Status Preskas Boyol
Status Preskas Boyol
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Alamat : Kwarangan
BB : 8.4 kg
PB : 69 cm
B. ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan ibu kandung pada tanggal 30 Desember 2015
1. Keluhan Utama
Sesak napas
1
Ibunya, pasien juga tidak mau makan dan minum serta tidak bisa tidur. Pagi harinya
pasien dibawa oleh orangtuanya ke IGD RSUD Pandanarang.
Saat di IGD pasien tampak sesak nafas dan rewel. Pasien juga tampak batuk
produktif dan pilek. BAB dan BAK dalam batas normal.
5. Riwayat Kehamilan
Saat hamil, ibu pasien rutin kontrol setiap bulan di bidan. Tidak ada keluhan
selama kehamilan. Ibu pasien mengonsumsi suplemen/vitamin dari bidan. Ibu
pasien tidak mengonsumsi jamu atau obat selain yang diberikan oleh bidan. Saat
hamil usia ibu 19 tahun. Riwayat keguguran (-), anak meninggal (-).
6. Riwayat Kelahiran
Pasien merupakan anak pertama. Lahir secara spontan pada usia kehamilan 28
minggu di RSUD Pandanarang. Awalnya ibu mengeluh perdarahan dan oleh dokter
dipimpin untuk melahirkan spontan. Bayi tidak langsung menangis, sedikit gerakan,
biru (-), ketuban jernih. Berat badan lahir 1800 gr dan panjang badan 37 cm. Bayi
mendapat perawatan dengan inkubator.
7. Riwayat Postnatal
Ibu pasien rutin membawa pasien ke Puskesmas setiap bulan untuk timbang badan
dan melakukan imunisasi sesuai jadwal.
8. Status Imunisasi
0 bulan : Hepatitis B0
2
1 bulan : BCG ,Polio 1
2 bulan : DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan : DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan : DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan : Campak
Kesan : Imunisasi lengkap menurut Kemenkes 2013
II
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang, dan lemah.
Derajat kesadaran : CM
2. Tanda vital
BB : 8.4 kg
PB : 69 cm
SiO2 : 93%
Pernafasan : 48 x/menit
Suhu : 36,6º C
Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+), wajah nampak tua (-)
Thoracoabdomen : Iga gambang (-), baggy pants (-), wasting muscle (-)
- - - -
4
Status gizi secara klinis : baik
b) Secara Antropometris
Umur : 2 tahun 1 bulan , BB : 8.4 kg, PB : 69 cm
Status gizi secara antropometri : gizi baik, severe wasted, severe stunted
4. Kepala
Mesocephal, lingkar kepala (LK): 46 cm (LK 0 SD < Z < +2SD) (Nellhaus), wajah
dismorfik (-), UUB menutup.
5. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (-/-), cekung (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil
isokor (+3 mm/ +3mm), reflek cahaya (+/+)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (+/+), darah (-/-)
7. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-)
8. Telinga
Sekret (-/-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis(-), faring hiperemis (-),pseudo membran (-)
10. Leher
Bentuk : normocolli
Trakea : di tengah
5
Kelenjar tiroid : tidak membesar
11. Limphonodi
Retroaurikuler : tidak membesar
12. Toraks
Bentuk :normochest, retraksi (-).
Perkusi : sonor/sonor
13. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
- - - -
6
Spastik - - klonus - -
- - - -
ADP kuat
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 28 Desember 2015
Kesan :
1. Leukositosis
2. Limofositopenia
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Bronkiolitis
3. Asma bronkhial
F. DIAGNOSIS KERJA
1. Pneumonia
7
G. PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap di bangsal anak
2. O2 NRM 5 lpm
3. IVFD D1/2 NS 10 tpm mikro
4. Injeksi Cefotaxime ~ 250 mg IV/ 8 jam
5. Injeksi methylprednisolon 3 x 10 mg
6. Nebulisasi dengan Combivent 1/3 ampul + Pulmicort 1/3 respul + NaCl 0.9%
H. PLAN
1. Lab darah
2. Urinalisis
I. EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien, bahwa penyakit pasien merupakan penyakit serius
dan membutuhkan penangan ahli
2. Mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya komplikasi dan gejala
sisa.
J. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Urin Tanggal 29 Desember 2015
8
TINJAUAN PUSTAKA
Pneumonia
A. Definisi 1
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
serta perjalanan penyakitnya. World Health Organization (WHO) mendefinisikan
pneumonia hanya berdasarkan penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan
inspeksi dan frekuensi pernapasan.
B. Epidemiologi2
Imunisasi memberikan dampak yang sangat besar dalam menurunkan insidens
pneumonia yang disebabkan oleh pertusis, difteri, campak, Haemophilus Influenza
dan S.pneumonia. Di tempat basil Calmette-Guerin (BCG) untuk tuberculosis
digunakan, ia juga memberikan pengaruh yang sama besarnya. Diperkirakan lebih
dari 4 juta kematian setiap tahun di Negara berkembang disebabkan infeksi respiratori
akut. Faktor risiko untuk infeksi respiratori bawah termasuk refluks gastro
esophageal, gangguan sistem neurologi (aspirasi), kondisi imunokompromais,
abnormalitas anatomis sistem respiratori, penghuni fasilitas perawatan untuk anak
cacat dan saat dalam perawatan di rumah sakit, terutama di bagian perawatan intensif
(ICU) ataupun sedang menjalani prosedur tindakan invasif.
C. Etiologi 3
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Tabel 1 memuat daftar mikroorganisme dan
masalah patologis yang menyebabkan pneumonia.
9
Tabel 1. Penyebab Pneumonia
Haemophillus
influenza Legionella Histoplasmosis
pneumophillia
Klebsiella
pneumoniae Coxiella Candida
burnetii
Pseudomonas
aeruginosa Chlamydia Nocardia
psittaci
Gram-negatif (E.
Coli)
D. Patogenesis 4
Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
merupakan akibat sekunder dari viremia/bakterimia atau penyebaran dari infeksi
intraabdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring
hingga unit terminal dalam keadaan steril. Paru terlindng dari infeksi dengan beberapa
mekanisme:
Filtrasi partikel di hidung
Pencegahan aspirasi dengan reflex epiglottis.
Ekspulsi benda asing melalui reflex batuk.
Pembersihan kea rah kranial oleh selimut mukosilier.
Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar.
Netralisasi kuman oleh makrofag alveolar.
Drainase melalui system limfatik.
10
Pneumonia terjadi jika satu atau lebih mekanisme di atas mengalami gangguan.
E. Faktor Resiko 5
Faktor-faktor risiko kesakitan (morbiditas) pneumonia adalah antara lain
umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat BBLR, pemberian ASI yang kurang
memadai, defisiensi vitamin A, status imunisasi, polusi udara, kepadatan rumah
tangga, ventilasi rumah, dan pemberian makanan yang terlalu dini. Selain itu, dari
sebuah hasil penelitian diketahui factor-faktor risiko lain yang dapat meningkatkan
insidens pneumonia yaitu perilaku ibu dalam pengobatan, lamanya waktu anak berada
di dapur, riwayat ke Posyandu dalam 3 bulanterakhir, serta pendapatan rumah tangga.
Jika diklasifikasikan, maka faktor-faktor risiko pneumonia dapat dibedakan atas factor
anak, faktor orang tua, dan faktor lingkungan.
F. Manifestasi Klinis 2
Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonates
dapat menunjukkan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis
pneumonia. Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bacterial
umumnya berbeda antara bayi yang lebih tua dan anak, walaupun perbedaan tersebut
tidak selalu jelas pada pasien tertentu. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise,
nyeri dada akibat pleuritis, retraksi dan iritabilitas akibat sesak respiratori, sering
terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak.
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, atau stridor,
dan gejala demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bacterial. Pneumonia
bacterial secara tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu,
dan pada auskultasi ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal
pada bayi kecil ditandai oleh gejala yang khas seperti takipneu, batuk, ronki kering
(crackles) pada pemeriksaan auskultasi, dan seringkali ditemukan bersamaan dengan
timbulnya konjungtivitis chlamydial. Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan
adalah distress pernapasan termasuk napas cuping hidung, retraksi interkosta dan
subkosta, dan merintih (grunting). Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering
yang terlokalisir dan penurunan suara respiratori. Adanya efusi pleura dapat
menyebabkan bunti pekak pada pemeriksaan perkusi.
11
G. Diagnosis 1
Anamnesis
1. Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak
purulen bahkan bisa berdarah.
2. Sesak napas.
3. Demam.
4. Kesulitan makan/minum.
5. Tampak Lemah.
6. Serangan pertama atau berulang untuk membedakan dengan kondisi
imunokopromais, kelainan anatomi bronkus, atau asma.
Pemeriksaan Fisik
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas dan nadi harus dilakukan pada
saat awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak
gelisah atau rewel.
12
b) Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang
baik direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang
berat.
c) Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan
pada setiap anak yang dicurigai menderita pneumonia bacterial.
d) Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia.
e) Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas
tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan mulainya
pemberian antibiotik.
f) Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut
lain tidak dapat membedakan infeksi viral dan bacterial dan tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin.
g) Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
3. Pemeriksaan Lain
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry.
H. Diagnosis Banding6,7
Bronkiolitis
Gagal jantung
Aspirasi benda asing
Abses paru
Tuberculosis
I. Tatalaksana 6
1. Pneumonia ringan
Di samping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja.
Napas cepat:
o pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: ≥ 50 kali/menit
o pada anak umur 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat
Tatalaksana
Anak di rawat jalan
13
Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari
atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien
HIV diberikan selama 5 hari.
Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali
anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak
bisa minum atau menyusu.
1. Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrat luas, konsolidasi, dll)
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:
Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
o Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
o Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
Suara merintih (grunting) pada bayi muda
Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
Kejang, letargis atau tidak sadar
Sianosis
Distres pernapasan berat.
Untuk keadaan di atas ini tatalaksana pengobatan dapat berbeda (misalnya:
pemberian oksigen, jenis antibiotik).
Tatalaksana
1. Terapi Antibiotik
14
Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari)
untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia
stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari)
dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan
kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara
keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
2. Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang
cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang
stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian
oksigen setelah saat ini tidak berguna
Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal
prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda.
Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus
tersedia secara terus-menerus setiap waktu.
Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.
15
J. Komplikasi 6
Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak semakin
memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain. Jika mungkin,
lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi.
Beberapa komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
a) Pneumonia Stafilokokus.
Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara cepat walaupun sudah
diterapi, yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks dengan efusi
pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang banyak pada sediaan
apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang disertai pus/pustula mendukung diagnosis.
Terapi dengan kloksasilin (50 mg/kg/BB IM atau IV setiap 6 jam) dan gentamisin (7.5
mg/kgBB IM atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak mengalami perbaikan, lanjutkan
kloksasilin oral 50mg/kgBB/hari 4 kali sehari selama 3 minggu. Kloksasilin dapat
diganti dengan antibiotik anti-stafilokokal lain seperti oksasilin, flukloksasilin, atau
dikloksasilin.
b) Empiema.
Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan
gambaran foto dada yang mendukung.
Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal.
Pekak pada perkusi.
Gambaran foto dada menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi
dada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia .2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta:
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2. Nelson, Maredante, Kliegman, Jenson. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi 6.
Singapore: Elsevier.
3. Jeremy P.T. 2007. At Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua.Jakarta: Erlangga Medical
Series.
4. Supriyanto B. 2006. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak. Sari Pediatrik Vol 8
No.2.
16
5. Rizkianti A, 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada
Balita 10-59 bulan yang Dirawat Inap di RSUP Persahabatan Jakarta Tahun 2008.
Jakarta: FKM UI.
6. WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama di Kabupaten. Alih bahasa : Tim Adaptasi Indonesia. Jakarta : WHO Indonesia
7. Nelson, Waldo. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.2. Jakarta: EGC.
17