Identitas Buku
Penulis:Drs. Susilo Rahardjo, M.Pd., Kons. & Edris Zamroni, S.Pd., M.Pd.
Halaman: XV hal + 361 hal. uk; 23,5 x 15,5 cm
ISBN 978-602-1180-24-2
Bab I
Bab II
SYARAT TES SEBAGAI ALAT UKUR
A. Validitas
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh tes sebagai alat ukur
adalah validitas, sehingga tes yang digunakan dalam pengukuran
psikologis harus benar-benar valid. Suatu tes memiliki validitas jika tes
mampu mengukur apa yang seharusnya diukur (Allen, 1979). Contoh:
tes yang digunakan untuk seleksi calon karyawan adalah valid, jika
skor-skor hasil tes memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil pengujian
performansi kerja di masa yang akan datang. Tes inteligensi dikatakan
valid, jika tes mampu membedakan di antara orang-orang yang
memiliki variasi dalam inteligensi. Tes kepribadian dikatakan valid
jika tes menghasilkan skor-skor yang menunjukkan perbedaan
bermakna dalam kepribadian. Pengembangan dan penggunaan tes
harus dapat dipertanggung- jawabkan untuk menjamin bahwa tes
yang digunakan benar-benar valid.
B. Reliabilitas
Tes untuk mengukur atribut psikologis di samping harus
valid juga harus reliabel, sehingga penelitian tentang kualitas
psikometris baik validitas maupun reliabilitas tes menjadi penting
untuk terus dilaksanakan. Hal tersebut menjadi penting agar
diperoleh tes yang mampu mendiskripsikan objek yang diukur
dan benar-benar sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.
Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan harapan
diperoleh instrumen yang memiliki tingkat keandalan yang tinggi.
Bab III
SEJARAH TES PSIKOLOGI
Pengantar
Penerapan tes psikologi di Indonesia, terutama dalam bidang
pendidikan telah lama dilakukakan. Dewasa ini, penerapan tes telah
dilakukan di berbagai bidang terutama untuk kepentingan penerimaaan
pegawai atau rekrutmen dan promosi pegawai. Dalam pendidikan, tes
digunakan antara lain untuk seleksi masuk sekolah dan perguruan
tinggi, pengembangan pribadi, penempatan, dan pemilihan studi lanjut.
Meskipun tes telah secara luas penggunaannya, tetapi pengembangan
tes sebagai alat ukur tidak sepesat di Amerika Serikat. Amerika Serikat
merupakan salah satu contoh negara yang gerakan testingnya sangat
baik atau dapat dikatakan bahwa testing merupakan suatu gerakan
nasional. Di Amerika gerakan testing psikologis berkembang sejak
awal abad 19, karena kebutuhan akan instrumen pengukuran
kemampuan orang sebagai akibat dari perkembangan industri. Dunia
industri dan dunia usaha membutuhkan tenaga terampil dengan bakat
dan kemampuan yang cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha modern demi efisiensi dan
produktivitas kerja. Dalam dunia kemiliteran, seperti pada saat Perang
Dunia I juga memerlukan tenaga militer dengan kemampuan yang
diidentifikasi secara cepat untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di
bagian-bagian yang ada seperti artileri, infantri, penerbang, nakhoda,
dan sebagainya.
B. Perkembangan Pengukuran Psikologi
Pengukuran psikologi pada awalnya sangat di pengaruhi oleh
ilmu fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
pengukuran dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran dalam
psikologi. Karya-karya tokoh dalam bidang psikofisika umumnya
mencari hukum-hukum umum (generalisasi). Baru kemudian,
terutama karena pengaruh Galton, gerakan “testing” yang
mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang.
Bab IV
PENGUKURAN INTELIGENSI
A. Pengertian Inteligensi
. Inteligensi menurut Binet (dalam Suryabrata, 1997) adalah:
kecenderungan untuk menetapkan dan mempertahankan
(memperjuangkan) tujuan tertentu,
kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dengan maksud
untuk mencapai tujuan itu, dan
kemampuan untuk otokritik, yaitu kemampuan mengkritik diri
sendiri, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang telah
dibuatnya.
B. Teori-teori Inteligensi
B. Pembentukan Kepribadian
Pada awalnya orang berpendapat bahwa kepribadian ditentukan
faktor keturunan atau bawaan. Jika orang tuanya seorang pemarah,
besar kemungkinan anaknya juga akan menjadi anak pemarah.
Namun, pendapat ini kemudian dipertanyakan oleh banyak pihak.
Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa kepribadian
merupakan hasil bentukan lingkungan. Faktor-faktor di luar diri
seseorang (seperti pola asuh orang tua, pendidikan guru, perlakukan
masyarakat sekitar, nilai yang ditanamkan, dan sebagainya) diyakini
sangat berperan dalam membentuk kepribadian seseorang.
Boeree mengatakan kepribadian terbentuk oleh tiga faktor, yaitu
keturunan, lingkungan, dan situasi. Interaksi ketiga faktor tadi terjadi
dalam tiga fase transisi yang menentukan bagi setiap orang, yaitu fase
bayi, remaja, dan dewasa. Pandangan yang menyatakan kepribadian
merupakan hasil interaksi beberapa faktor merupakan pandangan
yang banyak disetujui banyak ahli. Ada juga yang menyatakan setuju
pada teori interaksi ketiga faktor tersebut, dengan tetap menganggap
keturunan sebagai faktor yang dominan. Selain itu pengalaman juga
ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian.
Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk
kepribadian, dapat dibedakan dalam dua golongan :
Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap
individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat
hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam
masyarakat. Misalnya, sebagai laki-laki atau wanita
seseorang mempunyai hak dan kewajiban tertentu.
Pengukuran Kepribadian
Sifat kepribadian biasa diukur melalui angka rata-rata
pelaporan diri (self-report) melalui kuesioner kepribadian atau
penelusuran kepribadian seutuhnya menggunakan inventory
kepribadian yaitu serangkaian instrumen yang menyingkap
sejumlah sifat. Ada beberapa macam cara untuk mengukur atau
menyelidiki kepribadian. Berikut ini adalah beberapa diantaranya :
1. Observasi Direct
Observasi direct berbeda dengan observasi biasa. Observasi
direct mempunyai sasaran yang khusus, sedangkan observasi
biasa mengamati seluruh tingkah laku subjek. Observasi direct
memilih situasi tertentu, yaitu saat dapat diperkirakan munculnya
indikator dari ciri-ciri yang hendak diteliti, sedangkan observasi
biasa mungkin tidak merencanakan untuk memilih waktu.
Observasi direct diadakan dalam situasi terkontrol, dapat
diulang atau dapat dibuat replikasinya. Misalnya, pada saat
berpidato, sibuk bekerja, dan sebagainya. Ada tiga tipe metode
dalam observasi direct yaitu:
Time Sampling Method
Dalam time sampling method, tiap-tiap subjek diselidiki
pada periode waktu tertentu. Hal yang diobservasi mungkin
sekadar muncul tidaknya respons, atau aspek tertentu.
Incident Sampling Method
Dalam incident sampling method, sampling dipilih dari
berbagai tingkah laku dalam berbagai situasi. Laporan
observasinya mungkin berupa catatan-catatan dari Ibu
tentang anaknya, khusus pada waktu menangis, pada waktu
mogok makan, dan sebgainya. Dalam pencatatan tersebut
hal-hal yang menjadi perhatian adalah tentang intensitasnya,
lamanya, juga tentang efek-efek berikut setelah respons.
Metode Buku Harian Terkontrol
Metode ini dilakukan dengan cara mencatat dalam
buku harian tentang tingkah laku yang khusus hendak
diselidiki oleh yang bersangkutan sendiri. Misalnya
mengadakan observasi sendiri pada waktu sedang
marah. Syarat penggunaan metode ini, antara lain,
bahwa peneliti adalah orang dewasa yang cukup
inteligen dan lebih jauh lagi adalah benar-benar ada
pengabdian pada perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Wawancara (Interview)
Menilai kepribadian dengan wawancara (interview),
dilakukan dengan mengadakan tatap muka dan berbicara
dari hati ke hati dengan orang yang dinilai. Dalam psikologi
kepribadian, orang mulai mengembangkan dua jenis
wawancara, yakni:
Stress interview
Stress interview digunakan untuk mengetahui sejauh
mana seseorang dapat bertahan terhadap hal-hal yang dapat
mengganggu emosinya dan juga untuk mengetahui seberapa
lama seseorang dapat kembali menyeimbangkan emosinya
setelah tekanan-tekanan ditiadakan. Interviewer
ditugaskan untuk mengerjakan sesuatu yang mudah,
kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih sukar.
Exhaustive Interview
Exhaustive Interview merupakan cara interview
yang berlangsung sangat lama; diselenggarakn secara
terus menerus. Cara ini biasa digunakan untuk meneliti
para tersangka dibidang kriminal dan sebagai
pemeriksaan taraf ketiga.
3. Tes proyektif
Cara lain untuk mengukur atau menilai kepribadian
adalah dengan menggunakan tes proyektif. Orang yang
dinilai akan memprediksikan dirinya melalui gambar atau
hal-hal lain yang dilakukannya. Tes proyektif pada dasarnya
memberi peluang kepada testee (orang yang dites) untuk
memberikan makna atau arti atas hal yang disajikan; tidak
ada pemaknaan yang dianggap benar atau salah.
Jika kepada subjek diberikan tugas yang menuntut
penggunaan imajinasi, kita dapat menganalisis hasil fantasinya
untuk mengukur cara dia merasa dan berpikir. Jika melakukan
kegiatan yang bebas, orang cenderung menunjukkan dirinya,
memantulkan (proyeksi) kepribadiannya untuk melakukan
tugas yang kreatif. Jenis yang termasuk tes proyektif adalah:
Tes Rorschach
Tes yang dikembangkan oleh seorang dokter psikiatrik
Swiss, Hermann Rorschach, pada tahun 1920-an, terdiri atas
sepuluh kartu yang masing-masing menampilkan bercak tinta
yang agak kompleks. Sebagian bercak itu berwarna;
sebagian lagi hitam putih. Kartu-kartu tersebut diperlihatkan
kepada mereka yang mengalami percobaan dalam urutan
yang sama. Mereka ditugaskan untuk menceritakan hal apa
yang dilihatnya tergambar dalam noda-noda tinta itu.
Meskipun noda-noda itu secara objektif sama bagi semua
peserta, jawaban yang mereka berikan berbeda satu sama
lain. Ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami
percobaan itu memproyeksikan sesuatu dalam noda-noda
itu. Analisis dari sifat jawaban yang diberikan peserta itu
memberikan petunjuk mengenai susunan kepribadiannya.
Tes Apersepsi Tematik (Thematic Apperception Test/TAT) Tes
apersepsi tematik atau Thematic Apperception Test
(TAT), dikembangkan di Harvard University oleh Hendry
Murray pada tahun 1930-an. TAT mempergunakan suatu seri
gambar-gambar. Sebagian adalah reproduksi lukisan-lukisan,
sebagian lagi kelihatan sebagai ilustrasi buku atau majalah.
Para peserta diminta mengarang sebuah cerita mengenai
tiap-tiap gambar yang diperlihatkan kepadanya. Mereka
diminta membuat sebuah cerita mengenai latar belakang dari
kejadian yang menghasilkan adegan pada setiap gambar,
mengenai pikiran dan perasaan yang dialami oleh orang-
orang didalam gambar itu, dan bagaimana episode itu akan
berakhir. Dalam menganalisis respon terhadap kartu TAT, ahli
psikologi melihat tema yang berulang yang bisa
mengungkapkan kebutuhan, motif, atau karakteristik cara
seseorang melakukan hubungan antarpribadinya.
4. Inventori Kepribadian
Inventori kepribadian adalah kuesioner yang mendorong individu
untuk melaporkan reaksi atau perasaannya dalam situasi tertentu.
Kuesioner ini mirip wawancara terstruktur dan ia menanyakan
pertanyaan yang sama untuk setiap orang, dan jawaban biasanya
diberikan dalam bentuk yang mudah dinilai, seringkali dengan
bantuan komputer. Menurut Atkinson dan kawan-kawan, investori
kepribadian mungkin dirancang untuk menilai dimensi tunggal
kepribadian (misalnya, tingkat kecemasan) atau beberapa sifat
kepribadian secara keseluruhan. Investori kepribadian yang terkenal
dan banyak digunakan untuk menilai kepribadian seseorang ialah: (a)
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), (b) Forced-
Choice Inventories, dan (c) Humm-Wadsworth Temperament Scale
(H-W Temperament Scale).
Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
MMPI terdiri atas kira-kira 550 pernyataan tentang sikap,
reaksi emosional, gejala fisik dan psikologis, serta
pengalaman masa lalu. Subjek menjawab tiap pertanyaan
dengan menjawab “benar”, “salah”, atau “tidak dapat
mengatakan”. Pada prinsipnya, jawaban mendapat nilai
menurut kesesuaiannya dengan jawaban yang diberikan oleh
orang-orang yang memiliki berbagai macam masalah
psikologi. MMPI dikembangkan guna membantu klinis dalam
mendiagnosis gangguan kepribadian. Para perancang tes
tidak menentukan sifat mengukurnya, tetapi memberikan
ratusan pertanyaan tes untuk mengelompokkan individu. Tiap
kelompok diketahui berbeda dari normalnya menurut kriteria
tertentu. Kelompok kriteria terdiri atas individu yang telah
dirawat dengan diagnosis gangguan paranoid. Kelompok
kontrol terdiri atas orang yang belum pernah didiagnosis
menderita masalah psikiatrik, tetapi mirip dengan kelompok
kriteria adalah hal usia, jenis kelamin, status sosioekonomi,
dan variabel penting lain.
Forced-Choice Inventories
Forced-Choice Inventories atau Inventori Pilihan-Paksa
termasuk klasifikasi tes yang volunter. Suatu tes dikatakan
volunter bila subjek dapat memilih pilihan yang lebih disukai,
dan tahu bahwa semua pilihan itu benar, tidak ada yang salah
(Muhadjir,1992). Subjek, dalam hal ini, diminta memilih pilihan
yang lebih disukai, lebih sesuai, lebih cocok dengan
minatnya, sikapnya, atau pandangan hidupnya.
Humm-Wadsworth Temperament Scale (H-W
Temperament Scale)
H-W Temperament Scale dikembangkan dari teori
kepribadian Rosanoff (Muhadjir, 1992). Menurut teori ini,
kepribadian memiliki enam komponen, yang lebih
banyak bertolak dari keragaman abnomal, yaitu:
Schizoid Autistik, mempunyai tendensi tak
konsisten,berpikirnya lebih mengarah pada
khayalan.
Schizoid Paranoid, mempunyai tendensi tak konsisten,
dengan angan bahwa dirinya penting.
Cycloid Manik, emosinya tidak stabil dengan semangat
berkobar.
Cycloid Depress, emosinya tak stabil dengan retardasi
dan pesimisme.
Hysteroid, keturunan watak berbatasan dengan
tendensi kriminal.
Epileptoid, dengan antusiasme dan aspirasi yang
bergerak terus.
Bab VII
1. N-Achievement:
Nilai positif : Kemauan dan kesanggupan untuk berprestasi
Nilai negatif : Ambisius yang merugikan
2. N-Deference:
Nilai positif : Kemauan untuk menyesuaikan diri
Nilai negatif : Kecenderungan suggestible, kurang kritis
3. N-Order:
Nilai positif : Kebutuhan untuk keteraturan
Nilai negatif : Mengurangi kreativitas dan takut menyimpang
4. N-Exhibition:
Nilai positif : Mampu menunjukkan diri, PD, optimis, extraversi
Nilai negatif : Mengurangi kontrol diri dan disiplin diri,
memamerkan diri
5. N-Autonomi:
Nilai positif : Keinginan untuk mandiri, tidak tergantung
Nilai negatif : Kurang mampu adaptasi, fanatik
6. N-Afiliation:
Nilai positif : Kebutuhan terhadap perhatian orang lain yg
harmonis, pengertian dan toleransi
74
7. N-Intraception:
Nilai positif : Mampu menganalisa perasaan diri dan orang lain
Nilai negatif : Kurang dapat mengambil jarak
8. N-Succorance:
Nilai positif : Kebutuhan untuk menerima bantuan dari orang
lain
Nilai negatif : Pasif, manja
9. N-Dominace:
Nilai positif : Keinginan memimpin, mempengaruhi, membim
bing, mengarahkan.
Nilai negatif : Otoriter
10. N-Abasement:
Nilai positif : Merendahkan diri untuk menyesuaikan diri,
kompromi, toleransi
Nilai negatif : Labilitas emosi, merasa
bersalah 11. N-Nurturance:
Nilai positif : Kehangatan perasaan
Nilai negatif : Kurang rasional
12. N-Change:
Nilai positif : Fleksibel, melakukan perubahan
Nilai negatif : Tidak tetap pada pendirian
13. N-Endurance:
Nilai positif : Keuletan, kegigihan dalam menyelesaikan
pekerjaan
Nilai negatif : Rigid, asal tahan tidak didasari pertimbangan
lain 14. N-Heterosexual:
Nilai positif : Kehidupan sex sehari-hari dalam batas normal
Nilai negatif : Overacting dalam kehidupan sex atau justru
tidak sama sekali
15. N-Aggression:
Nilai positif : Progresif, mampu mengontrol agresi, berani
Nilai negatif : Nekad, perbuatan destruktif dalam segala bentuk
Bab IX
MEMAHAMI PRESTASI BELAJAR
INDIVIDU MELALUI TES HASIL
BELAJAR
Hasil belajar merupakan kemampuan nyata yang dicapai
seseorang individu setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar
dalam kurun waktu tertentu (seperti: catur wulan, semester, dan
sebagainya). Hasil belajar tersebut diukur dengan menggunakan
alat ukur yang terstandar, dan alat ukur yang dimaksud adalah
tes hasil belajar.
Tes hasil belajar merupakan alat ukur yang berupa
seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa (peserta
didik) dan dapat berupa tugas yang harus dikerjakan peserta didik.
Tes dimaksudkan untuk mengukur perubahan perilaku sebagai
hasil proses belajar-mengajar atau hasil interaksi belajar-mengajar
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan oleh guru. Guru
melaksanakan tes hasil belajar untuk mengetahui keberhasilannya
mengelola lingkungan belajar. Dalam mengajar sebenarnya guru
melakukan penataan lingkungan sehingga terjadi tindak belajar
pada diri para peserta didik atau murid dan hasilnya adalah
terbentuknya tingkah laku baru atau terjadi perubahan tingkah aku.
Ditinjau dari kepentingan guru, tes hasil belajar dimaksudkan
untuk: (1) mengetahui ketepatan pemilihan dan penerapan metode
PENUTUP
Kekurangan
Kelebihan