Anda di halaman 1dari 37

BAB II

ORIENTASI DAN SISTEM KERJA PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Singkat PT Pertamina (Persero)


Pencarian sumur minyak di wilayah Indonesia dimulai pada era 1800. Belanda
melakukan pengeboran sumur minyak pertama kali di daerah Cirebon pada tahun 1871,
namun sumur produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara
yang dibor pada tahun 1883 dan menjadi awal mula kegiatan dari eksploitasi minyak di
Indonesia. Penemuan sumber minyak sampai dengan era 1950 baru banyak ditemukan
di wilayah Jawa Timur, Sumatera Selatan, serta Kalimantan Timur. Indonesia pada era
ini masih di bawah pendudukan Belanda yang dilanjutkan dengan pendudukan Jepang.
Produksi minyak mengalami gangguan ketika pecah Perang Asia Timur Raya,
hingga selanjutnya terhenti. Usaha pemerintah agar perindustrian minyak yang ada di
Indonesia dapat diambil alih setelah Indonesia merdeka sehingga, pada tahun 1950,
pemerintah mulai menginventarisasi sumber pendapatan negara dari minyak dan gas.
Tahun 1957 kemudian merupakan tonggak sejarah PT. Pertamina (Persero). Pemerintah
mendirikan sebuah perusahaan minyak nasional pada 10 Desember 1957 dengan nama
Perusahaan Minyak Nasional (PN PERMINA). PN PERMINA yang bergerak di bidang
produksi digabung dengan PN PERTAMIN pada 20 Agustus 1968, yang bergerak di
bidang pemasaran guna menyatukan tenaga, modal, dan sumber daya. Perusahaan ini
lalu dinamakan PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional (PERTAMINA).
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan UU No. 8 pada tahun 1971 yang
membuat PERTAMINA menjadi perusahaan milik negara dalam bidang minyak dan
gas dari proses pengelolaan sampai dengan proses produksi. Perusahaan minyak dan gas
yang akan menjalankan usaha di Indonesia berdasarkan peraturan tersebut wajib bekerja
sama dengan PERTAMINA. Perusahaan PERTAMINA berdasarkan peraturan tersebut
memainkan peran ganda yakni sebagai regulator bagi mitra yang menjalin kerja sama
dan juga sebagai operator karena menggarap sendiri sebagian wilayah kerjanya.
PERTAMINA kemudian beralih bentuk menjadi PT. PERTAMINA (Persero)
dan melepaskan peran gandanya melalui UU Minyak dan Gas Bumi No. 22 tahun 2001.
Peran regulator ini lalu diserahkan ke lembaga pemerintah. Pertamina hanya memegang

6
satu peran sebagai operator murni. Peran regulator di bagian sektor hulu dijalankan oleh
perusahaann BP MIGAS, sedangkan untuk peranan regulator lainnya di bagian sektor
hilir dijalankan oleh BPH MIGAS yang dibentuk dua tahun setelahnya pada 2004.
PERTAMINA pada tanggal 17 September 2003 berubah bentuk menjadi PT
Pertamina (Persero), berdasarkan PP No. 31 pada tahun 2003. Undang-Undang tersebut
antara lain mengharuskan pemisahan yang jelas antara kegiatan usaha migas di sisi hilir
dan hulu. Selanjutnya pada tanggal 20 Juli 2006, PT Pertamina mencanangkan program
transformasi perusahaan dengan dua bagian tema yang besar yakni fundamental dan
bisnis. PT. Pertamina dalam rangka lebih memantapkan lagi program transformasi pada
tanggal 10 Desember 2007 kemudian melakukan perubahan visi dari perusahaan yaitu,
“Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Pertamina selalu mengupayakan
perluasan bidang usaha dari minyak dan gas menuju ke arah pengembangan energi baru
dan terbarukan, berlandaskan hal tersebut di tahun 2011 Pertamina menetapkan visi
baru dari perusahaannya yaitu, “Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia”.
PT. Pertamina (Persero) dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dari bahan
bakar minyak yang ada di dalam negeri, maka PT. Pertamina (Persero) mengoperasikan
enam dari tujuh Refinery Unit (RU) yang ada di wilayah Indonesia. RU I yang berada di
Pangkalan Brandan, Sumatera Utara yang berhenti total beroperasi pada tahun 2007.
Pemberhentian operasi total pada bagian Refinery Unit (RU) I Pangkalan Brandan
dikarenakan permasalahan pasokan umpan. Penutupan operasi dari RU I juga terkait
karena tidak tersedianya stok minyak dan gas yang akan diolah di sana. Adapun 6 Unit
pengolahan yang masih beroperasi saat ini ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Unit Pengolahan PT Pertamina (Persero)


Nama Kilang Provinsi Kapasitas (Barel/hari)
RU-II Dumai Riau 170
RU III Plaju Sumatera Selatan 127
RU-IV Cilacap Jawa Barat 348
RU-V Balikpapan Kalimantan Timur 260
RU-VI Balongan Jawa Barat 125
RU-VII Kasim/Sorong Papua Barat 10
(Sumber: Pedoman BPST Angkatan XVII, 2007)

7
2.2. Visi dan Misi PT Pertamina (Persero)
2.2.1. Visi
Pertamina mempunyai visi menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.
Untuk mewujudkan visi dari perseroan sebagai perusahaan kelas dunia tersebut, maka
Perseroan sebagai badan perusahan milik Negara (100% saham dimiliki Negara) turut
melaksanakan serta menunjang kebijakan dan program. Pemerintah di bidang ekonomi
dan pembangunan nasional pada umumnya, terutama di bidang penyelenggaraan usaha
energi, yaitu minyak dan gas bumi, energi baru dan terbarukan di dalam negeri.
2.2.2. Misi
Pertamina juga mempunyai misi menjalankan usaha minyak, gas, serta energi
baru dan terbarukan secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat
merupakan suatu misi dari PT. Pertamina (Persero). Misi perseroan yaitu menjalankan
usaha inti minyak, gas, bahan bakar nabati serta kegiatan pengembangan, eksplorasi,
produksi, dan energi baru terbarukan (new and renewable energy) secara terintegrasi.

2.3. Sejarah PT Pertamina (Persero) RU III


Perusahaan minyak dan tambang yang beroperasi di Indonesia pada awal abad
ke-20 sudah mencapai 18 perusahaan. Salah satunya ialah Nederlandsche Koloniale
Petroleum Maatschappij (NKPM). NKPM pada tahun 1921 menemukan Lapangan
Talang Akar di Provinsi Sumatera Selatan dan selanjutnya mendirikan Kilang Sungai
Gerong yang berlokasi di seberang Kilang Plaju yang sebelumnya milik PT. Shell.
Pemerintah Indonesia pada tahun 1965 melakukan kebijakan baru dengan
mengambil alih Kilang Plaju dari PT. Shell, sedangkan Kilang Sungai Gerong dibeli
oleh Pertamina pada tahun 1970. Kedua kilang tersebut selanjutnya mengalami proses
integrasi pada tahun 1973 yang terhubung dengan jembatan di yang memisahkan daerah
Gerong dan Plaju. Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong kemudian dikenal dengan
sebutan Kilang Musi. Kilang Musi berada di bawah pengawasan PT. Pertamina
(Persero) RU III dan bertanggung jawab dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak
(BBM), bahan bakar non minya, dan produk petrokimia untuk wilayah Jambi, Sumatera
Selatan, Bengkulu, dan Lampung. PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong
selain proses integrasi tersebut, telah melakukan beberapa modifikasi pabrik, proses,
dan juga infrastruktur yang secara lengkap dan terperinci yang terdapat pada Tabel 2.2.

8
Tabel 2.2. Sejarah PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong
Tahun Sejarah
1903 Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh PT. Shell (Belanda)
1926 Kilang Sungai Gerong dibangun oleh STANVAC (AS)
1957 Kilang Plaju diambil alih oleh PT. Shell Indonesia
1965 Kilang Plaju (Shell) dengan kapasitas 100 MBCD dibeli oleh negara
(PERTAMINA)
1970 Kilang yang ada di Sungai Gerong (STANVAC) dibeli oleh negara
(PERTAMINA)
1971 Pendirian kilang polypropylene untuk memproduksi pellet polytam
dengan kapasitas 20.000 ton/tahun
1973 Integrasi operasi kilang Plaju–Sungai Gerong
1982 Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi
(PKM I) yang berkapasitas 98 MBSD
1982 Pembangunan High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong dan
revamping CDU (konservasi energi)
1984 Proyek pembangunan kilang TA/PTA dengan kapasitas produksi
150.000 ton/tahun
1986 Kilang Purified Terephtalic Acid (PTA) mulai berproduksi dengan
kapasitas 150.000 ton/tahun
1987 Proyek pengembangan konservasi energi atau Energy Conservation
Improvemant (ECI)
1988 Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi dan Produksi Kilang (UPEK)
1990 Debottlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/tahun
1994 PKM II: Pembangunan unit polypropylene baru dengan kapasitas
45.200 ton/th, revamping RFCCU – Sungai Gerong dan unit alkilasi,
redesign siklon RFCCU Sungai Gerong, modifikasi unit Redistilling
I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex (GTGC)
dan perubahan frekuensi listrik dari 60 Hz ke 50 Hz, serta proses
pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Sulphuric Acid
Recovery Unit (SARU)

9
2002 Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi
2003 Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju
dengan Sungai Gerong diresmikan
2007 Kilang TA/PTA berhenti beroperasi
2008 Peresmian produk Musicool
2010 Pembangunan Unit Waste Heat Recovery Unit (WHRU)
2011 Peresmian unit WHRU
2012 Project UU 32
(Sumber: PT Pertamina, 2009)

2.4. Visi, Misi, dan Tata Nilai di PT Pertamina (Persero) RU III


2.4.1. Visi
Visi dari PT Pertamina (Persero) RU III yaitu Menjadi Kilang Minyak dan
Petrokimia Nasional yang Kompetitif di Asia Pasifik pada Tahun 2025.
2.4.2. Misi
Adapun misi dari Pertamina RU III terdiri dari:
1. Pengoperasian kilang secara aman, handal, efisien, berkualitas dan ramah ling-
kungan dengan menggunakan teknologi terkini.
2. Peningkatan profitabilitas melalui fleksibilitas dan optimasi operasi pengo-
lahan serta memaksimalkan valuable product.
3. Pengelolaan kilang secara profesional berstandar Internasional, memenuhi
aspek GCG dan memberikan nilai tambah bagi stakeholder.
2.4.3. Tata Nilai
Tata nilai yang berlaku di PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong
terdiri dari 6C antara lain, yaitu:
1. Clean (Bersih)
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, menjunjung
tinggi kepercayaan, tidak toleransi terhadap suap, integritas, dan berpedoman pada asas-
asas tata kelola korporasi yang baik.
2. Competitive (Kompetitif)
Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong
pertumbuhan investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.

10
3. Confident (Percaya Diri)
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam re-
formasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.
4. Customer Focused (Fokus pada Pelanggan)
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk memberikan
pelayanan terbaik kepada pelanggan.
5. Commercial (Komersial)
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial dan mengambil kepu-
tusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6. Capable (Berkemampuan)
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki talenta
dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun riset, dan pengem-
bangan.

2.5. Struktur Organisasi Perusahaan


2.5.1. Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero)
PT Pertamina (Persero) dipimpin oleh seorang Presiden Direktur dan CEO
yang membawahi enam Direktur. Adapun keenam dari direktur tersebut adalah Direktur
Hulu, Direktur Pengolahan, Direktur Pemasaran, Direktur SDM dan Umum, Direktur
Keuangan, dan Direktur Energi Baru dan Terbarukan. Struktur organisasi PT. Pertamina
(Persero) secara umum disajikan pada Gambar 2.1. di bawah ini.

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero)


(Sumber: PT Pertamina, 2017)

11
2.5.2. Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU III
Sistem organisasi di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju didasarkan pada
surat keputusan Direksi Pertamina No. Kpts 007/C0000/99-SO tanggal 13 Januari 1999,
dimana General Manager PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong dapat
langsung membawahi beberapa manager yang mempunyai tugas dan fungsi sesuai
dengan bidang-bidang yang ada di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai
Gerong. Struktur organisasi PT Pertamina (Persero) RU III disajikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Organisasi PT Pertamina (Persero) RU III


(Sumber: PT Pertamina, 2017)

12
PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong memiliki 11 bidang unit.
Adapun tugas atau tanggung jawab dari masing-masing bidang yang ada pada PT.
Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong antara lain, yaitu:
1. Production
Bidang ini bertugas untuk menyelenggarakan (operator) pengolahan minyak
mentah (crude) menjadi produk BBM dengan biaya ekonomis. Manager di bidang ini
membawahi section head dari 6 unit produksi antara lain, Crude Distiller & Gas Plant
(CD & GP), Crude Distiller & Light End (CD & L), polypropylene, Unit Utilitas, oil
movement, dan pada unit laboratorium-laboratotium pengujian sampel dan produk.
2. Refinery Planning and Optimization
Bidang ini bertugas merencanakan pengolahan untuk mencari gross-margin
sebesar-besarnya, menyiapkan atau menyajikan perspektif keekonomian kilang, serta
mengembangkan perencanaan yang dapat memaksimumkan pendapatan berdasarkan
pasar dan kondisi kilang. Manager di bidang ini membawahi tiga section head antara
lain, Supply Chain & Distribution, Refinery Planning, dan Budget & Planning.
3. Maintenance Planning and Support
Bidang ini menjaga peralatan kilang yang tersedia dalam jangka waktu tertentu
agar proses pengolahan berjalan dengan lancar dan target pengolahan serta produksi
dapat tercapai dengan cara memperbaiki secepat mungkin peralatan operasi dan juga
melakukan pekerjaan terencana untuk turn around. REIE, SSIE, EIIE, planning &
schedulling, dan workshop juga termasuk bagian maintenance planning and support ini.
4. Maintenance Execution
Maintenance Execution berperan untuk melaksanakan program pemeliharaan
yang telah direncanakan oleh bagian maintenance planning and support, reliability, dan
turn around, selain itu juga mengeksekusi maintenance harian. Manager di bidang ini
membawahi langsung bagian MA-I, MA-II, dan MA-III pada PT. Pertamina.
5. Health, Safety, and Environmental
PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju melindungi keselamatan, kesehatan, dan
lingkungan kerja para karyawan-karyawannya dengan melalui unit Health, Saferty, and
Environtment (HSE). Unit HSE ini melaksanakan tugasnya berdasarkan UU No.1/1970
tentang keselamatan karyawan yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja.

13
6. Engineering and Development
Bidang Engineering and Development bertugas untuk melakukan usaha-usaha
pengembangan kilang demi menghasilkan produk yang bernilai jual dengan modifikasi
pada proses sehingga dihasilkan kondisi operasi yang lebih efisien dan juga ekonomis.
Manager di bidang ini membawahi empat bagian bidang antara lain, Lead of Project
Engineering, Project Engineering Section Head, Energy Conservation and Loss Control
Section Head, dan bidang yang terakhir yaitu Quality Management and Procedure.
7. General Affairs and Legal
General Affairs membidangi unit Public Relation, sedangkan bagian Legal
memiliki peran untuk melakukan pengamanan dari semua aset-aset yang dimiliki oleh
kilang, perijinan, pengkajian Undang-Undang, serta menganalisa peraturan.
8. Reliability
Bidang Reliability memiliki tugas untuk melihat kehandalan instrumen kilang,
sebelum direncanakan untuk maintenance, dan setelah kegiatan maintenance.
9. Procurement
Kegiatan utama dari bidang Procurement adalah melakukan proses inventory
controlling (pengendalian dari persediaan), proses purchasing (pengadaan material),
contract officer (kontrak jasa), dan yang terakhir adlaah service and warehousing.
10. Operational Performance Improvement (OPI)
OPI diadakan untuk memberi pelatihan untuk meningkatkan performance
pekerja serta untuk merubah budaya kerja yang tidak baik, dan menjaga sustainability
dari improvement yang sudah terlaksana untuk meningkatkan kualitas para pekerja.
11. Turn Around
Turn Around (TA) adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam skala
besar (extraordinary maintenance activities), TA dilakukan sekitar 3-4 tahun.

2.6. Lokasi dan Tata Letak Pabrik


2.6.1. Lokasi Pabrik
PT Pertamina (Persero) RU III berada di Provinsi Sumatera Selatan, tepatnya
di Plaju dan Sungai Gerong. RU III terbagi menjadi dua kilang, yaitu kilang Plaju dan
Kilang Sungai Gerong. Kedua kilang ini dipisahkan oleh Sungai Komering yang
merupakan anak dari Sungai Musi. Pada tahun 2003, PT. Pertamina (Persero) RU III

14
membangun jembatan yang terintegrasi guna untuk menghubungkan Kilang Plaju dan
Kilang Sungai Gerong untuk transportasi antar kilang. PT .Pertamina (Persero) RU III
memiliki lokasi seluas 921 Ha (di luar terminal Pulau Sambu dan Tanjung Uban).
Kilang Plaju terletak di sebelah barat Sungai Komering dan di sebelah utara
berbatasan dengan Sungai Musi, sedangkan Kilang Sungai Gerong terletak di kabupaten
Musi Banyuasin. Kilang Sungai Gerong ini terletak di sebelah timur Sungai Komering
dan di sebelah utara juga berbatasan dengan Sungai Musi. Adapun PT. Pertamina
(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong ini memiliki dua area dermaga, dermaga Plaju
dan dermaga Sungai Gerong untuk mempermudah pengangkutan baik untuk produk
ataupun bahan mentah. Adapun denah/peta lokasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit
III antara Kilang Plaju dan Kilang Sungai Gerong dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.3. Denah Kilang di PT Pertamina (Persero) RU III


(Sumber: PT Pertamina, 2017)

2.6.2. Tata Letak Pabrik


Luas wilayah kerja dari PT Pertamina (Persero) RU III sebesar 1812,6 Ha,
sedangkan luas wilayah efektifnya yaitu sebesar 921,02 Ha yang terletak pada tujuh
tempat lokasi meliputi area pekantoran dan kilang yang dapat dilihat pada Tabel 2.3.

15
Tabel 2.3. Lokasi dan Luas Wilayah PT Pertamina (Persero) RU III
No. Tempat Luas (Ha)
1. Area perkantoran dan kilang Plaju 229.6
2. Area kilang Sungai Gerong 153.9
3. Pusdiklat fire and safety 34.95
4. RDP dan Lap. Golf Bagus Kuning 51.4
5. RDP Kenten 21.2
6. Lap. Golf Kenten 80.6
7. RDP Plaju, Sungai Gerong dan 3 Ilir 343.97
Total 921.02
(Sumber: PT Pertamina, 2009)

Sedangkan untuk pembagian dari unit-unit proses yang ada di PT. Pertamina
(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong terdapat dua bagian besar yaitu Kilang Plaju dan
Kilang Sungai Gerong yang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 2.4. berikut.

Tabel 2.4. Persebaran Unit di PT Pertamina (Persero) RU III


Kilang Wilayah Unit
Plaju Kilang Utara Crude Distiller Unit II (CDU II), CDU III, CDU IV
Kilang CDU V, Stabilizer C/A/B, Straight Run Main Gas
Tengah Compressor (SRMGC)
Kilang BBMGC, BB Distiller, BB Treater, Unit
Selatan Polimerisasi, Unit Alkilasi, Gas Plant, dan Storage
& Blending Musicool
Sungai - CDU VI, (HVU II), RFCCU, Stabilizer III, Caustic
Gerong Treater Unit, dan Merichem Treater
(Sumber: PT Pertamina, 2009)

2.7. Deskripsi Proses PT Pertamina (Persero) RU III


2.7.1. Primary Process
Primary process merupakan suatu proses pengolahan minyak mentah untuk
memisahkan fraksi-fraksi secara fisik berdasarkan titik didihnya dengan menggunakan
prinsip distilasi. Unit operasi yang digunakan pada proses ini adalah Crude Distiller

16
Unit ( CD-II, CD-III, CD-IV, CD-V, dan CD-VI), High Vacuum Unit (HVU), Stabilizer
C/A/D, Straight Run Motor Gas Compressor (SRMGC), Butane-Butylene Motor Gas
Compressor (BBMGC), dan yang terakhir adalah Unit Butane-Butylene Distiller.

2.7.2. Secondary Process


Secondary process merupakan suatu proses pengolahan sebagian produk dari
primary process yang meliputi perubahan dari struktur kimia dari fraksi minyak mentah
sehingga dapat memberikan nilai tambah produk yang dihasilkan. Unit operasi yang
digunakan pada proses ini adalah Resid Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU), Unit
Polimerisasi, Unit Alkilasi, yang terakhir adalah Kilang polypropylene (PP).

2.7.3. Treating
Produk akhir akan dimurnikan dengan proses treating untuk menghilangkan
senyawa belerang (seperti H2S, sulfida, dan merkaptan) yang masih terkandung di
dalam produk. Senyawa-senyawa tersebut bersifat korosif dan menyebabkan kerusakan
pada mesin. Senyawa merkaptan ini justru ditambahkan pada pembuatan LPG, dengan
tujuan agar baunya menjadi indikasi kebocoran gas. Zat kimia yang digunakan untuk
proses treating adalah soda kaustik (NaOH) karena harganya yang relatif murah.

2.7.4. Blending (Pencampuran)


Proses blending bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk atau agar
produk memenuhi spesifikasi. Proses ini dilakukan dengan penambahan zat aditif atau
dengan pencampuran dua produk yang berbeda spesifikasi. Contoh produknya ialah
penambahan Tetra Ethyl Lead (TEL) untuk meningkatkan angka oktan dari bensin atau
pencampuran senyawa High Octane Mogas Component (HOMC) dengan naphta untuk
menghasilkan bahan bakar premium yang memiliki angka oktan cukup tinggi.

2.7.5. Produksi Polypropylene


Bahan baku unit ini adalah Raw Propane-Propylene (RPP) yang berasal dari
hasil perengkahan di Fluid Catalytic Cracking Unit (FCCU). Proses pengolahan
polipropilen yang berasal dari raw propane propylene terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu proses pemurnian bahan mentah propane propylene dengan menggunakan proses
ekstraksi, proses pengeringan, proses distilasi, polimerisasi dengan reaktor polimer dan
peletisasi polypropylene yang akan menjadi bijih plastik (pellet,) serta proses bagging.

17
2.8. Bahan Baku dan Bahan Penunjang
2.8.1. Bahan Baku Produksi
Bahan baku Pertamina yang diolah di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-
Sungai Gerong berupa minyak mentah yang diperoleh dari berbagai daerah penghasil
minyak di indonesia. Pengiriman minyak mentah menggunakan dua jenis transportasi
untuk menuju tanki penampung di RU III, yaitu dengan perpipaan dan kapal tanker.
1. Minyak mentah yang dikirim melalui sistem perpipaan:
a. South Palembang District (SPD) dari DOH Prabumulih.
b. Talang Akar Pendopo Oil (TAP) dari DOH Prabumulih.
c. Jambi Asphalitic Oil (Paraffinic Oil).
d. Jene.
e. Ramba Crude Oil (RCO) dari DOH Jambi.
2. Minyak mentah yang dikirim menggunakan kapal tanker:
a. Geragai Crude Oil (GCO) dari Santa Fe, Jambi.
b. Bula/ Klamono (BL/KL) dari Irian Jaya.
c. Kaji Semoga Crude Oil (KSCO).
d. Sepanjang Crude Oil (SPO).
e. Sumatera Light Crude (SLC).
f. Duri Crude Oil (DCO).
Minyak mentah dari sumber yang berbeda tersebut akan ditampung terlebih
dahulu di dalam tangki penampung. Minyak mentah tersebut masih terdapat kandungan
kadar air yang cukup tinggi yang mana dapat menyebabkan gangguan dalam unit-unit
pengolahan sehingga sebelum diumpankan ke Crude Distiller Unit (CDU), kandungan
airnya harus dikurangi terlebih dahulu, sehingga perlu dilakukan pre-treatment minyak
mentah. Spesifikasi dari minyak mentah yang boleh diumpankan ke dalam CDU adalah
dibawah 0,5% dari volume air. Minyak mentah tersebut kemudian diumpankan menuju
bagian CDU. Berikut ini sumber minyak mentah dan kapasitasnya pada setiap unit:

2.8.2. Bahan Baku Produk Non-BBM


Kilang-kilang di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong selain
mengolah minyak mentah juga mengolah produk intermediate yang berupa komponen
mogas beroktan tinggi (HOMC) untuk blending motor gasoline dari cilacap dan dumai.

18
Produk lain yaitu raw-PP (Raw Propane Propylene) dari bagian Resid Fluid Catalytic
Cracking Unit (RFCCU) untuk bahan baku produksi dari polypropylene dan produk
intermediet selanjutnya yaitu naften yang merupakan bahan baku dari dari cilacap.

2.8.3. Bahan Pendukung


Bahan-bahan pendukung berfungsi untuk mendukung suatu proses pengolahan
bahan baku menjadi suatu produk. Bahan baku utama tersebut utamanya diolah pada
CDU (Crude Distiller Unit). Setelah pengolahan oleh unit CDU selesai, bahan baku
utama tersebut terkonversi menjadi berbagai macam produk. Produk dari CDU akan
diolah lebih lanjut oleh unit-unit lainnya. Pengolahan pada unit lanjutan ini biasanya
memerlukan berbagai macam bahan pendukung agar proses dapat berlangsung. Ber-
bagai jenis bahan pendukung, unit yang menggunakannya dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.5. Bahan Pendukung pada Berbagai Unit dan Fungsinya


Unit Bahan Pendukung Fungsi
Alkilasi Asam Sulfat Sebagai katalis
Alkilasi CaCl2 Mengeringkan Propane cair
BB Distiller Heavy Alkylate Lean oil (absorben)
Causatic Settler NaOH Penghilangan senyawa asam
(Alkilasi)
CD NaOH Pengatur pH dan juga pencegah
korosi
Furnace NH4OH Bahan bakar untuk pembakaran
HVU Ammonia Pencegah korosi pada alat
Polimerisasi P2O5 Katalis polimerisasi
Polipropilen NaOH Ekstraktor pada purifikasi raw
propane propylene (raw-pp)
Polipropilen TK Catalyst (Titanium) Katalis utama
Polipropilen AT Catalyst (Triethyl Ko-Katalis
Aluminium)
Polipropilen OF Catalyst (cyclohexyl Katalis pendonor elektron
methyl dimethoxy silane)

19
Polipropilen AE-Stab, AI-Stab, AH- Stabilizer additive
Stab, HA-Stab, HD-Stab,
SB-Stab, SC-Stab
Polipropilen Gas Nitrogen Off gas, carrier gas, media
pemanas
Refrijerasi- Etilen Glikol (Brine) Media pendingin
Polipropilen
RFCCU Silika Alumina Katalis cracking
(Sumber: PT Pertamina, 2009)

2.9. Produk PT Pertamina (Persero) RU III


Produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina RU III Plaju-Sungai Geronmg
secara umum terdiri dari tiga kelompok yang besar, yaitu produk Bahan Bakar Minyak
(BBM), produk non-BBM, dan yang terakhir adalah produk Petrokimia (bijih plastik).
2.9.1. Produk Bahan Bakar Minyak (BBM)
Produk-produk BBM yang dihasilkan PT. Pertamina RU III sebagai berikut:
1. Avtur
Avtur merupakan bahan bakar untuk pesawat turbin dan avtur ini berwarna
kuning muda. Avtur dihasilkan dari unit gas plant dengan kapasitas 1,67 MBCD.
2. Premium atau Motor Gasoline (Mogas)
Premium merupakan bahan bakar kendaraan bermotor berwarna kuning dan
memiliki bilangan oktan yang mencapai angka 88. Kapasitas produksi dari premium
atau motor gasoline (mogas) pada Refinery Unit (RU-III) adalah sebesar 22,1 MBCD.
3. Kerosin
Kerosin atau minyak tanah merupakan bahan bakar untuk keperluan rumah
tangga berwarna dan berwarna kuning muda. Kerosin merupakan hasil blending antara
Light Kerosene Distillate (LKD) dan Heavy Kerosene Distillate (HKD) dari Crude
Distiller Unit (CDU) dengan kapasitas produksi yang mencapai angka14,33 MBCD.
4. Automotive Diesel Oil (ADO)
Automotive Diesel (ADO) merupakan bahan bakar kendaraan bermotor mesin
jenis diesel dan ADO berwarna jingga. ADO dihasilkan dari proses Crude Distiller Unit
(CDU) dengan kapasitas produksi yang mencapai angka sebesar 30,82 MBCD.

20
5. Industrial Diesel Oil (IDO)
IDO merupakan bahan bakar mesin diesel untuk keperluan industri. IDO
berwarna hitam dengan kualitas dan harga dibawah ADO. IDO dihasilkan dari CDU
dengan kapasitas produksi produk yang mencapai angka sebesar 1,75 MBCD.
6. Industrial Fuel Oil (IFO)
IFO merupakan bahan bakar mesin jenis non-diesel untuk keperluan industri,
berwarna hitam dengan kualitas dan harga yang relatif lebih rendah dari premium. IFO
dihasilkan dari CDU dengan kapasitas produksi yang mencapai angka 18,69 MBCD.
7. Racing Fuel
Racing Fuel merupakan bahan bakar untuk kendaraan balap yang diproduksi
oleh PT. Pertamina. Racing Fuel memiliki bilangan oktan sangat tinggi, yaitu sebesar
100 untuk menunjang keperluan dari spesifikasi mesin yang dipergunakan untuk racing.

2.9.2. Produk Non-Bahan Bakar Minyak (non-BBM)


Produk-produk BBM yang dihasilkan PT. Pertamina RU III sebagai berikut:
1. Liquified Petroleum Gas (LPG)
LPG merupakan bahan bakar campuran dari gas propana dan butana yang
dikompresi dan dihasilkan dari unit Gas Plant (GP) dengan kapasitas 3,75 MBCD.
2. SPBX dan LAWS
SPBX dan LAWS merupakan produk pelarut yang sering digunakan di bagian
industri kimia. SPBX adalah produk keluaran dari unit Stabillizer C/A/B sedangkan
untuk produk LAWS adalah produk dari keluaran unit gas plant (GP)
3. Low Sulphur Waxes Residue (LSWR)
LSWR adalah produk dari RFCCU yang biasa digunakan sebagai bahan bakar
di industri kimia.
4. Musicool
Musicool merupakan refrigerant ramah lingkungan yang dikembangkan dan
dihasilkan oleh PT. Pertamina RU III. Keunggulan produk ini, yaitu lebih efisien dari
pada refrigerant biasa karena dapat menghemat penggunaan refrigerant sebesar 70%.
Musicool terdiri dari tiga macam, yaitu propana murni, isobutana murni, dan campuran
keduanya. Jenis Musicool yang dipasarkan adalah MC-12 (menggantikan R-12), MC-22
(menggantikan R-22), MC-134 (menggantikan R-134), dan yang terakhir MC-600.

21
2.9.3. Produk Petrokimia
Polypropylene merupakan bahan baku pembuatan plastik yang didapatkan dari
hasil unit polypropylene yang mana terbagi menjadi empat grade, yaitu:
1. Film Grade (PF) sebagai bahan baku plastik bungkus makanan dan pakaian.
2. Yarn Grade (PY) sebagai bahan baku plastik filamen, filamen ini nantinya
akan diolah menjadi produk berserat seperti tali, jaring, dan karpet.
3. Injection Molding Grade sebagai bahan baku plastik, grade ini akan digunakan
untuk perlatan-peralatan rumah tangga dan bagian-bagian dari mesin.
4. Non Standard Grade adalah plastik yang tidak memenuhi spesifikasi standar
yang ditentukan, biasanya akan diolah lagi menjadi tingkat yang lebih baik.

2.10. Uraian Proses


2.10.1. Unit Crude Distiller and Gas Plant (CD & GP)
PT. Pertamina RU III memiliki enam buah crude distiller yaitu Crude Distiller
(CD) II, III, IV, V, dan Redistiller I/II. Keenam unit tersebut terletak di kilang Plaju.
Pada unit ini juga terdapat unit Stabilizer C/A/B dan juga Straight Run Motor Gas
Compressor (SRMGC), sedangkan pada Gas Plant terdapat unit Butane-Butylene Motor
Gas Compressor (BBMGC), Butane-Butylene (BB) Distiller, Unit Polimerisasi serta
Unit Alkilasi. Selain itu juga terdapat unit-unit treater setelah proses distiller, yaitu
seperti BB Treater, Caustic Treater, dan yang terakhir yaitu Sulfuric Acid Unit (SAU).
Proses yang dilakukan pada CD II, III, IV, V, dan Redistiller I/II disebut
proses primer yang bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen minyak mentah
secara fisik dengan cara distilasi. Bagian Redistiller I/II pada awalnya berfungsi untuk
mendistilasi kembali slop oil (minyak tumpahan dan produk yang off spec) serta minyak
mentah dengan spesifikasi khusus, tetapi kemudian diubah fungsinya sehingga menjadi
sama seperti CD. Proses-proses yang dilakukan pada unit-unit polimerisasi, alkilasi,
stabilizer C/A/B, SRMGC, BBMGC, dan BB distiller disebut proses sekunder. Proses
ini bertujuan menghasilkan produk-produk yang bernilai tinggi hasil dari proses primer.
Proses treating dilakukan pada unit BB treater, caustic treater dan SAU. BB
treater bertujuan mengurangi kandungan sulfur pada butane-butylene. Caustic treater
bertujuan mengurangi kandungan sulfur dan merkaptan pada produk gasoline. SAU
bertujuan meningkatkan konsentrasi asam sulfat sehingga dapat digunakan kembali.

22
1. Crude Distiller II (CD-II)
Crude distiller merupakan unit proses primer yang memiliki fungsi untuk
memisahkan minyak mentah menjadi fraksi-fraksinya secara penyulingan atau distilasi
biasa pada tekanan atmosfer. CDU II memiliki kapasitas produksi sebesar 2600 ton/day.
Bahan baku yang diolah di crude distiller II adalah crude oil dari SPD, Jene, Tap, dan
Ramba serta crude oil ex kapal dari Ketapa, Duri, dan SLC. Unit ini terdiri dari lima
buah kolom fraksionasi, satu buah evaporator, dua furnace serta alat-alat pendukung
kerja lainnya. Produk yang dihasilkan oleh unit CD-II adalah crude butane, SR TOPS,
Naptha II, LKD, LCT, gas (ke unit SRMGC), dan yang terakhir adalah long residue.
2. Crude Distiller III dan IV (CD-III dan CD-IV)
Kapasitas pengolahaan CD III 4000 ton/day. Umpan yang digunakan oleh CD
III adalah minyak mentah yang berasal dari SLC, SPD, Ramba, Jene, dan campuran
SLC/TAP. Proses di CD III prinsipnya sama dengan CD II. Crude distiller III terdiri
dari tiga buah kolom fraksionasi, sebuah stabilizer, kolom–kolom stripper, serta dua
buah furnace. Unit CD IV memiliki sistem pemrosesan produk serta perolehan produk
yang sama dengan CD III, namun penggunaan umpan di kedua crude distiller ini
berbeda. CD IV hanya menggunakan umpan Ramba Crude Oil dan SLC Crude Oil saja.
Crude distiller IV sebenarnya mempunyai prinsip dan cara kerja yang sama dan hampir
mendekati seperti proses pada unit CD III namun terdapat beberapa perbedaan yaitu
produk bawah stabilizer umpan kolom (1-1) dipanaskan terlebih dahulu dalam furnace
dua, kemudian poduk atas kolom didinginkan terlebih dahulu, dan hanya sebagian saja
yang diumpankan ke kolom sedangkan sisanya akan dimasukkan ke kolom.
3. Crude Distiller V (CD V)
CD V digunakan untuk mengolah minyak mentah menjadi fraksi–fraksinya.
Umpan yang masuk ke unit ini adalah minyak mentah berasal dari SPD, TAP, Ramba,
dan Jene. Kapasitas pengolahan unit ini sebesar 32 MBCD. Unit ini terdiri empat kolom
fraksionasi, satu kolom flash, kolom stripper, dan furnace.
5. Stabillizer (STAB) C/A/B
Stab C/A/B merupakan proses sekunder yang berfungsi untuk memisahkan SR
Tops dari unit CD II/III/IV/V menjadi komponennya yaitu isopentana dan isoheksana
dengan menggunakan distilasi bertekanan. Unit ini memiliki tiga buah kolom distilasi.

23
6. Straight Run Motor Gas Compressor (SRMGC)
Unit ini terdiri dari 3 buah kompresor. Kompresor–kompresor ini digerakkan
oleh motor bakar yang berbahan bakar gas. Kapasitas desain unit ini adalah sebesar 100
ton/day pada kecepatan putar 800 rpm untuk tiap kompresor. Unit SRMGC berfungsi
untuk menempa gas yang dihasilkan oleh unit Crude Distiller (CDU II, III, IV, dan V),
stabillizer C/A/B, thermal reforming, dan redistiller I/II kilang Plaju. Proses yang
terjadi dalam unit ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Umpan fraksi gas yang berasal
dari pengolahan di CD II/III/IV/V, Stab C/A/B dimasukkan ke dalam sebuah buffer tank
(9-1) agar kondensat yang terbawa dalam fraksi gas tersebut dapat dipisahkan.
Gas yang sudah terbebas dari kondensatnya lalu dikeluarkan dari tangki (9-1).
Gas tersebut kemudian dinaikkan tekanannya dengan tiga buah kompresor (C-1/2/3)
yang dipasang paralel. Gas hasil kompresi kemudian didinginkan oleh cooler (4-1/2/3)
dan dimasukkan ke tangki akumulator (9-2). Gas yang tidak terkondensasi pada tangki
(9-2) diumpankan ke unit BBMGC untuk dinaikkan kembali tekanannya. Kondensat
yang terbentuk pada tangki (9-2) dikeluarkan dan digabung dengan aliran kondensat
dari tangki (9-1) kemudian diumpankan ke unit BB distiller dengan kondensatnya.
7. Butane Butylene Motor Gas Compressor (BBMGC)
Unit BBMGC ini berfungsi untuk menaikkan tekanan fraksi gas. Gas yang
dikompresi pada unit ini adalah gas yang berasal dari unit SRMGC. Kompresi ini
dilakukan oleh tiga buah kompresor (MGC-1/2/3) yang dipasang paralel. Kapasitas
desain unit ini adalah sebesar 200 ton/day. Proses yang terjadi adalah condesate akan
ditingkatkan tekanannya dengan dan dijadikan umpan di absorber 1-1 pada unit BB
distiller, sedangkan pada fasa gas dari tangki 1201 akan ditingkatkan tekanannya dari 4
kg/cm2 compressor. Aliran ini kemudian didinginkan pada cooler setelah mengalami
peningkatan temperatur compressor, selanjutnya aliran masuk ke Tangki Akumulator 8-
1/2/3/4. Gas dari Tangki Akumulator 8-1/2/3/4 akan disatukan sebagai residual gas,
umpan dari unit BB-distiller lalu produk cair yang terbentuk karena penurunan suhu.
8. Butane Butylene Distiller (BB Distiller)
Unit ini befungsi untuk memisahkan butan dan butilen yang terdapat pada gas
hasil crude distiller. Pada unit ini dihasilkan produk-produk berupa refinery gas (C1-C2)
sebagai bahan bakar furnace, Musicool, dan LPG, dan yang terakhir yaitu LOMC.

24
9. Butane Butylene Treater (BB Treater)
Umpan BB dari BB-distiller atau FCCU dicampur dengan menggunakan
caustic soda (NaOH) untuk kemudian dialirkan ke bagian caustic settler. Caustic soda
yang masih memiliki konsentrasi yang tinggi akan berada pada bagian bawah caustic
settler yang kemudian akan disirkulasi dan sebagian dibuang. Caustic settler dari bagian
atas keluar BB yang kemudian masuk ke dalam bagian water settler untuk dikurangi
kandungan airnya. Setelah masuk ke dalam dua buah water settler BB siap digunakan
baik untuk proses polimerisasi, alkilasi atau sebagai komponen untuk LPG.
10. Polimerisasi
Tujuan unit ini adalah untuk menyiapkan feed untuk unit Polimerisasi. Unit ini
berfungsi menghasilkan polimer sebagai High Octane Mogas Component (HOMC).
Umpan produk ini adalah alkilat dari stabilizer-3 pada unit FCCU dengan kandungan C4
yang tinggi. Umpan terdiri dari C3=, C3, i-C4, n-C4, dan C4=. Pada unit ini terjadi reaksi
polimerisasi dengan katalis P2O5. Reaksi berlangsung pada temperatur lebih tinggi dari
150°C dan tekanan lebih besar dari 25 kg/cm2. Pada unit ini akan dihasilkan polimer
yang merupakan HOMC dan produk gas yang dihasilkan akan menjadi umpan unit
alkilasi. Unit ini terdiri dari 3 set konverter (reaktor), yang masing-masing set memiliki
3 buah konverter. Pada kondisi normal yang berjalan 2 set sedangkan 1 set lain dalam
kondisi penggantian katalis sampai siap untuk digunakan. Umur dari katalis yang telah
digunakan sekitar 3 bulan penggantian katalis membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu.
Reaktor yang digunakan berjenis shell and tube, dimana pada bagian dari tube
terdapat katalis dan tempat dimana reaksi terjadi, sedangkan pada bagian shell dialirkan
oil (minyak) sebagai pengatur kestabilan temperatur reaksi. Temperatur oil pada bagian
shell diatur dengan mengatur laju alir cold oil, warm oil, dan hot oil yang dicampurkan
pada bagian shell. Hot oil berasal dari furnace, warm oil dari preheater, sedangkan cold
oil berasal dari cooler yang sebelumnya bersuhu tinggi lalu dilakukan pendinginan.
11. Alkilasi
Proses alkilasi merupakan suatu proses reaksi antara senyawa olefin (C3=
sampai dengan C5=) dan iso-Butane memakai katalis H2SO4 menjadi produk dengan
karakteristik berupa berat molekul lebih tinggi, nilai oktan yang lebih tinggi, tekanan
uap yang relatif rendah, dan komponen parafinik untuk bensin yang ramah lingkungan

25
Produk yang terutama diinginkan berupa iso-Butane dengan konsentrasi
tinggi. Disamping reaksi utama berupa reaksi alkilasi, terjadi juga reaksi samping
berupa polimerisasi dan perengkahan dengan intensitas kecil. Unit alkilasi RU III Plaju
didesain untuk mengolah fraksi Butane-Butylene dari unit Polimerisasi dengan kapasitas
pengolahan 155 ton/hari dan dengan produk light alkylate sebesar 100 ton/hari. Unit
alkilasi ini terdiri dari 2 bagian yaitu reaktor dan distilasi. Bahan baku adalah berupa
raw butane-butylene produk dari dasar stabillizer III unit FCCU Sungai Gerong. Untuk
mendapatkan ratio yang sesuai spesifikasi, maka umpan alkilasi diolah terlebih dahulu
di unit polimerisasi. Residue Butane-Butylene hasil dari unit polimerisasi ditampung di
tangki TK-1207/08 dan kemudian dipompakan melewati heat exchanger bersama-sama
Recycle I-Butane dari bottom depropanizer column menuju blank feed tank.
Hasil kemudian akan masuk ke chiller bersama-sama dengan asam sehingga
keluaran memiliki suhu  5oC. Aliran masuk ke reaktor dari atas dan keluar dari reaktor
masuk ke alat acid separator untuk memisahkan spent acid, lalu dari acid separator
produk dialirkan ke final separator, selanjutnya masuk ke bagian caustic settler untuk
menetralisasi spent acid yang terikut, lalu produk akan difraksionasikan pada bagian
distilasi. Bagian-bagian dari distilasi ini terdiri dari empat kolom fraksionasi yaitu :
a. Kolom Deisobuthanizer
Produk keluaran dari reaktor selanjutnya akan difraksionasikan pada kolom
deisobuthanizer. Produk atas digunakan sebagai umpan kolom depropanizer, sedangkan
produk bagian bawah kolom akan digunakan sebagai umpan pada kolom stabilizer.
b. Kolom Depropanizer
Produk atas berupa propane yang sebagian digunakan untuk chilling system
sebagai media pendingin dan sebagian lagi dimanfaatkan sebagai produk propana untuk
bahan baku dari refrigerant hydrocarbon atau sebagai komponen LPG. Produk bottom
berupa I-butana untuk recycle dan excess-nya sebagai produk I-butana digunakan untuk
bahan baku refrigerant hydrocarbon atau sebagai penyusun dari komponen LPG.
c. Kolom Stabilizer
Produk atas berupa n-Butane yang akan dimanfaatkan sebagai komponen LPG
atau sebagai raw material dalam pembuatan aerosol. Produk bawah akan difraksionasi
lebih lanjut pada kolom rerun selanjutnya untuk mendapatkan kemurnian yang tinggi.

26
d. Kolom Rerun
Produk atas berupa Light Alkylate digunakan sebagai AVIGAS atau High
Octane Mogas Component (HOMC). Produk bagian bawah berupa heavy alkylate yang
digunakan sebagai komponen pada proses blending kerosene/solar/produk solvent.

2.10.2. Unit Crude Distiller and Light Ends (CD & L)


Unit CD & L terdiri dari empat komponen utama, yaitu Crude Distiller-VI
(CD-VI), High Vacuum Unit II (HVU-II) berupa proses distilasi vakum, Resid Fluidized
Catalytic Cracking Unit (RFCCU), dan yang terakhir yaitu pada Light End Unit.
1. Crude Distiller VI (CD-VI)
CD-VI ini digunakan untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak bumi yang
berasal dari Ramba, berdasarkan destilasi atmosferik. Kapasitas pengolahan CD-VI ini
adalah 15.000.000 barrel per calendar day (15 MBCD). Produk yang dihasilkan adalah
gas, naptha, kerosene, ADO, dan long Residue. Di dalam unit CD-VI terdapat sub-unit
redistiller III/IV. Redistiller III/IV ini digunakan untuk mengolah ulang produk minyak
yang tidak memenuhi spesifikasi. Saat ini bagian redistiller telah dimodifikasi untuk
dapat mengolah minyak mentah Sumatera Light Crude (SLC). Modifikasi ini terjadi
karena menurunnya jumlah minyak yang terbuang atau tidak memenuhi spesifikasi.
2. High Vacuum Unit II (HVU II)
HVU II ini digunakan untuk mendapatkan kembali fraksi-fraksi ringan yang
terdapat dalam long residue yang berasal dari Crude Destiller Unit (CDU) dan RDU.
Tekanan yang digunakan pada bagian dari unit ini adalah sekitar 70 mmHg. Penuruanan
tekanan di bawah tekanan atmosferik digunakan untuk menurunkan titik didih dari
umpan untuk mencegah terjadinya perengkahan yang tidak diinginkan Dengan kapasitas
produksi HVU II adalah 54 MBCD, dengan komposisi produk sebagai berikut :
a. Produk pada bagian atas kolom berupa Light Vacuum Gas Oil (LVGO) yang
nantinya akan digunakan sebagai bahan dari komponen motor gas.
b. Produk pada bagian tengah berupa Medium Vacuum Gas Oil (MVGO) dan
Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO). Produk tengah selanjutnya akan digunakan
sebagai umpan RFCCU untuk dilakukan perengkahan secara katalitik.
c. Produk bawah berupa Light Sulphur Waxes Residue (LSWR).

27
3. Resid Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU)
Tujuan utama proses cracking adalah mengkonversi Medium Vacuum Gas Oil
dan Heavy Vacuum Gas Oil (M/HVGO) dari HVU dan minyak berat (long residue)
menjadi produk minyak ringan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Produk utama
yang dihasilkan dari keluaran Resid Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU) adalah :
a. Raw propane-propilen, sebagai bahan baku polypropilen.
b. Propane dan butane, sebagai komponen LPG.
c. Naptha (HOMC).
Selain itu, RFCCU juga menghasilkan produk sampingan, yaitu :
a. Dry Gas sebagai refinery fuel gas.
b. Light cycle oil, sebagai thinner dan komponen blending LSWR.
c. Slurry sebagai komponen utama LSWR.
d. Coke, yang terdeposit pada katalis.
Deskripsi proses dari unit RFCCU dapat dilihat dari penjelasan berikut ini :
a. Feed System
Umpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan long residue dengan
perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD long residue. VGO yang berasal
dari HVU dengan temperatur 220oC dipompakan ke vessel bersama-sama dengan long
residue dari CD II/III/IV/V Plaju dengan temperatur 150oC. Untuk mencapai temperatur
yang sesuai untuk feed reactor maka umpan tersebut dipanaskan di furnace FC F-2
sehingga mencapai temperatur 331oC, sebelum masuk reactor, umpan diinjeksi dengan
Antimony dengan kecepatan 0,75-2,1 kg/jam untuk mencegah adanya pengaruh metal
content dalam umpan terhadap katalis. Metal content menyebabkan deaktivasi katalis.
b. Reaktor dan Regenerator
Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 331oC diinjeksikan
ke dalam riser menggunakan enam buah injector untuk direaksikan dengan katalis dari
regenerator pada temperatur 650-750oC. Reaksi terjadi pada seluruh bagian dari riser
dengan temperatur 520oC, untuk memperoleh sistem fluidisasi dan densitas yang baik,
maka riser diinjeksikan dengan MP Steam. Di atas feed injector dipasang tiga buah
MTC Injector Oil (HCO) atau heavy naphha. HCO digunakan untuk menambah
terbentuknya coke pada katalis, sehingga dapat menaikkan temperatur dari regenerator,

28
sedangkan heavy naphta diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity. Tiga buah
cyclone mempunyai satu stage dipasang pada reactor dengan existing plenum chamber
untuk meminimalkan terbawanya katalis ke bagian kolom fraksionasi. Stripping steam
diinjeksikan ke daerah stripper untuk mengurangi kadar minyak dalam katalis sebelum
disirkulasikan ke Regenerator. Hasil cracking yang berupa uap hidrokarbon dialirkan
dari reaktor ke main fractionator untuk dipisahkan berdasarkan fraksi-fraksinya.
Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke regenerator yang dikontrol oleh
Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk memperlancar aliran spent catalyst
di stand pipe maka dialirkan Control Air Blower (CAB) dengan laju alir 7.000 kg/jam
dengan tekanan 2,49 kg/cm2g. Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke
pada katalis dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB). Flue gas hasil
pembakaran kemudian masuk ke lima buah cyclone yang memiliki dua stage untuk
memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. Flue gas dengan temperatur 676oC
yang keluar dari stack tersebut dimanfaatkan untuk membangkitkan steam HHP.
Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi daripada temperatur dense, yang
disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi CO. dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu
diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara pembakar. Semakin banyak kandungan
oksigen atau berkurangnya coke yang terbentuk, maka akan tercapai kondisi temperatur
dilute phase yang tinggi (>700oC) sehingga akan terjadi kondisi after burning yang
menyebabkan meningkatnya temperatur pada sistem secara mendadak sehingga dapat
menyebabakan kerusakan peralatan dan catalyst lost yang keluar melalui stack.
c. Main Fractionator
Gas hasil cracking dengan temperatur 520oC dialirkan ke bagian bottom kolom
Primary Fractionator (FC-T1). Produk bawah dari primary fractionator yang berupa
slurry oil ditarik dengan pompa FC P-4 menuju ke bagian heat exchanger (HE) FC E-2
untuk memanaskan umpan. Produk atas (overhead vapour) dari primary fractionator
selanjutnya akan ditransfer ke bottom kolom secondary fractionator FC T-20.
Produk bawah secondary fractionator yang berupa Light Crude Oil (LCO)
dibagi menjadi dua aliran yaitu internal reflux dan sebagai umpan pada kolom stripper
FC T-2. Internal reflux dikembalikan ke kolom primary absorber yang dikontrol oleh
LIC 2005. Tujuh side stream dari kolom secondary fractionator digunakan sebagai

29
reflux dan Total Pump Around (TPA). Reflux dikemballikan ke secondary fractionator
yang dikontrol oleh level control LIC 2006, sedangkan TPA dipompakan ke sponge
absorber FLRS T-402 sebagai lean oil yang sebelumnya didinginkan oleh HE FLRS E-
405. Aliran TPA dikontrol oleh FIC 2003, sedangkan temperatur dikontrol oleh TIC
2004 dengan mengoperasikan Air Fan Cooler FC E-21 Top Pump Around Cooler. TPA
kemudian akan dikembalikan ke bagian puncak dari kolom secondary fractionator
setelah dicampurkan dengan rich oil yang telah berasal dari sponge absorber.
Overhead vapour dari kolom secondary fractionator yang berupa gas dan
gasoline dikondensasikan dengan partial condenser setelah dicampur dengan wash
water. Condensed liquid dan vapour kemudian ditampung di dalam drum FC D-20.
Setelah dipisahkan dari kandungan air yang masih terdapat di dalamnya, condensed
liquid, dan vapour tersebut ditampung dalam distillate drum FC D-7. Setelah dipisakan
airnya, maka condensed liquid (unstabilized gasoline) akan ditarik dengan pompa dan
dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu sebagai overhead reflux dan gasoline produk yang
kemudian dikirim ke bagian primary absorber FLRS T-401. Overhead reflux dikontrol
oleh temperatur kontrol TIC-3 pada bagian puncak secondary fractionator.
Low pressure vapour (wet gas) dari distillate drum FC D-7 ditransfer ke wet
gas compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan kondensatnya di bagian vessel
compression suction drum FLRS D-401. Tekanan pada bagian main fractionator akan
dikontrol oleh PIC-1 yang di dalamnya telah dipasang pada bagian wet gas line.
d. Light End Unit
Flue gas yang berasal dari FLRS D-401 dihisap dengan wet gas compressor
C-101 dan dimasukkan ke vessel interstage receiver (FLRS D-402). Sebagian gas
keluaran dari compressor stage I disalurkan ke inlet partial condenser FC E-4 untuk
mengatur press balance reactor. Outlet gas dari FLRS D-402 dengan temperatur 38oC
dan tekanan 3,72 kg/cm2g dihisap oleh compressor stage II dengan temperatur 110oC
dan tekanan 15 kg/cm2g dan kemudian akan bergabung dengan aliran-aliran overhead
kolom stripper FLRS T-403, bottom product kolom primary absorber FLRS T-401, dan
wash water dari bottom Vessel FLRS D-402. Gabungan keempat aliran tersebut dengan
temperatur 72oC sebelum masuk ke bagian high vessel pressure receiver FLRS D-404
didinginkan terlebih dahulu dengan air fan cooler FLRS E-401 (temperatur outlet 56oC)

30
dan cooler FLRS E-402 hingga diperoleh temperatur akhir 38oC. Gas dari Vessel FLRS
D-404 dengan temperatur 38oC dan tekanan 14,7 kg/cm2g, diumpankan ke kolom
primary absorber FLRS T-401 dengan menggunakan naphta dari distillate drum FC D-
7 sebagai absorber. Gas dari bagian overhead kolom primary absorber FLRS T-401
selanjutnya dimasukkan ke sponge absorber FLRS T-402. Sebagai absorber digunakan
lean oil (dari secondary fractionator). Liquid dari vessel FLRS D-404 dialirkan dengan
pompa menuju ke kolom stripper FLRS T-403. Sebelum masuk kolom fluida tersebut
dipanaskan terlebih dahulu di HE FLRS E-406 hingga temperaturnya menjadi 61oC.
Bottom dari bagian kolom stripper FLRS T-403 dengan temperatur 122oC dan
tekanan 12 kg/cm2g, diumpankan ke kolom debutanizer FLRS T-102 untuk dipisahkan
antara LPG dan naphta. Umpan tersebut masuk ke kolom debutanizer dipanaskan dulu
oleh HE FLRS E-106 hingga temperatur 126oC. untuk kesempurnaan pemisahan maka
pada bottom kolom debutanizer dipasang reboiler FLRS E-107 sehingga temperatur
bottom adalah 173oC. Overhead dari kolom debutanizer FLRS T-102 dengan tekanan
11 kg/cm2g dan temperatur 65oC didinginkan dengan kondenser parsial FLRS E-108
dan ditampung di akumulator FLRS D-103. Fluida dari akumulator tersebut sebagian
digunakan sebagai reflux, sebagian lainnya didinginkan lagi dan lalu dialirkan.
Bottom dari stabilizer feed drum LS D-1 diumpankan ke kolom stabilizer LS
T-1 dengan temperatur sebesar 78oC. Overhead product dari kolom sabilizer LS T-1
didinginkan dalam kondenser parsial LS E-4 dan ditampung di akumulator LS D-2
dengan kondisi tekanan 19,6 kg/cm2g dan temperatur sebesar 520C. Gas yang tidak
terkondensasi kemudian digunakan sebagai fuel gas, sedangkan liquid yang terbentuk
(propane-propylene) yang akan digunakan sebagai reflux dan propane-propylene ini
akan diumpankan untuk unit polypropylene Plaju. Bottom product dari kolom stabilizer
LS T-1 yaitu C4 akan di-treating kembali lebih lanjut ke proses selanjutnya.
Untuk mempertajam pemisahan, bottom dari LS-T-1 ditarik dengan pompa
LS-P-2 AB dimasukkan ke reboiler LS-E-6 untuk memperoleh pemanasan, agar fraksi
propane propylene dapat naik ke puncak menara. Sebagian aliran dari bottom menara
adalah fraksi LPG (C4 dan derivatnya) setelah didinginkan di cooler LS-E-5 AB
dialirkan ke mericham LPG treater untuk dicuci dengan caustic soda agar senyawa
belerang yang ada di dalam LPG dapat dihilangkan ataupun juga dapat diturunkan.

31
2.10.3. Unit Produksi PolyPropylene (PP)
Unit PP di Pertamina (Persero) RU-III Plaju-Sungai Gerong mengolah RPP
menjadi biji plastik dengan kapasitas produksi biji plastik (pellets). Biji plastik (pellets)
yang dihasilkan di Pertamina dibagi menjadi empat jenis sesuai dengan sifat fisiknya
yaitu Melt Flow Rate (MFR) dan kapasitas dari produksi dari masing-masing, yaitu:
1. Injection Molding grade (PI), kapasitas 5,7 ton/jam.
2. Film grade (PF), kapasitas 5,7 ton/jam.
3. Tape atau Yarn grade (PY), kapasitas 5,7 ton/jam.
4. Blow molding grade, kapasitas 4,5 ton/jam.
Bahan baku PP adalah RPP yang dihasilkan dari pengolahan minyak mentah
di CD & GP dan CD & L. Minyak mentah didestilasi dalam Crude Distiller Unit (CDU)
di CD & GP. Fraksi berat CDU adalah residu yang kemudian diumpankan ke dalam
HVU di CD & L. Produk bawah HVU direngkah secara katalitik dalam FCCU di CD &
L sehingga menghasilkan beberapa produk, salah satunya Raw PolyPropylene (RPP).
RPP yang dihasilkan dari FCCU mengandung komposisi 74% Propylene, 17%
Propane, dan sisanya adalah pengotor yang berupa CO, CO2, H2S, merkaptan, dan air.
RPP diumpankan ke dalam unit purifikasi dengan laju alir yaitu 9 ton/jam. Ekstraktor
Deethanol Amine (DEA) untuk menghilangkan CO dan H2S, purifikasi terdiri dari
ekstraktor yang berisi NaOH untuk menghilangkan kandungan CO2 dan dryer berfungsi
untuk menghilangkan kandungan air hingga menjadi kurang dari 7 ppm. Propylene ini
kemudian akan diumpankan ke unit polimerisasi dengan laju alir sebesar 6 ton/jam.
Unit polimerisasi terdiri dari impurities removal unit, reaktor, dan dryer. Di
dalam impurities removal unit terdapat alat stripper untuk menghilangkan methane dan
ethane, dehidrator untuk menghilangkan kandungan air hingga kurang dari 1 ppm, COS
adsorber, dan arsine adsorber. Dari arsine adsorber, Propylene yang telah bersih dari
pengotor dipolimerisasi di dalam reaktor. Ada dua reaktor yang akan digunakan, yaitu
primary reactor yang merupakan reaktor fasa cair dengan tekanan 32 kg/cm2 gauge dan
temperatur 70oC, dan juga secondary reactor yang merupakan reaktor fasa gas dengan
tekanan 18 kg/cm2 gauge dan temperaturnya 80oC. Reaksi polimerisasi ini berlangsung
dengan bantuan katalis, yaitu TiCl3 yang merupakan Main Catalyst (MC), katalis AT
berbahan dasar alumunium yang berfungsi sebagai pendukung katalis, dan katalis OF

32
yang berfungsi untuk menyesuaikan Isotactic Index pada polimer yang akan dihasilkan.
Ketiga katalis berbentuk serbuk, sehingga dibutuhkan suatu pelarut heksana untuk
mempermudah reaksi. Bahan lain yang digunakan dalam reaksi polimerisasi adalah
Hydrogen untuk memecahkan ikatan rangkap. Katalis MC dan OF dilarutkan dengan
heksana, kemudian diumpankan bersama hidrogen dan propilen cair ke dalam primary
reactor, setelah itu katalis AT akan diumpankan ke dalam bagian dalam reaktor.
Laju alir propilen yang diumpankan harus tinggi agar kecepatan dari reaksi
berjalan lebih cepat dibandingkan dengan laju polimerisasi untuk mencegah terjadinya
penggumpalan. Pengadukan ini dilakukan selama reaksi berlangsung. Produk reaktor
adalah slurry dan gas hidrogen. Slurry yang terbentuk dimasukkan ke fine separator.
Fungsi fine separator adalah untuk memisahkan slurry dari gas hidrogen yang terbawa.
Gas hidrogen tersebut akan dimasukkan kembali ke dalam bagian primary reactor.
Gas hidrogen keluaran primary reactor diumpankan ke bagian atas secondary
reactor, yang kemudian dikeluarkan untuk dipompakan ke bagian bawah dari secondary
reactor setelah dilewatkan pada kompresor. Slurry ini yang berasal dari fine partikel
separator masuk ke bagian bawah secondary reactor, dan akan terfluidisasi dengan
bantuan pengadukan dan udara bertekanan yang masuk dari bagian bawah reaktor. Hasil
reaksi berupa bubuk yang kemudian dimasukkan ke dalam kondensor drum. Gas yang
tidak terkondensasi diumpankan lagi ke dalam secondary reactor, sedangkan bubuk PP
yang masih mengandung heksana akan dikeringkan di alat pengering atau dryer.
Bubuk PP dengan laju alir 6 ton/jam akan dimasukkan bersama aditif seperti
pewarna, dan anti koagulan ke dalam extruder yang berputar dengan kecepatan 1000
rpm. Dengan putaran dan pemanasan, maka terbentuklah resin yang langsung dipotong
dengan standar ukuran tertentu begitu keluar dari ujung extruder. Setelah pemotongan,
resin PP dikontakkkan dengan air sehingga membeku, dan terbentuklah biji plastik. Biji
plastik tersebut dimasukkan ke dalam screener untuk memastikan ukuran biji plastik
sesuai dengan product specification. Biji plastik tadi ditransportasikan dengan batuan
N2 yang berasal dari plant tersendiri di unit PP, ke dalam silo sebelum dilakukan
pengepakan. Setiap kantong pengepakan pada bagian dari unit bagging dapat berisi 25
kg PP, setelah proses pengepakan terjadi, selanjutnya karung-karung yang telah berisi
produk akan di simpan ke dalam gudang yang selanjutnya akan siap dipasarkan.

33
2.10.4. Unit Utilitas
Utilitas merupakan unit penunjang utama dalam memperlancar jalannya suatu
proses produksi. Dalam suatu pabrik, utilitas memegang peranan yang penting karena
suatu proses produksi dalam suatu pabrik tidak akan berjalan dengan baik jika utilitas
tidak ada. Oleh sebab itu, segala sarana dan juga prasarananya harus dirancang sebaik
mungkin sehingga dapat menjamin kelangsungan operasi pabrik. Kebutuhan yang
ditunjang oleh Unit Utilitas PT Pertamina RU-III Plaju-Sungai Gerong antara lain :
1. Listrik.
2. Air proses.
3. Air minum,
4. Air pendingin.
5. Air Umpan Boiler (BFW).
6. Steam bertekanan.
7. Udara bertekanan.
8. N2.
Unit Utilitas (UTL) di PT. Pertamina RU-III Plaju-Sungai Gerong terbagi
menjadi tiga unit yakni Power Station I (PS I), Power Station II (PS II) yang terletak di
Plaju, dan Power Station III (PS III) yang terletak di bagian Sungai Gerong.

Tabel 2.6. Unit Utilitas PT Pertamina RU III


Power Station 1 Power Station 2 Power Station 3
Air plant Air plant Air plant
Boiler Boiler Cooling tower
RPA 1-3 DPW Demineralization
WTP (Bagus Cooling tower plant
Kuning) Demineralization DWP 2
plant RPA 5-6
Nitrogen plant WTU
Pembangkit listrik
RPA 4
WTU
(Sumber: Pertamina RU III Plaju, 2013)

34
1. Rumah Pompa Air (RPA)
Rumah Pompa Air atau yang disebut dengan RPA berfungsi untuk memompa
air untuk kebutuhan air minum, air proses, air pendingin, dan air umpan boiler. PT
Pertamina RU-III memiliki enam buah unit RPA yang tersebar yakni RPA 1-4 yang ada
di lokasi di Plaju, RPA 5 yang berlokasi di Bagus Kuning, dan Sungai Gerong dan RPA
6 yang juga berlokasi di Sungai Gerong. Air mentah yang juga akan digunakan sebagai
air pendingin once through diambil oleh RPA 1-3, RPA 5 yang terdapat pada Sungai
Gerong, dan yang terakhir adalah RPA 6 yang berasal dari sungai Komering.
Kapasitas air yang dihisap oleh pompa RPA dari sungai Komering mencapai
15.000 ton/hari. RPA 4 berfungsi untuk mengumpan air mentah ke unit WTU (Water
Treatment Unit). RPA 5 Bagus Kuning digunakan untuk mengalirkan air mentah ke unit
WTP. Air yang diambil dari sungai komering ini kemudian akan terbagi ke dalam dua
jalur yakni jalur untuk pasokan fire water dan raw water. Air sungai yang digunakan
terlebih dahulu akan melewati pre-treatment pada clarifier dan juga sand filter. Hasil
keluaran dari alat ini akan didistribusikan untuk berbagai penggunaan, yaitu make-up air
pendingin, umpan demineralization plant, dan service water (air pencuci). Demin water
digunakan untuk make-up BFW, pelarut bahan kimia, dan akan digunakan dalam unit
hydrogen plant. Air pendingin digunakan untuk medium transfer panas pada kompresor,
kondensor, dan untuk unit polypropylene. Air minum dari proses ini akan digunakan
untuk beberapa fasilitas, yaitu sanitary, safety shower, dan eye-wash station.
2. Water Treatment Unit (WTU)
WTU menghasilkan air olahan yang berupa treated water, service water, dan
air minum. Treated water adalah air yang telah melalui pengolahan dan juga selanjutnya
akan digunakan untuk proses pendingin atau sebagai BFW untuk menghasilkan steam.
Service water merupakan air yang digunakan langsung dalam proses pengolahan, baik
digunakan untuk umpan masuk reaktor maupun juga digunakan sebagai pelarut dalam
proses. WTU dibagi menjadi empat unit pengolahan, beberapa diantara yaitu:
a. RWC I dengan kapasitas 1100 ton/jam (off),
b. RWC II dengan kapasitas 1100 ton/jam,
c. WTU Sungai Gerong dengan kapasitas 400 ton/jam,
d. DWP Sungai Gerong dengan kapasitas 150 ton/jam.

35
RWC merupakan proses pemurnian kandungan air dari padatan tersuspensi.
Proses pemurnian air di dalam RWC dilengkapi beberapa bagian penunjang, yaitu satu
unit clarifier, empat buah alat sand filter, dan juga concrete clear well tank (bak beton
penampungan air bersih). Proses utama yang terjadi di dalam RWC ini adalah proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Feed raw water pretreatment yang berasal
dari air sungai Komering dipompakan menuju clarifier yaitu alat yang berfungsi untuk
mengendapkan lumpur serta senyawa organik yang ikut terhisap bersama air sungai.
Bersamaan dengan raw water, zat-zat kimia seperti tawas (Al2SO4)3, polyelectrolite,
chlorine, dan caustic juga ikut ditambahkan ke dalam clarifier dan dicampur secara
mekanik.
Penambahan zat-zat kimia seperti tawas (Al2SO4)3 dan polyelectrolite, ke
dalam clarifier bersamaan dengan raw water yang bertujuan agar proses pengendapan
berlangsung lebih cepat. Penambahan senyawa antiseptik seperti chlorine bertujuan
untuk membunuh kuman yang terkandung di dalam raw water, sedangkan, penambahan
caustic soda bertujuan untuk mengontrol pH pada kisaran 5.8-6.2 sebagai akibat dari
penambahan tawas (Al2SO4)3 dan polyelectrolite yang menyebabkan penurunan pH.
Clarifier dilengkapi dengan pengaduk agar pengendapan terjadi dengan cepat. Air akan
mengalir menuju splitter tank dari clarifier effluent, kemudian mengalir lagi menuju ke
sand filter (2200U2A,B,C,D). Air yang jernih hasil dari proses pemurnian sebelumnya
kemudian akan dialirkan ke bagian clear well tank yang berkapasitas 5000 m3.
3. Demineralization Plant
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan garam dan mineral yang
terkandung dalam air hasil olahan dari unit WTU. Unit demin plant mengolah air yang
berasal dari RWC I dan WTU SG. Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong memiliki dua
buah demin plant, yaitu demin plant Plaju berkapasitas 320 m3/jam dan demin plant
Sungai Gerong yang berkapasitas 45 m3/jam. Selain untuk kebutuhan produksi steam,
demineralization plant juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pasokan air untuk
BFW (Boiler Feed Water), air untuk minum, dan air untuk bagian hydrogen plant. Unit
Demineralization Plant ini terdiri empat bagian, diantaranya adalah:
a. Activated carbon filter, berfungsi melakukan proses adsorpsi zat-zat organik,
dekomposisi Cl2 menjadi ion Cl-, menghilangkan warna, rasa, dan bau.

36
b. Cation exchanger, untuk demineralisasi ion positif (kation).
c. Anion exchanger, untuk demineralisasi ion negatif (anion).
d. Mixed bed, untuk mempolis sisa kation dan anion yang tidak tertukar di cation
dan anion exchanger untuk memperoleh air demin yang murni.
4. Cooling Water System
Sistem air pendingin berfungsi untuk mengolah air pendingin yang selanjutnya
digunakan sebagai fluida pendingin pada peralatan dari unit produksi. Cooling tower
merupakan peralatan utama pada cooling water system. Alat Cooling Tower (CT) yang
digunakan di bagian PT Pertamina RU-III bertipe induce draft. CT pada tower Plaju
berkapasitas 12000 ton/jam dan tower Sungai Gerong berkapasitas 4000 ton/jam. CT ini
akan mendinginkan air keluaran demineralisasi serta air panas dari unit-unit proses. Air
akan diumpankan pada bagian atas cooling tower dan air akan mengalir turun sehingga
terjadi kontak antara air dan udara. Udara diisap menuju ke atas cooling tower. Air akan
mengalami penurunan temperatur akibat adanya penguapan sehingga untuk mengatasi
kekurangan air tersebut, sejumlah air harus ditambahkan sebagai make-up. Pada proses
pengolahan air dalam cooling tower, dilakukan penambahan zat kimia, seperti:
a. Corrosion inhibitor, seperti polyphosphate, untuk mencegah terjadinya korosi.
b. Scale inhibitor, untuk mencegah pembentukan kerak pada peralatan proses.
c. Biocide berupa Cl, untuk mencegah pertumbuhan organisme yang merugikan,
seperti lumut.
d. Pengendali pH, untuk mengontrol pH air.
5. Drinking Water System
Drinking water system merupakan unit yang memasok kebutuhan air minum
baik untuk kebutuhan pada perkantoran PT Pertamina RU III maupun untuk kebutuhan
rumah tangga di sekitar lingkungan Pertamina. Air ini akan digunakan untuk air minum
adalah air yang telah diolah melalui proses penyaringan menggunakan activated carbon
filter (pada demineralization plant) dan pengolahan klorinasi sebanyak dua tahap pada
drinking water chlorinator. Klor akan diinjeksikan pada bagian inlet tangki dan suction
pompa dengan jumlah yang diinjeksikan diatur secara manual berdasarkan analisis dari
residual chlor analyzer. Air minum ini didistribusikan ke drinking fountain, sanitary
facility, safety shower, eye-wash station, dan di berbagai lokasi yang memerlukan.

37
6. Pembangkit Steam
Steam digunakan sebagai pemanas, penggerak (driver), dan pelucutan oksigen
secara fisika pada deaerator. PT Pertamina RU III hingga saat ini, memiliki dua macam
boiler yakni packaged boiler yang menggunakan bahan bakar gas dan juga Waste Heat
Recovey Unit (WHRU) yang memanfaatkan panas gas cerobong. Steam yang dihasilkan
adalah steam bertekanan 42 kg/cm2g (high pressure atau HP) dan steam bertekanan 15
kg/cm2g (medium pressure atau MP). Jenis pembangkit steam ini adalah:
a. Package boiler berjumlah dua buah, masing-masing berkapasitas 50 ton/jam.
BFW berasal dari demin Plaju, dengan produk HP steam. Pada package boiler
ini, terdapat 10 burner tip yang posisinya melingkar dan menggunakan bahan
bakar fuel gas, dengan tekanan bahan bakar sebesar 3,5 kg/cm2g.
b. Kettle boiler berjumlah sembilan buah, dengan kapasitas total 373 ton/jam.
BFW berasal dari WTP Plaju, dengan produk MP steam. Bahan bakar yang
akan digunakan adalah fuel oil.
c. WHRU berjumlah tiga buah, masing-masing berkapasitas 68 ton/jam. WHRU
memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh turbin gas. Gas panas dari keluaran
turbin memiliki temperatur hingga mencapai 400oC. WHRU menghasilkan HP
steam dengan mengolah air yang berasal dari WTP Plaju.
7. Pembangkit Listrik
Listrik dibutuhkan untuk menjalankan alat-alat proses, alat instrumen,
perkantoran, perumahan, dan kebutuhan lainnya. Produksi Listrik di PT Pertamina RU-
III dilakukan oleh generator yang terdiri dari 1 unit steam turbine generator, 3 unit gas
turbine generator, dan1 unit diesel emergency. Steam turbine generator berkapasitas
sebesar 3.2 MW. Turbin ini menggunakan steam dari boiler sebagai penggeraknya. Gas
turbine generator berkapasitas 20 MW. Turbin gas ini menggunakan bahan bakar udara
untuk menggerakkan turbin. Gas buang yang masih bertemperatur tinggi inilah yang
kemudian dimanfaatkan WHRU untuk membangkitkan steam pada WHRU dan mampu
menghasilkan steam 57 MT/hari. Diesel emergency generator, berkapasitas 0,75 MW,
menggunakan bahan bakar diesel untuk menggerakkan turbinnya. Unit ini dioperasikan
secara auto standby sebagai turbin cadangan (bersifat darurat) apabila sewaktu-waktu
terjadi gangguan pada 4 unit generator yang lain sehingga proses tidak akan terganggu.

38
8. Sistem Udara Bertekanan
Unit ini berfungsi untuk menghasilkan umpan nitrogen plant, instrument air,
dan plant air dengan cara menekan udara. Unit ini juga menggunakan compressor multi
tahap dan multi-shaft speed. Kompresor yang dimiliki unit udara kempa ini berjumlah
enam buah dengan kapasitas total produksinya adalah sebesar 26,100 Nm3/jam dan
tekanan operasi kurang lebih 8.5 kg/cm2g. Air plant menghasilkan tiga jenis udara tekan
masing-masing digunakan untuk keperluan yang berbeda-beda, yaitu:
a. Service air, yaitu udara yang digunakan untuk keperluan pada pembersihan
peralatan-peralatan proses dan instrumen.
b. Instrument air, yaitu udara yang akan digunakan sebagai penggerak elemen
pengendali akhir, seperti untuk pengaturan bukaan kerangan. Udara instrumen
harus memiliki kandungan uap air yang rendah sehingga sebelum digunakan,
udara harus dikeringkan terlebih dahulu, dan uap air yang terkandung akan
diadsorpsi dengan menggunakan adsorben berjenis silica gel,
c. Umpan nitrogen plant, berupa service air.
9. Nitrogen Plant
Nitrogen Plant berungsi untuk menghasilkan nitrogen fasa cair dan gas dengan
umpan yang berasal dari udara bertekanan. Kapasitas desain nitrogen plant adalah 336
Nm3/jam untuk nitrogen cair dan 1650 Nm3/jam untuk gas nitrogen. Proses produksi
nitrogen pada unit ini adalah dengan cara distilasi cryogenic yaitu untuk memisahkan
nitrogen dari udara. Kemurnian nitrogen yang dihasilkan pada nitrogen plant mencapai
99.9%. Udara bertekanan ini akan dialirkan menuju refrigerant compressor, kemudian
didinginkan di dalam air chiller menggunakan media yaitu freon yang telah didinginkan
terlebih dahulu di dalam kondensor. Setelah itu, udara dingin akan dialirkan menuju air
separator untuk memisahkan kandungan air di dalam udara. Udara dari air separator
dimasukkan ke unit MS adsorber untuk menyingkirkan impurities yang masih terdapat
dalam udara, lalu dialirkan menuju unit pemisahan yang bertemperatur rendah. Udara
didinginkan mendekati temperatur pencairan, lalu dialirkan ke bawah nitrogen column
untuk memisahkan nitrogen dan oksigen. Nitrogen murni akan menjadi produk atas,
sedangkan nitrogen yang mengandung oksigen cair akan menjadi produk bawah. Proses
pemisahan tersebut dilakukan pada tekanan 8,4 kg/cm2g dan temperatur -176oC.

39
2.10.5. Unit Pengolahan Limbah
Proses pengolahan limbah sangat diperlukan oleh suatu industri karena bila
tidak diolah dengan benar, limbah yang berbentuk padat, cair, dan juga gas tersebut
dapat mencemari lingkungan dan memberikan dampak yang buruk pada lingkungan
tersebut. Berikut adalah berbagai macam jenis limbah yang terdapat di PT Pertamina:
1. Limbah Cair
Berikut ini limbah cair yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-
Sungai Gerong adalah:
1. Air buangan CDU dan catalytic cracking
2. Air buangan caustic treater
3. Air kondensat dari HVU yang menggunakan steam ejector
4. Drain pompa-pompa akumulator
5. Air pendingin
6. Boiler water
7. Cooling water
8. Water treating plant
9. Backwash demint water plant
2. Limbah Gas
Berikut ini limbah gas yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-
Sungai Gerong adalah:
1. Fuel gas dari pembakaran di furnace dan boiler
2. Buangan gas dari gas turbin
3. Flare
4. Tangki asam asetat
3. Limbah Padat
Berikut ini limbah padat yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-
Sungai Gerong adalah:
1. Coke
2. Oil sludge
3. Dissolved air flotation sludge
4. Catalyst spent

40
5. Separator sludge
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan tidak langsung dibuang ke
lingkungan karena akan dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itulah PT Pertamina
(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang
ke lingkungan yang berguna untuk mengurangi potensi dari kerusakan lingkungan oleh
limbah. Berikut ini adalah beberapa metode pengolahan limbah, yaitu:
1. Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir akan dilakukan
treatment supaya tidak memberikan dampak uang merugikan lingkungan. Penanganan
limbah dan sistem pembuangan suatu industri yang akan dibangun harus direncanakan
sedini mungkin, Pengelolaan limbah cair terbagi dalam 2 pengolahan, yaitu:
a. Physical treatment, antara lain: separator, filtration, adsorption, settling, dan
cyclone.
b. Chemical treatment, antara lain: aerasi dan dissolved air flotation
Beberapa sistem pengolahan limbah di PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-
Sungai Gerong dibagi menjadi 5 komponen besar berdasarkan perbedaan kerapatan atau
gravitasi, sistem pengolahan limbah ini dapat dilihat pada tabel 2.12. di bawah ini:

Tabel 2.7. Sistem Pengolahan Limbah


Oil Content in Waste
Sistem atau Proses
Water (ppm)
1000 - 5000 API Separator
30 - 1000 CPI Separator
5 -30 Air Flotation
1- 10 Activaed Sludge
0-5 Activated Carbon
(Sumber: PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong, 2009)

Pemisahan minyak dan air atas dasar perbedaan kerapatan atau juga dengan
gravitasi (physical treatment) untuk oil trap, API Separator, dan CPI Separator. Di
kilang Plaju atau Sungai Gerong dikenal dengan nama oil catcher atau oil separator.
Minyak pada CPI terkandung di oil water dipisahkan oleh skimmer, kemudian dialirkan
ke oil sump. Minyak yang telah terpisah di pompakan ke tangki slop oil untuk diolah

41
kembali, sedangkan air yang berada di bawah akan dibuang ke Sungai Komering atau
Sungai Musi. Kilang Plaju memiliki delapan OC dan juga pada Kilang Sungai Gerong
memiliki dua Oil Separator (OS). Limbah ini memiliki standar bahan baku mutu yang
telah ditetapkan sebelum dibuang ke lingkungan atau dikirim untuk diolah lebih lanjut

Tabel 2.8. Standar Bahan Baku Mutu Limbah Cair


Parameter Kadar Max Beban Pencemaran Max
BOD 1000 mg/L 120 g/cm3
COD 200 mg/L 240 g/cm3
Minyak dan Lemak 25 mg/L 30 g/cm3
Sulfida 1 mg/L 1.2 g/cm3
Phenol Total 1 mg/L 1.2 g/cm3
Cr6 0.5 mg/L 0.6 g/cm3
NH3-N 10 mg/L 1.2 g/cm3
Ph 6-9 -
(Sumber: PT Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong, 2009)

2. Pengolahan Limbah Gas


Kadar karbon monoksida (CO) yang ada saat pembakaran dapat dikurangi
dengan jalan memperbaiki sistem pada proses pembakaran, dilakukan menggunakan
udara yang melebihi kebutuhan (excess air), agar pembakaran berlangsung sempurna.
Particular hasil dari pembakaran dapat diambil dengan adanya bantuan dari
peralatan seperti dust collector, cyclone, scrubber, filter, dan electrostatic prescipitator.
Sebagai salah satu contoh di bagian FCCU telah terpasang cyclone di unit regenerator
dan reaktor yang berfungsi untuk mengurangi emisi particular dari katalis..
3. Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat berupa sisa katalis yang masih mengandung logam di dalamnya
seperti nikel dan vanadium yang terdapat di bagian FCCU dikumpulkan dan akan dijual
ke pabrik Semen Baturaja sebagai zat aditif atau zat tambahan untuk pembuatan semen
atau logam-logam ini dapat juga dimanfaatkan untuk bahan konstruksi bangunan.

42

Anda mungkin juga menyukai