Anda di halaman 1dari 13

POTRET BURAM PELAYANAN PUBLIK “PELAYANAN PDAM KOTA KUPANG”

1. Apa penyebab ketidak lancaran pelayanan PDAM di kota kupang berdasarkan


pendekatan manajemen kinerja?
Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup di dunia ini termasuk
manusia. Tanpa air, manusia akan mengalami kesulitan untuk melangsungkan
hidupnya, maka dari itu pengelolaannya harus diatur sedemikian rupa sehingga
dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Air adalah sumber daya nasional yang menyangkut hajat hidup orang
banyak, maka pengelolaanya dipegang oleh pemerintah. Hal ini sesuai
dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang berbunyi sebagai berikut: “Bumi dan
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Di Pasal 10
UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa
daerah berwenang untuk mengelola sumber regional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagai bentuk penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang
pekerjaan umum kepada daerah, maka pelayanan air minum diserahkan
kepada Pemerintah Daerah. Selanjutnya, melalui Peraturan Daerah
pelaksanaannya diserahkan kepada sebuah instansi. Dalam hal ini instansi
yang menangani adalah Perusahaan Daerah Air PDAM merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang jasa penyediaan air bersih.
Salah satu tujuan dibentuknya PDAM adalah mencukupi kebutuhan
masyarakat akan air bersih, meliputi penyediaan, pengembangan pelayanan
sarana dan prasarana serta distribusi air bersih, sedang tujuan lainnya adalah
ikut serta mengembangkan perekonomian guna menunjang pembangunan
daerah dengan memperluas lapangan pekerjaan, serta mencari laba
sebagai sumber utama pembiayaan bagi daerah. PDAM sebagai salah satu
BUMD diharapkan mampu memberikan kontribusi yang memadai sebagai
pelayan masyarakat dan diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fungsi ganda sebagai Non profit
business dan sekaligus for profit business, menyebabkan PDAM tidak
bersifat Pure non profit organization melainkan bersifat quasi profit
organization. Hanya perusahaan yang memiliki keunggulan pada tingkat
global yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen dan
mampu menghasilkan produk yang bermutu serta cost effective (Mulyadi, 2001).

1
Keadaan ini memaksa manajemen berupaya menyiapkan strategi strategi
baru yang menjadikan PDAM mampu bertahan dan berkembang. Oleh
karena itu, PDAM dalam hal ini manajemen harus mengkaji ulang prinsip
yang digunakan dalam menciptakan produk dan layanan yang lebih baik dan
berkualitas serta pelayanan yang baik kepada pelanggan. Untuk dapat
menjamin PDAM berlangsung dengan baik, maka manajemen perlu
mengadakan evaluasi terhadap kinerjanya.
Dalam evaluasi tersebut diperlukan suatu standar pengukuran kinerja
yang tepat, dalam arti tidak hanya berorientasi pada sektor keuangan saja
tetapi perlu juga dilengkapi dengan informasi dari sektor non keuangan
seperti kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan
dan sebagainya, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat mengambil
keputusan yang tepat untuk keberlangsungan usaha dalam jangka waktu
yang panjang. Berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 47
tahun 1999 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) indikator yang diukur hanya menggunakan tiga aspek yaitu aspek
keuangan, aspek operasional dan aspek administrasi. Sedangkan Balance
Scorecard bisa digunakan dalam penilaian kinerja PDAM dengan memperhatikan
empat aspek yaitu aspek keuangan, aspek pelanggan, aspek bisnis internal dan
aspek pertumbuhan dan pembelajaran. Penilaian dengan menggunakan Balance
Scorecard lebih kompleks dan rinci dalam menilai aspek finansial dan non
finalnsial sehingga dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses
pengendalian manajemen organisasi.
Metode Balance Scorecard merupakan sistem manajemen bagi
perusahaan untuk berinvestasi dalam jangka waktu panjang, untuk pelanggan
(customer), pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, termasuk manajemen
(learning and growth), proses bisnis internal (sistem) demi memperoleh hasil-
hasil finansial yang memungkinkan perkembangan organisasi bisnis Balance
Scorecard memberikan suatu kerangka kerja bagi pihak manajemen untuk
menerjemahkan misi dan strategi organisasi kedalam tujuan-tujuan dan
ukuran-ukuran yang dapat dilihat dari empat perspektif (Kaplan dan Norton,
2000).
Keempat perspektif perspektif itu dimaksudkan untuk menjelaskan
penampilan suatu organisasi dari empat titik pandang berikut ini :
1. Perspektif Keuangan (Shalborders – pemegang saham)
Untuk mencapai sukses secara finansial, kinerja keuangan organisasi
yang bagaimanakah yang patut ditunjukkan kepada pemilik organisasi ?
2. Perspektif Pelanggan (Customer)
Bagaimana penampilan organisasi di mata pelanggan ?
3. Perspektif Bisnis Internal (Internal Bussiness Process)

2
Untuk memuaskan para pemilik organisasi dan para
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth) Bagaimana
organisasi mempertahankan kemampuan sehingga organisasi terus berubah
dan menjadi lebih baik ? Mediaty (2010), dalam penelitiannya yang
berjudul “Analisis Pengaruh Lingkungan Strategi, Budaya dan Perencanaan
Strategi terhadap Kinerja Perusahaan Daerah (Studi Kasus Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) di Sulawesi Selatan)” menjelaskan tentang
pengaruh aspek non Riyardi (2009), dalam penelitiannya yang berjudul
“Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan
PDAM Kota Surakarta” menjelaskan bahwa dalam menganalisis kinerja
keuangan PDAM Kota Surakarta harus menyertakan faktor yang
mempengaruhi kinerja keungan. Bahkan seharusnya harus menyertakan
faktor eksternalnya. Teori manajemen keuangan untuk perusahaan
negara dan daerah secara keseluruhan telah terverifikasi dan mampu
menunjukkan kesehatan kinerja keuangan PDAM Kota Surakarta. Teori
regulatd price yang berprinsip pada average cost pricing juga telah
terverifikasi. PDAM menjual air dengan harga setingkat average cost
pricing. Faktor internal dan eksternal juga mempengaruhi kinerja keuangan
PDAM Kota Surakarta.
Rusdiyanto (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Kinerja dengan Pendekatan Balance Scorecard pada PDAM Kabupaten
Semarang” menjelaskan tentang perspektif balance scorecard, untuk
perspektif keuangan pada PDAM Kabupaten Semarang dengan indikator
Current Ratio, Profit Margin dan Operating Ratio dalam keadaan baik
daripada tahun sebelumnya. Hasil pengukuran kinerja perspektif pelanggan
terhadap tingkat pemerolehan pelanggan, tingkat retensi pelanggan,
tingkat profitabilitas pelanggan, serta tingkat kepuasan pelanggan,
menunjukkan tingkat kinerja yang baik, dan hanya retensi pelanggan yang
mengalami penurunan. Hasil pengukuran Perspektif Internal Bisnis, yaitu
inovasi perusahaan dan layanan purna jual, secara keseluruhan kinerja
perusahaan menunjukkan hasil yang baik. Hasil pengukuran perpektif
pembelajaran dan pertumbuhan, mengenai produktivitas karyawan dan
retensi karyawan dapat dkatakan cukup. Sementara tingkat kepuasan
karyawan juga menunjukan hasil yang cukup baik, meskipun ada
beberapa kekurangan yang perlu diperbaiki.

3
2. Bagaimana upaya dan cara pencegahannya?
 Tarif Air
Perhitungan tarif dilakukan atas keseluruhan biaya yang dikeluarkan dengan
volume air yang terjual dan biaya abonemen sesuai dengan kelompok pelanggan.
Setiap kelompok pelanggan dikenai biaya abonemen sebesar 10% dari harga air
yang terjual.
Penetapan tarif PDAM didasarkan pada prinsip - prinsip di bawah ini, yaitu :
1. Keterjangkauan dan keadilan
2. Mutu Pelayanan
3. Pemulihan biaya
4. Efisiensi pemakaian air
5. Transparasi dan akuntabilitas
6. Perlindungan air baku.

Kualitas pelayanan PDAM Kota Kupang yang diperbaiki yakni Kualitas pelayanan disini
ditentukan oleh pengguna jasa atau pelanggan. Kualitas pelayanan ditentukan oleh pengguna
jasa atau pelanggan. Oleh karena itu untuk menilai kualitas pelayanan suatu organisasi dapat
dilihat dari penilaian konsumen terhadap pelayanan yang diterima apakah sudah sesuai
dengan harapan pelanggan ataukah belum sesuai.
Untuk mengetahui kualitas pelayanan PDAM dapat diukur menggunakan indikator
menurut pendapat Zeithaml, Berry dan Parasuraman (dalam Total Quality Management,
2003:27-28). Bukti langsung (tangible) Bukti langsung (tangible) atau bukti fisik, yaitu
kemampuan PDAM Kota kupang untuk menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.
Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan oleh pemberi jasa. Penampilan fasilitas sarana
dan prasarana fisik organisasi dan lingkungan sekitar adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa, yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, peralatan atau teknologi
yang digunakan, penampilan pegawainya serta sarana komunikasi. Sarana dan fasilitas yang
diberikan merupakan daya tarik bagi pelanggan, tidak hanya itu melainkan juga bagi pagawai
sebagai pemberi pelayanan.
Dari fungsi tersebut, peranan sarana dan fasilitas pelayanan sangatlah penting dalam
menunjang kelancaran kinerja pelayanan di samping peranan sumber daya manusianya
sendiri. Untuk itu PDAM diharapkan selalu memperhatikan sarana dan fasilitas yang ada,

4
karena sarana dan fasilitas yang baik dapat menunjang citra atau image yang baik PDAM itu
sendiri dalam penyediaan air minum bagi masyarakat khususnya pelanggan akan merasa
puas.
Karena itulah PDAM Kota Kupang melengkapi institusinya dengan peralatan yang
memadai untuk memberikan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Diharapkan dengan
adanya peralatan tersebut pelayanan yang diberikan oleh PDAM Kota kupang dapat semakin
baik dan maksimal.
Dengan tersedianya peralatan yang mendukung kerja pegawai diharapkan para
pegawai bisa memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggannya, dan dengan
adanya fasilitas yang diperuntukkan bagi para pelanggan, bisa membuat para pelanggan
merasa nyaman dan betah saat harus mengantri atau pada saat pembayaran rekening atau
pada saat mengurus keperluannya.
Sumber : http://jurnaladministrasipublik.co.id

5
LAMPIRAN BERITA - BERITA

PORTALNTT.COM, KUPANG – Gara-gara macetnya air PDAM Kota Kupang, warga Jalan
sukun 1 Oepura Kupang yang tidak memiliki tempat penampungan seperti bak air dan viber,
cukup menderita. Pasalnya, selain tidak memiliki stok air untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga, anak-anak mereka pun tidak bisa ke sekolah.

”Air PDAM su (sudah,red) jalan dua kali dalam satu minggu. Sekarang macet total lai
(lagi,red). Jadi kita yang harap air model ini, anak-anak tidak bisa sekolah karena
persediaan air tidak ada,” demikian dikatakan salah seorang warga Jalan Sukun yang
minta namanya tidak dipublikasi, kepada wartawan via telepon seluler, Rabu (23/11).

Menurut warga ini, jadwal mereka mendapatkan layanan air PDAM Kota Kupang pada hari
Rabu dan Sabtu. Namun pada hari ini, saat mereka membuka kran air dari pagi sampai sore
tidak ada satu tetes air pun yang menetes. Padahal, jaringan PDAM di Jalan Sukun 1 Oepura
ini,

“Selain pelanggan tetap yang sudah lama menggunakan jasa air PDAM Kota ada
pelanggan baru yang baru saja mendapat layanan PDAM Kota Kupang,” katanya.

Direktur PDAM Kota Kupang, Arnold Mumu, yang dikonfirmasi wartawan, Rabu (23/11),
mengatakan akan berkoordinasi dengan bawahannya. Setelah masyarakat menunggu sampai
dengan sore hari tapi tidak ada perkembangan maka pada Pukul 07.12 wita, malam, saat
dihubungi kembali, Dia mengaku anak buahnya sudah turun ke lokasi.

Pernyataan direktur PDAM Kota Kupang ini terkesan menipu masyarakat karena sampai
dengan berita ini dipublikasikan, masyarakat di Jalan Sukun 1 Oepura belum mendapatkan
layanan air. (***)

6
PERMASALAHAN AIR BERSIH DI KOTA KUPANG DAN IMBAL JASA LINGKUNGAN by Ir.
A.A. Nalle, M.Si

Persoalan air bersih tampaknya bukan semata merupakan persoalan spesifik warga Kota
Kupang. Hal ini kuat dibuktikan dengan pencanangan tahun 2003 yang lalu sebagai “Tahun Air
Internasional” oleh badan Perserikatan Bangsa Bangsa. Ini sekaligus mencerminkan tentang
betapa besarnya perhatian terhadap persediaan air bersih bagi penduduk dunia yang terus
bertambah. Bahkan apabila dibanding dengan minyak bumi, saat ini air sudah dianggap
sebagai sumberdaya yang akan menjadi sangat langka bagi masa depan planet bumi.

Pertanyaannya, mengapa sehingga air menjadi begitu penting ?. Ada banyak alasan dan
penjelasan yang bisa dikemukakan, akan tetapi secara tegas beberapa faktor penyebab
kelangkaan antara lain disebabkan pertambahan jumlah penduduk yang berimplikasi terhadap
permintaan air bersih yang terus meningkat, perluasan kawasan terbangun khususnya untuk
permukiman, pengembangan prasarana dan sarana wilayah, perubahan aspek demografis dan
geografis, dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya kebutuhan air bersih di satu sisi dan
berkurangnya air bersih yang dapat dimanfaatkan di sisi yang lain, menyebabkan tekanan
terhadap sumber-sumber air dan pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kelangkaan air.
Pada saat air semakin langka maka persaingan untuk memiliki, menguasai, memanfaatkan dan
mengelola air juga akan meningkat. Hal semacam ini seringkali memicu berbagai konflik dan
bahkan menjadi fokus perhatian baik di tingkat lokal, regional, nasional bahkan internasional.
Tekanan-tekanan seperti itu pada akhirnya akan dirasakan di DAS sebagai penyedia air dan
juga berbagai jenis jasa lingkungan lainnya.

Suatu barang atau jasa akan bernilai apabila ketersediaannya berada dalam jumlah dan
kontinuitas yang langka. Hal ini pun berlaku pada sumberdaya air yang mau tidak mau pada
kondisi tertentu kita tidak memandangnya hanya sebagai satu sumberdaya alam semata yang

7
oleh siapa saja berhak atasnya, akan tetapi harus dipandang sebagai suatu komoditas ekonomi
yang langka dan bernilai. Implikasinya bahwa apabila air dipandang sebagai suatu komoditas
ekonomi maka pembagian dan distribusinya haruslah mengikuti mekanisme pasar. Merespon
kedua pandangan yang ada, maka pendekatan untuk mengatasinyapun haruslah tepat. Untuk
kondisi yang pertama tampaknya bahwa peran pemerintah sangat dituntut melaui intervensi
kebijakan, di mana pemerintah dianggap bertanggung jawab terhadap berbagai ketentuan
mengenai penyediaan berbagai barang dan jasa yang berkaitan dengan air bersih. Pandangan
Komite PBB untuk Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada tahun 2002 menegaskan tentang hak
manusia atas air. Disebutkan bahwa negara/pemerintah harus menyediakan akses bagi rakyat
dalam memperoleh air bersih, bertanggung jawab menghilangkan rintangan yang dihadapi dan
memastikan bahwa semuanya tanpa diskriminasi untuk dapat menikmati akses tersebut. Dan
jika harus adanya kompensasi, maka harga yang dibayarkan haruslah tidak akan mengganggu
pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Dengan demikian hak atas air tersebut berarti bahwa bila
terdapat individu atau kelompok yang tidak memperoleh air dalam jumlah yang cukup maka
yang bersangkutan berhak memperoleh kompensasi yang dijamin dengan hukum (Freshwater
Action Network, 2004 dalam Chandler, F.J C dan Suyanto, 2006).

Untuk kondisi yang kedua di mana air dipandang sebagai komoditas ekonomi, maka
biarlah pasar yang akan menentukan bagaimana air dan jasa Daerah Aliran Sungai (DAS)
lainnya dimanfaatkan secara efisien dengan harga yang paling tepat yang harus dibayarkan
untuk pemanfataannya. Harus juga dipahami bahwa peran pemerintah untuk menyediakan hak
masyarakat untuk mendapatkan layanan air kemudian janganlah diartikan secara linear bahwa
perolehannya secara gratis. Tidaklah demikian, sebab pernyataan hak atas air tersebut tidak
bertentangan dengan pengakuan air sebagai barang ekonomi. Kalau demikian pertanyaan lain
yang tampaknya wajib diberikan sekaligus dicarikan solusinya adalah apakah pasar mampu
mengatasi dan atau persoalan kelangkaan air ?. Menjawab pertanyaan ini haruslah ditelusuri
fakta tentang penyediaan air bagi masyarakat selama ini. Berbagai kekurangan air yang
didistribusikan melalui peran pemerintah, akibat pemerintah terkadang tidak mampu secara baik
menyediakan kebutuhan air bersih bagi seluruh lapisan/strata masyarakat, terlebih masyarakat
miskin. Bahkan insentif yang tidak jelas, birokrasi yang tidak efisien serta berupaya mengejar
keuntungan seringkali masih mewarnai pengelolaan dan penyediaan air bersih bagi
masyarakat. Demikian juga ketika pemerintah mengambil peran untuk secara total turut campur
tangan dalam penentuan harga dan keuntungan, merupakan biang munculnya distorsi pasar
yang semakin akut.

8
Memahami kondisi ini, muncul pemikiran bahwa kombinasi regulasi dan pendekatan
berbasis pasar diharapkan dapat dan mampu mengatasi persoalan penyediaan air bersih bagi
masyarakat banyak. Akan tetapi pada akhirnya pendekatan pasar justru yang lebih dominan
dan semakin sering digunakan. Namun demikian terkadang muncul bahwa pasar tidak dapat
secara adil memberikan kompensasi terhadap mereka yang menjadi penyedia eksternalitas
positif (dalam hal ini masyarakat hulu/kawasan tangkapan air) karena tidak adanya kejelasan
tentang hak penguasaan lahan atau persyaratan legal formal lainnya yang dapat dijadikan
acuan bagi setiap pembayaran jasa lingkungan air yang akan dilakukan. Di samping itu bahwa
tidak seperti komoditi ekonomi lainnya, air bersih dan juga jasa DAS lainnya tidak dapat dibeli
atau dijual sama seperti barang normal lainnya, sehingga pasar tidak memperoleh gambaran
yang jelas tentang persediaan (supply) yang ada untuk melakukan distribusi secara adil. Selain
itu alasan lain adalah sering muncul campur tangan ke dalam pasar dan penilain terhadap
fungsi DAS yang tidak tepat dan tidak lengkap. Eksternalitas positif adalah dampak positif yang
diberikan oleh masyarakat hulu sebagai penyedia dan penjaga kelestarian kawasan tangkapan
air (catchment area) dari berbagai akibat kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan seperti
bahaya erosi, banjir di wilayah hilir dan penurunan kualitas air. Dengan demikian kedudukan
dan peran masyarakat hulu menjadi sangat penting, manakala kita menginginkan terjadinya
keberlanjutan penyediaan air bersih.

Terkait pentingnya pengelolaan sumber air bersih serta dianalogkan dengan kondisinya
saat ini di Kota Kupang seharusnya pemahaman ini juga merupakan milik kita semua. Mengapa
demikian ? Sudah tentu simpel penjelasannya. Kita selama ini yang nota bene tinggal dan
bermukim di bagian hilir Kota Kupang sebenarnya adalah “penikmat” sumberdaya air bersih
yang telah disediakan oleh mereka yang bermukim dan menjaga bagian wilayah hulu dari
satuan wilayah DAS Kupang. Apakah kita semua yang adalah konsumen air bersih (baik
sebagai pelanggan PDAM dan pengguna air tanah) di wilayah hilir Kota Kupang telah
membayar sesuai dengan nilai air bersih yang sebenarnya. Ataukah mungkin saja nilai air yang
kita bayar terlampau berlebihan (over value) atau mungkin masih kurang (under value).
Selanjutnya, apakah nilai air yang selama ini telah dibayar oleh konsumen air bersih Kota
Kupang, telah mampu ditransmisikan untuk mengkompensasi berbagai korbanan yang
dikeluarkan oleh para penyedia jasa tersebut dalam hal ini pemukim di wilayah hulu, agar
mereka mau dan senantiasa menjaga kelestarian bagian wilayah tersebut. Kelestarian wilayah
DAS penting mengingat dalam konsep tata air bahwa keterpenuhan dan keberlanjutan suplai air
bersih sangat tergantung dari seberapa besar kita mampu menjaga wilayah hulu DAS yang
dalam hal ini merupakan kawasan tangkapan air.

9
Dalam banyak kasus, upaya penerapan biaya untuk perlindungan sumber air sering tidak
diperhitungkan kedalam harga air yang harus dibayar oleh konsumen. Biasanya harga air
secara maksimal hanya dihitung dari biaya penyediaan (delivery cost). Atau dengan kata lain
bahwa keuntungan hidrologis (hydrological benefits) yang berarti bila ekonomi perlindungan
DAS, tidak diperhatikan dan tidak terefleksi dalam penentuan harga air. Dengan mengabaikan
prinsip yang seharusnya diiterapkan, maka sebenarnya para pengguna lahan di daerah hulu
DAS akan cenderung memilih cara pemanfaatan lahan yang dirasakan paling mampu
memberikan keuntungan ekonomis secara langsung dan segera. Perwujudan aktual khususnya
yang terjadi di wilayah pinggiran (hinterland area) Kota Kupang saat ini yang nota bene adalah
bagian hulu DAS Kupang adalah alih fungsi lahan yang cukup intensif. Hal ini sebagai
konsekuensi dari tingkat perkembangan Kota Kupang yang cukup pesat sehingga mendorong
untuk terjadinya pengalihan kejenuhan aktivitas perkotaan ke arah pinggiran. Kondisi ini
sebenarnya tidak menimbulkan masalah jika sistem penataan ruang telah di rencanakan secara
baik serta dikombinasi dengan sistem pengawasan yang baik pula. Yang muncul bahwa alih
fungsi lahan dari ruang terbuka hijau untuk menjadi kawasan terbangun tidak diikuti dengan
upaya-upaya pelestarian lingkungan kawasan pinggiran. Akibat yang muncul bahwa ancaman
kelestarian lingkungan kawasan pinggiran semakin parah yang pada gilirannya berdampak
pada kemunduran fungsinya untuk menjaga keseimbangan tata air Kota Kupang dan
sekitarnya.

Menjawab persoalan yang ada, kiranya kedepan dan diperkirakan ini merupakan suatu
alternatif pilihan bagi pimpinan wilayah dan atau pemerintah Kota Kupang, lembaga terkait,
LSM dan pemerhati lingkungan untuk duduk bersama membahas, mendiskusikan dan
menemukan solusi yang paling efisien dan efektif dan berdampak jangka panjang. Salah satu
program yang mungkin bisa diterapkan adalah pengenalan dan penerapan program
“Kesetaraan Imbal Jasa Lingkungan DAS (Equitable Payments Watershed Services / EPWS)”.
Program EPWS ini juga pada hakekatnya adalah upaya untuk mentransfer manfaat yang
selama ini telah dirasakan oleh para penikmat/konsumen jasa lingkungan air bersih dalam
bentuk kesediaan untuk membayar (willingness to pay) bagi para penyedia jasa lingkungan air
dalam wujud kesediaan untuk menerima (willingness to accpet), dalam hal ini mereka yang
bermukim di wilayah hulu DAS. Program ini penting terlebih saat ini pengguna air bersih yang
menjadi pelanggan PDAM maupun non-PDAM di Kota Kupang sumber air yang digunakan,
wilayah tangkapan air secara geografis dan administratif berada di wilayah Kabupaten Kupang.
Sehingga kerjasama antar daerah (KAD) yang secara operasional dikembangkan melalui
BLUD-SPAM yang dikoordinir oleh Pemerintah Provinsi merupakan jalan keluar penting untuk

10
dilanjutkan. Akan tetapi juga bahwa perlu diperluas serta dikombinasi dengan penerapan EPWS
tersebut. Dalam desain program ini masyarakat di kawasan hulu DAS dilibatkan dalam
berbagai program pemberdayaan dan pelestarian lingkungan DAS. Termasuk bagaimana
mengembangkan kegiatan-kegiatan produktif yang melibatkan masyarakat, pengembangan dan
restorasi kawasan hutan, pengembangan bagunan teknis untuk konservasi air, serta berbagai
kegiatan lainnya yang pada prinsipnya dapat menunjang dan menjaga kelestarian wilayah hulu
DAS.

Untuk memperoleh solusi yang ditawarkan dalam wujud program dan kegiatan yang ada,
tentunya kajian-kajian pendahuluan perlu dibuat. Kajian dimaksud dan dirasa penting terkait
dengan aspek hidrologis, sosiologis dan ekonomi baik studi tentang sumber dan sebaran mata
pencaharian masyarakat hulu serta studi manfaat-biaya tentang pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya di wilayah hulu DAS. Pertanyaan bagi kita, mengapa sesulit ini kita
harus mengurus persoalan kelangkaan air bersih di Kota Kupang, sehingga harus kita
menerapkan program yang membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar, bahkan
melibatkan multipihak untuk penanganannya ?. Jawaban atas pertanyaan ini karena memang
untuk mendapatkan manfaat yang besar sudah barang tentu dibutuhkan sejumlah korbanan
yang besar pula. Demikian juga manfaat lebih dan bersifat jangka panjang sudah harus menjadi
pilihan apabila kita mengaharapkan jaminan penyediaan dan keberlanjutan suplai air bersih
bagi warga Kota Kupang.

Sebagai gambaran hasil penelitian tentang kesediaan untuk membayar (willingness to


pay/WTP) konsumen air bersih di Kota Kupang pada tahun 2008, diperoleh bahwa ada
kecenderungan konsumen air bersih di Kota Kupang untuk membayar nilai air bersih lebih
besar yang dibayarkan saat itu. Kisaran kesediaan untuk membayar iuran air bersih yang
diperoleh apabila adanya upaya perbaikan kualitas dan kuantitas suplai air bersih dari pegelola
(dalam hal ini pemerintah) melalui PDAM Kota Kupang maupun PDAM Kabupaten Kupang yaitu
antara Rp.500,- s/d Rp.7.500,-/m3 air, atau rata-rata Rp.2.911,-/m3, atau masih lebih besar
dibanding harga air yang dipasarkan melalui PDAM Kabupaten Kupang saat itu sebesar
Rp.2.100,-/m3 (setelah dirata-ratakan dari klasifikasi tarif yang berlaku). Bahkan secara
proporsional, konsentrasi jawaban responden konsumen pemakai air tentang kesediaan
membayar (WTP) dari jumlah penggunaan air umumnya berkisar pada nilai Rp.5.000,-/m3
(26,79%); Rp.3.000,-/m3 (17,86%) dan Rp.1.500,-/m3 (12,50%). Sementara jawaban responden
dengan besaran lainnya seperti di bawah Rp.1.500,- dan di atas Rp.5.000,- menempati proporsi
yang lebih rendah. Fenomena ekonomi atas kecenderungan lebih tingginya kesediaan

11
membayar konsumen air bersih di Kota Kupang dibanding tarif air yang berlaku saat itu, jika
dan hanya jika adanya upaya dari pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
dan jangkauan pelayanan yang dilaksanakan.

Landell-Mills dan Poras (2002) serta Conservation Alliance (2003) yang disitir Chandler, F.
J. C dan Suyanto (2006) mengemukakan beberapa keuntungan yang dapat diraih dengan
penerapan program EPWS, di antaranya: meningkatkan dan menjaga kualitas air;
pengalokasian suplai air secara lebih efisien; mengurangi biaya kesehatan tambahan
(secondary health cost); memberikan layanan yang diperlukan pengguna dengan cara yang
lebih murah bila dibandingkan dengan pendekatan kebijakan atau pengawasan; berpotensi
sebagai sumber pendapatan dalam jangka waktu yang lama/berkelanjutan yang diperlukan
untuk melindungi kawasan termasuk ekosistem kritis; diakuinya nilai ekonomis dan ekologis
DAS; mengurangi gap urban-rural dan meningkatkan pemerataan; memberikan kesempatan
untuk pengembangan mekanisme pengaturan yang lebih partisipatif dan kooperatif yang akan
memberikan dampak positip yang bersifat sosial yang lebih luas; penyedia jasa ekosistem akan
memperoleh kompensasi; peningkatan kapasistas masyarakat melalui pengembangan
keterampilan dalam praktik pemanfaatan lahan, manajemen dan kesempatan usaha baru yang
mungkin; peningkatan kesempatan rekreasi dan kebudayaan, dan penyediaan potensi pasar
yang sangat besar untuk jasa DAS dan hidrologi (hydrological and watershed services market).
Gambaran keuntungan yang bisa diraih melalui pengembangan EPWS kiranya menjadi acuan
yang penting apabila kita berharap meraih manfaat lebih dari upaya pengembangan dan
penyediaan air bersih di Kota Kupang kedepan dengan dimensi waktu panjang kedepan. Dan
sudah barang tentu upaya penyelamatan kawasan tangkapan air Kota Kupang melalui
pengembangan berbagai kebijakan, program dan kegiatan dengan mengedepankan
kepentingan masyarakat harus menjadi fokus perhatian pemerintah Kota Kupang saat ini.

Tidak berapa lama lagi hanya dalam hitungan bulan Kota Kupang akan memiliki pemimpin
yang baru. Akankah permasalahan air bersih harus menjadi pekerjaan rumah yang tidak pernah
terselesaikan ?. Ataukah memang, biarlah air bersih harus menjadi suatu komoditi, yang mana
pada setiap pergantian pimpinan Kota Kupang akan menjadi komoditi politik andalan yang akan
memperkuat posisi tawar para calon nantinya ? Ataukah memang permasalahan air bersih
harus diselesaikan tuntas karena sumberdaya ini menjadi hak asasi setiap individu yang
bermukim di wilayah ini ?. Semua pertanyaan ini kita kembalikan kepada setiap pemimpin
wilayah ini untuk mau membuka hati agar rela menemukan solusi terbaik dalam mengatasi

12
permasalahan penyediaan air bersih, sehingga setiap warga di kota Kupang dapat
menikmatinya karena mereka memang berhak untuk menikmatinya.

Diposting oleh ForDASNTT di 16.31

13

Anda mungkin juga menyukai