Anda di halaman 1dari 99

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Sejarah Pabrik


Sejarah pabrik yang akan dijelaskan terdiri dari sejarah PT. Pertamina
(Persero) secara keseluruhan dan sejarah PT. Pertamina Refinery Unit (RU) III
yang terdapat di Plaju-Sungai Gerong, Palembang, Sumatera Selatan.

1.1.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO)


PT.PERTAMINA (PERSERO) adalah Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yangbergerak di bidang pertambangan Minyakdan Gas Bumi (MIGAS)
di Indonesia.Sejarah berdirinya PT. PERTAMINA (PERSERO) dimulai pada
tahun 1871, ketika Jhon Reenikmelakukan eksplorasi sumber minyak bumi
pertama kali di Indonesia, tepatnya di kaki Gunung Ceremai dan selanjutnya
proses pengeboran dilakukan oleh Aleko Jan Zooen Zijkler pada tanggal 15 Juni
1885di Pangkalan Brandan. Tanggal tersebut menjadi tanggal yang bersejarah
bagi dunia perminyakan di Indonesia.
Pada tahun 1960, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) untuk
membentuk tiga perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga
perusahaan tersebut adalah :
1. PN. PERTAMIN (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia).
Disahkan berdasarkan PPNo.3/1961. Perusahaan ini bermula dari
perusahaanNederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang
didirikan tahun 1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah menjadi
PT. Pertambangan Minyak Indonesia (PT. Permindo).
2. PN. PERMINA (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional).
Disahkan berdasarkan PP No.198/1961. Perusahaan ini merupakan peralihan
nama dari PT. ETMSU. Sejak tahun 1961, PN inilah yang melakukan operasi
penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dalam negeri.

Laporan Kerja Praktik 1


Politeknik Negeri Sriwijaya

3. PN. PERMIGAN (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas


Nasional). Disahkan berdasarkan PP No.199/1961. Perusahaan ini semula
berasal dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia (PTMRI) yang
berlokasi di Sumatera Utara, namanya berubah menjadi PN Permigan pada
tahun 1961.
Pada tanggal 20 Agustus, dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan
Minyak dan Gas Negara (PN. PERTAMINA) yang melebur PN. PERMINA dan
PN. PERTAMIN. Tujuannyaadalah agar dapat meningkatkan produktivitas,
efektivitas, dan efisiensi di bidang perminyakan nasional di dalam wadah suatu
Integrated Oil Company dengan satu manajemen yang sempurna.
Kemudian PN. PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA (Pertambangan
Minyak dan Gas Negara). Pada tahun 2003, PERTAMINA dijadikan Persero
dengan nama PT.PERTAMINA (PERSERO).
Saat ini PT. Pertamina (Persero) telah mempunyai 6 buah kilang,yaitu
seperti yang terdapat pada Tabel1.

Tabel 1. Kapasitas Produksi Kilang PT. Pertamina (Persero)


Nama Kilang Kapasitas
RU-II Dumai 170.000 BPSD
RU-III Plaju 133.700 BPSD
RU-IV Cilacap 300.000 BPSD
RU-V Balikpapan 253.000 BPSD
RU-VI Balongan 125.000 BPSD
RU-VII Kasim-Sorong 10.000 BPSD
Total 996.700 BPSD
Sumber : PT. Pertamina, 2017

Adapun peta ke 6 Refinery Unit (RU) saat ini dari PT.PERTAMINA


(PERSERO) adalah sebagai berikut :

Laporan Kerja Praktik 2


Politeknik Negeri Sriwijaya

Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2012

Gambar 1. Peta Refinery Unit PT.PERTAMINA (PERSERO)di Indonesia

PT. Pertamina (Persero) memiliki Visi dan Misi adalah sebagai berikut :
a. Visi
“Menjadi Perusahaan yang Unggul dan Terpandang” (To be a respected
leading company).
b. Misi
1) Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia
2) Merupakan identitas bisnis yang dikelola secara provesional, kompetitif,
dan berdasar tata nilai unggulan
3) Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja,
dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
PT. Pertamina (Persero) juga memiliki slogan Always There yang
diterjemahkan menjadi “Selalu Hadir Melayani”. Dengan slogan ini diharapkan
prilaku seluruh jajaran pekerja akan berubah menjadi enterpreneur dan customer
oriented, terkait dengan persaingan yang sedang dihadapi dan akan dihadapi oleh
perusahaan.
Sementara untuk logo PT. Pertamina (Persero) sebagai identitas perusahaan
yang digunakan saat ini merupakan logo baru yang dikukuhkan dan diberlakukan

Laporan Kerja Praktik 3


Politeknik Negeri Sriwijaya

terhitung mulai tanggal 10 Desember 2005.Logo baru PT. Pertamina (Persero)


seperti yang terdapat pada Gambar 2.

(Sumber : PT. Pertamina, 2018)


Gambar 2. Logo PT. Pertamina (Persero)

Arti makna Logo :


1) Elemen logo membentuk huruf ‘P’ yang secara keseluruhan yang
merupakan representasi bentuk panah, dimaksudkan sebagai Pertamina yang
bergerak maju dan progresif.
2) Warna-warna yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil
Pertamina dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan
dinamis dimana:
a) Biru : mencerminkan andal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab.
b) Hijau : mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan.
c) Merah : mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam
menghadapi berbagai macam kesulitan.

1.1.2 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju


PT.PERTAMINA (PERSERO)RU III, Plaju merupakan satu dari tujuh
unit pengolahan yang dimiliki olehPT.PERTAMINA (PERSERO). Daerah operasi
PT.PERTAMINA (PERSERO)RU III ini meliputi Kilang Plaju dan Kilang Sungai
Gerong serta Terminal Pulau Sambu dan Tanjung Uban.
Sejarah perkembangan kilang RU III Plaju secara umum dimulai dengan
ditemukannnya sumur minyak bumi di telaga tunggal pada tahun 1885 oleh
A.O.Zijkler, dimana kemudian sumur tersebut dikenal dengan nama Telaga Said
yang merupakan awal produksi minyak bumi. Keberhasilan penemuan minyak di
Telaga Said tersebut dan beberapa daerah di Indonesia mendorong pembangunan
kilang pada saat itu termasuk Kilang Plaju.

Kilang minyak Plaju didirikan oleh Shell sebuah perusahaan asing milik
Belanda pada tahun 1903, yang mengolah minyak mentah dari Prabumulih dan
Laporan Kerja Praktik 4
Politeknik Negeri Sriwijaya

juga mengolah minyak mentah dari Jambi di tahun 1923. Pada tahun 1965
pemerintah Indonesia mengambil alih kilang Plaju dari PT. Shell Indonesia.
Kilang Plaju mempunyai kapasitas produksi 110 MBCD (Million Barrel Calender
Day). Kilang Sungai Gerong didirikan oleh Stanvacsebuah perusahaan minyak
asing milik Amerika Serikat pada tahun 1922. Kilang yang berkapasitas produk 70
MBCD ini kemudian dibeli PT.PERTAMINA (PERSERO)pada tahun 1970,
sekarang kapasitasnya tinggal 25 MBCD sesuai dengan unit yang masih ada.
Pada tahun 1973, kedua kilang ini mengalami proses integrasi, kedua
kilang ini disebut dengan Kilang Musi. Kilang ini di bawah pengawasan
PT.PERTAMINA (PERSERO)RU III dan bertanggung jawab dalam pengadaan
BBM untuk wilayah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.

Tabel 2.Sejarah PT.PERTAMINA (PERSERO)RU III Plaju – Sungai Gerong

Tahun Sejarah
1903 Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda)
1922 Kilang Sungai Gerong dibangun oleh STANVAC (AS)
1957 Kilang Plaju diambil alih oleh PT. Shell Indonesia
Kilang Plaju/Shell dengan kapasitas 100 MBCD dibeli oleh
1965 negara/PERTAMINA

1970 Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh negara/PERTAMINA


Pendirian kilang polypropylene untuk memproduksi pellet polytam
1971
dengan kapasitas 20.000 ton/th
1973 Integrasi operasi kilang Plaju – Sungai Gerong
Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi
1982
(PKM I) yang berkapasitas 98 MBSD
Pembangunan High Vacuum Unit (HVU) Sungai Gerong dan
1982
revamping CDU (konservasi energi)
Proyek pembangunan kilang TA/PTA dengan kapasitas produksi
1984
150.000 ton/th
Kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) mulai berproduksi dengan
1986 kapasitas 150.000 ton/th

Proyek pengembangan konservasi energi/Energy Conservation


1987
Improvemant (ECI)
1988 Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi dan Produksi Kilang (UPEK)
1990 Debottlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/th

Laporan Kerja Praktik 5


Politeknik Negeri Sriwijaya

PKM II: Pembangunan unit polypropylene baru dengan kapasitas


45.200 ton/th, revamping RFCCU – Sungai Gerong dan unit alkilasi,
redesign siklon RFCCU Sungai Gerong, modifikasi unit Redistilling
1994 I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex (GTGC) dan
perubahan frekuensi listrik dari 60 Hz ke 50 Hz, dan pembangunan
Water Treatment Unit (WTU) dan Sulphuric Acid Recovery Unit
(SARU)
2002 Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi
Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju
2003
dengan Sungai Gerong diresmikan
2007 Kilang TA/PTA berhenti beroperasi
Sumber: Pedoman BPST Angkatan XIV Pertamina. 1999. Palembang.

1.2 Lokasi Pabrik


Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU III berada pada Provinsi Sumatera
Selatan yang meliputi lokasi kilang Plaju yang terletak di kota Palembang dan
kilang Sungai Gerong yang berada di Kabupaten Banyuasin Kecamatan
Banyuasin I. Luas wilayah kerja PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III 1812,6 Ha
sedangkan luas wilayah efektif yang dipergunakan oleh PT. PERTAMINA
(PERSERO) RU III dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Wilayah Penjabaran PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III


No Tempat Luas (Ha)
1. Area Perkantoran Kilang Plaju 229,60
2. Area Kilang Sungai Gerong 153,90
3. Diklat - SDM Sungai Gerong 34,95
4. RDP dan Lap. Golf Bagus Kuning 51,40
5. RDP Kenten 21,20
6. Lapangan Golf Kenten 80,60
7. RDP Plaju, Sungai Gerong dan Ilir 349,37
Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV Pertamina, 1999. Palembang.

Lokasi PT. Pertamina RU III memberikan beberapa keuntungan, yakni :


a. Proses transportasi bahan baku dan produk dapat melalui Sungai Musi dan
Sungai Komering

b. Sumber bahan baku relatif dekat, yaitu berasal dari daerah Sumatera, teutama
Sumatera bagian selatan (Sumbagsel)
c. Sumber air pendingin dapat diambil dari Sungai Komering

Laporan Kerja Praktik 6


Politeknik Negeri Sriwijaya

d. Air hasil proses di kilang dapat dibuang di Sungai Komering dan Sungai
Musi
PT. Pertamina RUIII memiliki 2 buah kilang, yaitu kilang unit operasi
Plaju dan kilang unit operasi Sungai Gerong. Kilang unit operasi Plaju terletak di
sebelah selatan Sungai Musi dan sebelah barat Sungai Komering. Berdasarkan
tata letak, kilang unit operasi Plaju terdiri dari unit-unit:

a. Pengilangan utara
Unit-unit yang terdapat di pengilangan utara adalah : Crude Distiller II,
Crude Distiller III, Crude Distiller IV.
b. Pengilangan tengah
Unit-unit yang terdapat di pengilangan tengah adalah : Crude Distiller V,
Redistiller I/II, Stabilizer C/A/B, Straight Run Main Gas Compressor
(SRMGC).
c. Pengilangan selatan (Gas Plant)
Unit-unit yang ada di pengilangan selatan adalah : Butane Butylene Motor
Gas Compressor (BBMGC), Butane Butylene Distiller,Butane Butylene
Treating, Polymerisasi, Alkylasi, Storage & Blending Musicool.
d. Kilang Petrokimia
Kilang Petrokimia, yakni: Kilang Polypropylene yang mengolah raw pp dari
RFCCU SG.
Sementara Kilang Unit Operasi Sungai Gerong (SG) terletak di
persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering. Kilang Minyak SG terdiri dari
unit-unit Crude Distiller VI, Redistiller III/IV, High Vacuum Unit II, Residue Flu-
id Catalytic Cracking Unit, Stabilizer III, Caustic Treater Unit, Merichame Unit.
Gambar 3 adalah tata letak setiap unit di kilang unit operasi Plaju dan juga kilang
unit operasi Sungai Gerong PT. Pertamina RU III.

Laporan Kerja Praktik 7


Politeknik Negeri Sriwijaya

Sumber :PT. Pertamina RU III Plaju,2017


Gambar 3.Tata Letak PT. Pertamina RU III Plaju

1.3 Jenis Produk yang Dihasilkan


PT. PERTAMINA RU III menghasilkan produk-produk berupa produk
BBM, produk non- BBM, serta produk petrokimia. Produk BBM meliputi avigas,
avtur, premium, kerosin, ADO, IDO, dan fuel oil. Untuk produk non-BBM, PT.
PERTAMINA RU III memproduksi LPG, SBPX, LAWS, LSWR, dan MusiCool.
Sedangkan untuk produk petrokimia, PT. PERTAMINA RU IIImenghasilkan
produk polypropylene dengan tipe Film Grade, Injection Molding Grade, Yarn
Grade, dan Non-Standard Grade.

1.3.1 Produk Bahan Bakar Minyak (BBM)


Berikut ini merupakan penjelasan lebih detail mengenai produk-produk
BBM yang dihasilkan oleh PERTAMINA RU III :
1. Avigas
Avigas merupakan bahan bakar pesawat baling-baling dengan warna
hijau yang dihasilkan dari unit Gas Plant dengan kapasitas produksi 0,06

Laporan Kerja Praktik 8


Politeknik Negeri Sriwijaya

MBCD. Negara yang memproduksi avigas di seluruh dunia hanyalah


Indonesia, Australia, dan Italia.
2. Avtur
Avtur merupakan bahan bakar pesawat turbin atau jet yang dihasilkan
dari unit Gas Plant dengan kapasitas 1,67 MBCD. Avtur berwarna kuning
muda.
3. Premium
Premium merupakan bahan bakar kendaraan bermotor yang memiliki
standar bilangan oktan 88 dan berwarna kuning. Premium didapat dari hasil
blending bahan bakar beroktan tinggi, yaitu catalytic naphta dari unit RFCCU
dengan bahan bakar beroktan rendah, yaitu naphta II dari unit CD sehingga
menghasilkan bilangan oktan 88. Kapasitas produksi premium adalah 22,1
MBCD.
4. Pertamax
Pertamax merupakan bahan bakar kendaraan bermotor yang memiliki
standart bilangan oktan yang tinggi dari premium, yaitu 92. Pertamax
dihasilkan dengan cara menambahkan zat aditif pada proses pengolahannya di
kilang.
5. Pertamina DEX
Pertamina DEX merupakan bahan bakar mesin diesel modern yang
telah memenuhi dan mencapai standar emisi gas buang EURO 2, memiliki
angka performa tinggi dengan cetane number 53 keatas ( HSD mempunyai
cetane number 45 ), memiliki kualitas tinggi dengan kandungan sulfur di
bawah 300 ppm.
6. Kerosin
Kerosin atau minyak tanah merupakan bahan bakar keperluan rumah
tangga yang dihasilkan oleh unit CD dengan kapasitas produksi sebesar 14,33
MBCD. Kerosin berwarna kuning muda.
7. Solar/ADO (Automotive Diesel Oil)
Solar atau ADO merupakan bahan bakar kendaraan bermotor bermesin
diesel yang dihasilkan oleh unit CD dengan kapasitas produksi sebesar 30,82

Laporan Kerja Praktik 9


Politeknik Negeri Sriwijaya

MBCD. Solar berwarna orange.


8. IDO (Industrial Diesel Oil)
IDO merupakan bahan bakar mesin diesel dengan harga dan kualitas di
bawah solar yang dipasarkan untuk keperluan industri (mesin-mesin pabrik).
IDO dihasilkan oleh CDU dengan kapasitas produksi 1,75 MBCD. IDO
bewarna hitam.
9. Racing Fuel
Racing Fuel merupakan bahan bakar kendaraan balap dengan bilangan
oktan sangat tinggi, yaitu 105. Harga bahan bakar ini juga mahal mencapai Rp
75.000 per liter.

1.3.2. Produk Non Bahan Bakar Minyak (Non BBM)


Berikut ini merupakan penjelasan lebih detail mengenai produk-produk
non BBM yang dihasilkan oleh PERTAMINA RU III:

1. LPG (Liquified Petroleum Gas)


LPG merupakan bahan bakar campuran dari propane dan butane untuk
keperluan rumah tangga (kompor gas). LPG dihasilkan dari unit Gas Plant
dengan kapasitas produksi 3,75 MBCD.
2. SBPX (Special Boiling Point X)
Merupakan pelarut berwarna bening yang sering digunakan pada
industri kimia yang diperoleh dari unit StabilizerC/A/B dengan kapasitas
produksi 1,19 MBCD.
3. LAWS (Low Aromatic White Spirit)
Merupakan pelarut yang digunakan pada industri-industri kimia yang
diperoleh dari CDU dengan kapasitas produksi 1,19 MBCD.
4. LSWR (Low Sulfur Wax Residue)
Merupakan bahan bakar industri kimia.
5. MusiCool
MusiCool merupakan produk alternatif pengganti refrijeran freon dan
bersifat tidak merusak lapisan ozon. Produk ini merupakan produk khas dari

Laporan Kerja Praktik 10


Politeknik Negeri Sriwijaya

PT. PERTAMINA RU III yang sedang dikembangkan karena refrijeran ini lebih
efisien dibanding refrijeran konvensional yakni dapat menghemat penggunaan
refrijeran sebesar 70%. MusiCool terdiri dari tiga jenis yakni propane murni,
isobutane murni, dan campuran propan-isobutan. Jenis musicool yang
dipasarkan yakni MC-12 yang menggantikan R-12, MC-22 yang menggantikan
R-22, MC-134 yang menggantikan R-134, dan MC-600.

1.3.3. Produk Petrokimia


Produk - produk petrokimia yang dihasilkan dari unit polypropylene
Yakni sebagai berikut :
1. Film Grade
Film grademerupakan bahan baku pembuatan plastik untuk bahan
pembungkus makanan, barang-barang, pakaian, rokok dan sebagainya.
2. Injection Molding Grade
Injection molding grademerupakan bahan baku pembuatan plastik
untuk machine parts, automotive part, houseware, tray, cupsdan sebagainya.
3. Yarn Grade
Yarn grade merupakan bahan baku pembuatan plastik yang digunakan
untuk filament seperti ropes, nets, carpets, textilesdan sebagainya.
4. Non-Standard Grade
Non-standard grade merupakan bahan baku pembuatan plastik dengan
kualitas di bawah grade-grade lainnya.

1.4. Sistem Pemasaran


PT. Pertamina RU III Plaju bergerak di sektor hilir yang mengoperasikan
kilang BBM dan petrokimia. Bahan baku crude oil dari Prabumulih, Pendopo, dan
Jambi disalurkan melalui pipa-pipa. Sedangkan hasil produksi berupa BBM, non
BBM, Bahan bakar khusus, dan petrokimia didistribusikan untuk memenuhi
kebutuhan minyak dan gas di wilayah Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu,
Lampung, Pangkal Pinang, Medan, Pontianak, Jakarta dan ekspor.

Produk-produk yang dihasilkan oleh Pertamina RU III akan


didistribusikan ke beberapa provinsi di Indonesia, antara lain Sumatera Selatan,

Laporan Kerja Praktik 11


Politeknik Negeri Sriwijaya

Jambi, Bengkulu, Bandar Lampung, Bangka Belitung, dan sebagian Kalimantan


Barat.
Pendistribusian produk-produk ini dilakukan dengan berbagai macam cara
antara lain :
1. Melalui pipa-pipa untuk keperluan penyaluran ke PT. PUSRI.
2. Melalui kapal-kapal tanker dan tongkang digunakan untuk keperluan transport
melalui sungai dan laut untuk Bangka dan Belitung. Mobil-mobil pendistribusi
digunakan untuk transportasi ke depot-depot di Kertapati, Lampung, Bengkulu,
Lahat, dan Lubuk Linggau.

1.5. Sistem Manajemen


1.5.1. Struktur Organisasi
Strukur Organisasi PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III dipimpin oleh
General Manager yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Pengolahan
PT. PERTAMINA Pusat di Jakarta. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA
(PERSERO) RU III, Plaju berbentuk line and staff Organization. Line and staff
organization merupakan gabungan kedua jenis organisasi, yaitu line organization
dan staff organization.
Struktur organisasi PT PERTAMINA(PERSERO)RU-III dilihat pada
Gambar 4 berikut ini :

Laporan Kerja Praktik 12


Politeknik Negeri Sriwijaya

Sumber: Pedoman BPST Angkatan XIV.Penerbit Pertamina,Palembang,2012

Gambar 4. Struktur Organisasi PT. PERTAMINA(PERSERO)RUIII

Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh stuktur organisasi
pada PT.PERTAMINA (PERSERO) RU III, yaitu :
1. General Manager Refenery Unit III
Tanggung jawab yang dimiliki oleh Engineering and Development adalah :
a. Menetapkan kebijakan perusahaan dengan menentukan rencana dan tujuan
perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
b. Mengkoordinir dan mengawasi seluruh aktivitas yang dilaksanakan dalam
perusahaan.
c. Memperbaiki dan menyempurnakan segi penataan agar tujuan organisasi
dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
d. Menjadi perantara dalam mengkomunikasikan ide, gagasan dan strategi
antara pimpinan dan staf.
e. Membimbing bawahan dan mendelegasikan tugas-tugas yang dapat
dikerjakan oleh bawahan secara jelas.

2. Secretary
Tanggung jawab yang dimiliki oleh Secretary adalah :
a. Koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan RUPS

b. Memastikan perseroan mematuhi ketentuan tentang persyaratan


keterbukaan dan pengungkapan dalam laporan tahunan
c. Mengkoordinasikan rapat direksi dan rapat gabungan direksi dan
komisaris

Laporan Kerja Praktik 13


Politeknik Negeri Sriwijaya

d. Membuat dan mendokumentasikan risalah RUPS, risalah rapat direksi dan


risalah rapat gabungan direksi dan komisaris
e. Menyiapkan daftar pemegang saham dan daftar khusus
f. Memastikan kepatuhan atas pelaksanaan GCG
g. Mewakili perseroan untuk berkomunikasi dengan stake holders

3. Senior Manager Operating and Manufacturing.


Tanggung jawab yang dimiliki oleh Senior Manager Operating and Manufacturing
adalah:
a. Membawahi 5 Manager yang terdiri Manager Production, Manager Ref.
Planning & Optimazion, Manager Maint. Planning & Support, Manager
Maintenance Execution dan Manager turn Arround.
b. Membantu General Manager dalam mengkoordinir dan mengawasi
seluruh aktivitas yang dilaksanakan dalam perusahaan.

4. Manager Engineering and Development


Tanggung jawab yang dimiliki oleh Engineering and Development adalah
a. Mengupayakan kemajuan dan pengembangan kilang
b. Mengupayakan kondisi operasi kilang yang optimum agar diperoleh produk
yang bernilai jual tinggi.

5. Manager Reliability
Reliability bertugas dalam hal-hal berikut ini :
a. Menganalisa kehandalan atau kinerja instrumen pada kilang.
b. Melakukan perawatan terhadap instrumen yang sudah tidak optimal.
c. Menguji kehandalan instrumen setelah dilakukan perawatan.

6. Manager General Affairs and Legal


General Affairs and Legal bertanggung jawab dalam hal :
a. Pengamanan aset-aset yang dimiliki kilang, perijinan, pengkajian undang-
undang, dan menganalisa peraturan.
b. Sebagai media penghubung publik (public relations) yang mencakup
relations, CSR, internal relations and protokoler, dan media relations.

7. Manager HSE(Health Safety and Environment)


Tugas dan fungsi HSE antara lain :

Laporan Kerja Praktik 14


Politeknik Negeri Sriwijaya

a. Melindungi keselamatan, kesehatan, dan lingkungan kerja karyawan melalui


unit HSE.
b. Sebagai pengelola lingkungan hidup.

8. Manager Procurement
Kegiatan utama Procurement bergerak dalam bidang-bidang antara lain :
a. Pengendalian persediaan (inventory controlling)
b. material (purchasing).
c. Kontrak jasa (officers).
d. Service and warehousing

9. Manager OPI (Operational Performance Improvement)


Tugas dan fungsi OPI adalah memberikan pelatihan yang berguna dalam hal :
a. Meningkatkan performance pekerja.
b. Mengubah budaya kerja yang tidak baik.
c. Menjaga sustainability dari improvement yang sudah terlaksana.

1.5.2. Manajemen Perusahaan


Karyawan yang bekerja pada PT. PERTAMINA (PERSERO) RUIII ini
terbagi menjadi karyawan kerja shift dan karyawan kerja reguler. Karyawan kerja
reguler adalah karyawan yang bekerja pada bagian yang tidak berhubungan
langsung dengan pengolahan pada kilang minyak, sedangkan karyawan kerja shift

adalah karyawan yang berhubungan langsung dengan pengolahan pada kilang


minyak.
Karyawan kerja shift dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu pagi, siang, dan
malam. Sistem kerja karyawan kerja shift adalah 3 hari kerja dan 1 hari libur.
Waktu kerja karyawan kerja shift adalah 8 jam untuk setiap shift.

Tabel 4. Sistem Jam Kerja PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju


Waktu Kerja
Reguler Shift
Hari Waktu Hari Waktu
Senin-Kamis 07.00 - 16.00
Istirahat 12.00 - 12.30 07.30 – 16.00
Senin – Minggu 16.00 – 23.00
Jumat 07.00 - 16.00 23.00 – 07.30

Laporan Kerja Praktik 15


Politeknik Negeri Sriwijaya

Istirahat 11.30 - 13.00


Sabtu Libur
Minggu Libur
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2012

Laporan Kerja Praktik 16


Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II
URAIAN PROSES

2.1 Bahan Baku Utama dan Penunjang


Bahan baku yang digunakan pada PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III
Plaju untuk menghasilkan produk yang berupa bahan bakar minyak dan gas
adalah minyak mentah. Dalam proses mengkonversi minyak mentah menjadi
produk tersebut, dibutuhkan jugabahan-bahan penunjang guna membantu proses
produksi.

2.1.1 Bahan Baku Utama


Semua bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju
sebagian besar berupa minyak mentah (crude oil) berasal dari daerah Sumatera
Bagian Selatan dan sebagian lagi dari luar daerah tersebut. Adapun
perbandingannya adalah 70% minyak mentah dari lapangan dan  30%minyak
mentah melalui kapal tanker. Transportasi minyak mentah (crude oil) tersebut ke
kilang melalui 2 (dua) cara, yaitu:
1. Minyak mentah yang dikirim melalui sistem perpipaan adalah :
a. South Palembang District (SPD) dari DOH Prabumulih.
b. Talang Akar Pendopo Oil (TAPO) dari DOH Prabumulih.
c. Jambi Asphalitic Oil (Paraffinic Oil).
d. Jene.
e. Ramba Crude Oil (RCO) dari DOH Jambi.
2. Minyak mentah yang dikirim menggunakan kapal tanker adalah
a. Geragai Crude Oil (GCO) dari Santa Fe, Jambi.
b. Bula/ Klamono (BL/KL) dari Irian Jaya.
c. Kaji Semoga Crude Oil (KSCO).
d. Sepanjang Crude Oil (SPO).
e. Sumatera Light Crude (SLC).
f. Duri Crude Oil (DCO).

Jumlah dan jenis minyak mentah yang diolah disesuaikan dengan kapasitas
dan spesifikasi masing–masing crude distiller (CD) karena setiap CD telah
didesainuntuk mengolah minyak mentah dengan jumlah dan spesifikasi tertentu.

Laporan Kerja Praktik 17


Politeknik Negeri Sriwijaya

Jenis minyak mentah yang diolah di masing-masing CD dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5. Jenis Minyak Mentah pada masing-masing Crude Distiller
Unit Kapasitas Pengolahan Sumber
CD II 16,2 MBSD Kaji, Jene, SPD, TAP
CD III 30,0 MBSD Ramba, Kaji, Jene
CD IV 30,0 MBSD Ramba, Kaji, Jene
CD V 35,0 MBSD SPD, TAP
CD VI 15,0 MBSD Geragai, Bula, Klamono
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2014

2.1.2 Bahan Baku Penunjang


Selain bahan baku utama, proses pengolahan juga membutuhkan bahan-
bahan penunjang lain, seperti katalis, solvent, dan bahan aditif yang mendukung
proses pengolahan bahan baku menjadi produk.
1. Gas Nitrogen (N2)
Gas nitrogen digunakan di semua unit pada kilang PT. PERTAMINA
(PERSERO) RU III. Gas nitrogen ini berfungsi sebagai gas pembawa (carrier
gas) dan sebagai off gas.
2. Caustic Soda (NaOH)
NaOH digunakan pada unit Butane Butylenetreater dan caustic treater.
Penggunaan NaOH berfungsi untuk proses treating yakni menghilangkan
senyawa sulfur (belerang) pada crude oil.
3. Heavy Alkylate
Heavy Alkylate digunakan pada unit Butane ButyleneDistiller. Zat ini berfungsi
sebagai lean oil atau sebagai absorben.
4. Katalis
Katalis berfungsi untuk meningkatkan laju reaksi serta mengatur selektifitas
dari reaksi. Katalis yang digunakan pada kilang PT.Pertamina (Persero)RU III
Plaju ada berbagai macam. Katalis-katalis yang digunakan antara lain :

a. Asam Sulfat (H2SO4) yang digunakan pada unit alkilasi


b. Silika Alumina yang digunakan pada unit RFCCU sebagai katalis cracking
c. Titanium Catalyst yang digunakan pada unit polypropylene sebagai katalis
utama

Laporan Kerja Praktik 18


Politeknik Negeri Sriwijaya

d. Tri-Ethyl Alumunium yang digunakan pada unit polypropylene sebagai co-


katalis
5. TEL (tetra Ethyl Lead)
TEL digunakan pada unit blending sebagai bahan aditif peningkat bilangan
oktan.
6. Hexane
Hexane digunakan pada unit polypropylene sebagai pelarut katalis.
7. DEA(Diethanol Amine)
DEA digunakan pada unit polypropylene. Fungsi dari DEA pada unit ini adalah
sebagai ekstraktor pada proses purifikasi RPP (raw propane propylene)
sebelum masuk ke dalam reaktor.

2.1.3 Bahan Baku Produk Non BBM


Selain mengolah minyak mentah, PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III juga
mengolah produk antara atau intermediate, berupa :
1. Bahan baku naften ( Bitumen Feed Stock ) dari Cilacap.
2. Komponen mogas beroktan tinggi (HOMC) untuk Blending Motor Gasoline
dari Cilacap dan Dumai.
3. Raw Propane-Propylene dari unit RFCCU untuk bahan baku produksi
Polypropylene.

2.2 Diskripsi Proses


PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju melakukan pengolahan
minyak mentah menjadi produk-produk seperti bahah bakar (BBM), non-bahan
bakar minyak (NBBM), dan petrokimia. Proses utama pengolahan minyak bumi
dan petrokimia di PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju adalah primary

process (Unit CD&GP), secondary process (Unit CD&L), treating, blending,


produksi Polypropylene dan produksi TA/PTA (tidak beroperasi lagi).
Berikut ini uraian proses dari masing-masing unit yang terdapat pada PT.
PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju.

Laporan Kerja Praktik 19


Politeknik Negeri Sriwijaya

Gambar 4. Proses Flow diagram PT. PERTAMINA (Persero) RU III

2.2.1 Unit Crude Distiller and Gas Plant (CD&GP)


PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju memiliki 5 unit Crude
Distiller (CD). Empat Crude Distiller (CD-II, CD-III, CD-IV, dan CD-V) terletak
di plaju dan tergabung dalam kelompok unit CD&GP. Satu unit Crude Distiller
(CD-VI) terletak di Sungai Gerong dan tergabung dalam kelompok unit CD&L.
Masing-masing CD memiliki karakteristik dan produk unggulan yang berbeda-
beda sehingga jenis crude yang diolah pada masing-masing Crude Distiller juga
berbeda-beda. Selain itu jenis crude yang diolah pada masing-masing Crude
Distiller juga sering diganti-ganti tergantung kebutuhan operasi Crude Distiller.
Pada laporan ini deskripsi proses yang dijelaskan adalah deskripsi proses untuk
mengolah crude menurut desain masing-masing Crude Distiller.

1. Crude Distiller II (CD-II)

CD-II memiliki kapasitas 2000 ton/hari dengan tekanan 8,1 kg/cm2. Fungsi
CD-II ini adalah untuk memisahkan fraksi-fraksi tertentu pada minyak mentah.
Umpan unit berasal dari Sumatra Light Crude (SLC) dan Jene Crude. Unit ini
terdiri atas 5 kolom Fraksionatordan 1 kolom evaporator. Crude Oil dipompakan

Laporan Kerja Praktik 20


Politeknik Negeri Sriwijaya

kedalam preheater untuk pemanasan awal crude oil dipompakan dengan pompa P-
31/32/33 menuju preheater 6-5/6 dan 6-1/2/3/4 sebagai pemanasan awal untuk
mengurangi kerja furnace. Temperatur crude oil setelah keluar preheater yaitu
138oC kemudian dialirkan ke dalam furnace 1 untuk menaikkan temperatur
menjadi 256oC. Crude oil dialirkan ke dalam evaporator 3-1 untuk memisahkan
fase gas dan fase cair dengan tekanan 1,8 kg/cm 2 dan temperatur 255oC. Fase gas
dari evaporator 3-1 masuk ke kolom destilasi-I sedangkan fase cair dipompakan
dengan P-1/2 menuju furnace 2 yang bertujuan untuk meningkatkan temperatur
menjadi 344oC dan selanjutnya masuk ke dalam kolom destilasi-IV.
Pada kolom destilasi-I terjadi proses distilasi bertingkat. Overheat kolom
destilasi-I masuk ke kolom destilasi-V. Side stream kolom destilasi-I masuk
kekolom destilasi-II. Produk bawah kolom destilasi-II berupa LKD (Long
Kerosen Destilate). Produk atas masuk ke reboiler yang bertujuan untuk
menaikkan temperatur menjadi 188oC sebelum masuk ke tangki accumulator dan
diumpankan kembali sebagai reflux. Produk bawah kolom destilasi-I ditampung
ke side stream LCT (Light Cold Test Gas Oil) 2-1 dan diumpankan ke top kolom
destilasi-IV.
Pada kolom destilasi-V terjadi proses pemisahan berdasarkan fraksi gas
dan nafhta. Temperatur top kolom yaitu 144oC dan temperatur bottom kolom yaitu
128oC. Produk atas kolom destilasi-V berupa fraksi gas kemudian
dikondensasikan dan ditampung pada tangki akumulator 8-8. Pada tangki 8-8
terbagi menjadi 2 aliran, aliran atas berupa produk gas feed SRMGC (Straight
Run Motor Gas Compressor) dan aliran bawah dikembalikan ke kolom destilasi V
sebagai reflux dan sebagian keluar sebagai produk Straight Run (SR)-Tops. Aliran
gas yang tidak terkondensasi dari produk atas kolom destilasi V berupa gas

yang digunakan sebagai feed pada SRMGC (Straight Run Motor Gas
Compressor) dan sebagian lagi dikondensasikan kembali sehingga menjadi
Crude Residual (CR) Butane. Side stream destilasi-V dipompakan ke kolom
destilasi III untuk memisahkan nafhta. Produk bawah kolom destilasi V
dikembalikan ke kolom destilasi-I sebagai reflux.

Laporan Kerja Praktik 21


Politeknik Negeri Sriwijaya

Pada kolom destilasi IV, temperatur bagian atas kolom yaitu 188 oC dan
temperatur bagian bawah kolom yaitu 250oC. Produk atas kolom IV
dikondensasikan dan dimasukkan ke tangki akumulator 8-6 dan digunakan
sebagai reflux. Side stream kolom IV dimasukkan dimasukkan ke LCT (Light
Cold Test Gas Oil), yang merupakan komponen produk solar. Produk bawah
kolom destilasi IV didinginkan dan menghasilkan produk Long Residue sebagai
feed HVU. Produk Crude Distiller II dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Produk Crude Distiller II


N Stream T/D %
o
1 FeedCrude 1,973.0 -
2 Product 6.7 0.3
Gas 8.8 0.4
Crude Butane 180.9 9.2
Straight Run (SR)-Tops 174.1 8.8
Naphtha-2 50.1 2.5
LKD (Long Kerosen Destilate) 642.7 32.6
LCT (Light Cold Test Gas Oil) 909.9 46.1
Long Residue - -
Loss
Total 1,973.2 100.0
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2014

2. Crude Distiller III (CD-III)


Umpan masuk CD III berupa campuran Jene Crude Oil, Ramba Crude Oil
dan SLC Crude Oil. CD-III memiliki kapasitas 4000 ton/hari. Unti ini terdiri dari
tiga kolom destilasi dan satu stabilizer. Crude oil dipompakan kedalam preheater
6-2, 6-1, 6-58, E-100/A/B dan 6-3/4 untuk pemanasn awal, crude oil dengan
temperatur 147oC kemudian dialirkan ke dalam stabilizer 1-4 untuk memisahkan
gas dan cairan. Produk atas stabilizer 1-4 berupa fase gas dan produk bawah

berupa cairan. Produk atas stabilizer dikondensasi melaui kondensor 5-4, 5-6 lalu
masuk ke akumulator 8-4. Gas yang terdapat pada akumulator 8-4 dialirkan ke
unit SRMGC (Straight Run Motor Gas Compressor), sedangkan liquid diisap
oleh pompa P/34-35 dengan sebagian dipompakan sebagai stream produk crude
buthane dan sebagian lagi kembali sebagai reflux kolom stabilizer. Produk bawah
Laporan Kerja Praktik 22
Politeknik Negeri Sriwijaya

stabilizer 1-4 masuk ke dalam furnace sebagai reboilingstabilizer dan sebagai


lagi dialirkan ke kolom destilasi 1-1.
Pada kolom destilasi 1-1 temperatur bagian atas kolom 143 oC dan
temperatur bagian bawah kolom 273oC. Produk atas kolom destilasi 1-1 terjadi
proses destilasi bertingkat. Produk atas kolom destilasi 1-1 masuk ke kolom 1-3
sebagai umpan. Side stream kolom destilasi 1-1 masuk ke side stream 2-4 dan 2-5
untuk dilakukan proses penguapan kembali. Dari Side Stripper sebagian keluar
sebagai produk naftha III, IV dan sebagian masuk ke kolom 1-1 sebagai reflux.
Produk bawah kolom 1-1 sebagian masuk ke furnace 1 untuk meningkatkan
temperatur menjadi 356oC dan diumpankan kembali ke kolom destilasi 1-1 dan
sebagian lagi produk masuk furnace II untuk proses pemanasan temperatur 311oC
dan dijadikan umpan kolom destilasi 2-1.
Pada kolom destilasi 3-1 temperatur bagian atas kolom 93 oC. Produk atas
kolom destilasi 1-3 dikondensai pada condenser 3-2 dan 5-1/2/3/5, dimasukkan ke
tangki akumulator 8-3. Dari tangki ini bagian top dikeluarkan sebagai produk
Straight Run (SR)-Tops, dan bagian bottom dikeluarkan sebagain sebagai gas
umpan ke SRMGC (Straight Run Motor Gas Compressor) dan sebagian lagi
dikembalikan ke kolom 1-3.
Pada kolom destilasi 1-2 umpan dari produk bawah kolom destilasi 1-1
yang telah dipanaskan dengan memanfaatkan panas dari furnace II. Produk atas
kolom destilasi 1-2 didinginkan dan kemudian ditampung pada tangki akumulator
8-2. Dari tangki akumulator aliran dibagi menjadi dua. Aliran pertama
dikembalikan sebagai reflux dan aliran lainnya sebagai produk LKD (Long
kerosen Destilate). Produk side stream dari kolom destilasi 1-2 terdiri dari 3
aliran yang masuk ke dalam stripper 2-1, 2-2, dan 2,3 untuk memurnikan produk
yang akan dihasilkan. Pada masing-masing stripper terjadi proses pemisahan

antara gas dan liquid. Produk atas yang berupa gas akan dikembalikan ke kolom
1-2 sedangkan produk bawak yang berupa Heavy Kerosen Destilate (HKD) dari
stipper 2-3, Light Cold Test Gas Oil (LCT) dari stripper 2-2 dan Heavy Cold Test
Gas Oil (HCT) dari stripper 2-1 akan ditampung ke stroge tank masing-masing
sebagai produk. Produk bawah kolom 1-2 berupa long residue akan dikirim ke

Laporan Kerja Praktik 23


Politeknik Negeri Sriwijaya

High Vacum Unit (HVU). Reboiling kolom 1-2 dilakukan menggunakan furnace
II yang juga digunakan unutuk memanaskan umpan kolom 1-2.

3. Crude Distiller IV (CD-IV)

Unit CD IV memiliki sistem pemrosesan produk serta perolehan produk yang


sama dengan CD III yang dapat dilihat pada tabel 5 dan 6. Namun penggunaan
umpan di kedua crude distiller ini berbeda. CD IV hanya menggunakan umpan
Ramba Crude Oil dan SLC Crude Oil saja. Kapasitas produksi sebesar 4000 T/D
dengan bahan baku yang berasal dari Cocktail, Kaji/Ramba dan SPD/TAP sebagai
main feed dan crude oil Arjuna yang ikut diinjeksikan pula bersamaan dengan
main feed. Kondisi Operasi Crude Distiller III dan IV dan Produk dan Perolehan
Crude Distiller III dan IV dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8 :

Tabel 7 Kondisi Operasi Crude Distiller III dan IV


Temperatur 0C Tekanan
Peralatan
Top Bottom (Kg.cm-2)
Kolom I 143 273 1,5
Kolom II 234 336 0,3
Kolom III 93 - 1,8 – 2,2
Stabilizer 97 185 2,8
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2012

Tabel 8 Produk dan Perolehan Crude Distiller III dan IV


Yield (%wt)
Produk
CD-III CD-IV
Gas 0.520 2.140
CrudeButane 0.500 1.100
Straighat Run(SR)- Tops 3.040 5.840
Naphta-II 5.020 8.900
Naphta-III 1.700 4.930
LKD (Long Kerosen Destilate) 15.70 9.980

HKD (Heavy Kerosen Destilate) 7.610 7.460


LCT (Light Cold Test Gas Oil) 7.690 8.810
HCT(Heavy Cold Test Gas Oil) 3.370 2.830
Long Residue 54.45 47.77
Loss 0.900 0.250
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2012

Laporan Kerja Praktik 24


Politeknik Negeri Sriwijaya

4. Crude Distiller V (CD-V)


Umpan dari unit Crude Distiller V (CD V) adalah minyak mentah yang
berasal dari South Palembang District (SPD) dan Talang Akar Pendopo (TAP).
Umpan pada unit ini berasal dari 2 aliran, aliran pertama yaitu aliran atas berupa
crude oil dengan laju 1200 ton/hari dialirkan dengan pompa P-27/28 menuju
preheater 6-7/8/9/10 untuk pemanas awal yang kemudian masuk ke furnace untuk
meningkatkan temperature menjadi 250oC dan masuk ke kolom distilasi 1-1.
Aliran kedua yaitu aliran bawah yang berupa crude oil dengan laju alir 3200
ton/hari. Aliran dipompakan dengan pompa P-12/13 menjadi dua aliran. Aliran
pertama crude oil dialirkan melewati 5 preheater 6-1/2, 6-3/7A, 6-4, 6-8, 6-5A/6A
untuk proses pemanasn awal. Aliran kedua crude oil dialirkan melewati 2
preheater untuk proses pemanasn awal. Campuran crude oil dari aliran pertama
dan kedua masuk ke flash coloum. Pada flash coloum terjadi distilasi vakum.
Produk atas dari flash coloum akan masuk ke destilasi 1-1 sedangkan produk
bawah akan masuk ke furnace 2 untuk meningkatkan temperature menjadi 250 oC
dan diumpankan ke kolom distilasi 1-1.
Pada kolom distilasi 1-1 temperatur top atas kolom 150oC dan bawah
kolom 243oC. Produk bawah kolom distilasi 1-1 terbagi menjadi 2 aliran.
Sebagian produk bawah dipompakan ke furnace untuk dipanaskan kembali
hingga temperatur 315oC dan masuk kembali ke kolom distilasi 1-1. Sedangkan
aliran sebagiannya dipompakan dengan pompa P3-/4A/B menuju ke furnace
untuk menaikan temperatur hingga 325oC dan masuk sebagai umpan kolom 1-2.
Side stream dari kolom 1-1 masuk ke stripper untuk proses pemisahan agar
didapat produk dengan kemurnian yang tinggi. Produk atas stripper dikembalikan
ke kolom 1-1 sedangkan produk bawah dibagi menjadi 2 aliran pertama. Aliran
pertama pada produk bawah akan di reboiler dan masuk kembali ke kolom strip-

per. Pada aliran kedua produk bawah stripper akan didinginkan dengan cooler 4-
2/3 sehingga didapatkan produk LKD (Light Kerosen Destilate). Produk atas dari
1-1 akan diumpankan ke kolom destilasi 1-3.
Pada kolom destilasi 1-2 temperatur top kolom 105oC dan bottom kolom
160oC. Produk bawah kolom destilasi berupa nafhta IV dan sebagian lagi
Laporan Kerja Praktik 25
Politeknik Negeri Sriwijaya

dikembalikan sebagai reflux. Produk atas berupa fraksi gas yang dikondensasi
dengan condenser 5-5/6/7/8 dan ditampung pada akumulator 8-1. Fase yang tidak
terkondensasi dalam akumulator keluar sebagai produk gas sedangkan fase cair
sebagian akan masuk sebagai umpan kolom destilasi 1-4 dan sebagian lagi akan
dikembalikan ke kolom destilasi 1-3. Side stream kolom destilasi 1-3 masuk ke
stripper untuk proses pemisahan. Produk atas dari stripper yang berupa gas akan
dikembalikan sebagai reflux dan produk bagian bawah berupa fase cair sebagian
akan dikembalikan ke dalam stripper dengan proses reboiler dan sebagian lagi
akan didinginkan dengan cooler sehingga diperoleh produk nafhtha II.
Pada kolom destilasi 1-2 temperatur top kolom 200oC dan bottom kolom
340oC. Umpan yang berasal dari produk bawah kolom 1-1 dengan temperatur
325oC masuk ke dalm destilasi 1-2. Produk kolom 1-2 ditampung pada tangki
akumulator kolom 8-3 yang berupa produk Heavy Kerosene Destillate (HKD).
Side stream yang keluar terdiri dari 3 aliran. Side stream 1 didinginkan dan
sebagian dikembalikan ke reflux dan sebagian lagi menjadi produk BGO
(Bandung Gas Oil) atau SGO (Special Gas Oil). side stream 2 yang keluar masuk
ke stripper 2-1 untuk proses pemisahan. Fase gas akan dikembalikan lagi ke
kolom 1-2 sedangkan fase cair didinginkan sehingga didapat produk LKD (Light
Kerosen Destilate). Side stream 3 masuk ke side stripper 2-3 untuk proses
pemisahan. Fase gas akan dikembalikan pada kolom 1-2 sedangkan fase cair akan
akan didingikan sebagai produk HCT (Heavy Cold Test Gas Oil). Produk bawah
dari kolom 1-2 di dinginkan dengan 4 HE sehigga didapatkan produk Long
Residue yang akan sebagian diolah pada HVU dan sebagian lagi ditampung dalam
tangki. Pada kolom destilasi 1-4 termperatut top kolom 70oC dan temperatur
botom kolom 100oC. Umpan kolom destilasi 1-4 berasal dari side stream 1-3.
Produk atas kolom 1-4 akan dikondensasi oleh condenser 5-9/10 yang kemudian

akan ditampung pada akumulator 8-2. Produk atas pada akumulator didapatkan
produk berupa gas yang akan diolah pada unit SRMGC (Straight Run Motor Gas
Comperessor). Pada bagian bawah akumulator sebagian dikembalikan pada kolom
1-4 dan sebagian lagi dijadikan produk Straight Run (SR)-TOP.

Laporan Kerja Praktik 26


Politeknik Negeri Sriwijaya

5. Gas Plant
Produk atas Crude Destiler II - IV yang berupa fraksi ringan (C1 – C4) akan
diolah lebih lanjut dalam unit gas plant. Pada unit gas plant ini akan terjadi
pemisahan dari fraksi ringan.
Gas Plant terdiri dari beberapa unit yaitu :
A. Butane-Butylene Distiller (BB Distiller)
Unit ini berfungsi memisahkan butan dan butilen yang terdapat pada
gas hasil Crude Distiller. Unit ini menghasilkan produk-produk berikut :
a. Refinery gas (C1-C2) sebagai bahan bakar furnace

b. Propana (C3) sebagai musi cool dan LPG

c. FBB (Butane-butilen dan i-C4) sebagai LPG

d. Stab crack top (C3-C4) sebagai LOMC


Umpan yang berasal dari residual gas, comprimate, Condenstate, dan
unstabillizer crack, masuk dalam kolom absorber 1-1. Tekanan operasi kolom
ini adalah 20 kg/cm2, sedangkan temperatur bawah kolom 110°C dan
temperatur atas 40°C. Sebagai absorber digunakan lean oil yang merupakan
produk bawah kolom stripper 1-4. Tekanan operasi kolom ini tinggi agar
proses absorbsi C3 dan fraksi berat lain dapat berjalan baik mengingat semakin
tinggi tekanan semakin besar daya absorbsi gas. Selain itu, agar propane dapat
dipisahkan pada kolom depropanizer 1-2 berikutnya.
Gas C3 dan yang lebih berat diabsorbsi oleh lean oil dan keluar dari
bagian bawah absorber, masuk ke surge tank 9-1, sedangkan gas C1 dan C2
tidak terserap dan masuk ke surge tank 9-4 sebagai refinery gas.
Dari surge tank 9-1, aliran akan masuk ke kolom depropanizer 1-2.
Aliran dari kolom 1-1, 1-2, 1-3, dan 1-4 berjalan berdasarkan beda tekan yang
ada pada masing-masing kolom. Tekanan kolom 1-2 ini adalah 17 kg/cm2 de-

ngan temperatur bawah 120°C dan atas 42°C. Pada kondisi ini maka
liquidpropane (C3) dapat dipisahkan sebagai produk atas. Gas yang terbentuk
pada akumulator 8-11 akan digunakan sebagai refinery gas. Komponen C4dan

Laporan Kerja Praktik 27


Politeknik Negeri Sriwijaya

yang lebih berat akan keluar sebagai produk bawah dan diumpankan ke kolom
debutanizer 1-3.
Kondisi operasi debutanizer adalah pada tekanan 6 kg/cm2 dan
temperatur bawah 120 °C sedangkan temperatur atas 50 °C.Pada kondisi ini,
butane dan i-C4 (FBB) akan didapatkan sebagai produk atas sedangkan
komponen-komponen C5dan yang lebih berat akan keluar sebagai produk
bawah dan masuk ke kolom stripper 1-4.
Pada kolom stripper dengan tekanan 0,7 kg/cm2, maka sebagian fraksi,
terutama pentana akan menguap menjadi produk Stab CR TOPS (sebagai
LOMC). Produk bawah kolom stripper adalah minyak yang digunakan
menyerap umpan pada kolom absorber (lean oil).

B. Butane-Butylene Treating (BB Treating)


Butane-Butylene treater berfungsi untuk mengurangi kandungan
merkaptan dan amina pada fresh Butane-Butylene ex Butane-Butylene Distiller
dan Butane-Butyleneex Stabillizer-3 FCCU Sungai Gerong. Merkaptan dan
amina tersebut merupakan racun bagi katalis pada proses polimerisasi. Umpan
Butane-Butylene dari Butane-Butylene Distiller atau FCCU dicampur dengan
caustic soda (NaOH) untuk kemudian dialirkan ke caustic settler. Disini
merkaptan akan bereaksi dengan NaOH dengan reaksi seperti berikut :
RSH + NaOH RSNa + H2O
Caustic soda yang masih memiliki konsentrasi tinggi akan berada di bagian
bawah caustic settler yang kemudian akan disirkulasi dan sebagian dibuang.
Daribagian atas caustic settler keluar Butane-Butylene, yang kemudian masuk
ke dalam water settler untuk dikurangi kandungan airnya. Setelah masuk ke
dalam dua buah water settler, BB siap digunakan baik untuk proses
polimerisasi, alkilasi atau langsung sebagai komponen LPG.

C. Unit Polimerisasi
Sebelum FBB (Fresh Butane-Buthylene) masuk ke unit alkilasi, FBB
akan diolah terlebih dahulu di Unit Polimerisasi. Pada unit ini selain
Laporan Kerja Praktik 28
Politeknik Negeri Sriwijaya

menghasilkan polimer sebagai HOMC (High Octane Mogas Component) juga


dihasilkan gas yang menjadi umpan unit alkilasi.
Unit ini terdiri dari 3 set konverter (reaktor), yang masing-masing set
memiliki 3 buah konverter. Katalis yang digunakan adalah P 2O5. Umpan butan-
butilen dipanaskan melalui pemanas dan kemudian masuk ke dalam konverter.
Reaktor yang digunakan berjenis shell and tube, dimana pada bagian tube
terdapat katalis dan tempat dimana reaksi terjadi. Pada bagian shell dialirkan
oil (minyak) sebagai pengatur kestabilan temperatur reaksi. Produk
polimerisasi yang keluar konverter dimasukkan ke dalam kolom stabilizer (1-
1).
Produk atas kolom 1-1 dikondensasi dan ditampung pada tangki
penampung (8-1) sebagai produk butan-butilen, sebagian produk dikembalikan
ke kolom 1-1 dan sebagian dikirim ke tangki LPG. Produk bawah kolom
dikirim ke rerun column. Produk atas rerun column dikondensasi dan
ditampung pada tangki penampung untuk kemudian dikirim ke tangki high oc-
tane gasoline, sedangkan produk bawahnya ditampung sebagai produk mogas.

D. Unit Alkilasi
Bahan baku unit ini adalah Raw Buthane-Buthylene (RBB) yang
merupakan hasil dari unit polimerisasi ditampung di tangki. Feed dari tangki
sebelum masuk reaktor bersama isobutane recycledipompakan melewati HE
dari bagian bawah depropanizercolumn menuju reactor feed blending tank (8-
8)untuk mencampur feed dan memisahkan airnya supaya tidak mengencerkan
katalis asam sulfat yang bisa menurunkan kecepatan reaksi alkylasi dan
meninggikan konsumsi asam.Aliran dari feed settler dengan asam dan
sirkulasi produk reaktor bersama-sama memasuki propane chiller dengan
pompa untuk didinginkan sampai 3-10 o C, dan selanjutnya dimasukkan ke
reaktor.

Reaktor ini terdiri dari 3 rangkaian paralel, berupa vessel vertikal


o
dengan dengan perforated plate. Reaksi alkylasi berlangsung pada 3-8
C pada emulsi HC dengan asam sulfat, dengan bantuan mixing oleh
Laporan Kerja Praktik 29
Politeknik Negeri Sriwijaya

perforated plate. Produk yang keluar dari bottom sebagian disirkulasikan


ke reaktor melalui propane chiller dan sebagian lain mengalir ke reaktor
separator dengan kekuatan tekanan reaktor 4.5-5 kg/cm2.
Dari reaktor separator dibuang ke parit, sedangkan HC dari top
disempurnakan pemisahan asamnya di final separator. Bottom dari final
separator dibuang ke parit, sedangkan HC dari top dipompa ke caustic settler
untuk membebaskan dari asam. HC keluar dari caustic settler berupa
campuran alkylasi, butane, isobutane dan propane, untuk dikirim ke bagian
distilasi.
Untuk mencapai temperatur rendah di reaktor maka digunakan propane
chiller dan untuk mendapatkan propane cair yang dingin dipakai sistem
propane refrigeration. Propane cair yang dingin dikeringkan dengan CaCl 2
dalam propane dryerdan ditampung dalam refrigerant accumulator.
Selanjutnya propane mengalami siklus ekspansi yaitu : evaporasi, kompresi
dan kondensasi.
Bagian distilasi terdiri dari 4 kolom fraksionasi yaitu :

- Kolom Deisobuthanizer
Kolom ini berfungsi untuk memisahkan isobutan yang tidak
bereaksi dan propan dari campuran produk. Produk atas kolom ini adalah i-
C4- dan C3. Produk atas ini merupakan umpan kolom Depropanizer,
sedangkan produk bawah (alkilat dan n-butan) sebagai umpan kolom
Stabilizer.

- Kolom Depropanizer
Kolom ini berfungsi untuk memisahkan propan dari i-butan. Produk
atas kolom ini berupa propan yang sebagian digunakan untuk
chillingsystem sebagai media pendingin dan sebagian lagi dimanfaatkan se-

bagai produk propan untuk bahan baku refrigerant hydrocarbon


(MUSICOOL) atau sebagai komponen LPG. Produk yang tidak
terkondensasi keluar sebagai fuel gas. Produk bawah berupa i-butan untuk

Laporan Kerja Praktik 30


Politeknik Negeri Sriwijaya

recycle dan excessnya sebagai produk i-butan untuk bahan baku refrigerant
hydrocarbon atau sebagai komponen LPG.

- Kolom Stabilizer

Kolom ini bertugas untuk memisahkan n-butan dari produk alkilat.


Produk atas kolom ini adalah n-butan yang dimanfaatkan sebagai
komponen LPG atau sebagai raw material aerosol. Produk bawah kolom
ini difraksionasi lebih lanjut pada kolom rerun.

- Kolom Rerun

Kolom ini berfungsi untuk memisahkan produk-produk alkilat.


Produk atas berupa Light Alkylate digunakan sebagai AVIGAS atau High
Octane Mogas Component (HOMC). Produk bawah berupa Heavy Alkylate
yang digunakan sebagai komponen kerosene/solar/produk solvent.

E. Stabilizer C/A/B
Stabilizer C/A/B merupakan unit proses yang berfungsi untuk
memisahkan SR Tops yang berasal dari CD dengan distilasi bertekanan. Unit
ini berkapasitas 550 Ton/hari. Produk hasil pengolahan ini adalah gas, crude
buthane, SBPX, dan Diisoheksan Top (DIH Top). Perolehan produk unit ini
dapat dilihat pada tabel 9 :
Tabel 9 Perolehan Produk Stabilizer C/A/B
Komponen %wt
Gas 1,45
Crude buthane 17,27
SBPX 40 40,27
DIH Top 40,36
Loss 0,25
Sumber : Pertamina RU III Plaju, 2012

Stabilizer C/A/B merupakan tiga unit (kolom) terpisah, dimana Stab-B


merupakan kelanjutan dari Stab-C dan Stab-A.
a. Stabilizer C

Laporan Kerja Praktik 31


Politeknik Negeri Sriwijaya

Umpan (SR-Tops) dari tanki “O” dipompakan dengan booster


pump ke Unit Stabilizer, dengan pompa Feed P-4/5 dipompakan melalui
HE. 6-1/6-4 dan selanjutnya masuk ke Kolom Stabilizer sebagai
umpan.Produk atas dari stabilizer-C didinginkan dengan condenser 5-1/5-
2 dan masuk ke Accu tank (8-1). Produk bawah dari accu tank 8-1 dengan
pompa P-6/7 dipompakan sebagian sebagai refluks dan sebagian lagi
sebagai feed Stabilizer-B.Gas yang tidak terkondensasi pada accu tank 8-1
dialirkan ke SRMGC. Produk bawah kolom Stabilizer sebagian
dikembalikan sebagai reboiling dan sebagian lagi didinginkan melalui HE
6-1/6-4 dan Cooler 4-5/4-8 yang selanjutnya dipompakan ke tanki
penampung sebagai produk Dih Top (LOMC).
b. Stabilizer A
Umpan (SR-Tops) dari tanki “O” dipompakan dengan booster
pump ke Unit Stabilizer, dengan pompa Feed P-9/10 dipompakan melalui
HE. 6-1/6-2 danselanjutnya masuk ke Kolom Stabilizer sebagai umpan.
Produk atas dari stabilizer-C didinginkan dengan condenser 5-4/5-6 dan
kemudian masuk ke Accu tank (8-2).
Produk bawah dari accu tank 8-6 dengan pompa P-25/26
dipompakan sebagian sebagai refluks dan sebagian lagi sebagai feed
Stabilizer-B. Gas yang tidak terkondensasi pada accu tank 8-2 dialirkan ke
SRMGC.Bottom produk Stabilizer kolom sebagian dikembalikan sebagai
reboiling dan sebagian lagi didinginkan melalui HE 6-1/6-2 dan Cooler 4-
6/4-7 yang selanjutnya dengan pompa P-25/26 dipompakan ke tanki
penampung.
c. Stabilizer B
Umpan stabilizer-B adalah Top produk (bottom Accu tank 8-1 dan
8-6) dari Stabilizer-C dan A yang sebelumnya telah dipanaskan melalui
HE 6-1/6-2. Produk atas dari stabilizer-B didinginkan dengan condenser 5-

4/5-5 dan kemudian masuk ke Accu tank (8-6). Produk bawah dari accu
tank 8-2 dengan pompa P-25/26 dipompakan sebagian sebagai refluks dan

Laporan Kerja Praktik 32


Politeknik Negeri Sriwijaya

sebagian lagi sebagai produk Raw Buthane. Gas yang tidak terkondensasi
pada accu tank 8-6 dialirkan ke SRMGC.
Produk bawah stabilizer sebagian dikembalikan sebagai reboiling
dan sebagian lagi didinginkan melalui HE 6-1/6-2 dan Cooler 4-6/4-7
yang selanjutnya dengan pompa P-25/26 dipompakan ke tangki
penampung sebagai produk SBPX-40B.

2.2.2 Unit Crude Distiller and Light Ends (CD-L)


Crude Distiller dan Light Ends merupakan unit pengolahan yang berlokasi
pada Sungai Gerong. CD & L terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu Crude
Distiller-VI (CD-VI), High Vacuum Unit II (HVU-II), Riser Fluidized Catalytic
Cracking Unit (RFCCU), dan Light End Unit.
1. Crude Distiller VI (CD-VI)
CD-VI ini digunakan untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak bumi yang
berasal dari Ramba berdasarkan distilasi atmosferik. Kapasitas pengolahan CD-VI
ini adalah 15.000.000 barrel per calendar day (15 MBCD).
Produk yang dihasilkan adalah gas, nafta, kerosin, ADO
(Automotivedieseloil), dan longresidue. CDUV terdiri dari 2 kolom distilasi
(kolom fraksionasi). Didalam unit CD-VI terdapat sub-unit Redistiller III/IV.
Redistiller III/IV ini digunakan untuk mengolah ulang produk minyak yang tidak
memenuhi spesifikasi. Redistiller telah dimodifikasi untuk dapat mengolah
minyak mentah Sumatera Light Crude (SLC). Namun pada saat ini unit
Redistiller III/IV telah berhenti beroperasi karena efisiensinya rendah.
Proses dimulai dengan memompakan crude oil dengan poma P-1A/B/C.
Aliran ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Aliran pertama dipanaskan
dengan heat exchanger E-3 dengan memanfaatkan panas dari produk atas kolom
distilasi kedua (kolomT-2). Aliran kedua dipanaskan dengan heat exchanger E-6
dengan memanfaatkan panas dari kerosin dan heat exchanger E-7 dengan
memanfaatkan panas dari diesel oil. Aliran ketiga dipanaskan dengan

menggunakan furnace. Ketiga aliran ini digabung dan dialirkan menuju fresh
feed akumulator. Selanjutnya aliran yang telah tergabung tadi kembali
Laporan Kerja Praktik 33
Politeknik Negeri Sriwijaya

dipanaskan dengan furnace hingga mencapai temperatur 275-280oC kemudian


masuk ke kolom distilasi pertama (kolom T-1) pada tray kedua.
Proses yang terjadi dikolom ini adalah penguapan fraksi ringan dari
minyak mentah. Produk atas yang keluar dari kolom ini adalah Hot vapour
dengan rentang karbon C1–C20 yang akan menjadi umpan kolom T-2. Produk
bawah dari kolom ini adalah long residue dengan rentang karbon C31 – C50
yang akan menjadi feed unit HVU ataupun disimpan dalam tangki. Selain itu,
kolom ini juga menghasilkan side stream. Produk side stream ini akan masuk ke
stripper. Top product dari stripper akan dikembalikan sebagai refluks kolom.
Bottom product dari stripper akan didinginkan oleh heat exchanger dan akan
menjadi produk solar (ADO) dengan rentang karbon C21– C30. Umpan kolom
T-2 berasal dari produk atas kolom T-1 yang telah didinginkan dengan HEE-2.
Produk atas dari kolom T-2 ini dilewatkan pada HE E-3 agar panas produk atas
dapat dimanfaatkan untuk memanaskan umpancrude. Kemudian produk
didinginkan menggunakan cooler box. Sebagian produk dijadikan aliran refluks
kolom T-2 dan sebagian lagi dijadikan produk nafta. Produk bawah dari kolom
ini berupa produk kerosin dengan rentang karbon C12–C20. Sebagian dari
produk ini akan dikembalikan sebagai refluks untuk kolom T-1.

2. High Vacuum Unit II (HVU II)


HVU merupakan suatu unit untuk mengolah long residue yang dihasilkan
pada unit CDU agar long residue memilik inilai ekonomis yang lebih tinggi.
HVU pada dasarnya bekerja dengan menggunakan prinsip distilasi. Hal yang
membedakan proses pada HVU dengan proses pada CDU adalah tekanan operasi
yang digunakan. HVU diselenggerakan pada tekanan vakum sedangkan CDU
dioperasikan pada tekanan atmosferik. HVU diselenggarakan pada tekanan
vakum dengan tujuan untuk menurunkan titik didih dari fraksi-fraksi yang
terkandung dalam long residue agar fraksi tersebut mudah dipisahkan.

HVU yang digunakan di Pertamina RU-III Plaju merupakan distilasi


vakum dengan wet system, yang menggunakan stripping steam untuk
Laporan Kerja Praktik 34
Politeknik Negeri Sriwijaya

mempertajam pemisahan produk vacuum gas oil-nya. Feed untuk unit ini adalah
long residue dari CDII,III,IV,V dan VI. Sebagai produk, diperoleh offgas,LVGO
(Light Vacuum Gas Oil), MVGO (Medium Vacuum Gas Oil), HVGO (Heavy
Vacuum Gas Oil) serta vacuum residue. Residue yang merupakan produk bawah
HVU adalah light sulphur waxes residue (LSWR). Kapasitas produksi HVU
adalah 6.489 Ton/Hari.
Proses diawali dengan memanaskan feed dengan menggunakan heat
exchanger (sebagai pre-heater), yang kemudian dipanaskan kembali didalam
furnace. Umpan HVU yang berasal dari CDII,III,IV dan V dipanaskan dengan
menggunakan pre-heater, lalu dipanaskan lebih lanjut dalam furnace, sedangkan
yang berasal dari CD VI dapat langsung dialirkan menuju HVU sebagai
umpan.
Hal ini dikarenakan CD VI berada di dekat unit HVU sedangkan unit CDII-V
berada jauh dari unit HVU sehingga ada panas yang hilang ketika mengalirkan
long residue dari CDII-V ke unit HVU.
Beberapa heat exchanger yang digunakan sebagai pre-heater adalah E-
14-006A/B (HVGO exchanger), E-14-003A/B/C (MVGO exchanger), E-14-
010A (vacuum residue exchanger) dan E-14-009A/B/C/D (vacuum residue
exchanger). Rangkaian heat exchanger ini diharapkan dapat menghasilkan feed

untuk furnace dengan temaperatur keluaran sebesar 262-270oC.Penggunaan


heat exchanger ini dilakukan selain untuk memanaskan umpan juga dilakukan
untuk memanfaatkan panas yang ada dalam produk sehingga beban untuk
mendinginkan produk menjadi berkurang. Feed dari pre-heater kemudian
dipanaskan kembali didalam furnace, yang diharapkan akan meningkatkan

temperatur feed hingga 360-380 oC.


Umpan yang telah dipanaskan ini kemudian masuk ke kolom vakum
untuk dipisahkan menjadi produk–produk. Proses distilasi dilaksanakan pada te-
kanan 60–65 mmHg. Produk atas dari kolom ini akan didinginkan dengan 3
kondensor. Produk ini lalu dihilangkan steam-nya menggunakan 3 ejector yang

dipasang seri. Jetejector berfungsi untuk memperoleh tekanan vakum pada

Laporan Kerja Praktik 35


Politeknik Negeri Sriwijaya

kolom vakum. Kondensat keluaran dari kondenser dialirkan menuju distillate


drum untuk dipisahkan gas dan cairnya. Fasa cairnya akan dibuang melalui
sewer, sedangkan fasa gasnya dipanaskan menggunakan heat exchanger untuk
menyerap condensable gas dan akan menjadi produk off-gas dengan rentang
karbon C1 –C2 (refinery fuel gas untuk furnace HVU). Produk bawah dari
proses ini adalah vacuum residue. Vacuum residue didinginkan dengan heat
exchanger. Sebagian produk ini akan dikembalikan sebagai quenching untuk
mempertahankan temperatur bottom, sedangkan sebagian yang lain digunakan
sebagai produk untuk blending fuel oil.
Terdapat side stream dari proses ini. Side stream akan menghasilkan
produk LVGO, MVGO, dan HVGO. LVGO dibagi menjadi dua aliran yaitu satu
aliran untuk refluks sedangkan aliran lain diambil sebagai komponen blending
untuk solar. MVGO dan HVGO akan didinginkan dengan heat exchanger.
Sebagian dari produk ini akan menjadi refluks kolom, sedangkan sebagian yang
lain akan menjadi feed untuk unit RFCCU. Sebagian MVGO juga dicampur
dengan LVGO untuk menjadi produk solar. Pada umpan, dilakukan injeksi
recycle yang mengandung HVGO dan vacuum residue. Recycle bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi umpan serta mempertajam produk gas oil.

3. Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU)


Tujuan utama proses cracking dari unit RFCCU adalah mengkonversi
Medium Vacuum Gas Oil dan Heavy Vacuum Gas Oil (MHVGO dan HVGO) dari
HVU dan minyak berat (long residue) menjadi produk minyak ringan yang
memiliki nilai lebih tinggi.
Produk utama yang dihasilkan keluaran dari RFCCU adalah :
a. Raw Propane-Propylene, sebagai bahan baku Polypropylene.
b. Propane dan Butane, sebagai komponen LPG.
c. Naptha (HOMC).
Selain itu, RFCCU juga menghasilkan produk sampingan, yaitu :
a. Dry gas sebagai refinery fuel gas.

b. Light cycle oil, sebagai thinner dan komponen blending LSWR.


c. Slurry sebagai komponen utama LSWR.
d. Coke yang terdeposit pada katalis.

Laporan Kerja Praktik 36


Politeknik Negeri Sriwijaya

A. Feed system
Umpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan long residue
dengan perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD long residue.
VGO yang berasal dari HVU dengan temperatur 220 0C dipompakan ke
vessel bersama-sama dengan long residue dari CD-II/III/IV/V dengan
temperatur 1500C.
Untuk mencapai temperatur yang sesuai untuk feed reactor maka
umpan tersebut dipanaskan di furnace sehingga mencapai temperatur 3310C.
sebelum masuk reaktor, umpan diinjeksi dengan antimony dengan kecepatan
0,75 – 2,1 kg/jam untuk mencegah adanya pengaruh metal content dalam
umpan terhadap katalis. Metal content tersebut dapat menyebabkan
deaktivasi katalis.

B. Reactor dan regenerator


Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 3310C
diinjeksikan ke dalam riser menggunakan 6 buah injector untuk direaksikan
dengan katalis dari regenerator pada temperatur 650 – 750 0C. Reaksi terjadi
pada seluruh bagian riser dengan temperatur 5200C. untuk memperoleh
sistem fluidisasi dan densitas yang baik, maka riser diinjeksikan dengan MP
steam. Di atas feed injectordipasang tiga buah MTC injector oil (HCO) atau
heavy naphta. HCO digunakan untuk menambah terbentuknya coke pada
katalis, sehingga dapat menaikkan temperatur regenerator, sedangkan heavy
naphta diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity.
Tiga buah cyclone mempunyai satu stage dipasang pada reaktor
dengan existing plenum chamber untuk meminimalkan terbawanya katalis
ke kolom fraksionasi. Stripping steam diinjeksikan ke daerah stripper untuk
mengurangi kadar minyak dalam katalis sebelum disirkulasikan ke regene -

rator. Hasil cracking yang berupa uap hidrokarbon dialirkan dari reaktor ke
main fractionator untuk dipisahkan fraksi-fraksinya.
Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke regenerator yang
dikontrol oleh Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk

Laporan Kerja Praktik 37


Politeknik Negeri Sriwijaya

memperlancar aliran spent catalyst di stand pipe maka dialirkan Control Air
Blower (CAB) dengan laju alir 7.000 kg/jam dengan tekanan 2,49 kg/cm2g.
Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada katalis
dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB). Flue gas hasil
pembakaran kemudian masuk ke lima buah cyclone yang memiliki dua
stage
untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. Flue gas dengan
temperatur 6760C yang keluar dari stack tersebut dimanfaatkan panasnya di
flue gas cooler untuk membangkitkan steam HHP. Temperatur dilute phase
sedikit lebih tinggi dari pada temperatur dense, yang disebabkan oleh adanya
reaksi oksidasi CO. Dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu
diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara pembakar. Semakin banyak
kandungan oksigen atau berkurangnya coke yang terbentuk, maka akan
tercapai kondisi temperatur dilute phase yang tinggi (>7000C) sehingga
terjadi kondisi after burning yang menyebabkan meningkatnya temperatur
secara mendadak sehingga dapat merusak peralatan dan catalyst lost melalui
stack.

C. Main fractionator
Gas hasil cracking dengan temperatur 5200C dialirkan ke
bottomkolom primary fractionator. Produk bawah dari primary
fractionator yang berupa slurry oil ditarik dengan pompa menuju ke HE
untuk memanaskan umpan. Produk atas (overhead vapour) dari primary
fractionator ditransfer ke bottom kolom secondary fractionator.
Produk bawah secondary fractionator yang berupa Light Crude
Oil(LCO) dibagi menjadi dua aliran yaitu internal reflux dan sebagai
umpan pada kolom stripper. Internal reflux dikembalikan ke kolom
primary absorber yang dikontrol oleh LIC 2005. Tujuh side stream dari

kolom secondary fractionator digunakan sebagai reflux dan Total Pump


Around (TPA). Reflux dikemballikan ke secondary fractionator yang
dikontrol oleh level control LIC 2006. Sedangkan TPA dipompakan ke
sponge absorber FLRS T-402 sebagai lean oil yang sebelumnya
didinginkan oleh HE FLRS E-405. Aliran TPA dikontrol oleh FIC 2003,
Laporan Kerja Praktik 38
Politeknik Negeri Sriwijaya

sedangkan temperatur dikontrol oleh TIC 2004 dengan mengoperasikan air


fan cooler FC E-21 (Top Pump Around Cooler). TPA kemudian
dikembalikan ke puncak kolom secondary fractionator setelah dicampur
dengan rich oil dari sponge absorber.
Overhead vapour dari kolom secondary fractionator yang berupa
gas dan gasoline dikondensasikan denganp partialcondenser setelah
dicampur dengan wash water. Condensed liquid dan vapour kemudian
ditampung dalam drum FC D-20.
Setelah dipisahkan dari kandungan air, condensed liquid dan vapour
tersebut ditampung dalam distillate drum FC D-7. Setelah dipisahkan
airnya, maka condensed liquid (unstabilized gasoline) ditarik dengan
pompa dan dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu sebagai overhead reflux
dan gasoline produk yang kemudian dikirim ke primary absorber FLRS
T401. Overhead reflux dikontrol oleh temperatur kontrol TIC-3 pada
puncak secondary fractionator.
Low pressure vapour (wet gas) dari distillate drum FC D-7
ditransfer ke wet gas compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan
kondensatnya di vessel compression suction drum FLRS D-401. Tekanan
main fractionator dikontrol oleh PIC-1 yang dipasang pada wet gas line.

2.2.3 Polypropylene Unit


Secara umum Kilang Polypropylene terdiri atas 2 (dua) unit produksi
yaitu:
1. Unit Purifikasi Propylene adalah unit yang mengolah Raw Propane
Propylene dari Fluid Catalytic Cracking Unit (FCCU) Kilang Sungai
Gerong menjadi propylene dengan kemurnian yang sangat tinggi.

2. Unit Polypropylene adalah unit yang mengolah propylene menjadi pellet


homopolymer polypropylene (polytam) sebagai bahan dasar pembuatan

Kilang polipropilen dapat dibagi menjadi 4 unit pengolahan, yaitu unit


purifikasi, unit polimerisasi, unit pelletizing dan unit bagging.

Laporan Kerja Praktik 39


Politeknik Negeri Sriwijaya

1. Unit Purifikasi

Unit ini bertugas untuk memurnikan Raw Propane-Propylene agar dapat


memenuhi spesifikasi bahan baku untuk reaksi polimerisasi. Unit ini terdiri dari
tahap ekstraktor DEA, ekstraktor NaOH, dryer, dan depropanizer. Raw Propane
Propylene yang berasal dari FCCU mengandung sekitar propylene sebesar 72 %,
17 % propana dan pengotor berupa SO2, merkaptan, CO, CO2 dan H2O.
Kapasitas pengolahan unit purifikasi propylene didesain sebesar 8,278
ton/jam atau 65.700 ton/tahun dan menghasilkan produk propilen sebesar 5,853
ton/jam atau 46.500 ton/tahun dengan kemurnian propilen 99,6 % mol minimum.
Bagian ini berfungsi untuk memurnikan Raw PP cair yang berasal dari
FCCU. Bahan baku Raw PP dari FCCU kilang Sungai Gerong yang dikirim
melalui pemompaan masuk ke Raw PP spherical tank. Selanjutnya Raw PP ini di
pompakan dengan Raw PP Pump menuju DEA extraction, aliran dikendalikan
oleh flow controller.
Raw PP dialirkan ke primary DEA extraction yang berisikan pall ring 1
½’’ untuk memperluas luas permukaan kontak antara Raw PP dengan DEA secara
berlawanan arah (counter current). Dengan proses yang sama primary DEA
extraction, Raw PP dialirkan menuju secondary DEA extraction, sehingga larutan
DEA akan mengekstrak hydrogen sulfida (H2S) dan carbon dioxide (CO2). DEA
yang mengandung impuritis tersebut dialirkan ke DEA regenerator untuk
memisahkan kembali hydrogen sulfida dan carbon dioxide dengan proses
stripping pada temperatur 120 oC dan tekanan 0,5 kg/cm2g. DEA yang telah
diregenerasi dialirkan kembali kekolomDEA extraction secara terus-menerus.
Selanjutnya Raw PP dialirkan menuju primary NaOH extraction non
regenerative kontak dengan larutan NaOH untuk mengekstrak mercaptan (RSH)

dan selanjutnya dialirkan menuju secondary NaOH extraction regenerative yang


secara counter current kontak dengan larutan NaOH. NaOH yang mengandung
zat pengotor tersebut dialirkan ke NaOH regenerator untuk memisahkan kembali
mercaptan dengan proses stripping pada temperatur 120 oC dan tekanan 0,5

Laporan Kerja Praktik 40


Politeknik Negeri Sriwijaya

kg/cm2g. NaOH yang telah diregenerasi dialirkan kembali ke kolom secondary


DEA Extractor secara terus-menerus.
Raw PP yang keluar dari proses ekstraksi dan telah dihilangkan kadar
sulfurnya, kemudian dimasukkan ke dryer melalui sand filter. Dryer untuk
menghilangkan kadar air dalam Raw PP. Raw PP yang telah dipisahkan dari zat
pengotor disebut treated PP yang selanjutnya dialirkan menuju Buffer Storage
Vesssel melewati pressure controller. Dari buffer storage vesssel, treated PP
diumpankan ke seksi depropanizer melalui depropanizer feed pump menuju
kolom pertama depropanizer dengan melewati flow controller. Pada depropanizer
column, PP akan terfraksionasi menjadi propana dan propilen dengan pemanasan
melalui depropanizer reboiler pada temperatur 70 – 75 oC dengan media pemanas
steam.

2. Unit Polimerisasi

Berfungsi untuk mengolah propylene menjadihomopolymer polypropylene


melalui reaksi polimerisasi. Unit polimerisasi terdiri dari beberapa seksi,
yaituseksi impurities propylene removal, seksi persiapan katalis, seksi
polimerisasi, dan seksi pengeringan.
Sedangkan tipe atau grade produksi polypropylene meliputi :
a. Film grade, banyak digunakan untuk bahan pembungkus makanan, barang-
barang, pakaian, rokok, dan sebagainya.
b. Injection molding grade, digunakan untuk machine parts, automotive part,
houseware, tray, cups, dan sebagainya.
c. Tape grade, digunakan untuk karung, straps, sheets, dan sebagainya.
d. Fiber grade, digunakan untuk filament seperti ropes, nets, carpets, textiles,
dan sebagainya.
e. Blow molding grade, digunakan untuk bottles, pipes, sheets dan sebagainya.

Spesifikasi Produk Polypropylene dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Spesifikasi Produk Polypropylene


Properties Units Grade
Injection Film Tape Fiber Blowing
Melt flow rate g/min 1,4–40 1,4–11 1,4–6,5 2,5–14 0,5

Laporan Kerja Praktik 41


Politeknik Negeri Sriwijaya

Density g/cc 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91


Isotatic index % 96–98 97–98 97–98 96–98 98
Hardness R 95–100 95–100 95–100 95–100 95
scale
o
Softening C 155 155 155 155 155
o
Deflection C 105–130 105–110 105–110 105-110 100
temp.
Sumber : PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju, 2012

Propilen dimasukkan ke light end stripper dimana pada kolom ini,


kandungan fraksi ringan seperti etana, metana, dan juga CO yang terbawa dalam
aliran dihilangkan. Dari kolom ini, propilen masuk ke dalam dehidrator dimana
pada alat ini, kandungan air yang masih tersisa dihilangkan lagi sampai kadarnya
mencapai maksimal 1 ppm. Keluaran dehidrator dimasukkan ke bagian COS
absorber untuk mengurangi kadarCOS yang masih tersisa. Dari absorber,
propylene dimasukkan ke bagian arsine removal untuk dihilangkan kandungan
arsinnya.

Setelah semua pengotor dihilangkan, propylene diinjeksikan ke dalam


reaktor I. Sebelum masuk ke reaktor I, pada sistem perpipaan diinjeksikan katalis
MC, katalis OF, hidrogen, dan nitrogen. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
terjadi prepolimerisasi yang berlangsung pada rentang temperatur 5–15 °C. Untuk
mencapai rentang temperatur yang dibutuhkan, campuran reaksi tersebut
didinginkan dengan menggunakan media pendingin etilen glikol. Temperatur pre–
polimerisasi yang rendah dapat memicu terjadinya penggumpalan pada sistem
perpipaan. Penggumpalan ini dapat terjadi karena bentuk fisik campuran reaksi
setelah pre-polimerisasi adalah berupa slurry. Didukung dengan temperatur yang

rendah, slurry ini akan dengan mudah menggumpal. Untuk mencegah terjadinya
hal ini, maka laju alir campuran reaksi yang menuju reaktor I harus lebih besar
daripada laju reaksi pre–polimerisasi.

Laporan Kerja Praktik 42


Politeknik Negeri Sriwijaya

Reaktor I merupakan wadah tempat terjadinya reaksi polimerisasi. Reaktor


ini memiliki bentuk vertikal seperti reaktor pada umumnya dan merupakan loop
reactor. Maksudnya yaitu bahwa pada reaktor ini, umpan yang masuk dari bagian
tengah reaktor akan mengalir turun ke bawah akibat gaya gravitasi lalu umpan
tersebut akan mengalir ke atas dengan bantuan motor pengaduk. Pada reaktor
ini,reaksi polimerisasi berlangsung pada fasa cair. Proses yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Campuran reaksi pre–polimerisasi diinjeksikan masuk ke reaktor dari
bagian tengah lalu ke dalam reaktor diinjeksikan pula katalis AT sedikit di atas
tempat masuk umpan. Selama reaksi polimerisasi berlangsung, pengadukan
dilakukan terus menerus. Produk reaksi yang dihasilkan (berupa slurry dan gas
hidrogen) dikeluarkan dari bagian bawah reaktor untuk kemudian dimasukkan ke
fine particle separation. Pada separator ini, gas hidrogen yang tidak bereaksi akan
dipisahkan dari slurry dengan cara kontak langsung dengan cairan propilen hasil
recycle. Gas hidrogen yang telah dipisahkan dimasukkan kembali ke reaktor I
sehingga dapat direaksikan kembali sedangkan slurry yang tersisa diumpankan ke
reaktor II.
Reaktor II tidak memiliki sistem pengadukan dan bentuk fisiknya seperti
lampu bohlam yang sangat besar. Pengadukan dilakukan oleh gas propylene yang
diinjeksikan dari bagian bawah reaktor. Pada dasarnya, di reaktor ini terjadi
pengeringan slurry bersamaan dengan reaksi polimerisasi lanjut. Oleh sebab inilah
reaksi polimerisasi pada reaktor II disebut reaksi berfasa gas. Lokasi injeksi slurry
dari reaktor I yaitu sedikit di atas bagian bawah reaktor II. Bersamaan dengan
masuknya slurry tersebut, dari bagian bawah reaktor II diinjeksikan pula gas
propilen (propylene fluidization gas) dengan menggunakan 2ndreactor circulation
gas blower. Hal ini menyebabkan slurry terfluidisasi, sehingga timbul efek
pengadukan. Saat slurry dan gas propylene terkontak secara langsung, terjadi

pertukaran panas yang menyebabkan slurry mengering dan terjadilah reaksi


polimerisasi lanjut yang berfasa gas. Setelah pengeringan dan reaksi polimerisasi
berlangsung, dihasilkanlah serbuk polipropilen yang akan dikeluarkan secara
intermittent dengan menggunakan sequence control system. Gas propilen yang
Laporan Kerja Praktik 43
Politeknik Negeri Sriwijaya

tidak bereaksi dialirkan kembali ke dalam reaktor II untuk bereaksi kembali.


Untuk mencegah terjadinya akumulasi gas inert, sebagian kecil gas dialirkan
menuju bagian flaring/ venting. Serbuk polypropylene yang berasal dari reaktor II
kemudian dimasukkan ke bagian pengeringan dengan tujuan untuk
menghilangkan pelarut heksana yang masih tersisa. Pengeringan ini dilakukan
sampai kadar heksana berada pada rentang 100–200 ppm mol. Gas heksana yang
dihasilkan disaring di bag filter kemudian dikeluarkan ke flaring/venting
sedangkan serbuk PP yang sudah kering dikirim ke bagian pelletizing/finishing.

3. Unit Pelletizing
Berfungsi untuk membentuk powder polypropylen menjadi pellet dengan
cara mencampur powder polymer dan additive, kemudian di-extrude pada
temperatur 236–241 °C dan memotong menjadi butir-butiran polypropylene
(pellet). Sebagai alat pemotong digunakan cutter (titanium atau stainless steel).
Sedangkan additive atau stabillizer yang digunakan disesuaikan dengan grade
produksi. Sebagai media pengalir powder atau pellet adalah gas nitrogen.
Polimer berbentuk bubuk yang keluar dari pengering kemudian
ditambahkan sejumlahstabillizer atau aditive dengan resep tertentu sesuai dengan
jenis polimer yang akan dihasilkan. Stabillizer tersebut ditimbang secara otomatis
dan dimasukkan kedalam pelletizer.
Stabillizer padatan dimasukkan kedalam stabillizer mixer, diaduk selama
waktu tertentu, kemudian dialirkan dan disimpan pada stabilizer hopper,dengan
pengaduk ringan pada tekanan atmosfir (nitrogen). Dari stabilizer hopperdialirkan
secara otomatis kedalam stabillizer measuring feeder dan diumpankan menuju
pelletizing system. Khusus DB-stabillizer digunakan DB-stabillizer hopper dan
DB-stabillizer measuring feeder, sedangkan AH-stabillizer dimasukkan kedalam

AH-stabillizer feed drumdan dipompakan secara kontinyu menuju pelletizing


system dengan menggunakan AH-stabillizer feed pump.
Tepung polypropylene dalam pelletizer dialirkan kedalam powder
measuring feeder dan diumpankan langsung menuju pelletizing system. Tepung
Laporan Kerja Praktik 44
Politeknik Negeri Sriwijaya

polypropylene dan stabillizer dicampur di dalam pelletizerselanjutnya di-extrude


melalui cetakan (die plate). Pada extruder campuran ini dipanaskan pada suhu
236–241 °C dan diputar dengan kecepatan 1000 rpm. Hal ini mengakibatkan
terbentuknya resin. Resin ini kemudian dipotong dengan alat potong
(cutter).Resin yang keluar dari cutter langsung dikontakkan dengan air pendingin
yang membuat resin tersebut berubah menjadi pellet. Pellet dibawa menuju ke
pellet screener dan melalui pelletdryer menuju ke pellet vibrating screen untuk
memisahkan pellet dari air dan over atau undersize. Screener memastikan pellet
yang dihasilkan berukuran sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Pellet yang
on size selanjutnya ditampung dalam pellet hopper dan dialirkan melalui transfer
pellet. Pellet ini kemudian masuk ke dalam silo dengan menggunakan gas N 2
sebagai gas pembawa.

4. Unit Bagging
Unit ini menampung dan mengantongi polytam. Pellet atau bijih plastik
yang dihasilkan unit pelletizing ditampung dalam silo yang berkapasitas total 840
ton.
Pellet silo adalah tempat penampungan produk polytam sebelum
dikantongi. Setelah diblending dan dilakukan pemeriksaan oleh bagian laborato-

rium, pellet selanjutnya dialirkan menuju bagging plant melalui rotary feeder dan
blower.
Pada bagging plant, pellet akan dikantongi secara otomatis dengan berat
25 kg per karung dan diberi nomor lot, baru kemudian ditampung di gudang
(ware house) dan siap untuk dijual atau dikirim ke konsumen.

2.3 Utilitas
Unit Utilitas merupakan sistem yang menunjang keberlangsungan proses
produksi pengolahan crude oil pada PT. PERTAMINA (PERSERO) RUIII. Sistem
utilitas disini juga tidak hanya memenuhi kebutuhan produksi di kilang tetapi juga
memenuhi kebutuhan perkantoran, pemukiman komplek Pertamina, serta juga
Laporan Kerja Praktik 45
Politeknik Negeri Sriwijaya

berperan di dalam proses pengolahan limbah. Berbagai kebutuhan yang ditunjang


oleh Unit Utilitas antara lain :
1. Air yang digunakan untuk proses, Boiler Feed Water (BFW), pendingin
(cooling water), dan bahan baku air minum.
2. Steam bertekanan dengan berbagai tekanan yakni 3,5 Kg/cm2 untuk deaerator,
8 Kg/cm2 untuk tracing, 15 Kg/cm2 untuk pemanas, dan 40 Kg/cm2 untuk
pasokan turbin.
3. Listrik digunakan untuk kebutuhan pabrik, perkantoran dan perumahan,
4. Udara kempa (udara bertekanan) sebagai bahan Instrument air, plant air, dan
N2 Plant.
5. Gas penunjang proses, seperti nitrogen plant yang memproduksi nitrogen cair
dan gas nitrogen.

2.3.1 Penyedian Air


Unit pengelolaan air adalah sebuah unit yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air proses dan air operasi. Air yang diolah berasal dari sungai komering
dengan kapasitas air 15.000 ton/hari. Air yang telah dihisap oleh pompa ini
kemudian dilakukan pengolahan agar air ini dapat digunakan untuk proses,
pendingin dan air minum. Adapun proses pengolahan air pada PT. PERTAMINA
(PERSERO) RUIII,meliputi :

a. Water Tretment Unit


Water Tretment Unit merupakan unit pengolah yang menghasilkan air
untuk treated water, service water dan drinking water. Treated water adalah air
yang akan digunakan untuk proses pendingin atau sebagai air umpan boiler untuk

menghasilkan steam. Sedangkan servicewater merupakan air yang digunakan


langsung dalam proses pengolahan, baik untuk umpan reaktor ataupun sebagai
pelarut.
Proses pengolahan air pada Water Tretment Unit (WTU) terdiri dari
beberapa unit, yaitu unit clarifier yang dilengkapi dengan pengaduk, unit
sandfilter, dan concrete clear well tank. Air dari raw water akan dialirkan meuju

Laporan Kerja Praktik 46


Politeknik Negeri Sriwijaya

clarifier. Proses utama yang terjadi pada unit ini adalah koagulasi, flokulasi, dan
sedimentasi. Bahan kimiayang digunakan dalam pengolahan air ini antara lain,
aluminium sulfat (Al2(SO3)4) untuk terbentuknya flok, polyelectrolite untuk
mempercepat pada proses koagulasi, dan NaOH sebagai Ph adjuster.
Air yang berasal dari clarifier akan mengalir kedalam bak spliter
kemudian menuju sand filter secara gravitasi untuk proses filtrasi agar pengotor
yang masih terdapat di dalam air dapat dihilangkan. Kemudian airyang telah
jernih akan mengalir ke clearwell tank dan siap untuk didistribusikan untuk feed
pada demin plat, make up colling water dan air minum

b. Demineralization Plant
Pada unit demin plant dilakukan pengolahan air untuk air umpan boiler
dengan cara menghilangkan kesadahan air (demineralisasi). Proses demineralisasi
yang dilkukan yaitu dengan cara melewatkan air pada cation exchanger, anion
exchanger dan mixed bed. Berikut merupakan diagram alir sederhana dari unit
Demineralization Plant ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Laporan Kerja Praktik 47


Politeknik Negeri Sriwijaya

Sumber : Pertamina RU III Plaju, 2012


Gambar 5 Unit Penukar Ion Demineralization Plant

Air yang digunakan sebagai umpan pertama-tama dialirkan pada carbon


filter. Hasil dari penyaringan dari carbon filter sebagian dialirkan ke dalam tangki
air minum dan sebagian yang dialirkan ke dalam cation exchangerdengan
tujuanmenghilangkan kation-kation didalam air seperti Ca2+, Mg2+, Na2+, Fe da K+
yang dapat mengakibatkan timbulnya kerak-kerak/scale/deposit dalam peralatan
sehingga proses perpindahan terganggu. Anion exchanger digunakan untuk
menghilangkan anion-anion dala air seperti SO42-, Cl-, HCO3 diganti dengan ion
H+. air yang telah melewati ion exchanger masuk kedalam mixed bed untuk
menyerap ion-ion yang masih terdapat di dalam air. Selanjutnya air siap
digunakan sebagai umpan boiler.

2.3.2 Pembangkit Listrik


PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III mempunyai 3 pembangkit
listrikyaitu gas turbin sebanyak 3 buah dengan masing–masing kapasitas 31,1
MW, steam turbin dengan kapasitas 3,2 MW dan Diesel generator 0,75 MW. Gas
turbin merupakan unit yang bertugas untuk menghasilkan listrik berfrekuensi 50
Hz untuk pemakaian di kilang, perkantoran, dan perumahan Plaju dan Sungai
Gerong.
Listrik yang digunakan setiap harinya pada PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III
yaitu sebesar 32 MW. Pada gas turbin bahan bakar yang digunakan pada unit ini
aitu fuel gas yang diperoleh dari prabumulih melalui system pemipaan dan diolah

Laporan Kerja Praktik 48


Politeknik Negeri Sriwijaya

di Light End Unit. Dalam pengopersian Steam turbine menggunakan steam yang
bertekanan 8,5 kg/cm2 untuk menghasilkan listrik. Steam turbine dioperasikan bila
terjadi masalah dengan gas turbine. Sedangkan bila terjadi masalah dengan kedua
pembangkit listrik, maka secara otomatis diesel generator akan beroperasi. Diesel
generator menggunakan diesel oil sebagai bahan bakar.

2.3.3 Sistem Bahan Bakar


Di samping penyediaan steam dan listrik unit utilitas juga bertugas
menyediakan bahan bakar yaitu Fuel Gas System, Heavy Fuel Oil dan Diesel
Fuel. bahan bakar Fuel gas didapat dari lapangan eksplorasi Prabumulih dengan
tekanan 10 kg/cm2. Fuel gas digunakan untuk bahan bakar di WHRU unit (2010
U, A/B/C) dab Package Boiler, 2011(A/B).
Heavy Fuel Oil diperoleh dari kilang dan ditampung pada tangki 2075 F,
dari tangki ini dipompakan ke unit yang membutuhkan setelah melalui Stainler
dan Heater. Sistem ini dilengkapi dengan akumulator untuk menjaga agar Fuel
Oil tetap mengalir jika pompa berhenti. Akumulator ini hanya mampu
mengalirkan Fuel Oil selama lima menit.
Diesel Fuel sama dengan Heavy Fuel, diperoleh dari kilang dan ditampung
pada tangki 2074 F. Diesel Fuel ini digunakan untuk start-up Turbine Gas
Generator dan sebagai back up atau pengganti gas lapangan bila terjadi gangguan
pada supplygas dari lapangan.

2.3.4 Boiler Utility


Boiler adala suatu perangkat mesin yang berfungsi untuk mengubah air
menjadi steam (uap air). Boiler yang digunakan oleh PT. PERTAMINA
(PERSERO) RUIII adalah boiler dengan jenis Water Tube. Boiler ini digunakan
oleh karena keburtuhan steam dan tekanan steam sangat tinggi dengan kapasitas
bisa mencapai 4500-12000 kg/jam.
Unit pembangkit steam utilitas Plaju memiliki kapsitas 50 ton/jam dengan
tekanan 42,2 kg/cm2 dengan temperatur 3900C. Adapun Komponen-komponen
utama dari boiler water tube adalah :

1. Furnace

Laporan Kerja Praktik 49


Politeknik Negeri Sriwijaya

Komponen ini merupakan tempat pembakaran bahan bakar. Beberapa bagian


dari furnace diantaranya : refractory, ruang perapian, burner, exhaust for flue
gas, charge and discharge door.
2. Steam Drum
Komponen ini merupakan tempat penampungan air panas
3. Superheater
Komponen ini merupakan tempat pengeringan steam dan siap dikirim
melalui main steam pipe dan siap untuk menggerakkan turbin uap atau
menjalankan proses industri.
4. Air Heater
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk
memanaskan udara luar yang diserap untuk meminimalisasi udara yang
lembab yang akan masuk ke dalam tungku pembakaran.
5. Economizer
Komponen ini merupakan ruangan pemanas yang digunakan untuk
memanaskan air dari air yang terkondensasi dari system sebelumnya maupun
air umpan baru.
6. Safety valve
Komponen ini merupakan saluran buang steam jika terjadi keadaan dimana
tekanan steam melebihi kemampuan boiler menahan tekanan steam.
7. Blowdown valve
Komponen ini merupakan saluran yang berfungsi membuang endapan yang
berada di dalam pipa steam.

2.3.5 Pengolahan Limbah


2.3.5.1 Potensi Limbah
Proses pengolahan limbah sangat diperlukan oleh suatu industri karenabila
tidak diolah dengan benar,limbah yang berbentuk padat, cair dan gas tersebut
dapat mencemari lingkungan dan memberikan dampak yang buruk pada lingku -

Laporan Kerja Praktik 50


Politeknik Negeri Sriwijaya

ngan tersebut. Berikut ini adalah berbagai macam jenis limbah yang terdapat diPT.
PERTAMINA (PERSERO) RU III :
1. Limbah Cair
Berikut ini limbah cair yang dihasilkan PT.PERTAMINA (PERSERO)
RU III Plaju :
1. Air buangan CDU dan Catalytic Cracking
2. Air buangan Caustic Treater
3. Air kondensat dari HVUyang menggunakan Steam Ejector
4. Drain pompa-pompa akumulator
5. Air pendingin
6. Boiler Water
7. Cooling Water
8. Water Treating Plant
9. Backwash Demint Water Plant

2. Limbah Gas
Berikut ini limbah gas yang dihasilkan PT.PERTAMINA (PERSERO)
RU III Plaju :
1. Fuel Gas dari pembakaran di Furnace I, Boiler
2. Buangan gas dari gas turbin
3. Flare
4. LPG Markapan Injection
5. Tangki Asam Asetat

3. Limbah Padat
Berikut ini limbah padat yang dihasilkan PT.PERTAMINA (PERSERO)
RU III Plaju :
1. Coke
2. Oil Sludge ex Tankage
3. Dissolved Air Flotation Sludge
4. Catalyst Spent

5. Separator Sludge

2.3.5.2 Pengolahan Limbah


Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan tidak langsung dibuang ke
lingkungan karena dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, PT.

Laporan Kerja Praktik 51


Politeknik Negeri Sriwijaya

PERTAMINA (PERSERO) RU III Plaju melakukan pengolahan limbah sebelum


dibuang kelingkungan yang berguna untuk mengurangi potensi kerusakan
lingkungan oleh limbah. Berikut ini adalah beberapa metode pengolahan limbah,
yaitu :
1. Pengolahan Limbah Cair
Limbah sebelum dibuang ketempat pembuangan akhir dilakukan
treatment supaya tidak memberikan dampak yang merugikan lingkungan.
Penanganan limbah dan sistem pembuangan suatu industri yang akan dibangun
harus direncanakan sejak awal dan sedini mungkin. Pengelolahan limbah cair
terbagi dalam 2 pengolahan yaitu:
1. Physical Treatment, antara lain : Separator, Filtration, Adsorption, Settling,
Cyclone.
2. Chemical treatment, antara lain : aerasi, dissolved air flotation.
Beberapa system pengolahan limbah di PT. Pertamina RU III di bagi
dalam 5 komponen berdasarkan perbedaan kerapatan atau gravitasi, dapat dilihat
pada (Tabel 11) dibawah ini :

Tabel 11 Sistem Pengelolahan Limbah


Oil Content in Waste System/Proses
Water (ppm)
1000-5000 API Separator
30-1000 CPI Separator
5-30 Air Flotation
1-10 Activated Sludge
0-5 Activated Carbon
Sumber : Proses Unit Produksi Utilitas,Pertamina RU III Plaju, 2013

Pemisahan minyak dan air atas dasar perbedaan kerapatan atau gravitasi
(Physical Treatment) untuk oil trap, API Separator dan CPI Separator. Dikilang

Plaju/Sungai Gerong dikenal dengan nama Oil Caycher/Oil Separator. Sebelum


air buangan tersebut mengalir sewer existing dan selanjutnya dibuang kesungai
melalui Oil Cather, air buangan yang mengandung minyak dialirkan ke CPI
(Corrugated Plate Interceptor) yang sudah terpasang di CDU.
Pada CPI minyak yang terkandung di Oil Water tersebut dipisahkan oleh
Skimmer, kemudian dialirkan ke Oil Sump. Minyak yang telah terpisah
Laporan Kerja Praktik 52
Politeknik Negeri Sriwijaya

dipompakan ke tangki Slop Oil untuk diolah kembali. sedangkan air yang berada
di bawah akan dibuang ke Sungai Komering atau Sungai Musi. Kilang Plaju
memiliki delapan OC dan kilang Sungai Gerong memiliki dua oil separator (OS).
Limbah ini memiliki standar bahan baku mutu sebelum dibuang ke lingkungan
atau dikirim untuk diolah lebih lanjut.

Tabel 12 Standar bahan Baku Mutu Limbah Cair


Parameter Kadar Max Beban Pencemaran
Max
BOD 1000 mg/L 120 g/cm3
COD 200 mg/L 240 g/cm3
Minyak dan 25 mg/L 30 g/cm3
Lemak
Sulfida 1 mg/L 1,2 g/cm3
Phenol Total 1 mg/L 1,2 g/cm3
Cr6 0.5 mg/L 0.6 g/cm3
NH3-N 10 mg/L 1,2 g/cm3
Ph 6-9
Sumber : Unit Produksi Utilitas, Pertamina RU III Plaju, 2013

2. Pengolahan Limbah Gas


Kadar CO dapat dikurangi dengan jalan memperbaiki sistem pembakaran,
dilakukan menggunakan udara yang melebihi kebutuhan (excess air), sehingga
pembakaran berlangsung sempurna.

Reaksi : CO + O2 CO2

Particular dapat diambil dengan bantuan peralatan, antara lain : Dust,


Collector, Cyclone, Scrubber, Filter atau pun Electrostatic Prescipitator. Sebagai

salah satu contoh di FCCU telah terpasang Cyclone di unit Regenerator dan
Reactor yang berfungsi untuk mengurangi emisi particular.

3. Pengolahan Limbah Padat


Penanganan sludge dan slop mengacu SK Pertamina No. Kpts
70/C0000/91-B1 tanggal 1 Maret 1991 bahwa :

Laporan Kerja Praktik 53


Politeknik Negeri Sriwijaya

“Sludge yang mengandung minyak perlu diadakan proses pemisahan minyaknya


terlebih dahulu dengan pemanasan dan filtrasi bertekanan, minyak yang terpisah
dari sludge tersebut dapat diproses kembali atau dicampur dengan minyak mentah
atau minyak slope.”

Laporan Kerja Praktik 54


Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tinjauan Umum Furnace


Furnace adalah suatu alat yang berfungsi untuk memindahkan panas
(kalor) yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang berlangsung dalam
suatu ruang pembakaran (combustion chamber) ke fluida yang dipanaskan dengan
mengalirkannya melalui pipa-pipa pembuluh (tube). Tujuan dari pemindahan
panas hasil pembakaran ke fluida adalah agar tercapai suhu operasi yang
diinginkan pada proses berikutnya. Sumber panas furnace berasal dari
pembakaran antara bahan bakar cair (fuel oil) atau bahan bakar (fuel gas) dengan
udara yang panasnya digunakan untuk memanaskan crude oil yang mengalir di
dalam tube.
Furnace memiliki struktur bangunan plat baja (metal) yang bagian
dalamnya dilapisi oleh material tahan api, batu isolasi, dan refractory yang
fungsinya untuk mencegah kehilangan panas serta dapat menyimpan sekaligus
memantulkan panas radiasi kembali ke permukaan tube yang dikenal dengan
“Fire Box” atau “Combustion Chamber”. Furnace pada dasarnya terdiri dari
sebuah ruang pembakaran yang menghasilkan sumber kalor untuk diserap
kumparan pipa (tube coil) yang didalamnya mengalir fluida. Dalam konstruksi ini
biasanya tube coil dipasang menelusuri dan merapat ke bagian lorong yang
menyalurkan gas hasil bakar (flue gas) dari ruang bakar ke cerobong asap (stack).
Perpindahan kalor di ruang pembakaran terutama terjadi karena radiasi disebut
seksi radiasi (radiant section), sedangkan di saluran gas hasil pembakaran
terutama oleh konveksi disebut seksi konveksi (convection section). Untuk
mencegah supaya gas buangan tidak terlalu cepat meninggalkan ruang konveksi
maka pada cerobong sering kali dipasang penyekat (damper). Perpindahan panas
kalor melalui pembuluh dikenal sebagai konduksi.

Laporan Kerja Praktik 55


Politeknik Negeri Sriwijaya

Gambar 6 Furnace dan komponen furnace

3.2 Klasifikasi Furnace


Klasifikasi jenis furnace dapat digolongkan atas orientasi kumparan atau
susunan pipa pemanasnya dan fungsi furnace tersebut. Ada tiga jenis klasifikasi
dasar dari furnace, yaitu :
a. Tipe Box (Box Furnace)
Dapur tipe box mempunyai bagian radiant dan konveksi yang dipisahkan
oleh dinding batu tahan api yang disebut bridge wall. Burner dipasang pada ujung
dapur dan api diarahkan tegak lurus dengan pipa atau dinding samping dapur (api
sejajar dengan pipa). Dapur jenis ini jarang digunakan karena perhitungan
ekonomi/ harganya mahal.
Aplikasi dapur tipe box :
1) Beban kalor berkisar 60-80 MM Btu/Jam atau lebih.
2) Dipakai untuk melayani unit proses dengan kapasitas besar.
3) Umumnya bahan bakar yang dipakai adalah fuel oil.
4) Dipakai pada instalasi-instalasi tua, adakalanya pada instalasi baru yang
mempunyai persediaan bahan bakar dengan kadar abu (ash) tinggi.

Keuntungan memakai dapur tipe box :


1) Dapat dikembangkan sehingga bersel 3 atau 4.

2) Distribusi fluks kalor merata disekeliling pipa.

Laporan Kerja Praktik 56


Politeknik Negeri Sriwijaya

3) Ekonomis untuk digunakan pada beban kalor diatas 60-80 MM Btu/Jam.

Kerugian memakai dapur tipe box :


1) Apabila salah satu aliran fluida dihentikan, maka seluruh operasi dapur
harus dihentikan juga, untuk mencegah pecahnya pipa (kurang fleksibel).
2) Tidak dapat digunakan memanasi fluida yang harus dipanasi pada suhu
tinggi dan aliran fluida yang singkat.
3) Harga relative mahal.
4) Membutuhkan area relative luas.
5) Pelaksanaan pemeliharaan lebih sulit, karena pipa pembuluh tersusun
mendatar.

b. Tipe Silindris Tegak (Vertical)


Furnace ini mempunyai bentuk konstruksi silinder dan bentuk alas
(lantai) bulat. Tube dipasang vertical ataupun konikal. Burner dipasang pada lantai
sehingga nyala api tegak lurus ke atas sejajar dengan dinding furnace. Furnace
ini dibuat dengan atau tanpa ruang konveksi. Jenis pipa pemanas yang dipasang di
ruang konveksi biasanya menggunakan finned tube yang banyak digunakan pada
furnace dengan bahan bakar gas.
Aplikasi dapur tipe silindris :
1) Digunakan untuk pemanasan fluida yang mempunyai perbedaan suhu
antara inlet dan outlet tidak terlalu besar atau sekitar 2000F (900C).
2) Beban kalor berkisar antara 10 s.d. 200 GJ/jam.
3) Umumnya dipakai pemanas fluida umpan reaktor.

Keuntungan memakai dapur tipe silindris :


1) Konstruksi sederhana, sehingga harganya relatif murah.
2) Area yang diperlukan relative kecil.
3) Luas permukaan pipa dapat tersusun lebih besar sehingga thermal
efisiensinya lebih tinggi.

4) Ekonomis untuk bahan bakar sekitar 60-80 MM Btu/Jam.

Kerugian memakai dapur tipe silindris :


1) Kapasitas feed relative kecil.
2) Plot area minimal dan perlu pengoperasian yang lebih hati-hati.
3) Pada kasus dimana kapasitas dapur kecil dan kurang efisien.
Laporan Kerja Praktik 57
Politeknik Negeri Sriwijaya

c. Tipe Kabin (Cabin)


Furnace ini mempunyai bagian radiasi pada sisi-sisi samping dan sisi
kerucut furnace. Bagian konveksi dibagian atas furnace, pipa konveksi pada baris
pertama disebut shield section (pelindung). Susunan tube dari tipe ini adalah
horizontal merapat pada dinding dapur atau penyekatnya (baffle). Ruang
pembakaran umumnya berbentuk kotak (kabin) yang seringkali diberi penyekat
dibagian tengah dengan tujuan meratakan temperatur pembakaran di seluruh tube
dan memberikan pemanasan bertahap. Burner dipasang pada lantai furnace dan
menghadap ke atas sehingga arah pancaran api maupun flue gas tegak lurus
dengan susunan tube, adakalanya burner dipasang horizontal.
Keuntungan memakai dapur tipe kabin :
1) Bentuk konstruksi kompak dan mempunyai thermal efisiensi yang tinggi.
2) Beban panas sekitar 20-300 MM Btu/Jam.
3) Pada dapur tipe kabin bersel, memungkinkan pengendalian operasi secara
terpisah (fleksibel).

3.3 Sistem Draft


Pengertian draft dalam hal ini adalah tekanan hampa (vakum) di dalam
ruang furnace. Fungsi draft adalah untuk penyedian udara pembakaran dan untuk
melepaskan gas asap hasil pembakaran dari dalam furnace. Penyedian udara
pembakaran hanya dapat diperoleh apabila ada suatu perbedaan tekanan yang
cukup antara bagian atas dan bagian bawah ruang pembakaran.
Metode tarikan udara secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Draft Alami (Natural Draft)


Gas hasil pembakaran yang berada dalam ruang pembakaran dan cerobong
(stack) mempunyai temperatur yang tinggi sehingga rapat molekulnya sangat kecil
dibandingkan dengan udara luar (atmosfer). Keadaan ini akan menyebabkan gas
buang mengalir ke atas dengan sendirinya sehingga menimbulkan gaya angkat
secara alami. Akibat gaya angkat tersebut menimbulkan sedikit vakum atau draft

Laporan Kerja Praktik 58


Politeknik Negeri Sriwijaya

(beda tekan negatif terhadap atmosfer) yang akan menghisap aliran udara
atmosfer ke dalam ruang pembakaran. Jadi natural draft ini akan menghisap udara
pembakaran masuk ke ruang pembakaran dan mengangkat gas hasil pembakaran
hingga terbuang. Besarnya draft adalah fungsi dari tingginya stack, semakin tinggi
stack maka draft yang dihasilkan semakin tinggi juga. Kebocoran pada stack akan
mengurangi draft tersebut. Burner menggunakan udara pembakaran dengan
sistem langsung / secara natural dengan perbedaan draft.

b. Draft Induksi (Induction Draft)


Udara untuk pembakaran masuk ke ruang pembakaran karena adanya
tarikan atau isapan blower. Udara dari ruang pembakaran diisap oleh blower yang
dipasang pada stack dan selanjutnya keluar melalui stack. Akibat isapan blower,
tekanan draft akan terjadi didalam ruang pembakaran dan udara pembakaran akan
masuk ke ruang pembakaran.

c. Draft Paksa (Forced Draft)


Udara untuk pembakaran masuk ke ruang furnace dengan menggunakan
tenaga mekanis, yaitu blower. Adanya tekanan udara dari blower menyebabkan
tekanan udara didalam ruang pembakaran menjadi naik. Blower diletakkan
sebelum ruang pembakaran dan udara didorong ke dalam ruang api bersama-sama
dengan bahan bakar minyak atau gas. Kelebihan tekanan udara di dalam ruang
dapur akan keluar melalui stack (cerobong).

d. Draft Berimbang (Balance Draft)


Furnace ini menggunakan dua jenis blower, yang dipasang sebagai forced
draft dan induced draft. Walaupun biayanya menjadi mahal, tetapi mempunyai
keuntungan aliran udara dan gas buang (flue gas) dapat diatur dan dibuat
seimbang (balance).

Laporan Kerja Praktik 59


Politeknik Negeri Sriwijaya

3.4 Komponen-komponen Furnace FC F-2


1. Instrumentasi
Fungsi dari instrumentasi ialah untuk mengatur proses yang sedang
terjadi di dalam furnace seperti mengetahui temperatur minyak yang sedang
dipanaskan. Berikut alat instrumentasi pada furnace :
a. Deteksi temperature
Alat ini biasanyan dipasang pada furnace untuk memperlihatkan jumlah
suhu di dalam ruang pembakaran serta area konveksi dan jalur gas hasil
dari pembakaran.
b. Draft
Berfungsi untuk mengatur beda tekanan yang terjadi di dalam ruang
pembakaran dengan tekanan yang berada diluar. Hal ini untuk mencegah
masuknya udara kedalam ruang pembakar.
c. Sampling connection
Berfungsi untuk mengetahui kesempurnaan proses pembakaran dengan
cara menganalisa kandungan oksigen, karbon dioksida dan karbon
monoksida. Setelah hasil dari sampel telah diketahui maka kita akan lebih
mudah mengetahui kesempurnaan proses pembakaran di dalam ruang
bakar apakah telah sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan.

2. Tubes
Perangkat ini merupakan bagian yang paling penting dalam struktur
furnace karena komponen ini berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluida
yang akan dipanaskan. Tube disusun sedemikian rupa dan dihubungkan satu
sama lain dengan sambungan U. Fluida yang akan dipanaskan dialirkan di

dalam tube selanjutnya menuju area panas konveksi dan turun ke area radiasi
kemudian akan keluar sebagai fluida yang panas.

3. Cerobong (stack)
Berfungsi sebagai tempat pembuangan gas hasil pembakaran. Biasanya
tinggi cerobong ditentukan berdasarkan dengan perhitungan draft di dalam
ruang pembakaran sehingga gas hasil pembakaran tidak mencemari udara
sekitar. Bahan yang digunakan untuk struktur cerobong biasanya terbuat dari
Laporan Kerja Praktik 60
Politeknik Negeri Sriwijaya

pelat baja karbon dan bagian dalamnya dilapisi dengan insulatin refractory
dari jenis fire brick dan castable.

4. Dinding furnace dan insulation


Umumnya dinding pada furnace dibuat dari berbagai macam lapisan,
pada lapisan luar terbuat dari pelat baja dan lapisan dalam dilapisi dengan
insulation yang tahan panas dan tahan terhadap api. Fungsi dari insulation
adalah untuk meminimalisir adanya kehilangan panas melalui dinding furnace.

5. Burner
Burner berfungsi untuk melaksanakan pembakaran pada bahan bakar
yang terdiri dari campuran gas dan udara. Gas dan udara harus bercampur
dengan baik pada jumlah tertentu sehingga proses pembakaran dapat terjadi
dengan baik. Apabila bahan bakar berbentuk cair (fuel oil) maka terlebih
dahulu dipanaskan agar uapnya dapat mengalami kontak dengan udara
sehingga akan lebih mudah terbakar.

6. Tube support
Tube support atau penyangga tube berfungsi untuk menyannga tube
furnace agar tidak melengkung akibat dari panas pembakaran pada saat
operasi. Tube yang melengkung memiliki beberapa akibat yaitu, tube dapat
menempel pada dinding furnace dan mempengaruhi kinerja tube-tube lainya.

7. Stack damper
Stack damper berfungsi untuk mengatur draft diruang pembakaran.
Jika damper dibuka dengan lebar, maka udara pembakaran akan bertambah
sehingga pembakaran sempurna dapat terjadi dan efisiensi furnace menjadi
kecil. Damper diatur sedemikian rupa sehingga dapat mencapai keadaan
optimal antara kesempurnaan pembakaran dan efisiensi panasnya.

8. Jendela pengamat
Laporan Kerja Praktik 61
Politeknik Negeri Sriwijaya

Jendela pengamat berfungsi untuk mengamati keadaan didalam


furnace. Hal yang dapat teramati melalui jendela pengamat adalah nyala
api(flame pattern), keadaantube, keadaan refractory, dinding furnace, keadaan
tube support dan instrumentasi.

9. Udara primer dan udara sekunder


Udara primer adalah udara yang langsung dicampur dengan bahan
bakar didalam burner. Udara sekunder adalah udara yang diperlukan untuk
pembakaran selanjutnya yang masuk melalui bagian samping burner. Fungsi
dari udara primer adalah untuk pembakaran, sedangkan fungsi dari udara
sekunder adalah untuk membentuk nyala api yang sempurna.

10. Oxygen analyzer


Oxygen analyzer berfungsi untuk mengetahui kandungan oksigen
dalam flue gas. Dari pembacaan hasil analisa tersebut, dapat diketahui menge-
nai kesempurnaan pembakaran yang berlangsung didalam ruang pembakaran.

3.5 Efisiensi Furnace


Pengertian efisiensi dalam hal ini adalah banyaknya panas yang
diserap oleh feed berbanding dengan panas hasil pembakaran. Dikatakan
efisiensi, yaitu apabila operasi furnace selalu dalam kondisi baik atau tidak
ada peralatan yang rusak serta dapat menghasilkan panas yang optimal dan
dapat menghemat bahan bakar.

Untuk meningkatkan efisiensi suatu furnace, ada beberapa hal yang


perlu dilaksanakan, yaitu :
- Reaksi pembakaran yang terjadi harus sempurna
- Panas pembakaran dari bahan bakar harus dapat diterima dengan merata
oleh fluida
- Excess air pada burner harus dibuat sekecil mungkin dan optimum
- Dinding furnace harus dilengkapi dengan isolasi yang baik
- Memasang Air Pre-heater
- Memperkecil panas yang hilang baik melalui stack (cerobong) maupun
dinding furnace

Laporan Kerja Praktik 62


Politeknik Negeri Sriwijaya

Pada furnace yang terdapat di kilang. Di harapkan pembakaran yang


terjadi adalah pembakaran sempurna sehingga akan diperoleh nilai kalor/panas
yang optimal. Untuk mengetahui bahwa pembakaran di furnace berlangsung
dengan baik dan efisiensi, perlu diperhatikan dan dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
- Pemakaian bahan bakar
Pada operasi normal, pemakaian bahan bakar furnace dapat
dikontrol dengan jumlah feed yang diolah, tetapi untuk jumlah udara yang
sedikit, pemakaian bahan bakar dapat dikontrol dari bentuk nyala api.
Bahan bakar yang digunakan di furnace FC F-2 adalah Fuel gas.

- Udara berlebih
Udara berlebih atau excess air merupakan kelebihan udara. Untuk
memeriksa kelebihan udara di furnace, digunakan alat orsat atau oxygen
analyzer, tetapi pemeriksaan dengan kedua alat tersebut belum menjamin
bahwa oksigen didalam furnace cukup karena kadar oksigen yang tinggi
dari hasil pemeriksaan dengan kedua alat tersebut bisa juga berasal dari
kebocoran tubing sample. Excess air atau udara berlebih pada pembakaran
furnace kilang berfungsi untuk meyakinkan bahwa terjadi pembakaran
sempurna.

Campuran yang sempurna antara bahan bakar dan jumlah udara


yang diperlukan tidak dapat dicapai dalam furnace, oleh karena itu
diperlukan excess air untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna.
Excess air didefinisikan sebagai perbandingan udara berlebih terhadap
udara yang dibutuhkan.

- Kehilangan panas
Panas hasil pembakaran tidak seluruhnya dapat diserap oleh fluida
dalam tube karena ada panas yang hilang melalui dinding furnace atau
cerobong. Kehilangan panas melalui dinding furnace dipengaruhi oleh
temperature disekeliling furnace, daya hantar batu tahan api yang
digunakan, dan tidak dilengkapi bahan isolator (refractory) yang baik.
Kehilangan panas melalui cerobong dipengaruhi oleh kapasitas dan
kecepatan pembakaran lewat cerobong, panas yang hilang melalui
Laporan Kerja Praktik 63
Politeknik Negeri Sriwijaya

cerobong dapat diketahui dari komposisi gas hasil pembakaran dengan


analisa orsat dan komposisi excess air. Semakin banyak excess air, maka
panas yang hilang akan semakin besar.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi nilai efisiensi furnace, antara lain yaitu :
1. Jumlah molekul O2 yang ikut terbakar dalam proses pembakaran.
2. Temperatur stack.
3. Deposit / fouling pada tube yang terdapat di furnace.
4. Perbedaan tekanan furnace dengan tekanan luar di sekitar stack.

Laporan Kerja Praktik 64


Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB IV
TUGAS KHUSUS

4.1 Judul Tugas Khusus


“Evaluasi Kinerja Furnace FC F-2 Pada Unit RFCCU (Riser
Fluidized Catalytic Cracking Unit) di PT. Pertamina (Persero) RU III ”

4.2 Latar Belakang


Furnace atau dapur pada PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-
Sungai Gerong adalah jantung dari segala aktivitas dipabrik terutama pada
RFCCU (Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit), panas yang dihasilkan
furnace atau dapur digunakan untuk proses pemanasan feed sebelum
masuk ke Regenerator-Reaktor.
Furnace adalah salah satu alat bantu untuk melakukan operasi
pertukaran panas di industri. Tujuan dari perpindahan panas hasil
pembakaran ke fluida adalah agar tercapai suhu operasi yang diinginkan
pada proses berikutnya. Sumber panas furnace dari pembakaran antara
bahan bakar gas (fuel gas) dengan udara yang panas digunakan untuk
memanaskan crude oil yang mengalir ke tube. (Mc.Cabe, 1999)
Furnace atau dapur pada dasarnya merupakan alat transfer panas
yang digunakan untuk memanaskan cairan atau fluida sampai suhu
tertentu sesuai dengan perencanaan proses yang diinginkan. Panas tersebut
diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar dengan udara.
Fungsi furnace adalah untuk memindahkan panas yang
ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar dari burner ke dalam minyak
umpan yang mengalir di dalam furnace tube atau pipa dapur.

4.3 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk menentukan efisiensi
furnace melalui perhitungan berdasarkan data aktual RFCC kilang CD&L
di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong.

Laporan Kerja Praktik 65


Politeknik Negeri Sriwijaya

4.4 Manfaat
Adapun manfaat yang didapat dari menghitung efisiensi furnace
RFCCU pada PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong adalah
sebagai berikut :
1. Mengenal unit dan peralatan industry khusunya furnace
2. Mengetahui efisiensi secara aktual
3. Menambahwawasan tentang furnace dan aplikasinya di industri
4. Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi furnace

4.5 Perumusan Masalah


Dilihat dari latar belakang diatas maka perumusan permasalahannya
sebagai berikut:
1. Bagaimana efisiensi Furnace FC F-2 Pada Unit RFCCU di PT.Pertamina
(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong?
2. Apakah ada perbedaan antara efisiensi furnace secara teoritis dan actual?

4.6 Pemecahan Masalah


4.6.1 Langkah Perhitungan
Dalam perhitungan efisiensi Furnace FC F-2 PT. Pertamina
(Persero) RU III pada Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU)
menggunakan 2 tahap, yaitu:
1. Mengumpulkan data-data untuk Furnace FC F-2 di morning report dan di
laboratorium proses (PE)
2. Mengerjakan perhitungan dengan menggunakan literature yang tersedia
seperti Hougen, dan Kern.

4.6.1.1 Menghitung Neraca massa


INPUT
1. Menentukan Basis
2. Menghitung Oil (Feed) Masuk Furnace
3. Menghitung Fuel Gas yang disuplai
4. Menghitung Kmol Masing-Masing Komponen Fuel Gas

Misal :
CH4 = % mol CH4 x Kmol fuel gas
∑ kg
BM rata-rata =
∑ kmol

Laporan Kerja Praktik 66


Politeknik Negeri Sriwijaya

Suplai fuel gas


Kmol fuel gas =
BM rata−rata
5. Menghitung O2 teoritis
Contoh perhitungan O2 teoritis komponen Fuel gas
CH4 = Koefisien O2 dalam reaksi pembakaran x Kmol CH4
6. Menghitung O2 dari udara (O2 Suplai)
O2 dari udara = {(O2excess + 100)/100} x O2 teoritis
7. Menghitung N2 dari Udara
N2 dari Udara = (79/21) x O2 dari udara (suplai)
8. Menghitung Udara Suplai
Udara Suplai = N2 dari Udara + O2 dari udara
9. Menghitung H2O di Udara Untuk Pembakaran
Dari Fig.19 Hal.120, Hougen 1954 apabila ditarik garis antara RH
60% dan Temperatur 30oC didapatkan kelembaban udara adalah
0,0203 kg H2O/kg udara kering.
Maka, H2O di udara = 0,0203 x udara dari udara(suplai)

OUTPUT

1. Menghitung Oil (Feed) Keluar Furnace


2. Menghitung O2 Keluar Stack
O2 Total Keluar Stack = (O2 suplai- O2 teoritis) + O2fuel gas
3. Menghitung N2 Keluar Stack
N2 total keluar stack = N2 dari udara + N2fuel gas
4. Menghitung CO2 Hasil Reaksi Pembakaran
CH4 = Koefisien CO2 dalam reaksi pembakaran x Kmol CH4
5. Menghitung CO2 Keluar Stack
CO2 Total Keluar Stack = CO2 Hasil reaksi + CO2 fuel gas

6. Menghitung H2O Hasil Reaksi Pembakaran


CH4 = Koefisien H2O dalam reaksi pembakaran x Kmol CH4
7. Menghitung H2O Keluar Stack
H2O total keluar stack = H2O dari udara + H2O hasil reaksi

4.6.1.2 Menghitung Neraca Panas


INPUT
a. Panas Sensibel Feed(long residue) (Q1)
Q1 = m. Cp .(Tmasuk−Tref ) (Sumber : Hougen, 1959)

Dimana, m = Massa Long Residue, (lb)


Cp = Kapasitas PanasLong Residue, (Btu/lb ˚F)
Tmasuk = Temperatur Long Residue masuk Furnace, (˚F)

Laporan Kerja Praktik 67


Politeknik Negeri Sriwijaya

Tref = Temperatur Reference perhitungan, (˚F)


b. Menghitung Panas Pembakaran Fuel gas (Q2)
Q2 ¿ V . NHV
Dimana, V = Volume Fuel Gas, (ft3)
NHV = Net Heating Value, (Btu/cuft)
c. Menghitung Panas Sensibel Fuel gas (Q3)
 Bahan bakar gas diasumsi sebagai gas ideal
 Menentukan kapasitas panas (Cp) dari masing – masing komponen
bahan bakar gas dengan bantuan tabel pada lampiran
 Panas sensibel bahan bakar gas dapat dihitung dengan rumus :
Q3 ¿ n .Cp .(Tmasuk−Tref )
Dimana, n = Mol komponenFuel Gas, (kmol)
Cp = Kapasitas PanasFuel Gas, (kcal/kmolK)
Tmasuk = Temperatur Fuel Gasmasuk Furnace, (K)
Tref = Temperatur reference perhitungan, (K)
d. Menghitung Panas Sensibel Udara Pembakaran (Q4)
 Menentukan kapasitas panas (Cp) dari udara dengan bantuan tabel
pada lampiran

 Panas Sensibel Udara Pembakaran (Q4) dapat dihitung dengan


rumus :
Q4 ¿ n .Cp .(Tmasuk−Tref ) (Sumber : Hougen, 1959)
Dimana, m = Mol udara pembakaran, (kmol)
Cp = Kapasitas Panas Udara pembakaran, (kcal/kmolK)
Tmasuk = Temperatur udara masuk Furnace, (K)
Tref = Temperatur reference perhitungan, (K)
e. Menghitung Panas Sensibel H2O dari Udara (Q5)
 Menentukan kapasitas panas (Cp) dari H2O dengan bantuan tabel
pada lampiran
 Panas Sensibel H2O dari Udara (Q5) dapat dihitung dengan
formula:
Q5 ¿ n .Cp .(Tmasuk−Tref )
Dimana, m = Mol H2O dari Udara, (kmol)
Cp = Kapasitas PanasH2O, (kcal/kmolK)
Tmasuk = Temperatur udara masuk Furnace, (K)

Laporan Kerja Praktik 68


Politeknik Negeri Sriwijaya

Tref = Temperatur reference perhitungan, (K)

OUTPUT
a. Menghitung Panas Sensibel Oil (Feed) Keluar Furnace (Q6)
Q6 ¿ m. Cp .(Tmasuk −Tref )
Dimana, m = Massa Long Residue, (lb)
Cp = Kapasitas PanasLong Residue, (Btu/lb ˚F)

Tmasuk = Temperatur Long Residue masuk Furnace, (˚F)


Tref = Temperatur Reference perhitungan, (˚F)
b. Menghitung Panas Sensibel Flue Gas (Q7)
Q7 ¿ n .Cp .(Tkeluar ¿ Tambien )
Dimana, n = Mol komponen DryFlue Gas, (kmol)
Cp = Cp perkomponenDryFlue Gas, (kcal/kmolK)

Tstack = Temperatur keluaran stack, (K)


Tambient = Temperatur udara luar, (K)
c. Menghitung Panas Sensibel H2O pada Flue Gas(Q8)
- Menentukan kapasitas panas (Cp) dari H2O dengan bantuan tabel
pada lampiran
- Panas Sensibel H2O pada Flue Gas (Q8) dapat dihitung dengan
formula :
Q8 ¿ n .Cp .(Tmasuk−Tref )
Dimana, m = Mol H2O dari Udara, (kmol)
Cp = Kapasitas PanasH2O, (kcal/kmolK)
Tmasuk = Temperatur udara masuk Furnace, (K)
Tref = Temperatur reference perhitungan, (K)
d. Heat Loss Casing (dinding) (Q9)
Q9 ¿ A x h x ΔT (Sumber :D.Q Kern, 1950)
Dimana, A = Luas Permukaan Furnace(m2)
H = Koefisien Konveksi (kcal/h.m2.°C)
ΔT = Selisih Temperatur dinding dan lingkungan

4.6.1.3 Menghitung Efisiensi


Qin−Qout
Efisiensi termal ¿ x 100%
Qin
Laporan Kerja Praktik 69
Politeknik Negeri Sriwijaya

Laporan Kerja Praktik 70


Politeknik Negeri Sriwijaya

Diagram Pengamatan Proses


Flue Gas, T = 240,35 oC
N2, CO2, O2, H2O

Oil Masuk Oil Keluar


2602,18 T/D 2602,18 T/D
T = 282 oC T = 345,57 oC

Fuel Gas
3,10 T/D
T = 36 oC
CH4 84,8 %
C2H4 6,4 % Udara (30 oC, RH 60%)
C3H6 1,235 % O2Excess= 16,9 %
i-C4H10 0.33 %
n-C4H10 0.23 %
i-C5H12 0.065 %
n-C5H12 0.065 %
C6H14 0.02 %
CO2 3,125 %
CO 1,63 %
N2 2,1 %

Gambar 7. Diagram Proses pada Furnace FC F-2 di PT. Pertamina (Persero) RU


III pada Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU).

4.7 Pengumpulan Data-Data


Pengumpulan data-data yang diperlukan dalam perhitungan analisa
thermal dan efisiensi thermal pada Furnace FC F-2 dilakukan pada tanggal 30
Juli sampai dengan 3 Agustus 2018 di PT. Pertamina (Persero) RU III pada Riser
Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU). Adapun data-data yang diambil un-

Laporan Kerja Praktik 71


Politeknik Negeri Sriwijaya

tuk perhitungan efisiensi termal meliputi data desain dan data aktual adalah
sebagai berikut:
- Temperatur Feed Masuk Furnace
- Temperatur Feed Keluar Furnace
- Flowrate Feed Masuk Furnace
- Flowrate Feed Keluar Furnace
- Komposisi Fuel Gas
- Temperatur Fuel Gas
- Flow rate Fuel Gas
- Heating Value Fuel Gas
- Temperatur Udara Pembakaran Furnace
- Excess Udara Pembakaran
- Temperatur Flue Gas Keluar Stack.

4.8 Data Pengamatan Proses


Data desain dan aktual proses Furnace FC F-2 di PT. Pertamina (Persero)
RU III pada Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU).
4.8.1 Data Desain Proses
Data desain prosesFurnace F-2 diPT. Pertamina (Persero) RU III
padaRiser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU).

Tabel 13. Data Desain Furnace F-2 RFCCU


Pemeriksaan Satuan Design
Efisiensi (η) % 75
Udara excess % 10 - 15
Feed Intake T/D 2894
Fuel Gas T/D 5.5
Stack Gas °C 337
CIT (min) °C 214
COT (maks) °C 370
Sumber: Arsip Laboratorium PT. Pertamina (Persero) RU III,2018

4.8.2 Data Aktual Proses


Data aktual proses Furnace FC FC F-2 di PT. Pertamina (Persero) RU III
pada Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU). Data-data ini diperoleh
dari Central Control Room (CCR) dari tanggal 30 Juli sampai tanggal 3 Agustus

Laporan Kerja Praktik 72


Politeknik Negeri Sriwijaya

2018 di PT. Pertamina (Persero) RU III pada Riser Fluidized Catalytic Cracking
Unit (RFCCU).

Tabel 14. Kondisi Operasi, HV, O2 Excess dan Komposisi Fuel Gas
Komponen Volume (%)
CH4 84,8
C2H6 6,4
C3H8 1,235
iC4H10 0.33
nC4H10 0.23
iC5H12 0.065
nC5H12 0.065
C6H14 0.02
CO2 3,125
CO 1,63
N2 2,1
Total 100
Temperatur Fuel Gas 36 °C
Heating Value 934 Btu/ft3
Udara Excess 16,9 %
Sumber: Morning Report RFCCU, CD&L PT. Pertamina (Persero) RU III, 2018

Tabel 15. Data-data Kondisi Operasi Furnace FC F-2


Tanggal Parameter
Pengambilan Flow Rate Flow Rate Tin Tout Tstack
Data
30 Juli 2018 Feed (T/D)
2591,57 Fuel
2,56 (°C)
282 (°C)
343,20 (°C)
230,15
31 Juli 2018 2587,44 2,10 282 341,10 205,42
1 Agustus 2018 2591,04 3,05 282 347,49 248,00

Laporan Kerja Praktik 73


Politeknik Negeri Sriwijaya

2 Agustus 2018 2609,71 2,98 282 343,70 245,24


3 Agustus 2018 2602,18 3,10 282 345,57 240,35
Rata-rata 2596,39 2,76 282 344,21 233,83
Sumber: Morning Report RFCCU, CD&L PT. Pertamina (Persero) RU III,2018

Laporan Kerja Praktik 74


Politeknik Negeri Sriwijaya

4.9 Data Hasil Perhitungan

Tabel 16. Hasil Perhitungan Neraca Massa

Komponen Massa (kg)


Masuk 30/7/2018 31/7/2018 1/8/2018 2/8/2018 3/8/2018
Feed 107.982,083 107.810,000 107.960,000 108.737,917 108.424,167
Fuel Gas 106,6667 87,5000 127,0833 124,1667 129,1667
Udara
Pembakara 1.848,4258 1.516,2868 2.202,2261 2.151,6832 2.238,3282
n
H2O dari 37,5230
30,7806 44,7052 43,6792 45,4381
Udara

Total 109.974,699 109.444,567 110.334,015 111.057,446 110.837,100

Komponen
Keluar
Feed 107.982,083 107.810,000 107.960,000 108.737,917 108.424,167
CO2 Keluar
271,0426 222,3396 322,9218 315,5105 328,2156
Stack
N2 Keluar
1.421,0456 1.165,7015 1.693,0426 1.654,1859 1.720,7974
Stack
O2 Keluar
62,2656 51,0773 74,1836 72,4811 75,3998
Stack
H2O Keluar
238,2683 195,4556 283,8731 277,3581 288,5266
Stack

Total 109.974,705 109.444,574 110.334,021 111.057,452 110.837,106

Tabel 17. Hasil Perhitungan Neraca Energi

Komponen Energi (Btu)

Laporan Kerja Praktik 75


Politeknik Negeri Sriwijaya

Masuk 30/7/2018 31/7/2018 1/8/2018 2/8/2018 3/8/2018


Panas
Sensibel 3.196,2890 3.196,2890 3.196,2890 3.196,2890 3.196,2890
Fuel Gas
Panas
Sensibel
Udara 8.830,0230 7.243,3783 10.520,1446 10.278,6987 10.692,6060
Pembakara
n
Panas
Sensibel
324,0252 265,8019 386,0457 377.1856 392,3743
H2O dari
Udara
Panas 4.721.301,825 3.872.942,903 5.624.988,502 5.494.890,406 5.717.201,429
pembakaran
3 5 8 0 0
fuel gas

Total 4.733.652,163 3.883.648,373 5.639.090,982 5.509.742,579 5.731.482,698

Komponen
Keluar
Panas
Sensibel 358.138,6545 256.719,0956 466.014,2713 449.352,1120 456.473,7769
Flue Gas
Panas
Sensibel
12.857,0977 8.537,4239 17.423,7756 16.705,8326 16.792,2806
H2O di
Flue Gas
Heat Loss
1.388.548,0 1.388.548,0 1.388.548,0 1.388.548,0 1.388.548,0
dinding

Total 1.759.543,712 1.653.804,479 1.871.986,007 1.854.605,904 1.861.814,017

Laporan Kerja Praktik 76


Politeknik Negeri Sriwijaya

Tabel 18. Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal

Data Efisiensi (%)


30 Juli 2018 62,83
31 Juli 2018 57,42
1 Agustus 2018 66,80
2 Agustus 2018 66,34
3 Agustus 2018 67,52

Laporan Kerja Praktik 77


Politeknik Negeri Sriwijaya

4.10 Pembahasan
Furnace FC F-2 merupakan alat pemanas yang digunakan pada unit
RFCCU yang berfungsi sebagai pemanas kembali umpan atau feed yang akan
masuk kedalam regenerator - reaktor. Meninjau dari fungsinya tersebut, maka
kinerja furnace yang baik tentu akan mempengaruhi kualitas umpan dan energi
yang dikonsumsi. Semakin baik efisiensi maka akan semakin hemat energi yang
digunakan dan kondisi operasi bagi umpan juga akan tercapai dengan lebih baik.
Furnace FC F-2 merupakan jenis furnace tipe silinder vertical yang
menggunakan sistem natural draft dimana udara pembakaran diambil secara
alamiah sehingga menyebabkan tekanan didalan ruang bakar diperoleh secara
alamiah karena ketinggian stack atau cerobong asap furnace.
Sebelum menghitung efisiensi, pada dasarnya harus mengetahui teori
dalam proses pembakaran. Dimana proses pembakaran adalah pencampuran
antara bahan bakar dengan udara (oksigen) sehingga terbentuk api yang
menghasilkan panas dan gas hasil pembakaran (flue gas). Pembakaran dikatakan
sempurna bila campuran bahan bakar dan oksigen (dari udara) mempunyai
perbandingan yang tepat, hingga tidak diperoleh sisa. Untuk melakukan
pembakaran bahan bakar dibutuhkan oksigen yang di supplay dari udara.
Komposisi udara akan menentukan kualitas oksigen yang digunakan. Selain
oksigen dan nitrogen, pada kenyataannya ada partikel-partikel lain sebagai inert
yang akan ikut keluar stack. Kelembaban udara juga akan mempengaruhi
besarnya panas yang hilang karena terbawa oleh uap air.

75.00%
66.80% 66.34% 67.52%
62.83%
57.42%

30-Jul-18 31-Jul-18 01-Agt-18 02-Agt-18 03-Agt-18 Desain

Gambar 8. Grafik Efisiensi Furnace FC-F-2 pada RFCCU

Laporan Kerja Praktik 78


Politeknik Negeri Sriwijaya

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap data-data yang


diperoleh dilapangan, maka didapatkan efisiensi furnace FC-F-2 di RFCCU PT.
Pertamina RU III adalah 67,52% Jika dibandingkan dengan target efisiensi alat
yaitu 75%%, maka efisiensi berdasarkan hasil perhitungan masih belum cukup
baik tetapi masih sangat layak untuk dioperasikan. Efisiensi furnace yang
berkurang dibandingkan target (desain) ini dikarenakan tingginya O2 excess yang
disebabkan oleh pengaturan bukan register yang masih terlalu besar. Sehingga
diperlukan pemeriksaan yang rutin pada katup cerobong (damper). O2 excess
berfungsi untuk mengetahui proses pembakaran pada furnace itu terjadi
pembakaran secara sempurna. Tetapi dengan O2 excess yang berlebih dari target
yaitu 3 % maka akan menyebabkan korosi pada peralatan karena hasil dari
pembakaran berupa H2 yang berasal dari H2O akan bereaksi dengan bahan bakar
yang didalamnya terkandung impurities seperti sulfur sehingga akan
menyebabkan pengkaratan pada alat. Sedangkan apabila udara pembakaran
memiliki temperatur yang rendah atau kurang panas maka akan berdampak pada
pemasokkan bahan bakar (fuel gas) cukup besar dari biasanya.
Fuel Gas yang digunakan dalam pembakaran juga sangat berbeda-beda,
kondisi aktual sebanyak 3,10 T/D sedangkan target pengguanaan Fuel Gas yaitu
sebanyak 5.5 T/D yang mana akan berdampak pada pembakaran Fuel Gas.
Semakin banyak Fuel Gas yang digunakan dalam pembakaran maka akan
semakin tinggi temperatur Feed Keluar dan akan meningkatkan efisiensi Furnace.
Efisiensi furnace juga bisa menurun karena disebabkan oleh heat loss
(panas yang hilang ). Dimana semakin kecil panas yang hilang maka semakin
besar efisiensi kerja dari furnace, dan sebaliknya semakin besar panas yang hilang
maka semakin kecil efisiensi kerja dari furnace. Heat loss yang terjadi pada
furnace ini salah satunya disebabkan oleh adanya selisih beda temperatur antara
temperatur di dalam dan di luar dinding furnace yang secara linear berpengaruh
terhadap kehilangan panas, semakin kecil selisih temperatur maka semakin kecil
kehilangan panas ( heat loss ) yang menyebabkan efisiensinya menjadi tinggi,
begitu juga sebaliknya semakin besar selisih temperatur maka semakin besar
kehilangan panas ( heat loss ) dan menyebabkan efisiensinya menjadi kecil. Oleh
Laporan Kerja Praktik 79
Politeknik Negeri Sriwijaya

karena itu untuk meningkatkan efisiensi pada furnace perlu ditekan adanya heat
loss pada dinding furnace dengan memperhatikan refractory dan besi/ batu tahan
api yang terdapat pada dinding furnace sehingga panas yang hilang melalui
dinding furnace dapat diminimalisir dan efisiensi furnace dapat dimaksimalkan.
Kemudian panas juga bisa hilang karena terbawa oleh flue gas.
Dari hasil pengamatan dapat dianalisa bahwa faktor yang mempengaruhi
efisiensi furnace adalah temperatur long residu (Feed), flow Rate dari bahan
bakar, panas yang hilang diakibatkan terserap oleh dinding furnace dan kapasitas
produksi long residu melebihi daya dari furnace tersebut serta juga O2 Excess
yang melebihi batasan maksimum.

Laporan Kerja Praktik 80


Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Furnace FC F-2 dari segi pasokan udara merupakan Natural Draft.
Berdasarkan bentuk konstruksi merupakan tipe Silinder Vertical.

2. Kinerja furnace yang baik tentu akan mempengaruhi kualitas umpan


dan energi yang dikonsumsi. Semakin baik efisiensi furnace maka akan
semakin hemat energi yang digunakan dan kondisi operasi dalam hal ini
COT akan tercapai dengan lebih baik.

3. Dari hasil perhitungan didapat efisiensi furnace FC F-2 yang di dapat


yaitu sebesar 67,52 % dan efisiensi furnace FC F-2 sesuai desain
sebesar 75% dapat dinyatakan furnace FC F-2 masih belum dapat
dikatakan baik tetapi masih sangat layak untuk dioperasikan.

4. Faktor yang mempengaruhi efisiensi furnace FC F-2 adalah temperature


feed (CIT), flow Rate dari bahan bakar, panas yang hilang diakibatkan
terserap oleh dinding furnace dan O2 excess yang melebihi batasan
maksimum.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan, yaitu:

1. Perbaikan dan perawatan terhadapisolasi furnace lebih sering dilakukan


pengecekan minimal sebulan dua kali untuk meminimalisir Heat Loss
yang disebabkan melalui dinding furnace dan melalui flue gas.

2. Mengatur pasokan udara pembakaran yang masuk sehingga tidak terlalu


banyak O2excess yang masuk untuk pembakaran melalui pengaturan
bukaan damper.

Laporan Kerja Praktik 81


Politeknik Negeri Sriwijaya

3. Mengatur bukan register yang masih terlalu besar sehingga diperlukan


pemeriksaan yang rutin pada katup cerobong (damper).

Laporan Kerja Praktik 82


Politeknik Negeri Sriwijaya

DAFTAR PUSTAKA

Hougen, Olaf A., Watson, Kenneth M., ragatzm Roland A. 1961. Chemical
Process Principles Part 1: Material & Energy Balance. John willey and
Sons Inc: New York.

Kern, Donald Q. 1965. Process Heat Transfer. New York: Mc Graw-Hill Book
Company.

Coulson, J. M., Richardson, J. F. 1983. Chemical Engineering.Burlington:


Butterworth-Heinemann.

Laporan Kerja Praktik 83


Politeknik Negeri Sriwijaya

DATA KONDISI OPERASI AKTUAL FURNACE FC F-2


PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III
RFCCU (Riser Fluid Catalytic Cracking Unit)

Tanggal Parameter
Pengambilan Flow Rate Flow Rate Tin Tout Tstack
Data
30 Juli 2018 Feed (T/D)
2591,57 Fuel
2,56 (°C)
282 (°C)
343,20 (°C)
230,15
31 Juli 2018 2587,44 2,10 282 341,10 205,42
1 Agustus 2018 2591,04 3,05 282 347,49 248,00
2 Agustus 2018 2609,71 2,98 282 343,70 245,24
3 Agustus 2018 2602,18 3,10 282 345,57 240,35
Rata-rata 2596,39 2,76 282 344,21 233,83
Sumber: Morning Report RFCCU, CD&L PT. Pertamina (Persero) RU III,2018

Palembang, Agustus 2018


Mengetahui,
Pembimbing Kerja Praktik,

Heri Aprisal Mufti


No. Pek 732153

DATA KONDISI OPERASI AKTUAL FURNACE FC F-2

Laporan Kerja Praktik 84


Politeknik Negeri Sriwijaya

PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III


RFCCU (Riser Fluid Catalytic Cracking Unit)

Komponen Volume (%)


CH4 84,8
C2H6 6,4
C3H8 1,235
iC4H10 0.33
nC4H10 0.23
iC5H12 0.065
nC5H12 0.065
C6H14 0.02
CO2 3,125
CO 1,63
N2 2,1
Total 100
Temperatur Fuel Gas 36 °C
Heating Value 934 Btu/ft3
Udara Excess 16,9 %
Sumber: Morning Report RFCCU, CD&L PT. Pertamina (Persero) RU III, 2018

Palembang, Agustus 2018


Mengetahui,
Pembimbing Kerja Praktik,

Heri Aprisal Mufti


No. Pek 732153

Laporan Kerja Praktik 85


Politeknik Negeri Sriwijaya

DATA DESIGN OPERASI FURNACE FC F-2


PT. PERTAMINA (PERSERO) RU III
RFCCU (Riser Fluid Catalytic Cracking Unit)

Pemeriksaan Satuan Design


Efisiensi (η) % 75
Udara excess % 10 - 15
Feed Intake T/D 2894
Fuel Gas T/D 5.5
Stack Gas °C 337
CIT (min) °C 214
COT (maks) °C 370
Sumber: Arsip Laboratorium PT. Pertamina (Persero) RU III,2018

Palembang, Agustus 2018


Mengetahui,
Pembimbing Kerja Praktik,

Heri Aprisal Mufti


No. Pek 732153

Laporan Kerja Praktik 86


Politeknik Negeri Sriwijaya

LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

Diagram Pengamatan Proses


Flue Gas, T = 240,35 oC
N2, CO2, O2, H2O

Oil Masuk Oil Keluar


2602,18 T/D 2602,18 T/D
T = 282 oC T = 345,57 oC

Fuel Gas
3,10 T/D
T = 36 oC
CH4 84,8 %
C2H4 6,4 % Udara (30 oC, RH 60%)
C3H6 1,235 % O2Excess= 16,9 %
i-C4H10 0.33 %
n-C4H10 0.23 %
i-C5H12 0.065 %
n-C5H12 0.065 %
C6H14 0.02 %
CO2 3,125 %
CO 1,63 %
N2 2,1 %

Laporan Kerja Praktik 87


Politeknik Negeri Sriwijaya

A. Menghitung Neraca Massa


INPUT
1. Menentukan Basis

Basis perhitungan = 100 Kmol

2. Menghitung Oil (feed) Masuk Furnace

Basis : 1 jam operasi


1 Day
Oil Masuk = 2602,1800 Ton/Day x 1000 Kg/Ton x
24 Jam
= 108.424,1667 Kg

3. Menghitung Fuel Gas yang Disuplai

Basis : 1 jam operasi


1 Day
Suplai fuel gas = 3,1 Ton/Day x 1000 Kg/Ton x
24 Jam
= 129,1667 Kg

4. Menghitung Mol Komponen Masing-masing Fuel Gas

Tabel A.1. Komposisi Fuel Gas dan Perhitungan Massa Fuel Gas
(%) Mol BM Masssa
Komponen
Volume (Kmol) (Kg/Kmol) (Kg)
CH4 84,8 84,8 16 1356,8
C2H6 6,4 6,4 30 192
C3H8 1,235 1,235 44 54,3
iC4H10 0,33 0,33 58 19,1
nC4H10 0,23 0,23 58 13,3
iC5H12 0,065 0,65 72 4,68
nC5H12 0,065 0,65 72 4,68
C6H14 0,02 0,02 86 1,72
CO2 3,125 3,125 44 137,5

CO 1,63 1,63 28 46,64


N2 2,1 2,1 28 58,8
Total 100 100 536 1888,6

Laporan Kerja Praktik 88


Politeknik Negeri Sriwijaya

1888,6 Kg
BM Campuran = = 18,8864 Kg/Kmol
100 kmol
Suplai fuel gas
Total Kmol Gas =
BM Campuran
129,1667 Kg
= = 6,8391 Kmol
18,8864 Kg / Kmol

Tabel A.2 Komposisi Fuel Gas dan Perhitungan Molalitas Fuel Gas
Mol
Komponen (%) Vol
(Kmol)
CH4 84,8 5,7996
C2H6 6,4 0,4377
C3H8 1,235 0,0845
iC4H10 0,33 0,0226
nC4H10 0,23 0,0157
iC5H12 0,065 0,0044
nC5H12 0,065 0,0044
C6H14 0,02 0,0014
CO2 3,125 0,2137
CO 1,63 0,1115
N2 2,1 0,1436
Total 100 6,8391

5. Menghitung O2 Teoritis

Reaksi pembakaran gas alam :


CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
5,7996 11,5992 5,7996 11,5992

C2H6 + 3,5O2 2CO2 + 3H2O


0,4377 1,5320 0,8754 1,3131
C3H8 + 5O2 3CO2 + 4H2O
0,0845 0,4223 0,2534 0,3379
iC4H10 + 6,5O2 4CO2 + 5H2O
0,0226 0,1467 0,0903 0,1128
nC4H10 + 6,5O2 4CO2 + 5H2O
0,0157 0,1022 0,0629 0,0787
iC5H12 + 8O2 5CO2 + 6H2O
0,0044 0,0356 0,0222 0,0267
nC5H12 + 8O2 5CO2 + 6H2O
0,0044 0,0356 0,0222 0,0267
C6H14 + 9,5O2 6CO2 + 7H2O
0,0014 0,0130 0,0082 0,0096
CO + 0,5O2 CO2

Laporan Kerja Praktik 89


Politeknik Negeri Sriwijaya

0,1115 0,0557 0,1115

Tabel A.3 Mol O2 Teoritis pada Setiap Komponen Fuel Gas


Komponen Mol O2 (Kmol)
CH4 11,5992
C2H6 1,5320
C3H8 0,4223
iC4H10 0,1467

nC4H10 0,1022
i 5H10
C 0,0356
nC5H10 0,0356
C6H14 0,0130
CO2 -
CO 0,0557
N2 -
Total 13,9423

Total O2 teoritis digunakan untuk membakar fuel gas adalah 13,9423


Kmol
= 13,9423 Kmol x 32 Kg/Kmol
= 446,1524 Kg

6. Menghitung O2 dari Udara (O2 suplai)

O2 dari udara = {(O2 excess + 100) / 100} x O teoritis


(14,0+100)
= x 13,9423 Kmol
100
= 15,8942 Kmol
= 15,8942 Kmol x 32 Kg/Kmol
= 508,6138 kg

7. Menghitung N2 dari Udara (N2 suplai)

N2 dari udara = (79/21) x O2 dari udara (suplai)


79
= x 15,8942 Kmol
21
= 59,7924 Kmol
= 59,7924 Kmol x 28 Kg/Kmol
= 1.674,9882 Kg

Laporan Kerja Praktik 90


Politeknik Negeri Sriwijaya

8. Menghitung Udara Suplai

Udara suplai = N2 dari udara + O2 dari udara

= (59,7924 + 15,8942) Kmol


= 75,6866 Kmol x 28,84 Kg/Kmol
= 2.182,8008 Kg

9. Menghitung H2O di Udara Untuk Pembakaran

Dari Fig. 19 Hal. 120, Hougen 1954 apabila ditarik garis antara RH 60
dan temperatur 30℃ didapatkan kelembaban udara adalah 0,0203 Kg
H2O/Kg udara kering
Maka, H2O di udara = 0,0203 x udara dari udara suplai
= 0,0203 x 2182,8008 Kg
= 44,3109 Kg

OUTPUT
1. Menghitung Oil (feed) Keluar Furnace

Basis : 1 jam operasi


1 Day
Oil Keluar = 2.602,1800 Ton/Day x 1000 Kg/Ton x
24 Jam
= 108.424,1667 Kg

2. Menghitung O2 Keluar Stack

O2 total keluar stack = O2 suplai - O2 teoritis


= (15,8942 - 13,9423) Kmol
= 1,9519 Kmol
= 1,9519 Kmol x 32 Kg/Kmol
= 62,4613 Kg

3. Menghitung N2 Keluar Stack

N2 total keluar stack = N2 dari udara + N2 fuel gas


= (59,7924 + 0,1436) Kmol
= 59,9360 Kmol

= 59,9360 Kmol x 28 Kg/Kmol


= 1.678,2084 Kg

Laporan Kerja Praktik 91


Politeknik Negeri Sriwijaya

4. Menghitung CO2 Hasil Reaksi Pembakaran

Tabel A. 4 Mol CO2 Teoritis pada Setiap Komponen Fuel Gas


Komponen Mol CO2 (Kmol)
CH4 5,7996
C2H6 0,8754
C3H8 0,2534
iC4H10 0,0903
nC4H10 0,0629
iC5H10 0,0222
nC5H10 0,0222
C6H14 0,0082
CO2 -
CO 0,1115
N2 -
Total 7,2457

Total CO2 teoritis digunakan untuk membakar fuel gas adalah 7,2457
Kmol
= 7,2457 Kmol x 44 Kg/Kmol
= 318,8118 Kg

5. Menghitung CO2 Keluar Stack

CO2 total keluar stack = CO2 hasil reaksi + CO2 fuel gas
= (7,2457 + 0,2137) Kmol
= 7,4594 Kmol
= 7,4594 Kmol x 44 Kg/Kmol
= 328,2156 Kg

6. Menghitung H2O Hasil Reaksi Pembakaran

Tabel A. 5 Mol H2O Teoritis


Komponen Mol H2O (Kmol)
CH4 11,5992
C2H6 1,3131
C3H8 0,3379
iC4H10 0,1128
nC4H10 0,0787
iC5H10 0,0267
nC5H10 0,0267
C6H14 0,0096
CO2 -

Laporan Kerja Praktik 92


Politeknik Negeri Sriwijaya

CO -
N2 -
Total 13,5046

Total H2O digunakan untuk membakar fuel gas adalah 13,5046 Kmol
= 13,5046 Kmol x 18 Kg/Kmol
= 243,0821 Kg

7. Menghitung H2O Keluar Stack

H2O total keluar stack = H2O hasil reaksi + H2O dari udara
= (13,5046 + 2,4614) Kmol
= 15,9659 Kmol
= 15,9659 Kmol x 18 Kg/Kmol
= 287,3994 Kg

Tabel A. 6 Hasil Perhitungan Neraca Massa Furnace F-2


Komponen Masuk Keluar
Fuel Gas 129,1667 -
Udara Pembakaran 2.182,8008 -
H2 O dari udara 44,3109 -
Feed (Oil) 108.424,167 108.424,167
CO2 keluar stack - 328,2156
N2 keluar stack - 1.678,2084
O2 keluar stack - 62,4613
H2O keluar stack - 287,3994
TOTAL 110.780,445 110.780,451

B. Menghitung Neraca Energi

INPUT
1. Panas Sensibel Oil (Feed) Masuk Furnace

Basis : 1 jam operasi


Q = m x Cp x T
Dimana,
m = Massa feed (lb)
1 Day 2205 lb
= 2.602,1800 Ton/Day x x
24 Jam 1 Ton
Laporan Kerja Praktik 93
Politeknik Negeri Sriwijaya

= 239.075,2875 lb/jam x 1 jam


= 239.075,2875 lb
Cp = Kapasitas panas feed (Btu/lb°F)
Mencari nilai Cp didapat dari grafik specific heats of liquid petroleum
oils, Process Heat Transfer, Kern D.Q. Fig. 4
- °API = 28,44

- T in = 282 °C = 540°F

- T ref = 25 °C = 77 °F

- Cp = 0,710 Btu/lb°F

Maka,
Q1 = 239.075,2875 lb x 0,710 Btu/lb°F x (540 - 77) °F
= 78.523.321,8782 Btu

2. Panas Pembakaran Fuel Gas (Q2)

Dimana, HV = 934 Btu/ft3


P = 1 atm
T = 36 °C = 556,8 °R
R = 0,729 atm ft³/lbmol°R
n = 15,0803 lbmol
Menggunakan rumus Gas Ideal,
nx Rx T
V =
P
f t3
15,0803 lbmol x 0,729 atm ° R x 556,8 ° R
= lbmol
1 atm
= 6.121,2007 ft³

Q2 = m x HV
= 6.121,2007 ft³ x 934 Btu/ft³
= 5.717.201,429 Btu

3. Menghitung Panas Sensibel Fuel Gas (Q3)

Laporan Kerja Praktik 94


Politeknik Negeri Sriwijaya

Untuk menentukan nilai Cp dapat dihitung dengan menggunakan


rumus sebagai berikut :
Cp = a + bT + cT2 + dT3, T in K

Tabel B.7 Nilai A,B,C, dan D Berdasarkan Komponen


Masing-masing Fuel Gas
Kompone T
A B C D
n (K)
CH4 4,750 1,200E-02 3,030E-07 -2,630E-09 309
C2H6 1,6480 4,124E-02 -1,530E-06 1,740E-09 309

C3H8 -0,9660 7,279E-02 -3,755E-06 7,580E-09 309


iC4H10 -1,8900 9,936E-02 -5,495E-06 1,192E-08 309
C H
n 4 10 0,9450 8,873E-02 -4,380E-06 8,360E-09 309
iC5H10 -2,2730 1,243E-01 -7,097E-06 1,585E-8 309
nC5H10 1,6180 1,085E-01 -5,365E-06 1,010E-08 309
C6H14 1,6570 1,319E-02 -6,844E-06 1,378E-08 309
CO2 5,316 1,429E-02 -8,362E-07 1,784E-06 309
CO 6,726 4,001E-04 1,283E-07 -5,307E-09 309
N2 6,903 -3,753E-04 1,930E-07 -6,861E-10 309
(Sumber : Olaf A. Hougen,Tabel C)
Setelah diketahui nilai konstanta heat capacity, maka ditentukan nilai
Cp dengan menggunakan rumus tersebut. Dan dapat dihitung panas
sensibel fuel gasnya dengan menggunakan rumus :
Q = n x Cp x ∆ T

Tabel A.8 Perhitungan Panas Sensibel Fuel Gas


Kompone (%) Mol Cp Q
n Vol (Kmol) (Kkal/Kmol °K) (Kkal)
CH4 84,8 5,7996 8,4093 536,4747
C2H6 6,4 0,4377 14,2964 68,8333
C3H8 1,235 0,0845 21,3912 19,8744
iC4H10 0,33 0,0226 28,6393 7,1100
nC4H10 0,23 0,0157 28,1910 4,8779
iC5H10 0,065 0,0044 35,9381 1,7574
nC5H10 0,065 0,0044 34,9302 1,7081
C6H14 0,02 0,0014 -5,4858 -0,0825
CO2 3,125 0,2137 62,2847 146,4276
CO 1,63 0,1115 6,7053 8,2224
N2 2,1 0,1436 6,7852 10,7195
Total 100 6,8391 242,0849 805,9226

Laporan Kerja Praktik 95


Politeknik Negeri Sriwijaya

Q3 = 805,9226 Kkal = 3196,2890 Btu

4. Panas Sensibel Udara Pembakaran (Q4)

Untuk menentukan Q udara digunakan data sebagai berikut :


T standar = 25 °C = 298 K
T udara = 30 °C = 303 K
Suplai udara = 75,6866 Kmol
Menentukan Cp udara dengan menggunakan rumus :
a = 6,7130
b = 0,0470E-02
c = 0,1147E-06
d = -0,4696E-09
(Sumber : Olaf A. Hougen,Tabel C)
Cp = a + bT + cT2 + dT3, T in K
Cp = 6,9476 Kkal/Kmol K
Maka,
Q4 = n x Cp x ∆ T
= 76,6866 Kmol x 6,9476 Kkal/Kmol K x (303 - 298) K
= 2.629,1853 Kkal
= 10.427,3489 Btu

5. Panas Sensibel H2O dari Udara (Q5)

Untuk menentukan Q H2O digunakan data sebagai berikut :


T standar = 25 °C = 298 K
T udara = 30 °C = 303 K
H2O dari udara = 2,4617 Kmol
Menentukan Cp udara dengan menggunakan rumus :
a = 7,7000
b = 4,5940E-04
c = 2,5210E-07
d = -8,587E-10

Cp = a + bT + cT2 + dT3, T in K
Cp = 7,8385 Kkal/Kmol K
Maka,
Q5 = n x Cp x ∆ T
= 2,4617 Kmol x 7,8385 Kkal/Kmol K x (303 - 298) K
= 96,4802 Kkal
= 382,6404 Btu

OUTPUT
1. Panas Sensibel Oil (feed) Keluar Furnace (Q6)

Laporan Kerja Praktik 96


Politeknik Negeri Sriwijaya

Basis : 1 jam operasi


Q = m x Cp x T
Dimana,
m = Massa feed (lb)
1 Day 2205 lb
= 2.602,1800 Ton/Day x x
24 Jam 1 Ton
= 239.075,2875 lb/jam x 1 jam
= 239.075,2875 lb

Cp = Kapasitas panas feed (Btu/lb°F)


Mencari nilai Cp didapat dari grafik specific heats of liquid petroleum
oils, Process Heat Transfer, Kern D.Q. Fig. 4
- °API = 28,44

- T in = 346 °C = 654°F

- T ref = 25 °C = 77 °F

- Cp = 0,77 Btu/lb°F

Maka,
Q6 = 239.075,2875 lb x 0,77 Btu/lb°F x (654 - 77) °F
= 106.223.545,7706 Btu

2. Menghitung Panas Sensibel Flue Gas (Q7)

Untuk menentukan Q flue gas digunakan data sebagai berikut :


T standar = 25 °C = 298 K
T Flue gas = 240,35 °C = 513 K
Menentukan Cp komponen flue gas dengan menggunakan rumus :
Cp = a + bT + cT2 + dT3, T in K

Tabel B.9 Nilai A,B,C, dan D Berdasarkan Komponen


Masing-masing Flue Gas
Kompone T(K
n A B C D )
N2 6,903 -3,753E-04 1,930E-07 -6,861E-10 513
CO2 5,316 1,429E-02 -8,362E-07 1,784E-06 513
O2 6,085 3,631E-03 -1,709E-07 3,133E-10 513

Laporan Kerja Praktik 97


Politeknik Negeri Sriwijaya

(Sumber : Olaf A. Hougen,Tabel C)


Setelah diketahui nilai konstanta heat capacity, maka ditentukan nilai
Cp dengan menggunakan rumus tersebut. Dan dapat dihitung panas
sensibel flue gasnya dengan menggunakan rumus :
Q = n x Cp x ∆ T

Tabel B.10 Perhitungan Panas Sensibel Flue Gas


Mol Cp Q
Komponen
(Kmol) (Kkal/Kmol K) (Kkal)
N2 59,9360 6,8540 88.466,322
CO2 7,4594 12,6702 20.353,282
O2 1,9519 7,9463 3.340,707
Total 112.159,802
Jadi, Q7 = 112.159,802 Kkal = 444.825,7750 Btu

3. Panas Sensibel HO pada Flue Gas (Q8)

n = 15,9663 Kmol

T flue gas = 240,35 °C = 513 K


T penguapan = 100 °C = 373 K
Menentukan Cp dengan menggunakan rumus :
a = 7,7000
b = 4,5940E-04
c = 2,5210E-07
d = -8,587E-10
(Sumber : Olaf A. Hougen,Tabel C)
Cp = a + bT + cT2 + dT3, T in K
Cp = 7,8861 Kkal/Kmol K
Maka,
Q8 = n x Cp x ∆ T
= 15,9663 Kmol x 7,8861 Kkal/Kmol K x (513 - 298) K
= 4.217,5178 Kkal
= 16.726,6756 Btu

4. Heat Loss Dinding Furnace (Q9)

T dinding furnace = 85℃


T lingkungan = 30℃

Tabel B.11 Zona Furnace dengan Spesifikasi A dan hi


Zona A hi ∆T Q

Laporan Kerja Praktik 98


Politeknik Negeri Sriwijaya

(m2) (Kkal/h m2 ℃) (℃ ) (Kkal/h)


A 29,48 21,8 55 35.346,52
B 66,09 21,8 55 79.241,91
C 29,48 22,8 55 36.967,92
D 66,09 23,8 55 86.511,81
E 46,09 22,1 55 56.022,40
F 46,09 22,1 55 56.022,40
Total 350.112,95

Q9 = 350.112,95 Kkal = 1.388.547,96 Btu

Tabel B.12 Hasil Perhitungan Neraca Energi Furnace F-2


Komponen Masuk (Btu) Keluar (Btu)
Panas sensibel fuel gas 3.196,2890 -
Panas sensibel udara pembakaran 10.427,3489 -
Panas sensibel HO dari udara 382,6404 -
Panas pembakaran fuel gas 5.717.201,4290 -
Panas sensibel flue gas - 444.825,7750
Panas sensibel HO di flue gas - 16.726,6756
Heat loss dinding - 1.388.548,0
TOTAL 5.731.207,707 1.850.100,410

C. Menghitung Efisiensi Furnace

Total Input−TotalOuput
η = Total Input
x 100
5.731 .207,707−1.850 .100,410
= 5.731.207,707
x 100
= 67,72%

Laporan Kerja Praktik 99

Anda mungkin juga menyukai