventarisasi masalah, inventarisasi sumberdaya lahan, sumberdaya air, untuk
kemudian dikelompokkan sesuai dengan tingkat dan intensitasnya.
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

KONSERVASI DAN PERUNDANG-UNDANGAN


Pengertian Konservasi Sumberdaya Alam menurut UU LH no 4 tahun 1984
adalah pengelolaan sumberdaya alam yang menjamin pemanfaatan secara
bijaksana, dan abagi sumberdaya alam terbaharui menjamin keseimbangan
persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai
keanekaragamannya. Dari pengertian ini tampak secara harfiah bahwa kawasan
karst dengan segala kerentanannya layak untuk diprioritaskan sebagai kawasan
konservasi.
Perauran perundangan lain yang berkaitan dengan konservasi kawasan karst
diantaranya adalah PP Ri No;28 tahun 1985 tentang perlindungan hutan dimana
goa, baik yang berada pada kawasan hutan maupun non hutan dikelola oleh
departemen Kehutanan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Untuk
mengatur pertambangan di kawasan karst ada pula UU no 11 tahun 1967,
Peraturan Menteri pertambangan dan Energi no.04/P/M/1977, serta PP no 51
mengenai AMDAL. Semua peraturan perundang-undangan ini mendukung
konservasi kawasan karst.
Penataan kawasan konservasi karst tidak akan bisa dilaksanakan tanpa
mengetahui data-data dari segala aspek yang ada pada kawasan ini, yang
mencakup aspek eksokarst, endokarst, maupun sistem antar keduanya. Tabel 2
berikut ini merupakan contoh penataam ruang karst berdasar tipologi kawasan
karst.

TABEL 2. ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN KARST

MINTAKAT KARAKTERISTIK FUNGSI UTAMA KEGIATAN


Holokarst Karst berkembang baik, Fungsi lindung Telah berpenghuni
semua ciri-ciri karst (ponor, Bentangalam dan ekosis- Wisata, pertanian terbatas,
dolin, uvala, kubah atau tem yang ada di dalamnya perikanan danau dolin,
menara karst, go-goa, dan harus tetap dipertahankan permukiman terbatas
sungai bawah tanah) dapat keasliannya.
ditemukan Belum berpenghuni
Wisata terbatas
Mesokarst Karst tidak berkembang Fungsi penyangga Pertanian, perikanan,
dengan baik, kenampakan Bentang alam dapat diru- tambang, permukiman atau
karst (ponor, dolin, uvala, bah dengan pertimbangan industri dengan skala kecil
kubah atau menara karst, ketat
go-goa, dan sungai bawah
tanah) jarang ditemukan
Non karst Batuan karbonat tidak Fungsi budidaya Semua kegiatan dapat
mempunyai ciri-ciri karst dilakukan

PROSPEK
Di Indonesia, faktor ekstern karst (eksokarst) lebih banyak digeluti oleh para
geologist dan geomorfologist, dan faktor intern (endokarst) oleh para speleologist.
Perkembangan aktivitas yang dimulai sekitar awal 1980 dipelopori oleh penggemar
penelusuran goa yang tergabung dalam Specavina, yang kemudian menjadi embrio
dari Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) yang berkedudukan di
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

Bogor. Memang pada kenyataannya aktivitas kegiatan pada kawasan karst lebih
banyak dilakukan oleh para penggemar kegiatan alam bebas yaitu penelusur goa
(caver). Hampir di setiap propinsi mempunyai perhimpunan penggemar alam bebas
yang berbasis pada kegiatan caving ini.

Dari segi eksokarst, perkembangan aktivitas di Indonesia dirasakan lebih


lambat ataupun tidak tersedianya perhimpunan yang mengkoordinir kegiatan
ataupun riset. Pada sekitar tahun 1997 berdirilah Masyarakat Pemerhati Karst
Indonesia (MAKARTI) yang dilanjutkan dengan Perhimpunan Ekokarstologi Indonesia
(PEKINDO), yang bertujuan untuk menghimpun kegiatan yang berkaitan dengan
kawasan karst secara nasional. Dua organisasi inidiharapkan akan mampu
menjembatani pemerhati endokarst maupun eksokarst.

Dari segi keilmuan, penelitian-penelitian tentang kawasan karst di Indonesia


telah cukup berkembang baik. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan baik oleh
pribadi, institusi pendidikan, lembaga – lembaga pemerintah, LSM, maupun
penggemar kegiatan alam bebas. Obyek dan materi penelitian telah meluas
menjadi beberapa cabang ilmu diantaranya sebagai berikut :

Hidrologi dan hidrospeleologi karst, Geomorfologi karst, Litologi karst, Startigraf


kawasan karst, Peleontologi karst, Arkeologi karst, Biospeleologi karst, Ekologi
karst, Speleogenesis, Konservasi karst, Perlindungan burung walet dan
kelelawar, Vegetasi karst, Sosiobudaya karst, Undang-undang kawasan karst,
Penelusuran goa dan cave rescue, Pedologi karst, Pemetaan goa, Foto udara dan
remote sensing kawasan karst, Tata Ruang karst, dll

Melihat banyaknya perhatian dan riset pada berbagai cabang ilmu yang
berkaitan dengan kawasan karst di Indonesia ,patut kiranya diambil kesimpulan
bahwa kawasan karst di Indonesia merupakan obyek yang sangat menarik untuk
riset dan sangat kaya akan permasalahan serta karakteristik yang potensial untuk
diteliti.

PENUTUP
Demikian beberapa hal mengenai karst di Indonesia, tipical karst termasyur
dari kawasan karst Gombong ,Gunung Sewu, serta Maros dan tempat lain , masih
berupa teka-teki yang menantang untuk dikaji lebih dalam. Tantangan untuk
mewujudkan karst sebagai kawasan konservasi terbentang untuk melestarikan
monumen dunia ini. International Geography Union (IGU) melalui komisi karst
pernah berencana mengadakan konggres tahunan di Indonesia untuk membahas
perkembangan ilmu karst di dunia, serta berencana menominasikan karst Gunung
Sewu sebagai Warisan Dunia (World Heritage), namum terbentur kelembagaan
yang terkait kawasan karst ini di Indonesia yang ternyata sampai saat ini belum
siap.

Dalam kesempatan PIT IGI 1999 ini, diharapkan akan munculnya komitmen
para geograf se-Indonesia terutama yang berminat pada kawasan karst untuk
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

bersama-sama memikirkan, mendiskusikan, serta berupaya positif menjadikan


kawasan karst sebagai salah satu obyek kajian utama pada pertemuan-pertemua
yang akan datang. Diharapkan pula kan adanya kegiatan-kegiatan secara bersama
untuk megembangkan keilmuan karst di Indonesia dengan terbentuknya semacam
forum komunikasi yang diharapkan akan dapat berkembang menjadi Komisi Karst
IGI yang tentunya akan dapat menjalin kerjasama dengan komisi karst IGU untuk
lebih memperhatikan dan mengkaji kawasan karst di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Appelo, CAJ. 1986. Hidrochemistry. Amsterdam : InstItute of Earth Sicience, Free
UniversIty.
Army Caving Association (ACA), 1986, 1986 – Java ExpedItion, ACA and RCT.
London.
Balas, 1968, Karst Region in Indonesia, Karszt-Es Barkangkutatas-Volume V,
Budapest.
Bedos, A, L. Deharveng, P. Leclerc, D. Rigal, dan P.Solier, 1990, Expeditions Maros
88 – Maros 89, Association Pyrennene de Seoleologie, France.
Bemmelen, R.W. Van. 1949. The Geology of Indonesia. The Hague : Government
Printing Office.
Billings, M.P. 1960. Structural Geology. New York: Prentice – Hall, Englewood
Clifffs.
Chow, Van Te. 1964. Hand-Book of Applied Hydrology. London : McGraw – Hill
Book Company.
FakuItas Kehutanan UGM, 1993, Studi Penanganan Daerah Tangkapan Air
(DTA) Sungai Bribin Gunung Kidul, FakuItas Kehutanan UGM, Kerjasama
dengan Proyek Gerakan Penghijauan dan Penyuluhan Kehutanan DIY,
Yogyakarta.
Ford, D.C. dan P.W. Wiliam, 1995, Karst Geomorphology and Hydrology, Chapmand
Hall, :ondon.
Gillieson, D., 1991, Caves: Processes, Development, Managements,
Blackwell Publisherrs Ltd, Oxford, UK.
Harjosoemantri, K., 1991 Hukum Perlindungan Lingkungan : Komservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Gadjam Mada Univ
Press, Yogyakarta.
Hem, J.D. 1971. Study and Interpretation of The Chemical Characteristic of
Natural Water. U.S. Geological Survey Supply Zpaper No. 1473. Washington
D.C. : Government Printing Office.
HIKESPI. 1996. Kumpulan Makalah Simposium Lingkungan Karst. Jakarta.
HIKESPI.
Ko, R.K.T., MD.DV., 1984. Peranan Ilmu Speleologi Dalam Penyelidikan
Fenomena Karstik dan Sumberdaya Tanah dan Air – Sebuah Informasi
Soal Speleologi, Ceramah Pada Pusat Penelitian Tanah –Bogor, Bogor.
Kunto Wibisono. 1991. Karakteristik Airtanah Formasi Batugamping Sentolo,
Kabupaten Kulon Progo. Skripsi Sarjana, Yogyakarta : FakuItas Geografi,
UniversItas Gadjah Mada.
Lehmann, H., 1936, Morphologische tudien auf Java, Geogr. Abhandl. 9, Stutgard.
Linhua, S, 1996, Mechanism of Karst Depresion Evolution and Its Hydrological
Ecolution, Acta Geographica Sinica, 41, 41-50.
Mahasiswa Pecinta Alam FakuItas Geografi UGM (GEGAMA), 1995, Goa Bribin –
Sebuah Laporan Pemetaan dan Pemotretan. Kerjasama Dengan
BAPPEDA DIY dan Dinas Pekerjaan Umum DIY, Dok. GEGAMA.
* Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999

Mardiadipura, T., Amir, dan Zulfahmi, 1977, Batugamping dan Dolomit di


Indonesia, Publikasi Teknik-Seri Geologi Ekonomi No. 8, Direktorat Jendral
Pertambangan Umum, Bandung.
Martopo. Sugeng. 1988. Potensi Ketersediaan Air Pada Ekosistem Karst di
Gunung Kidul. No : 26, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup LIT – UGM,
Yogyakarta.
McDonald and Partners. 1984. Greater Yogyakarta – Groundwater Resources
Study. Vol 1 : Main Report. Yogyakarta : Directorate general of Water
Resources Development Project (P2AT).
. 1984. Greater Yogyakarta – Cave Surveying : Main
Report. Yogyakarta : Directorate general of Water Resources Development
Project (P2AT).
Pannekoek, A.J. 1949. Outline of The Geomorphology Java. Luden :E.J.
Ridarso.Eko. 1996. Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Estimasi Jalur Sungai
Bawah Tanah Daerah Karst Tropik – Studi Kasus : Sungai Bawah Tanah Bribin
Daerah Karst Gunung Sewu Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Sarjana,
Yogyakarta : FakuItas Geografi, UniversItas Gadjah Mada.
Scoffin T.P., 1987, An Introduction to Carbonat Sediments and Rocks, Blackie
& Son Limited, London.
Summerfield, M.A., 1991, Global Geomorphology, John Wiley and Sons, New York.
Todd, David KeIth. 1980. Ground Water Hydrology. New York : Mc Graw – Hill
Book Company. Inc.
Widyastuti M., 1991. Pengaruh Struktur Kekar Terhadap Karakteristik Mataair di
Cekungan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi Sarjana,
Yogyakarta : FakuItas Geografi, UniversItas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai