Anda di halaman 1dari 9

TUTORIAL KASUS

VITILIGO

Disusun oleh
ARNI RAMADHANI
14/365576/KU/17202
Periode Koas: 15 – 27 April 2019

Pembimbing:
dr. Laily Noor Qomariyah, M.Kes, Sp.KK

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD Wates
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK)
Universitas Gadjah Mada
2019
IDENTITAS PASIEN
Nama :Z
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 55 tahun
Alamat : Wates
Pekerjaan : Buruh bangunan
Tanggal Kunjungan : 15 April 2019

A. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : bercak putih meluas pada kedua punggung jari tangan, punggung
kaki, dan dahi.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1 THSPRS pasien terdiagnosis DM, kemudian muncul bercak putih gatal (-), nyeri
(-) pada kedua punggung jari tangan pasien, pada area bekas lecet akibat terkena
sayatan saat menyerut kayu. Bercak putih tersebut meluas dan bertambah di bagian
jari tangan yang lain serta muncul bercak pada punggung kaki yang juga akibat
bekas lecet. Pada batas dahi dan rambut di kepala juga muncul bercak putih yang
sama.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
DM (+) dalam pengobatan rutin di Poli Penyakit Dalam.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada

B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Kondisi Umum : compos mentis
b. STDV
Ditemukan macula dan patch depigmentasi multipel dengan bentuk bundar dan
ukuran ± 0,5-1,5 cm berbatas tegas tersebar simetris pada kedua punggung jari
tangan, punggung kaki, dan batas dahi-rambut.
C. DIAGNOSIS BANDING
a. Vitiligo
b. Lepra
c. Pitiriasis alba

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

E. DIAGNOSIS KLINIS
Vitiligo

F. TERAPI
a. Penggunaan tabir surya
b. Repigmentasi : kortikosteroid / calcineurin inhibitor topikal

G. SARAN
1. Hindari trauma fisik (garukan/gesekan) / tekanan berulang
2. Hindari stres
3. Hindari paparan sinar matahari berlebihan
Lampiran
PEMBAHASAN
A. Definisi
Vitiligo merupakan penyakit depigmentasi pada kulit, mukosa, dan rambut.
Depigmentasi kulit pada vitiligo terjadi akibat hilangnya melanosit fungsional. Vitiligo
memiliki lesi khas berupa makula berwarna putih susu yang meluas progresif.
Secara epidemiologi, insidensi vitiligo terjadi sebesar 1% pada populasi dunia.
Vitiligo dapat mengenai berbagai ras dan jenis kelamin secara merata, namun pada
beberapa jurnal disebutkan bahwa persentase wanita lebih banyak disbanding pria
karena kebetulan sampel yang diambil lebih banyak sampel wanita. Onset usia
munculnya lesi pertama kali terjadi pada usia 10 – 30 tahun.
Kasus vitiligo merupakan kasus yang didapat (acquired) dan 30% kasus vitiligo
diturunkan. Vitiligo memiliki keterkaitan dengan kondisi autoimun, gangguan tiroid,
dan penyakit diabetes mellitus namun keterkaitannya tidak langsung dimana kondisi
tersebut dapat meningkatkan risiko kejadian vitiligo.
B. Etiopatofisiologi
Terdapat tiga teori mengenai terjadinya vitiligo.
1. Teori autoimun. Teori ini menyebutkan bahwa limfosit tiba-tiba teraktivasi dan
merusak melanosit di kulit.
2. Hipotesis neurogenik. Menurut hipotesis ini, interaksi antara melanosit dan sel
saraf akan mengganggu fungsi melanosit sehingga memicu terjadinya
depigmentasi.
3. Hipotesis self-destruction. Biosintesis melanin normal akan memproduksi
senyawa toksik yang akan merusak melanosit.
C. Presentasi Klinis
Pada vitiligo tidak terdapat gejala subyektif, namun kadang lesi dapat sedikit gatal.
Lesi yang muncul berupa bercak putih susu/sewarna kapur. Onset munculnya lesi
biasanya terkait dengan trauma fisik dimana vitiligo awalnya muncul pada lokasi yang
sebelumnya mengalami trauma. Selain itu onset munculnya lesi juga dikaitkan dengan
penyakit tertentu seperti autoimun, gangguan tiroid, dan DM serta akibat stres
emosional.
Lesi dapat bertambah luas/menyebar, atau berkembang lambat maupun menetap.
Namun pada sebagian besar kasus lesi berkembang dalam onset cepat diikuti progresi
stabil/lambat. Pada 30% kasus vitiligo, lesi dapat mengalami repigmentasi spontan.
Lesi juga dapat dipresipitasi oleh reaksi sunburn.
D. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan makula depigmentasi (putih pucat/sewarna
kapur) dengan ukuran ≥0,5 cm berbatas tegas. Lesi lama dapat meluas atau menyebar
(muncul lesi baru).
Distribusi lesi pada vitiligo dibagi menjadi tiga.
1) Fokal. Terdapat hanya satu / beberapa makul pada satu lokasi (dapat berkembang
menjadi Vitiligo Segmental / Vitiligo Non Segmental).
2) Generalisata / Non-Segmental (tipikal). Distribusi lesi luas dan simetris. Distribusi
biasanya terdapat di sekitar mata, sekitar mulut, jari-jari, siku, lutut, punggung
bawah, genital. Selain vitiligo non segmental tipikal, terdapat varian lip tip pattern
dimana pola distribsui makula hanya ditemukan di perioral, ujung distal jari tangan
dan ujung distal jari kaki, dan terkadang melibatkan bibir, putting payudara, genital,
dan anus. Distribusi lain dari vitiligo non segmental adalah akrofasial, mukosal,
universal, dan tipe campuran. Pada vitiligo non segmental dengan distribusi
mukosal, lesi hanya ditemukan di mukosa dan tidak ditemukan di kulit.

3) Segmental. Distribusi lesi hanya terdapat pada satu regio unilateral dan tidak
meluas, Lesi biasanya bersifat stabil. Kondisi ini banyak terjadi pada anak-anak.
Vitiligo stabil biasanya lebih tidak merespon dan lebih resisten terhadap terapi
sehingga merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan.
Vitiligo stabil memiliki kriteria:
- Lesi lama tidak berkembang/meluas dalam 2 tahun
- Tidak ada lesi baru pada periode yang sama
- Tidak ada fenomena Koebner
- Tidak ada repigmentasi spontan / paska terapi
- Minigrafting (+), tidak ada Koebnerisasi pada lokasi donor
E. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis vitiligo sebenarnya dapat dilakukan hanya dengan pemeriksaan
fisik. Namun pada kasus-kasus sulit pemeriksaan penunjang dapat dilakukan.
1. Woodlamp
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat gambaran depigmentasi yang lebih jelas.
Pemeriksaan Woodlamp dilakukan pada pasien yang memiliki kulit yang sangat
terang sehingga makulanya bisa tersamarkan oleh warna kulit aslinya.
2. Dermatopatologi
Pada kasus sulit dapat ditemukan pasien vitiligo dengan tampakan kulit normal.
Pemeriksaan dermatopatologi dilakukan untuk memastikan bahwa benar-benar
tidak ditemukan melanosit pada epidermis.
3. Mikroskop elektron
Pemeriksaan ini akan menunjukkan tampakan tidak adanya melanosit dan tidak
adanya melanosom pada keratinosit.
4. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan untuk menentukan kondisi penyakit
terkait. Pemeriksaan TSH dan T4 dilakukan untuk menentukan gangguan fungsi
tiroid. Stimulasi ACTh juga dilakukan pada Addison’s disease, pemeriksaan darah
rutin dapat dilakukan pada kecurigaan anemia pernisiosa. Pada kasus DM dilakukan
pemeriksaan gula darah puasa (GDP), serta dapat dilakukan pemeriksaan ANA
pada kondisi autoimun.
5. VASI/VETF
Apabila pasien sudah terdiagnosis vitiligo, terdapat beberapa indeks skoring untuk
menentukan keparahan dan tindak lanjur terapi pada vitiligo. Vitiligo Area Scoring
Index (VASI) merupakan indeks skoring yang menentukan keparahan vitiligo
berdasarkan lima area yang terkena. Sedangkan Vitiligo European Task Force
assessment (VETF) digunakan untuk mengevaluasi perluasan depigmentasi
berdasarkan rules of nine dengan menggunakan persentase empat bagian tubuh.
F. Diagnosis Banding
1. Pitiriasis alba. Memiliki tampakan bercak putih pucat, namun berbatas tidak tegas,
dan apabila digaruk akan terjadi sedikit scaling.
2. Pitiriasis versicolor. Dapat dieksklusi dengan pemeriksaan KOH yang positif, dan
pada pemeriksaan Woodlamp akan menyebabkan pendaran warna kuning
kehijauan.
3. Lepra. Tampakan bercak putih pucat yang mati rasa dan merupakan menyakit
endemis.
4. Mikosis fungoides. Jika keluhan yang ada hanya berupa depigmentasi maka dapat
dieksklusi dengan biopsi dan dilakukan pemeriksaan dermatopatologi.
5. Tuberousklerosis. Lesi putih pucat namun kongenital dan bersifat stabil, serta
memiliki tampakan khas yaitu ash-leaf shape dan temuan confetti macule.
6. Nevus depigmentosus
G. Penanganan
Prinsip manajemen vitiligo terbagi menjadi empat.
1. Penggunaan tabir surya
Penggunaan tabir surya bertujuan untuk mencegah area kulit yang masih normal
agar tidak mengalami hiperpigmentasi dan melindungi area lesi dari reaksi
sunburn akut.
2. Cosmetic cover up
Penggunaan foundation dan sejenisnya untuk menutupi lesi.
3. Repigmentasi
- Lini pertama
a. Topikal
Kortikosteroid topikal
Calcineurin inhibitor topikal (tacrolimus, pimekrolimus)
b. Fototerapi
Narrow band UVB (NBUVB) 311 nm
Excimer lamp / laser 308 nm (memberikan hasil terbaik pada wajah)
c. Fotokemoterapi
Kombinasi Psoralen + PUVA
- Lini kedua
a. Topikal
Kombinasi kortikosteroid + analog Vitamin D3
b. Sistemik
Betametason 5 mg dosis tunggal 2 hari/minggu selama 16 minggu
c. Fototerapi
Excimer lamp / laser 308 nm
d. Fotokemoterapi
Kombinasi psoralen + PUVA
Kombinasi NBUVB + calcineurin inhibitor topikal (paling efektif)
Kombinasi NBUVB + kortikosteroid sistemik
- Lini ketiga (pembedahan)
a. Minipunch grafting
b. Split-skin grafting
c. Suction blister epidermal graft (SEEG)

4. Depigmentasi
Pada kondisi vitiligo yang parah dan mengenai semua kulit, atau vitiligo yang
gagal setelah diterapi maka dilakukan depigmentasi ke seluruh badan untuk
meratakan warna kulit. Proses depigmentasi dilakukan menggunakan krim
monobenzylether hydroquinone 20%. Prosedur bleaching ini memiliki angka
kesuksesan >90% dan bersifat permanen sehingga pasien akan memiiki badan
yang putih pucat.
5. Minigrafting
Prosedur ini merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan apabila vitiligo
bersifat stabil dan tidak respon terapi. Minigrafting merupakan terapi lini ketiga
dalam manajemen vitiligo.
H. Saran
a. Hindari trauma fisik (garukan, gesekan) / tekanan repetitif.
b. Hindari stres.
c. Hindari paparan sinar matahari berlebihan.
d. Menjelaskan pada pasien bahwa vitiligo bukan kondisi yang mengancam nyawa
dan tidak menular namun menimbulkan masalah kosmetik. Tetapi vitiligo dapat
disemuhkan walaupun memang memerlukan waktu dan usaha yang ekstra untuk
mendapatkan respon terapi yang optimal.

Referensi
- Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. 2013. Fitzpatrick’s Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology 7th ed. New York: McGrawHill Education
LLC.
- PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PP PERDOSKI
- Komen L et al (September 2014) Vitiligo Area Scoring Index and Vitiligo
European Task Force assessment: reliable and responsive instruments to
measure the degree of depigmentation in vitiligo. British Journal of
Dermatology (2015); Vol 172: pp 437-443

Anda mungkin juga menyukai