Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam konsep paradigma sehat menuju Indonesia Sehat 2010, tujuan


pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan
perilaku hidup yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI,1999).
Gangguan terhadap gerak dan fungsi pada manusia akan berakibat terganggunya
atau menurunnya kemampuan aktivitas fungsional. Banyak faktor atau penyebab
yang dapat menimbulkan gangguan aktivitas fungsional, antara lain kecelakaan,
bawaan lahir, penyakit dan lain-lain. Salah satu penyebab diantaranya “low back
pain” yang merupakan sindroma nyeri punggung bawah. Keluhan yang
ditimbulkan bervariasi, mulai dari yang ringan sampai yang berat sehingga
memerlukan perawatan medis maupun fisioterapi.
Fisioterapi sebagai salah satu pelayanan kesehatan dengan modalitas yang
dimilikinya ikut mengambil peran serta aktif dan ikut bertanggung jawab terhadap
kesehatan individu, kelompok, keluarga dan masyarakat. Disini fisioterapi sangat
berperan dalam bidang kapasitas fisik dan kemampuan fungsional secara optimal
yang mencakup aspek-aspek peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) (WCPT, 1999).

1
A. Latar Belakang

LBP atau NPB adalah suatu sensasi nyeri yang dirasakan pada diskus
intervertebralis umumnya lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S1. Low back pain sering
dipakai sebagai kajian nyeri pada regio punggung bawah. Sebenarnya bukanlah
diagnosis, tetapi dengan seringnya digunakan istilah tersebut seakan-akan
menutupi diagnosis yang sebenarnya (Kuntono, 2000).
Spondylolisthesis adalah pergeseran kedudukan corpus vetebra terhadap vetebra
atas atau disebelah bawahnya.Spondylolisthesis paling sering terjadi pada sendi
lumbo sacral (SLs) karena beban yang paling banyak pada tulang punggung
terletak pada persendian ini.
Gangguan yang dapat ditimbulkan akibat kondisi ini antara lain nyeri tekan pada
regio lumbal, spasme otot, terjadi penurunan kekuatan otot, keterbatasan gerak,
dapat juga terjadi penjalaran nyeri pada tungkai. Sehingga dapat menimbulkan
keterbatasan fungsi seperti gangguan saat bangun dari keadaan duduk, saat
membungkuk, duduk atau berdiri lama dan berjalan.
Seperti yang dikatakan oleh Priyatna, 2000 dikutip dari World Congress of Pain
pada tahun 1978 bahwa low back pain merupakan problematik yang banyak
ditemukan dan sangat mengganggu kegiatan dan aktivitas sehari-hari. Low back
pain dapat menurunkan tingkat produktivitas kerja, 80 % dari populasi di dunia
pernah mengalami low back pain, terutama pada usia 30-50 tahun. Amerika
Serikat mengeluarkan dana sebesar 15 juta dolars per tahun untuk mengatasi
problematik nyeri akibat low back pain.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Menurut International Association for the Study of Pain (IASP) nyeri


adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terutama
yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan atau menggambarkan dalam hal
kerusakan tersebut, atau keduanya.(AMA,2012) Spondyloarthrosis lumbalis
adalah suatu patologi yang diawali degenerasi pada diskus kemudian menyusul
facet. Segmen yang sering terkena biasanya pada segmen lumbal bawah yaitu
pada segmen L5-S1,L4-L5, patologi pada regio ini mudah terjadi karena beban
yang paling berat pada lumbalbawah terutama pada posisi lumbal back ward,
disamping itu juga disebabkan oleh mobilitas yang sangat tinggi pada L4-L5 dan
L5-S1. Osteofit pada lumbal dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan
nyeri pinggang karena ukuran osteofit yang semakin tajam (Bruce M,Rothschild,
2009). Menurut Statement of Principles Concerning (2005), spondylosis lumbar
didefinisikan sebagai perubahan degenerative yang menyerang vertebra lumbar
atau diskus intervertebralis, sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan, atau
dapat menimbulkan gejala-gejala spinal cord lumbar, cauda equine atau kompresi
akar saraf lumbosacral. Spondylosis lumbal seringkali hasil dari osteoarthritis atau
spur tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses
degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4-L5 dan L5-S1. Komponen –
komponen veretebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah diskus
intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamentum vlavum (Regan,
2010). Nyeri akibat spondyloarthrosis lumbal adalah diawali dengan suatu
patologi dimana terjadi proses kemunduran fungsi dan struktur pada punggung
bawah. Hal ini disebabkan karena proses usia. Pada nucleus pulposus maupun
annulus fibrosus juga mengalami kemunduran fungsi yang ditandai menurunnya
vikositas atau cairan sendi. Dalam kondisi yang lama akan menyebabkan
pemipihan pada korpus tulang belakang. Pada tepi korpus vertebra akan terjadi
osteofit, sehingga akan terjadi iritasi pada jaringan sekitar maka timbul inflamasi

3
jaringan atau dapat juga terjadi penekanan pada kauda equine. Kerusakan-
kerusakan inilah yang menyebabkan nyeri pinggang bawah.
Pada kondisi lain nyeri juga dapat disebabkan karena adanya spasme, spasme
pada otot akan menyebabkan iskemik, iskemik menyebabkan nyeri, keadaan ini
biasa disebut “ vicious cyrcle ’’.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Vertebra secara umum dibagi menjadi korpus, arkusdan foramen vertebra.


Strukturnya fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan yang
masing-masing dipisahkan oleh diskus fibrokartilago yang disebut diskus
intervertebrayang berfungsi sebagai peredam kejut. Vertebra terdiri dari lima ruas
yaitu cervical, thoracal, lumbal, sacral dan coccygeus. Columna vertebralis
adalah pilar utama tubuh (Snell, 1997). Korpus merupakan bagian terbesar dari
vertebra, berbentuk silindris yang mempunyai beberapa facies (dataran) yaitu :
faciesanterior berbentuk konveks dari arah samping dan konkaf dari arah cranial
ke caudal. Faciessuperior berbentuk konkaf pada VL4 dan VL5. Arkus merupakan
lengkungan simetris di kiri dan kanan vertebra dan berpangkal pada korpus
menuju dorsal pangkalnya disebut radiusarcusvertebra dan ada tonjolan seperti
duri yang disebut procesusspinosus. Foramenvertebra merupakan lubang yang
cukup lebar dimana di kedua belah sisinya ada lekukan yaitu recesuslateral. Bila
tulang vertebra tersusun secara panjang akan membentuk kanal yang di dalamnya
ada saraf medullaspinalis (Kapandji, 1990). Fungsi columna vertebralis meliputi
fungsi-fungsi statis, kinematis, keseimbangan dan perlindungan (Van der El et al,
1981, dikutip oleh Sugijanto, 1991).

4
Gambar 2.1: Vertebra
http://www.exploringnature.org/db/detail.php?dbID=24&detID=28

a. Diskus intervertebral adalah cartilago dan struktur articulating antara tubuh


vertebra. Diskus intervertebra memiliki peran ganda, yaitu support primer dari
colum tulang vertebra sementara cukup elastik untuk gerakan spine (fleksi,
ekstensi dan rotasi). Aggregate dari diskus menyumbang dari 25% menjadi 30%
dari panjang keseluruhan (tinggi) spine. Setiap diskus terdiri dari cincin kolagen
elastic, annulus fibrosus, yang mengelilingi gelatinous nucleus pulposus. Nukleus
pulposus berdiri sendiri, struktur gelatinous terdiri dari 88 % air pada diskus muda
yang sehat

b. Ligamen
1) Ligamentum Longitudinal Anterior

5
Ligamentum ini melekat pada tiap-tiap korpus disebelah ventralmulai dari tulang
occipital turun ke sacrum. Ligamentum ini semakinmelebar ke kaudal dan selalu
terikat erat dengan korpus vertebralis, tetapitidak pada diskus intervertebralis.
Ligamentum ini berfungsi untukmengontrol gerakan ekstensi tulang belakang.
Dalam klinis sangat jarangterjadi gangguan pada struktur ini karena posisinya
yang sangat dalamdan gerakan diskus kearah anterior tidak seluas ke posterior.
2) Ligamentum Longitudinal Posterior
Ligamen ini dibagi atas lapisan luar dan dalam, terletak sepanjangpermukaan
posterior korpus intervertebralis. Lapisan dalam ligamentumini melebar seperti
jajaran genjang dan melekat erat setinggi discusintervertebralis dan bagian atas
korpus vertebra, sehingga pada daerah initerjadi perlekatan yang memperkuat
discus intervertebralis,menjadikannya mampu membatasi gerakan fleksi-ekstensi
danligamentum ini sangat peka terhadap nyeri karena banyak mengandungsaraf
afferent tipe IV.
3) Ligamentum Plavum
Ligamentum ini terletak diantara arkus-arkus vertebra pada dorsal columna
vertebralis. Ligamentum ini berwarna kuning, disebabkan olehderetan serabut-
serabut elastin yang terputus-putus hingga membentukpita, walaupun dalam
keadaan istirahat ligamentum ini tetap teregang.Sewaktu fleksi columna
vertebralis kembali pada sikap tegak. Ligamenini lebih lentur dibandingkan
dengan ligamentum lain. Ligamen ini jugaberfungsi melindungi medulla spinalis.
4) Ligamentum Intertransversarium
Ligamentum merupakan ikatan pendek, melekat langsung pada tepiluar
permukaan sendi pada processus tranversus.
5) Ligamentum Interspinosum
Ligamentum ini merupakan ikatan pendek yang melekat diantaraprocessus
spinosus yang satu dengan yang lain.
6) Ligamentum Supraspinale
Ligamentum ini melekat mengelilingi processus spinolus dimana mulai dari
processus spinolus vertebra cervical ke-7 dan terbentang sejauh sacrum serta
menghubungkan vertebra dan sacrum.

6
d. Foramen Intervertebralis
Foramen intervertebralis terletak disebelah dorsal collumna
vertebralisantara tulang belakang atas dan bawahnya. Pada bagian superior
dibatasioleh pendikulus vertebrae bawahnya dan pada bagian anterior oleh sisi
dorsolateral discus serta sebagian korpus dan pada bagian dorsal oleh
processusarticularis facetnya dan tepi lateral ligament flavum. Pada
forsmenintervertebralis terdapat jaringan yang penting meliputi:
1) Radiks
2) Saraf Sinuvertebra
3) Pembuluh darah
4) jaringan pengunyah

e. Facet
Sendi facet dibentuk oleh articularis inferior pada bagian atas dan
facies superior (dari vertebra bawahnya) pada facies inferior. Sendi facet
merupakan sendi datar dengan gerak utama adalah gerak geser (glide)

7
menekuk (tilt) dan rotasi. Sendi facet dibentuk dari sendi synovial dimana
permukaan sendi dilapisi kartilago, hialin, dan sinovialis yang memproduksi
cairan sinovium yang berfungsi sebagai pelican dan member zat gizi.

f. Innervasi
Plexus lumbalis dari segmen spinal T12-L4, plexus sacralis dari L4-S4 dan
plexus coccygealis. L4 dan S4 ikut menyambung cabang baik ke plexus lumbalis
maupun sacralis. Saraf-saraf dari plexus lumbalis mensyarafi otot-otot dan kulit
bagian bawah dan ekstrimitas bawah. Kulit dan otot punggung disarafi secara
segmental oleh ramus dorsalis tiga puluh satu pasang n. Spinalis. Rami dorsalis
C1 , 6 , 7 , 8 serta L4-5 mensarafi otot punggung profunda namun tidak mensarafi
kulitnya. Tiap ramus dorsalis terbagi menjadi cabang medial dan lateral, kecuali
pada S1, 4 dan 5, dan coccygeus pertama (Snell, 1997).

8
g. Otot
Otot merupakan jaringan yang kegiatannya dapat diatur dan kegiatannya
adalah berkontraksi.
Otot-otot yang terkena pada spondyloarthrosis lumbal
1) M. Obliquus externus abdominis ubtuk fleksi dan rotasi. Dengan origo dan
slips bagian luar diantara costa 8 dan berinsersio di abdominal aponeurosis,
anterior dari Krista illiacum.
2) M. Obliquus internus untuk fleksi dan lateral fleksi, berasal dari fascia
thorakolumbar, 2/3 anterior middle dari Krista illiaca, sebelah lateral ½ dari
ligament inguinal dan berinsersio di bagian inferior kosta3-4 melalui aponeurosis
masuk ke rektus sheath garis pectineal dari os. Pubis.
3) M. Semispinalis (thoracic) berasal dari prossesus tranversus thorakal 6-10 dan
berinsersio di prosesus spinosus C6-Th4. Bila berkontraksi secara bilateral
berfungsi untuk ekstensi kolumna vertebra, bila secara unilateral berfungsi untuk
rotasi kolumna vertebra pada sisi yang berlawanan.
4) M.Quadratus lumborum berorigo di Krista iliaca dan iliolumbar ligament dan
berinsersio di prosesus tranversus L2-L4 dan bagian inferior dari kosta 12. Bila
bilateral action untuk ekstensi lumbar spine dan bila unilateral action untuk lateral
fleksi lumbar spine dan elevasi pelvis.
5) M. Multifidus berorigo di posterior sacrum, posterior superior spine illiaka,
mamilary dari prosesus vertebra lumbar, prosessus transverses dan vertebra
thorakal, prosessus artikularis bagian inferior dari vertebrae cervical dan
berinsersio di prosessus spinosus lumbal, thorakal dan cervical. Bila berkontraksi
secara bilateral
untuk ekstensi kolumna vertebrae dan bila secara unilateral untuk lateral fleksi
dan rotasi pada sisi yang berlawanan.
6) M. Erector spine terdiri atas M.Illiocostalis thoracis yang berorigo di sudut
costae 7-12 dan berinsersio di sudut kosta 1-6 serta prosessus transverses C7,
berfungsi untuk ekstensi trunk bila berkontraksi secara bilateral dan lateral fleksi-
rotasi bila berkontraksi secara unilateral. M Illiocostalislumborum berorigo di
tendon erector spine dari sisi medial crista sacralis, prosessus spinosus lumbal dan
bagian inferior thorakal, Berfungsi untuk ekstensi bial berkontraksi secara

9
bilateral dan lateral fleksi-rotasi-elevasi pelvis bila berkontraksi secara unilateral,
M. Longisimus thoracis berorigo di prosessustransversus vertebrae lumbal dan
fascia thoracolumbal serta berinsersio diantara tubercle dan sudut inferior costa 9-
10 dan prosessus tranversus vertebrae thoracal, berfungsi untuk ekstensi trunk bila
berkontraksi secara bilateral dan lateral fleksi bilaberkontraksi secara unilateral.
7) M. Psoas Mayor sebagai otot pembantu termasuk otot tipe I berfungsiuntuk
fleksi hip.

10
C. LAPORAN STATUS KLINIS

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny. Daswi
Umur : 58 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Kendondong
II. DATA MEDIS RUMAH SAKIT
A. DIAGNOSA MEDIS
Spondilolisthesis th 1 dextra v lumbal L4 - 5
B. MEDIKA MENTOSA
Neurodex
Mexobulamin
Sangobion
Deacepax
III. SEGI FISIOTERAPI
A. PEMERIKSAAN
1. ANAMNESIS
a. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluhkan nyeri pada pinggang bawah
b. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien meraskan sakitpada pinggang bawah sudah 1 tahun yang
lalu. Pasien sudah melakukan terapi selama 3 bulan, karena
pasien mengeluhkan nyeri diam dan tegang pada daerah
pinggang bawah. Setelah melakukan terapi dari dulu nyeri diam
berkurang. Aktifitas pasien sering melakukan berkebun dan
bertani, tetapi semenjak pasien mengeluhkan sakit pinggang
bawah, aktivitas pasien dikurangi. Pasien merasakan nyeri
bertambah ketika pasien berjalan kemudian keadaan duduk ke
berdiri. Pasien merasakan nyeri berkurangsaat beristirahat.

11
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Hipertensi (-)
Kolesterol (-)
Stroke (-)
Asma (-)
d. RIWAYAT KELUARGA
Pasien tidak memiliki penyakit turunan dari keluarga

2. PEMERIKSAAN FISIK
a. TANDA – TANDA VITAL
1. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
2. Denyut nadi : 70 kali/menit
3. Frek. Pernapasan : 22 kali/menit
4. Temperatur
5. Tinggi badan
6. Berat badan
b. INSPEKSI
1. Statis : raut wajah pasien simetris kanan dan kiri,tulang
belakang cenderung lordosis
2. Dinamis : pasien mampu bergerak flexi,ekstensi,lateral flexi
dextra,lateral flexi sinistra,tetapi terbatas.
c. PALPASI
1. Adanya spasme pada otot paravertebra bagian lumbal
2. Suhu normal
3. Tidak ada oedem
d. PERKUSI
Tidak dilakukan
e. AUSKULTASI
Tidak dilakukan
f. GERAKAN DASAR
1. GERAK AKTIF

12
Adalah gerakan yang dilakukan oleh pasien tanpa bantuan
orang lain atau terapis. Pada posisi berdiri pasien diminta
menggerakkan secara aktif trunk ke arah fleksi, ekstensi serta
side fleksi kanan dan kiri. Dari pemeriksaan ini diperoleh
informasi yaitu gerakan fleksi, ekstensi serta side fleksi
kanan dan kiri trunk terbatas karena timbul nyeri pada
punggung bawah.
2. GERAK PASIF
Pemeriksaan gerak yang dilakukan oleh terapis sementara
pasien dalam keadaan pasif atau rileks. Dari pemeriksaan ini
diperoleh informasi yaitu gerakan fleksi, ekstensi serta side
fleksi kanan dan kiri trunk secara pasif terbatas karena timbul
nyeri pada punggung bawah.
3. ISOMETRIK MELAWAN TAHANAN
Pemeriksaan gerak yang dilakukan secara aktif oleh pasien
sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan arah
dari gerakan yang dilakukan pasien. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui provokasi nyeri dan kekuatan
otot. Pada posisi berdiri pasien diminta menggerakkan trunk
ke arah fleksi, ekstensi serta lateral fleksi kanan dan kiri
sementara terapis memberikan tahanan yang berlawanan arah
dari gerakan yang dilakukan pasien. Dari pemeriksaan ini
diperoleh informasi yaitu pasien merasakan adanya nyeri saat
melakukan gerakan fleksi, ekstensi serta lateral fleksi kanan
dan kiri trunk dengan melawan tahanan dari terapis.

g. KOGNITIF,INTRA PERSONAL & INTER PERSONAL


Pemeriksaan kognitif diketahui bahwa memori pasien baik,
mampu memahami dan mengikuti instruksi terapis. Pemeriksaan
interpersonal diketahui bahwa pasien mempunyai semangat
untuk sembuh sehingga dia rajin datang untuk terapi.

13
Pemeriksaan intrapersonal diketahui bahwa pasien dapat
bekerjasama dan berkomunikasi baik dengan terapis atau
lingkungan sekitar.

4. PEMERERIKSAAN SPESIFIK
Merupakan pemeriksaan khusus baik menggunakan alat ataupun
tanpa alat yang digunakan untuk memperoleh data yang jelas pada kasus
tertentu pada kasus low back pain.
a. Tes provokasi nyeri
1) Tes Laseque
Posisi pasien tidur terlentang dengan hip fleksi dan knee
ekstensi. Secara perlahan kita gerakkan pasif fleksi hip kurang
dari 30 derajat. Positif bila pasien merasakan nyeri yang
menjalar dari punggung bawah sampai tungkai bawah dan ankle.
Dari pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh
hasil negatif.

Gambar 3.1 Tes Laseque (De Wolf, 1990)


2) Tes Bragard
Posisi pasien tidur terlentang menggerakkan fleksi hip secara
pasif dengan knee lurus disertai dorsi fleksi ankle dengan sudut
30 derajat (De Wolf, 1990). Positif bila pasien merasakan nyeri
pada posterior gluteal yang menjalar ke tungkai. Dari
pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil
negatif.

14
Gambar 3.2 Tes Bragard (De Wolf, 1990)
3) Tes Neri
Gerakan sama dengan tes Laseque hanya ditambah gerakan
fleksi kepala secara aktif dan biasanya dilakukan pada 40-60
derajat. Positif bila dirasakan nyeri sepanjang distribusi n.
Ischiadicus (Sidharta, 1984). Dari pemeriksaan yang dilakukan
pada kedua tungkai diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.3 Tes Neri (De Wolf, 1990)


4) Tes Patrick
Posisi pasien tidur terlentang dengan knee fleksi dan tumit
diletakkan di atas lutut tungkai yang satunya. Kemudian lutut
yang fleksi tadi ditekan ke bawah mendekati bed. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk merangsang nyeri pada sendi panggul. Positif
bila nyeri pada sendi panggul. (Sidharta, 1984). Dari
pemeriksaan yang dilakukan pada kedua tungkai diperoleh hasil
negatif.

15
Gambar 3.4 Tes Patrick (Priguna Sidharta, 1984)
5) Tes Contra Patrick
Tes ini kebalikan dari tes Patrick, caranya knee fleksi dengan
arah gerakan endorotasi dan adduksi, kemudian knee didorong
ke medial. Tes ini untuk membuktikan adanya kelainan pada
sendi sacro iliaca. Positif bila nyeri pada daerah pantat baik
mengalir sepanjang tungkai atau terbatas pada daerah gluteus
saja. (Sidharta, 1984). Dari pemeriksaan yang dilakukan pada
kedua tungkai diperoleh hasil negatif.

Gambar 3.5 Tes Contrapatrick (Priguna Sidharta, 1984)

b. Tes pengukuran skala nyeri


Tes pengukuran nyeri pada kasus ini parameter yang digunakan adalah
verbal descriptive scale (VDS). VDS Merupakan suatu metode pengukuran
tingkat nyeri dengan menggunakan tujuh skala penilaian. Pasien diminta untuk
menunjukan tingkat nyeri yang dirasa seperti dengan penjelasan yang telah
diberikan oleh terapis.

16
Skala nyeri Intensitas nyeri
Nilai 1 Tidak nyeri
Nilai 2 Nyeri sangat ringan
Nilai 3 Nyeri ringan
Nilai 4 Nyeri tidak begitu berat
Nilai 5 Nyeri cukup berat
Nilai 6 Nyeri berat
Nilai 7 Nyeri hampir tak tertahankan
Tabel 3.1 Pengukuran skala nyeri ( Pudjiastuti, S. S. & Utomo B., 2003)
Dari pengukuran nyeri yang dirasakan oleh pasien diperoleh data sebagai
berikut :
Nyeri Skala nyeri
Nyeri Diam 2

Nyeri Tekan 3
Nyeri Gerak 5
Tabel 3.2 Hasil pengukuran nyeri dengan VDS
c. Pengukuran LGS
Terapi ke 1, tanggal 22/07/2015

Gerakan Patokan Posisi Posisi LGS


awal akhir
Fleksi VC7 – VS1 44 cm 51 cm 7 cm
Ekstensi VC7 – VS1 44 cm 39 cm 5 cm
Side fleksi Ujung Jari 3 – lantai 52 cm 43 cm 9 cm
kanan
Side fleksi kiri Ujung Jari 3 – lantai 52 cm 43cm 9 cm

Terapi ke 2, tanggal 25/07/2015

Gerakan Patokan Posisi Posisi LGS


awal akhir
Fleksi VC7 – VS1 44 cm 51 cm 7 cm
Ekstensi VC7 – VS1 44 cm 39 cm 5 cm

17
Side fleksi Ujung Jari 3 – lantai 52 cm 42 cm 10 cm
kanan
Side fleksi kiri Ujung Jari 3 – lantai 52 cm 43cm 9 cm

Terapi ke 3,tanggal 28/07/2015

Gerakan Patokan Posisi Posisi LGS


awal akhir
Fleksi VC7 – VS1 44 cm 52 cm 8 cm
Ekstensi VC7 – VS1 44 cm 39 cm 5 cm
Side fleksi kanan Ujung Jari 3 – lantai 52 cm 42 cm 10 cm

Side fleksi kiri Ujung Jari 3 – lantai 52 cm 42cm 10 cm

d. Pemeriksaan Postur
Untuk mengetahui kelainan postur pasien seperti kifosis, lordosis dan
scoliosis. Pemeriksaan postur dilakukan dengan cara inspeksi pada posisi berdiri.
Untuk kelainan postur berupa scoliosis dapat diketahui dengan pemeriksaan
menggunakan pita ukur. Dari pemeriksaan ini diperoleh hasil pada pasien terdapat
sedikit lordosis lumbal.
e. Pemeriksaan tambahan
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan pada nyeri punggung bawah
akibat spondylolisthesis adalah foto rontgen yang dapat membantu menegakkan
diagnosis. Digunakan untuk melihat ada tidaknya pergeseran dan untuk
mengetahui besarnya pergeseran yang terjadi. Dari pemeriksaan tambahan
menggunakan foto rontgen diperoleh hasil, yaitu menurut catatan tambahan dari
spesialis radiologi pada foto rontgen pandangan anterior-posterior dan lateral
tampak adanya listhesis VL4 terhadap VL5 kearah anterior sebesar kurang dari
20%. Menurut Sidharta, 1984 pergeseran ini termasuk spondylolisthesis.

18
19
f. Pemeriksaan kemampuan aktivitas fungsional dengan oswestry
Seksi Score
1. Intensitas nyeri 2
2. Perawatan diri 0
3. Mengangkat benda 1
4. Berjalan 2
5. Duduk 1
6. Berdiri 2
7. Tidur 1
8. Kehidupan sex 0
9. Kehidupan social 1
10. Rekreasi 1
Total score 11
Tabel 3.6 Hasil pemeriksaan kemampuan aktivitas fungsional dengan Oswestry

Oswestry disability index (ODI) = 11/50 X100% = 22% (moderate

disability)

B. PROGRAM /RENCANA FISIOTERAPI


1. PROBLEMATIK FISIOTERAPI
1. IMPAIRMENT
1. adanya nyeri pinggang bawah
2. adanya keterbatasan LGS
3. adanya spasme otot vertebra
2. FUNCTIONAL LIMITATION
Adanya gangguan atau keterbatasan dalam aktivitas fungsional
seperti membungkuk dari jongkok ke berdiri dan berjalan
3. DISABILITY
Pasien tidak mampu melakukan pekerjaan yang berat dalam
berkebun yang posisinya sering membungkuk.

a. TUJUAN TERAPI
a. Tujuan jangka pendek

20
Untuk mengurangi nyeri pinggang bawah
b. Tujuan jangka panjang
Meningkatkan kemampuan fungsional pasien

b. RENCANA MODALITAS
a. TEKNOLOGI ALTERNATIF
MWD,SWD,ELECTRICAL STIMULASI,IR,US,TERAPI
LATIHAN
b. TEKNOLOGI TERPILIH
SWD,ELECTRICAL STIMULASI,TERAPI LATIHAN (
William exercise )
c. TEKNOLOGI YANG DILAKSANAKAN
1. Short wave diathermy (SWD)
a. Persiapan alat
Sebelum pelaksanaan terapi alat terlebih dahulu disiapkan, semua saklar
dalam panel kontrol dalam keadaan netral dengan menunjukkan angka nol,
kabel-kabel tidak boleh kontak dengan lantai,
b. Persiapan pasien
Sebelum melakukan pengobatan pasien dijelaskan tujuan dari pengobatan
yang akan dilakukan. Kemudian pasien juga diberitahu bahwa pengobatan
ini bukan kontraindikasi. Dijelaskan pula panas yang akan dirasakan, tidak
ada panas atau sedikit sekali namun tetap menimbulkan reaksi di jaringan
atau organ yang diobati. Benda atau barang dari besi atau metal yang di
pakai oleh pasien di lepaskan dahulu. Pakaian di daerah pengobatan harus
dilepaskan. Posisi pasien tengkurap senyaman mungkin dengan
memberikan penyangga pada bawah perut. Beritahu juga kepada pasien
untuk memberitahukan kepada terapis tentang keluhan-keluhan yang
terjadi selama terapi. Sebelum terapi dimulai terlebih dahulu dilakukan tes
sensasi dengan menggunakan dua tabung reaksi yang diisi dengan air
panas dan dingin untuk mengetahui ada tidaknya gangguan sensibilitas,
guna menghindari bahaya luka bakar.
c. Pelaksanaan terapi

21
Pasang glass electrode pada punggung bawah secara coplanar, beri jarak
dengan kulit 2-3 cm biasanya menggunakan handuk kering sebagai
perantara. Putar tombol power ke posisi “on”. Atur waktu terapi selama 15
menit (Michlovitz, 1996). Pilih arus kontinyu, pastikan alat sudah tuning,
naikkan intensitasnya sampai pasien merasa hangat atau sesuai toleransi
pasien. Selama terapi harus dimonitor rasa panas dan keluhan yang
dirasakan pasien. Setelah waktu selesai kembalikan intensitas ke posisi
nol, putar tombol “off”, kemasi elekrode dan kabel, cek keadaan kulit
pasien apakah ada tanda-tanda yang muncul pada kulit sesudah terapi.
Dosis tergantung toleransi pasien, frekuensi terapi 2–3 kali/minggu
sebelum dilakukan latihan.

2. Elektrical Stimulasi
a. Persiapan alat
Sebelum pelaksanaan terapi alat terlebih dahulu disiapkan, semua saklar
dalam panel kontrol dalam keadaan netral.
b. Persiapan pasien
Sebelum melakukan terapi kepada pasien, pasien dijelaskan tujuan terapi
yang akan dilakukan. Kemudian pasien juga diberitahu bahwa terapi ini
bukan kontraindikasi. Dijelaskan pula apa yang akan dirasakan pasien
selama terapi. Beritahu juga kepada pasien untuk memberitahukan kepada
terapis tentang keluhan-keluhan yang terjadi selama terapi. Sebelum terapi
dimulai terlebih dahulu dilakukan tes sensasi.
c. pelaksanaan terapi
pastikan alat sudah tuning, naikkan intensitasnya sampai pasien merasa
hangat atau sesuai toleransi pasien. Selama terapi harus dimonitor rasa
panas dan keluhan yang dirasakan pasien. Setelah waktu selesai
kembalikan intensitas ke posisi nol, putar tombol “off”, kemasi elekrode
dan kabel, cek keadaan kulit
3. Terapi latihan metode William flexion exercise
Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperkuat otot–otot fleksor
pada sendi lumbosakraldan untuk meregangkan otot ekstensor punggung.

22
Pada saat latihan ini otot–otot ekstensor trunk bergerak memanjang dan
otot–otot flexi trunk memendek berulang–ulang sehingga elastisitas otot
akan bertambah. Dengan peningkatan elastisitas otot tersebut maka LGS
akan semakin bertambah ( Basmajian, 1978). Hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain :
a. Persiapan alat
Dalam hal ini adalah matras atau alas dengan bahan yang tidak
terlalu lunak dan tidak terlalu keras tetapi nyaman untuk pasien.
b. Persiapan pasien
Pasien diperiksa vital sign, perlu ditanyakan pada pasien apakah
ada keluhan pusing, mata berkunang-kunang, mual atau yang lain.
Sarankan pada pasien untuk tidak menggunakan pakaian yang terlalu ketat
yang dapat menggangu atau membatasi gerakan latihan, sebaiknya
menggunakan pakaian yang pas dan nyaman untuk latihan.
c. Pelaksanaan terapi
1) Gerakan pertama
Posisi pasien tidur terlentang diatas matras, kedua lutut menekuk dan
kedua telapak kaki rata pada matras. Pasien diminta meratakan pinggang
dengan menekan pinggang ke bawah melawan matras dengan
mengkontraksikan otot perut dan otot pantat. Tahan selama 5 detik
kemudian rileks, kembali ke posisi awal. Ulangi gerakan ini hingga 10 kali
per sesi latihan. Jangan sampai terjadi arkus pada lumbal.

Gambar 3.6 William flexion exercise gerakan pertama


2) Gerakan kedua
Posisi pasien tidur terlentang di atas matras, kedua lutut menekuk
dan kedua telapak kaki rata pada matras. Pasien diminta untuk
mengontraksikan otot perut dan gluteus maximus, serta angkat kepala dan
bahu hingga dagu menyentuh dada. Tahan selama 5 detik kemudian rileks,

23
kembali ke posisi awal. Dengan frekuensi 10 kali per sesi dan jangan
sampai terjadi gerakan sit-up.

Gambar 3.7 William flexion exercise


gerakan kedua
1) Gerakan ketiga
Posisi pasien tidur terlentang di atas matras, kedua lutut menekuk dan
kedua telapak kaki rata pada matras. Pasien diminta untuk mengangkat
satu tungkai sejauh mungkin kearah dada lalu tekankan dengan kedua
tangan, pada saat yang bersamaan angkat kepala dan bahu. Tahan selama 5
detik kemudian rileks. Dengan frekuensi 10 kali per sesi dan jangan
lakukan “Double straight leg rissing” (kedua tungkai diangkat secara
bersamaan).

Gambar 3.8 William flexion exercise gerakan ketiga


2) Gerakan keempat
Posisi pasien tidur terlentang di atas matras, kedua lutut menekuk dan
kedua telapak kaki rata pada matras. Pasien diminta untuk mengangakat
kedua tungkai sejauh mungkin kearah dada lalu tekankan dengan kedua
tangan, pada saat yang bersamaan angkat kepala dan bahu. Tahan selama 5
detik kemudian rileks. Dengan frekuensi 10 kali per sesi dan jangan
lakukan “Double straight leg rissing”.

Gambar 3.9 William flexion exercise gerakan keempat

24
D. DIAGNOSA BANDING
Spondylolisthesis bukan satu-satunya penyebab nyeri punggung bawah akan tetapi
masih banyak lagi diantaranya hernia nucleus pulposus (HNP), ischialgia,
spondylosis, stenosis spinal, dan tumor. Dengan mengetahui foto rontgen maka
dapat ditentukan diagnosa yang tepat sebagai diagnosa banding terhadap nyeri
punggung bawah akibat spondylolisthesis (Borenstein, 1989)

25
BAB III
PEMBAHASAN

seorang wanita berusia 58 tahun dengan kondisi nyeri punggung bawah akibat
spondylolisthesis VL4 terhadap VL5 ke anterior derajat 1. Pasien mengeluh nyeri pada
punggung bawahnya. Nyeri tersebut menyebabkan terbatasnya LGS vertebra lumbal.
Pasien juga mengalami kesulitan saat melakukan gerakan membungkuk, jongkok-berdiri,
berdiri lama dan berjalan jauh.
1. Hasil evaluasi LGS dan Nyeri

LGS Patokan T1 T2 T3

Fleksi VC7 – VS1 7 cm 7cm 8 cm


Ekstensi VC7 – VS1 6 cm 6 cm 6 cm
Side fleksi kanan Ujung Jari 3 – lantai 9 cm 10 cm 10 cm

Side fleksi kiri Ujung Jari 3 – lantai 9 cm 9 cm 10 cm

Nyeri T1 T2 T3
Nyeri diam Nyeri gerak Nyeri diam Nyeri gerak Nyeri diam Nyeri gerak
2 5 2 5 2 5
1 5 1 5 1 4

2. Skala Oswestry
Seksi Score
1. Intensitas nyeri 1
2. Perawatan diri 0
3. Mengangkat benda 1
4. Berjalan 2
5. Duduk 1
6. Berdiri 2
7. Tidur 1
8. Kehidupan sex 0
9. Kehidupan social 1
10. Rekreasi 1

26
Total score 10

Oswestry disability index (ODI) = 10/50 X100% = 20% (moderate

disability)

27
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Low back pain atau nyeri punggung bawah merupakan sindroma atau

keluhan nyeri pada punggung bawah yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah

satunya adalah spondylolisthesis. Spondylolisthesis adalah kondisi vertebra

dimana semua atau sebagian vertebra mengalami pergeseran terhadap vertebra

lain (Borenstein, 1989).

Problematik fisioterapi yang timbul pada kondisi nyeri punggung bawah

akibat spondylolisthesis antara lain (1) nyeri pada punggung bawah,(2)

keterbatasan LGS, terutama saat gerak fleksi, (3) penurunan kemampuan aktivitas

fungsional.

Setelah dilakukan intervensi fisioterapi selama 3 kali dengan modalitas

SWD, Elektrical Stimulasi dan terapi latihan William flexion exercise serta

edukasi diperoleh hasil yaitu (1) penurunan nyeri diam dari nilai 2 menjadi 1 dan

nyeri gerak dari nilai 5 menjadi 4, (2) peningkatan LGS untuk gerakan fleksi dari

7 cm menjadi 8 cm, gerakan ekstensi dan gerakan lateral fleksi sinistra nilainya

tetap. Sedangkan lateral flexi sinistra dari 9 cm menjadi 10 cm, ((4) peningkatan

kemampuan aktivitas fungsional dari nilai ODI 22% menjadi 20%. Dari hasil

tersebut maka penulis dapat menyimpulkan bahwa SWDdan terapi latihan

William flexion exercise merupakan teknologi intervensi fisioterapi yang dapat

digunakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul pada kondisi

nyeri pungung bawah akibat spondylolisthesis.

28
B. SARAN
Dengan masih adanya impairment dan functional limitation pada pasien

dengan kondisi nyeri punggung bawah akibat spondylolisthesis, maka diperlukan

kerjasama yang baik antara pasien dan keluarganya dengan terapis maupun tim

medis lainnya sehingga didapatkan hasil terapi yang optimal. Untuk mendukung

keberhasilan terapi yang telah dijalani, maka perlu diberikan saran antara lain :

1. Kepada pasien dianjurkan untuk tetap datang menjalani terapi dua kali

seminggu dan melakukan apa yang telah diedukasikan oleh terapis.

2. Saran kepada keluarga pasien, hendaknya memberikan motivasi kepada

pasien untuk tetap menjalani terapi serta memperhatikan home

programnya.

29

Anda mungkin juga menyukai