Anda di halaman 1dari 11

KEJANG DEMAM

1. TEORI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal diatas 38oC yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya
gangguan elektrolit atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun dan setelah kejang
pasien sadar. Bila kejang didahului oleh demam terjadi pada anak umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun, pikirkan kemungkinan
lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling
sering dijumpai dibidang neurologi anak dan terjadi pada 25% Anak. Pada penelitian kohort prospektif yang besar, 2 – 7 % kejang demam
mengalami kejang tanpa demam atau epilepsi di kemudian hari. Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan faktor genetik. Anak
dengan kejang demam 25 – 40 % mempunyai riwayat keluarga dengan kejang demam.

2. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba
tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa
menit. kejang demam cenderung ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga melibatkan faktor keturunan (faktor genetik). Kadang
kejang yang berhubungan dengan demam disebabkan oleh penyakit lain, seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis. Roseola atau infeksi
oleh virus herpes pada manusia juga sering menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Shigella pada Disentri juga sering menyebakan
demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak (Mediacastore, 2011: 8).

Menurut Jessica (2011: 3) penyebab dan faktor resiko terjadinya kejang demam adalah sebagai berikut:

1. Infeksi virus
2. Infeksi traktus pernapasan atas
3. Infeksi traktus digestivus (gastroenteritis)
4. Infeksi saluran kemih
5. Otitis Media
6. Faktor genetik
3. KRITERIA KEJANG
Berdasarkan anamnesis, melihat serangan kejang dihadapkan kita, dan pemeriksaan penunjang, sangatlah penting membedakan apakah
serangan yang terjadi adalah kejang atau bukan kejang, Perbedaan keduanya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

4. TIPE KEJANG DEMAM


Kejang demam dibagi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam
dengan lamanya lebih dari 15 menit, kejang fokal / parsial atau fokal / persial menjadi umum. dan berulang dalam 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berhenti sendiri, bentuk kejang umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal
10,15 Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial .
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 %
diantara anak yang mengalami kejang demam.

5. FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM DI GOLONGKAN MENURUT TIPE DEMAMNYA


Faktor Risiko Kejang Demam Pertama
Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus, perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium
serum yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam . Bila ada 2 atau lebih faktor risiko,
kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%.
Faktor Risiko Kejang Demam Berulang
Kemungkinan berulangnya kejang demam tergantung faktor risiko : adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12
bulan, temperatur yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila seluruh faktor risiko ada, kemungkinan 80 % terjadi
kejang demam berulang. Jika hanya terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20 % kemungkinan terjadinya kejang demam berulang.
Faktor Risiko Menyadi Epilepsi
Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya
riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epelepsi, dan kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko, kemungkinan
terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor risiko 3% akan menjadi epilepsy, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika terdapat 2
atau 3 faktor resiko .
6. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glucose, sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan keotak
melalui system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi
karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu
tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya
konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena
itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na, K, ATP yang terdapat pada
permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya
mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena
itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion Na+
melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya
tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa.Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na
meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis
( Hidayat, 2009: paragraf 4 ).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin,tetapi dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau
keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam . Pemeriksaan penunjang kejang demam menurut Hartono (2011 : 195)
antara lain :

 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan, darah
perifer, elektrolit, dan gula darah.

 Lumbal Fungsi

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.

 Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektro ense falo grafi ( EEG ) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam.

8. WOC
Glukosa Sumber energi otak

Proses Oksidasi

CO2 Air Natrium dan elektolit dalam


konsentrasi rendah
Limfoid Tonik
Dalam kondisi normal
Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi sehingga
dapat dilalui dengan mudah oleh K+

Semua sumber ion

Melepas muatan listrik

Meluas ke seluruh sel

Sumber energi otak Peningkatan kebuuhan O2

Peningkatan metabolik otak

Kejang demam

Resiko bersihan jalan nafas/ resiko terhadap cedera yang peningkatan suhu tubuh resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan
pola nafas tidak efektif berhubungan berhubungan dengan gerakan tonik/ (hypertermia) program terapeutik berhubungan dengan kurang
dengan relaksasi lidah sekunder klonik yang tidak terkontrol selama berhubungan dengan pengetahuan (orang tua) tentang kondisi,
akibat gangguan persyarafan otot episode kejang proses penyakit pengobatan dan aktifitas kejang selama episode
kejang
9. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Nama : An. B
Usia : 4 tahun 3 bulan
Keluhan utama : panas dan kejang selama 5 menit
Riwayat penyakit : panas dimulai sejak 2 hari sebelum masuk RS sampai suhu 39,5´C dan tidak mau makan
Pemeriksaan fisik : lemas, pucat, suhu 39´C, nadi 130x/menit, RR 40x/menit,akral teraba panas dan berkeringat
ANALISIS DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
Ds : panas dimulai sejak 2 hari sebelum masuk Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
RS sampai suhu 39,5´C proses penyakit

Do : hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh


Ners L suhu 39´C, akral teraba panas dan
berkeringat
Ds : anak tidak mau makan sejak panas, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
minum susu hanya 100 cc/hari kebutuhan tubuh

Do : hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh


Ners L badan anak tampak lemas dan pucat
Ds : anak menangis saat didekati perawat dan Anxietas
menolak untuk dilakukan tindakan

Do : hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh


Ners L badan anak pucat, nadi 130x/mnt, RR
40x/menit
Diagnosa
- Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- Anxietas
- Defisiensi pengetahuan
- Defisit kebersihan diri
NANDA NOC NIC
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 3x7 jam 1. Berikan tappid water sponge
proses penyakit diharapkan masalah dapat teratasi dengan 2. Monitor suhu setiap 2 jam sekali
kriteria hasil 3. Kompres dengan menggunakan air hangat
- Suhu tubuh normal pada bagian ubun-ubun, axilla, perut,
- Tekanan darah sistolik dan diastolik leher, dan lipat paha
normal 4. Anjurkan keluarga klien untuk
- Tekanan nadi normal memberikan pakaian yang tipis yang dapat
- Denut jantung apikal normal menyerap keringat
5. Berikan minum air putih yang banyak
untuk mencegah dehidrasi
6. Kolaborasi pemberian cairan intravena
7. Berikan antipiretik
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 3x7 jam 1. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi klien
kebutuhan tubuh diharapkan masalah dapat teratasi dengan 2. Berikan minum air putih yang banyak
kriteria hasil untuk mencegah dehidrasi
- Asupan makan 3. Kolaborasi pemberian cairan intravena
- Asupan cairan 4. kolaborasi pemberia makanan dengan tim
- Nafsu makan normal ahli gizi
1) Pengkajian
Menurut Doenges (1993 : 259) dasar data pengkajian pasien adalah :

a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang
lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d. d. Makanan dan cairan


Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e. e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g. g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Carpenito ( 1999 : 468 ):


a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pola nafas tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.
d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan ( orang tua ) tentang kondisi,
pengobatan dan aktifitas kejang selama episode kejang.

3. Rencana Keperawatan
Menurut Carpenito ( 1999 ) , rencana keperawatannya meliputi :
a. Resiko terhadap bersihan jalan nafas / pol tidak efektif berhubungan dengan relaksasi lidah sekunder akibat gangguan persyarafan otot.
Intervensi :
1). Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel.
2). Singkirkan benda – benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernafasan ( misal : gurita ).
3). Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
4). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian O2 dan obat anti kejang.

b. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan gerakan tonik / klonik yang tidak terkontrol selama episode kejang.
Intervensi :
1). Jauhkan benda – benda yang ada disekitar klien.
2). Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh ke belakang, menyumbat jalan nafas.
3). Awasi klien dalam waktu beberapa lama selama / setelah kejang.
4). Observasi tanda – tanda vital setelah kejang.
5). Kolaborasi dnegna dokter untuk pemberian obat anti kejang.

c. Peningkatan suhu tubuh ( hypertermia ) berhubungan dengan proses penyakit.


Intervensi :
1). Observasi tanda vital tiap 4 jam atau lebih.
2). Kaji saat timbulnya demam.
3). Berikan penjelasan pada keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan.
4). Anjurkan pada keluarga untuk memberikan masukan cairan 1,5 liter / 24 jam.
5). Beri kompres dingin terutama bagian frontal dan axila.
6). Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan dan obat antipiretik.

d. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan ( orang tua ) tentang
kondisi, pengobatan, aktifitas, kejang selama perawatan.
Intervensi :
1. Jelaskan pada keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.
2. Jelaskan pada keluarga tentang faktor – faktor yang menjadi pencetus timbulnya kejang, misal : peningkatan suhu tubuh.
3. Jelaskan pada keluarga, apabila terjadi kejang berulang atau kejang terlalu lama walaupun diberikan obat, segera bawa klien ke rumah sakit
terdekat.

4. Evaluasi.
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan klien dengan kejang demam adalah mencegah / mengendalikan aktifitas kejang, melindungi
klien dari cedera, mempertahankan jalan nafas dan pemahaman keluarga tentang pencegahan, pengobatan dan aktifitas selama kejang.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono.(2011). Kumpulan tips pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Hidayat.(2009). Askep Anak Kejang Demam, Juli 20 2013, From http://hidayat.blogspot.com/2009/06/10
Hidayat, Aziz. (2008). Pengantar ilmu keperawatan. Jakarta : Salemba.
Kelompok Staf Medis (KSM) Ilmu Kesehatan Anak, RSUD Arifin Achmad Pekanbaru(2017). Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu.
Diunduh melalui http://jkm.fk.unri.ac.id

Anda mungkin juga menyukai