Anda di halaman 1dari 12

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1 Profil Perusahaan


2.1.1 Sejarah

Daerah cadangan timah di Indonesia merupakan suatu bentangan wilayah sejauh


lebih dari 800 Km, disebut dengan “The Indonesian Tin Belt” yang merupakan
bagian dari “The South East Asia Tin Belt” yang membujur sejauh kurang lebih
3.000 Km dari daratan Asia ke arah Thailand, semenanjung Malaysia dan
Indonesia yang mencakup wilayah pulau Karimun, Kundur, Singkep dan sebagian
di daratan Sumatera daerah Bangkinang di Utara, lalu ke arah Selatan yakni Pulau
Bangka, Belitung dan Karimata sampai ke daerah bagian Barat dari Kalimantan.

Penambangan timah di Indonesia sudah berlangsung lebih dari 300 tahun, mulai
dari Bangka pada tahun 1711, di Singkep tahun 1812 dan di Belitung tahun 1852.
Dengan kekayaan cadangan yang melimpah, Indonesia merupakan salah satu
negara produsen timah terbesar di dunia.

Bijih Timah di Indonesia pertama kali digali pada tahun 1709 di Sungai Olim,
Toboali, Pulau Bangka pada saat pemerintahan Sultan Palembang. Pada tahun
1711 didatangkan ahli-ahli penambangan dari Malaka dan Siam mengajarkan cara
menambang dengan sistem penggalian “Sumur Palembang” atau sistem kolong /
parit. Bijih Timah yang dihasilkan pada waktu itu dijual kepada pedagang-
pedagang yang datang dari Portugis, Spanyol juga dari Belanda. Keadaan ini
berubah ketika Belanda datang ke Indonesia, pada saat penggalian timah mulai
lebih digiatkan. Sejak tahun 1720, penggaliantimah dilakukan secara besar-
besaran dan dibiayai oleh pada pengusaha asal Belanda yang tergabung dalam
VOC yang kemudian memonopoli dan mengawasi seluruh tambang timah di
Pulau Bangka.

II-1
Peralatan-peralatan untuk tambang di darat yang cukup maju baru diperkenalkan
berupa mesin semprot dengan pompa air (monitor) dan excavator pada tahun
1909, pompa tanah di tahun 1917 dan jig pada tahun 1920. Tak hanya di darat,
pada tahun 1917 juga diperkenalkan cara menambang dengan Kapal Keruk di
Pulau Singkep dan di Pulau Bangka tahun 1926.

Pada waktu Perang Dunia II (1942 - 1945), penguasaan penambangan timah


beralih kepada pendudukan Jepang. Namun karena Jepang kalah perang, maka
dari tahun 1946 - 1949 penambangan timah sepenuhnya dikuasai kembali oleh
perusahaan Belanda. Di Pulau Bangka dan dikelola oleh badan yang diberi nama
“Bangka Tin Winning Bedrijf” (BTW). Sedangkan di Pulau Belitung dan Pulau
Singkep diserahkan kepada pengusaha swasta dari Belanda, masing-masing
kepada Gemeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (Billiton Mij) atau
lebih dikenal dengan nama GMB di Pulau Belitung dan NV Singkep Tin
Exploitatie Maatschappij atau dikelan dengan nama NV SITEM di Pulau
Singkep.

Secara historis, pengusahaan pertambangan timah di Indonesia dibedakan dalam 2


masa pengelolaan. Pertama, sebelum tahun 1960 dikenal dengan masa
pengelolaan oleh Belanda, dimana Bangka, Belitung dan Singkep merupakan
badan usaha yang terpisah dar berdiri tersendiri. Bangka dikelola oleh badan
usaha milik Pemerintah Belanda sedangkan Belitung dan Singkep dikelola oleh
perusahaan swasta dari Belanda. Status kepemilikan usaha ini memberikan ciri
manajemen dan organisasi yang berbeda satu sama lain. Ciri perbedaan ini
tercermin pada perilaku organisasi dalam arti luas, baik struktur maupun budaya
kerjanya. Yang kedua, yaitu pada masa pengelolaan oleh Neraga Republik
Indonesia. Status berdiri sendiri dari ketiga wilayah tersebut masih terus
berlangsung, tetapi dalam bentuk Perusahaan Negara (PN) berdasarkan Undang-
Undang No. 19 PRP Tahun 1960, yaitu PN Tambang Timah Bangka, PN
Tambang Timah Belitung dan PN Tambang Timah Singkep. Selanjutnya
berdasarkan PP No. 87 Tahun 1961, ketiga Perusahaan Negara tersebut

II-2
dikoordinasikan oleh Pemerintah dalam bentuk Badan Pimpinan Umum
Perusahaan Tambang Timah Negara (BPUPTTN) dengan pembagian tugas dan
wewenang seperti bentuk “holding company”.

Perubahan selanjutnya teradi pada tahun 1968, dimana ketiga PN dan BPU ini
ditambah dengan Proyek Pabrik Peleburan Timah Mentok yang dijadikan satu
dalam bentuk PN Tambang Timah, yang terdiri dari Unit Penambangan Timah
(UPT) Bangka, Belitung dan Singkep serta Unit Peleburan Timah Mentok (Unit
Peltim).

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 dan Peraturan


Pemerintah No. 19 Tahun 1969 juga pertimbangan untuk memberi keleluasaan
bergerak di sektor ekonomi umumnya dan khususnya dalam menghadapi
persaingan maka status PN Tambang Timah ini diubah lagi pada tahun 1976
menjadi bentuk perseroan yaitu PT Tambang Timah (Persero) dengan Bangka,
Belitung, Singkep dan Peleburan Timah Mentok tetap sebagai unit kegiatan
operasi yang dipimpin oleh masing-masing Kepala Unit, sedangkan Kantor Pusat
berada di Jakarta, sehingga secara manajemen perubahan dimaksud belum
terintegrasi dalam arti sebenarnya.

Krisis industri timah dunia mengakibatkan merosotnya harga timah pada tahun
1985 dan mencapai titik terendah pada tahun 1989 yang memicu perusahaan
untuk melakukan perubahan mendasar agar dapat mempertahankan kelangsungan
perusahaan. Pada tahun 1991-1995 dilakukan Restrukturisasi perusahaan yang
meliputi proram-program reorganisasi, relokasi kantor pusat ke Pangkalpinang,
rekonstruksi peralatan pokok dan penunjang produksi, serta pelepasan aset yang
tidak berkaitan langsung dengan usaha pokok perusahaan.

Restrukturisasi perusahaan berhasil memulihkan kesehatan dan daya saing


perusahaan, sehingga siap untuk melakukan privatisasi melalui penawaran umum
perdana pada tahun 1995, dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta,
Bursa Efek Surabaya dan di The London Stock Exchange. Sejak itu, saham

II-3
perusahaan yang dimiliki oleh masyarakat di dalam dan luar negeri sebesar 35%
dan Negara Republik Indonesia sebesar 65%. Dengan perubahan kepemilikan
saham tersebut yang diikuti dengan perubahan - perubahan anggaran dasar dan
nama perusahaan menjadi perusahaan (Persero) PT Timah Tbk.

Pada tahun 1998 dalam rangka pemekaran usaha, PT Timah Tbk. melakukan
reorganisasi dan memisahkan kempetensi sejenis kedalam tiga anak perusahaan
yang baru dibentuk, yaitu PT Tambang Timah, PT Timah Industri dan PT Timah
Eksplomin. Dengan pembentukan anak-anak perusahaan tersebut, PT Timah
(Persero) Tbk. menempati posisi sebagai induk perusahaan (Holding Company).

2.1.2 Visi dan Misi


1. Visi

Menjadi perusahaan pertambangan terkemuka di dunia yang ramah lingkungan.

2. Misi
 Membangun sumber daya manusia yang teguh, unggul dan bermartabat.
 Melaksanakan tata kelola penambangan yang baik dan benar.
 Mengoptimalkan nilai perusahaan dan kontribusi terhadap pemegang saham
serta tanggung jawab sosial.

2.1.3 Struktur Organisasi.

Berikut ini merupakan struktur organisasi di PT Timah Tbk lebih jelas dilihat
pada Gambar 2.1.

II-4
Sumber : Arsip PT Timah Tbk, Unit Laut Bangka, 2019
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Perusahaan

II-5
Keterangan:
a. PT Tambang Timah (PT TT), bergerak dalam bidang pertambangan timah dan
mineral ikutan lainnya, bahan galian industri, jasa, dan perdagangan.
b. PT Timah Industri (PT TI), bergerak dalam bidang usaha perdagangan,
perekayasaan, keteknikan industri, dan jasa.
c. PT Timah Eksplomin (PT TE), bergerak dalam menyediakan jasa dalam
bidang penyelidikan tambang, eksplorasi, analisis laboratorium contohnya
mineral bahan galian, pembuatan studi kelayakan, penyelidikan geologi teknik,
dan geohidrologi.
d. PT Timah Investasi Mineral (PT TIM), bergerak dalam bidang jasa investasi
dan konsultasi usaha pertambangan.
e. PT Dok dan Perkapalan Air Kantung (PT DAK), bergerak dalam menyediakan
jasa perbengkelan, galangan kapal, dan jasa pelayanan kapal penumpang untuk
karyawan.
f. PT Timah Investasi Batu Bara (PT TIMBARA)
g. PT Tanjung Alam Jaya (PT TAJ)

2.2 Profil Wilayah


2.2.1 Lokasi Kesampaian Daerah

Lokasi pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini berada di Laut Penganak


Kabupaten Bangka Barat dengan titik koordinat lokasi penambangan yaitu X =
0551079 dan Y = 9830869 yang berjarak 121 km dari kota Pangkalpinang dengan
jarak waktu tempuh 2 jam 34 menit, sedangkan jarak dari Unit Produksi Laut
Bangka (UPLB) Belinyu ke Laut Penganak sejauh 104 km dengan jarak tempuh
selama 2 jam 12 menit. Kondisi jalan merupakan jalan yang sudah diaspal dengan
klasifikasi jalan Negara.
Perjalanan menuju area penambangan Kapal Isap Produksi (KIP) Timah PT
Timah Tbk yang berada di Laut Penganak dapat ditempuh melalui jalur darat
menggunakan roda dua atau roda empat untuk sampai ke desa lokasi
penambangan, kemudian dilanjutkan dengan transportasi laut menggunakan

II-6
pompong yang biasanya digunakan karyawan dari dermaga ke area penambangan
dengan jarak tempuh kurang lebih 45 menit. Penelitian ini dilakukan di Kapal Isap
Produksi (KIP) Timah PT. Timah Tbk. Peta lokasi Kapal Isap Produksi timah 15
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

LOKASI PENELITIAN
KAPAL ISAP
PRODUKSI TIMAH 15

Sumber : Bidang Evaluasi Produksi Unit Produksi Laut Bangka, 2019


Gambar 2.2 Peta Lokasi Kapal Isap Produksi Timah 15

2.2.2 Iklim dan Curah Hujan

Pengaruh iklim di daerah operasi penambangan sangatlah penting, karena dapat


menurunkan jumlah produksi. Iklim yang terdapat di Kepulauan Bangka Belitung
adalah iklim tropis dengan 2 musim, diantaranya musim hujan dan musim

II-7
kemarau. Perubahan iklim ini dapat mempengaruhi faktor cuaca, arah angin, dan
gelombang air laut yang berubah arah.

II-8
a. April-Oktober: Angin Tenggara
Pada bulan ini Kapal Keruk dan KIP biasanya beroperasi di utara Pulau
Bangka (Laut Kebiang, Laut Jebus, Laut Penganak, Laut Cupat Luar, dan Laut
Tanjung Kelayang ). Lokasi ini termasuk ke dalam cadangan utama.
b. November-Maret: Angin Utara atau Barat Laut
Pada bulan ini Kapal Keruk dan KIP biasanya beroperasi di selatan Pulau
Bangka (Laut Teluk Kelabat, Laut Pangkol, Laut Batu Ampar, Laut Toboali,
dan Laut Permis). Lokasi ini termasuk ke dalam cadangan pelindung.

2.3 Profil Geologi


2.3.1 Keadaan Geologi Regional

Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah cassiterite (SnO2).
Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan
magma asam dan menembus lapisan sedimen. Pada tahap akhir kegiatan ini,
terjadi peningkatan konsentrasi elemen dibagian atas, baik dalam bentuk gas
maupun cairan, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan, karena retakan
dan temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang akan membentuk
deposit dan batuan samping.

Pembentukan mineral kasiterit dan mineral berat lainnya, erat hubungannya


dengan batuan granitoid. Secara keseluruhan endapan bijih timah yang
membentang dari Myanmar Tengah hingga paparan Sunda merupakan kelurusan
sejumlah intrusi batholith. Batuan indung yang mengandung bijih timah adalah
granit, adamelit dan granodiorit. Batholith yang mengandung bijih timah pada
daerah barat ternyata lebih muda daripada daerah timur.
Berdasarkan sejarah geologi pada zaman Yura-Kapur di daerah Paparan Sunda
terjadi intrusi-intrusi batuan granit. Hal ini merupakan pendapat dari teori Plate
Tectonic, dimana terdapat penekukan benua pada subduction zone di Garba,
sehingga magnetic art muncul disebelah utaranya, yaitu yang menempati pulau

II-9
Bangka, Belitung, Singkep, Karimun, Kundur, dan sebagian Pulau di Kalimantan
Barat.

Pulau Bangka tersusun oleh formasi batuan beku, sedimen dan batuan sedimen
resen. Batuan sedimen nya terdiri atas lapisan lempung, lempung pasir, dan
lainnya. Batuan sedimen ini merupakan batuan tua yang mengalami penerobosan
oleh intrusi batu granit pada batuan samping, sehingga batuan sampingnya
mengalami perubahan bentuk ke batuan metasedimen.

Proses pembentukan bijih timah berasal dari magma cair yang mengandung
mineral kasiterit. Pada saat intrusi batuan granit naik ke permukaan bumi, makan
akan terjadi fase pneumatolitik, dimana terbentuk mineral-mineral bijih
diantaranya bijih timah. Mineral ini terakumulaksi dan terasosiasi pada batuan
granit maupun didalam batuan yang diterobosnya, yang akhirnya membentuk urat
(vein). Jadi, pada proses pembentukan bijih timah terdapat dua sumber, yaitu pada
batuan granit dan pada batuan samping yang diterobosnya.

2.3.2 Stratigrafi Pulau Bangka

Batuan-batuan yang dijumpai terdiri atas batuan Pra-Tersier diantaranya, batu


pasir, batulempung, lapisan-lapisan pasir, lempung mengandung sisa tanaan,
campuran antara lempung-pasir-lanau,dan sebagainya. Berikut ini urutan
stratigrafi batuan daerah Pulau Bangka.
a. Lapisan humus (humic), lapisan yang sangat dominan yang terbentuk dari sisa-
sisa tumbuhan (daun dan batang pohon) yang diendapkan di daerah rawa-rawa
yang bersamaan dengan itu diendapkan pula material halus dari hasil
transportasi material yang tererosi. Lapisan ini memiliki ciri-ciri, diantaranya:
1) Berwana hitam.
2) Kandungan air tinggi (79.48%), kedap air (impermeable).
3) Ukuran butirnya sangat halus (<1/254 mm).
4) Sangat lunak dan mudah longsor.

II-10
b. Lapisan pasir lempung (sand clay), lapisan yang mempunyai ukuran yang
halus mendekati ukuran butir lempung. Material ini mempunyai sifat yang
hampir sama dengan lempung. Adapun yang membedakan di antara keduanya
adalah warna lempung pasir relaltif lebih terang (lebih putih) dan kandungan
air lebih kecil (17,29%).
c. Lapisan pasir lempung (clay) biasanya terletak di antara lapisan lempung
humus dan lapisan pasir yang mengandung bijih timah. Sifat lapisan ini apabila
kering akan menjadi keras dan apabila basah akan menjadi lengket dan liat,
ukuran butirnya sangat halus dengan kandungan air yang tinggi (59,40%).
d. Lapisan lempung pasir (clay sand), lapisan yang terdiri dari lempung dan pasir,
dimana kebalikan dari pasir lempungan. Lapisan ini berwarna agak gelap,
kandungan air lebih besar dari pasir lempungan serta ukurannya realatif lebih
kasar dari pasi lempungan.
e. Lapisan pasir (sand), lapisan yang berbutir kasar, keras dan memiliki
kandungan air yang kecil.
f. Lapisan tanah bertimah (kaksa).
g. Lapisan batuan dasar (bed rock). Lapisan paling dasar terdiri dari b (batuan
beku, sedimen, atau metamorf) dan batuan yang lunak (batuan sedimen).
Umumnya lapisan batuan dasar pada endapan bijih timah di Pulau Bangka
adalah batu granit lapuk, batu lempung, Scist, dll.

Menurut Katili (1967) di P. Bangka terdapat 2 generasi granit. Granit yang tua
tidak mengandung kasiterit dan umunya terdapat di daerah rendah, yakni granit
Klabat & A. Kapo. Granit generasi muda sebagai pembawa Timah umumnya telah
tererosi lanjut (“monadnock”).Menurut Suyitno, S (1981),generasi granit tersebut
adalah:
a. Granit Klabat-Jebus, terletak di utara.
b. Granit Belinyu-Sungailiat, menyebar di bagian timur granit Jebus.
c. Granit Menumbing.
d. Granit Tempilang.
e. Granit Mangkol

II-11
f. Granit Pading-Koba.
g. Granit Toboali.
h. Granit yang terpenting adalah granit Klabat, Menumbing, Plangas, Tempilang,
Mangkol, dan Pading. Umumnya tubuh granit tersebut tersusun atas granit
biotit, granit hornblende, granit muskovit; mineral yang umum terdiri atas
kwarsa, ortoklas, oligoklas, biotit, serta sebagai asesori zircon,apatit, dan ortit.

Ada empat kelompok endapan yang dianggap mewakili sedimentasi Quarter di


Pulau Bangka, antara lain:

1. Lapisan Alluvium Muda, umumnya mengandung bijih timah, terdapat di


lembah, diatas batuan Pra Tersier dan dialasi lapisan lempung liat.
2. Lapisan Marine Muda, menutupi lapisan alluvium muda, berupa pasir hingga
lempung.
3. Lapisan Alluvium Tua, mewakili keadaan daratan yang meluas pada saat
regeresi muka ait laut karena glacial.
4. Lapisan Marine Tua, merupakan bidang erosi dan dapat dikorelasikan dengan
lapisan lempung liat.

Stratifigrafi Pulau Bangka lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber : Josephsirait.blogspot.com
Gambar 2.3 Stratifigrafi Pulau Bangka

II-12

Anda mungkin juga menyukai