Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PROSES INDUSTRI KIMIA

“PULP and PAPER”

Herlinda Putri M.S


Muh. Aditya Surya A.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, bertambah pula kebutuhan manusia
terhadap barang – barang keperluan sehari – hari termasuk diantaranya kertas. Kertas
diperlukan tidak hanya sebagai alat tulis dan buku atau majalah tetapi juga sebagai tissu,
pembungkus rokok, pembungkus makanan dan minuman dan sebagainya.
Meningkatnya pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia telah membawa
dampak meningkatnya permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah.
Oleh karenanya dalam upaya terpeliharanya kualitas lingkungan industri harus meningkatkan
pengelolaan limbahnya melalui pengolahan yang lebih efektif dan kemungkinan
pemanfaatannya.
Industri pulp dan kertas pada saat ini dihadapkan pada masalah penanganan limbah yang
jumlahnya cukup besar. Kontribusi terbesar berasal dari lumpur hasil pengolahan air limbah.
Di lokasi pabrik limbah padat tersebut hanya ditumpuk dan belum dimanfaatkan sehingga
selain menimbulkan gangguan terhadap estetika juga menyebabkan pencemaran air, tanah,
dan bau bagi masyarakat sekitar.
Dalam rangka mengantisipasi tuntutan masyarakat yang makin tinggi terhadap masalah
lingkungan telah mendorong pihak industri untuk melakukan upaya pemanfaatan limbah
sebagai alternatif pengelolaan lingkungan yang perlu dikembangkan. Karena selain itu tidak
ada lagi sisa yang terbuang juga dapat memberikan nilai tambah.
Perusahaan kertas merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan karena
karakteristik limbahnya yang memiliki nilai BOD/ COD (kebutuhan oksigen dalam
menguraikan senyawa biologi dan kimia) yang sangat tinggi. Apabila limbah cair tersebut
dibuang ke perairan akan mengakibatkan kematian ikan dan biota air lainnya. Selain itu
limbah cair industri kertas menimbulkan bau busuk, sedangkan bahan kimia yang terikut
dalam limbah cair tersebut menimbulkan gangguan pernafasan bagi penduduk yang tinggal di
sekitar saluran pembuangan limbah, bahkan tercium sampai beratus – ratus meter dari tempat
tersebut.
Industri bubur kayu atau pulp dan kertas di Indonesia masih jauh dari yang di harapkan.
Sekitar 80% kebutuhan kertas masih terus didatangkan dari negara lain. Di Indonesia pada
tahun 1972 terdapat tujuh pabrik kertas , empat buah berada di Jawa dan tiga lainnya terdapat
di luar Jawa. Kapasitas rata-rata 30 ton/hari atau sama dengan 35.330 ton/tahun , pada tahun
1981 telah di bangun lima unit pabrik baru berkapasitas 1000 ton untuk tiga shift.
Namun, berkaitan dengan itu, timbul persoalan di antaranya adalah besarnya investasi
biaya pengadaan prasarana dan rutinitas persediaan bahan baku. Kertas memerlukan bahan
baku kayu jenis khusus, terutama kayu berserat panjang (long fibres) hal ini tidak dapat di
penuhi kayu hutan –hutan Indonesia .sebab sebagian besar kayu dari hutan Indonesia
memiliki serat pendek sehingga hanya bisa di manfaatkan untuk pembuatan kertas bermutu
rendah.
Mengingat betapa tingginya biaya pengadaan pabrik kertas baru dan semakin meningkatnya
kebutuhan bahan kertas maka di perlukan pemikiran dan langkah nyata pembuatan kertas
dengan teknologi yang lebih murah. salah satunya adalah pembuatan kertas daur ulang.
Berdasarkan informasi dari pusat pendidikan lingkungan hidup (PPLH) ,diketahui bahwa
setiap tahunnya negara Inggris membutuhkan 90 juta pohon untuk memenuhi kebutuhan aneka
industri kertas dan papan, dengan demikian semakin meningkatnya kebutuhan kertas dalam
jangka panjang bila tidak dikontrol dapat menimbulkan dampak kurang menguntungkan bagi
lingkungan.
Sebaliknya, langkanya bahan baku kertas akan menyebabkan naiknya harga kertas.
Padahal dalam era perkembangan informasi, komunikasi dan pendidikan kondisi seperti ini
dapat membuat proses perkembangan yang sedang berlangsung. Salah satu alternatifnya adalah
dengan membuat kertas daur ulang .pembuatan kertas daur ulang bias menyelamatkan
lingkungan hidup, karena sedikit mengurangi ketergantungan kita terhadap tanaman alam
selain itu, proses daur ulang kertas jika dilakukan secara cermat dapat mengurangi terjadinya
pencemaran. Berdasarkan analogi, meningkatnya penggunaan kertas tentu akan semakin
banyak dihasilkan kertas bekas. Sedangkan kertas bekas inilah yang digunakan sebagai bahan
baku membuat kertas daur ulang. Namun, potensi ini belum banyak dikenal masyarakat.oleh
sebab itu, perlu dipikirkan cara memperkenalkan hal tersebut kepada masyarakat dengan
menggunakan teknologi dan peralatan sederhana serta biaya murah.

I.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana proses pembuatan pulp?
b. Bagaimana mengolah pulp menjadi kertas?
c. Bagaimana dampak dan pengolahan limbah industri pulp dan kertas?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui proses pembuatan pulp
b. Mengetahui proses pengolahan bahan baku pulp menjadi bahan baku
c. Menganalisis dampak dan cara pengolahan limbah industri pulp dan kertas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Baku
Pada proses pembuatan pulp dan paper, bahan baku yang digunakan adalah kayu.
Kualitas pulp sangat ditentukan oleh jenis kayu yang digunakan. Diharapkan jenis kayu
yang digunakan untuk menghasilkan kualitas pulp yang bagus adalah yang mempunyai
kandungan selulosa yang tinggi, lignin yang rendah, tidak rapuh, tidak banyak getah dan tidak
berkulit tebal.
Dalam proses pembuatan pulp digunakan dua jenis bahan baku, yaitu:
a. Bahan baku primer
Untuk memperoleh serat ini diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dengan jenis
kayu (wood) atau bukan kayu (non wood).
Kayu (wood)
Kayu dapat dibedakan berdasarkan ukuran daun yang dimiliki yaitu kayu berdaun
lebar (hard wood), dan kayu berdaun jarum (soft wood). Kayu berdaun lebar (hard wood),
umumnya menggugurkan daunnya pada musim kemarau seperti Albazia falcatera, Euclyptus
sp, dan Antochehalus candabia.Sedangkan kayu berdaun jarum (soft wood), sering disebut
kayu jarum adalah jenis daun yang bersal dari pohon berdaun jarum. Jenis pohon ini selalu
hijau sepanjang tahun dan tidak menggugurkan daunnya pada musim kemarau, seperti Pinlis
sp (tusam) dan Aganthis sp (damar).
Analisis sifat pengolahan kayu digunakan untuk mengetahui jenis kayu yang cocok
sebagai bahan baku pulp. Analisis ini meliputi rendemen pulp, konsumsi alkali, bilangan
permanganate, panjang putus dan factor retak.

Bahan non Kayu (non wood)


Beberapa jenis tumbuhan bukan kayu merupakan sumber serat untuk bahan baku
pulp, baik itu yang berasal dari kulit batang, daun, tangkai, buah/biji dan bulu biji. Berdasarkan
sumber serat, tumbuhan bukan kayu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Serat kulit batang : Fax, Jule, Hemo, Rami Kenaf, Haramay
 Serat daun : Manila, Abaca, Sisal, Palm, Nenas
 Serat bulu biji : Kapas, Kapuk
 Serat rerumpunan : Merang, Jerami, Baggase, Bambu, Gelaga
Tabel: Rata-rata komposisi kimia kayu dan bukan kayu
Kandungan Serat Panjang Serat Pendek Bukan Kayu
Bahan Kimia (soft wood) (hard wood) (non wood)
Selulosa 42 +/- 2 % 40 +/- 2 % (36 – 38) %
Hemiselulosa 27 +/- 2 % 30 +/- 5 % (38 – 40) %
Lignin 28 +/- 3 % 28 +/- 3 % (12 – 16) %
Zat ekstraktif 5 +/- 3 % 3 +/- 3 % -
b. Bahan Baku Sekunder
Guna penghematan atau efisiansi serat dari bahan baku primer, maka dewasa ini telah
diusahakan pemanfaatan kertas bekas (waste paper) dari berbagai jenis kertas dan karton
sebagai bahan baku pulp. Serat yang dihasilkan dari kertas, karton bahkandario baju bekas yanh
dikenal sebagia sebutan “serat primer”. Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan
alam dan merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai
kemajuan teknologi.
Komposisi kimia kayu terdiri dari:
Selulosa
Bagian utama dinding sel kayu yang berupa polimer karbohidrat glukosa dan
mermiliki komposisi yang sama dengan pati. Beberapa molekul glukosa membentuk suatu
rantai selulosa. Selulosa juga termasuk polisakarida yang mengidentifikasikan bahwa
didalamnya terdapat berbagai senyawa gula.
Selulosa berantai panjang dan tidak bercabang. Seklama pembuatan pulp dalam
digester, derajat polimerisasi akan turun pada suatu derajat tertentu. Penurunan derajat
polimerisasi tidak boleh terlalu banyak, sebab akan memendekkan rantai selulosa dan membuat
pulp menjadi tidak kuart. Selulosa dalam kayu memilikib derajat polimerisasi sekitar 3500,
sedangkan selylos dalam pulp mempunyai derajat polimerisasi sekitar 600-1500. Rantai
selulosa yang lebih pendek akan menghasilkan pulp yang encer.

Hemiselulosa
Hemiselulosa juga adalah polimer yang dibentuk dari gula sebagai komponen
utamanya. Hemiselulosa adalah polimer dari senyawa gula yang berbeda seperti:
 Hexoses : Glukosa, Manosa dan Galaktosa
 Pentose : Xylose dan Arabinase
Hemiselulosa memilki derajat polimerisasi lebih kecil dari 300. Hemiselulosa
adalah polimer bercabang atau tidak linier. Selama pembuatan pulp hemoiselulosa bereaksi
lebih cepat dibandingkan dengan selulosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dari rantai
selulosa.
Hemiselulosa bersifat hidrofilik (mudah menyerap air) yang menyebabkan struktur
selulosa menjadi kurang teratur sehingga air bisa masuk kejaringan selulosa. Hemisolulosa
akan memberikan fibrillasi yang lebih baik dari pada selulosa dan meningkatkan kualitas
kertas.
Lignin
Merupakan jaringan polimer fenolik tiga dimensei yang berfungsi merekatkan serat
selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping ki8mia dan proses pemutihan (bleaching) akan
menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara signifikan. Lignin berfungsi
sebagai penyusun sel kayu.
Reaksi-reaksi lain seperti sulfonasi oksidasi, halogenasi sangat penting terutama
dalam proses pulping dan bleaching seperti dalam proses soda menghasilkjan lignin terlarut,
dimana terjadi pelepasan gugus metoksil pada saat lignin berdifusi dengan larutan alkali.
Ekstraktif
Ekstraktif dapat dikatakan sebagai substransi kecil yang terdapat pada kayu.
Ekstraksi meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsure lain. Komponen ini sangat
beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik akut dalam efluen industry
kertas. Dalam pembuatan pulp pada prinsipnya adalah mengambil sebanyak-banyaknya serat
selulosa (fiber yang ada dalam kayu dan menghilangkan lignin dan eksraktif.

B. Kualitas Bahan baku


Pada proses pembuatan pulp digunakan bahan baku chip yang berasal dari kayu.
Kualitas chip yang digunakan dalam proses pembuatan pulp merupakan factor yang sangat
penting baik dalam proses pengoperasian di pabrik maupun kualitas chip yang dihasilkan. Oleh
karena itu perlu diketahui factor-faktor yang mempengaruhi kualitas chip pada produksi pulp.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan pulp dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:
 Chip Quality
Kualitas chip yang digunakan dalam pulping adalah factor yang sangat penting
dalam kualitas akhir pulp. Faktor-faktor kualitas chip yang perlu diperhatikan adalah:
Wood Related Variable
Meliputi sifat-sifat kayu seperti spesies, densitas dan decay (kerusakan)
- Wood spesies
Chip-chip softwood menghasilkan pulp yang lebih kuat dari pada hardwood karena fiber-
fibernya lebih panjang dan lebih fleksibel daripada hardwood. Softwood umumnya
menghasilkan yield yang lebih rendah daripada hardwood bila dimasak dibawah kondisi
biasanya.
- Wood Density
Density kayu adalah factor ekonomi yang penting dalam pulping. Dengan suatu kayu yang
padat (denser wood) akan membuat lebih banyak dalm volume digester dam ini akan
meningkatkan produksi pulp.
Kualitas pulp maupun kertas juga dipengaruhi oleh densitas kayu yang digunakan. Serat yang
didapat dari kayu dengan densitas rendahakian menghasilkan serat yang fleksibel serta kertas
yang berkekuatan baik.
- Wood Decay
Pembusukan kayu disebabkan oleh mikroorganisme seperti fungi, bakteri, ragi dan lin-lain.
Pembnusukan terjdi pada saat tanaman masih ditanam maupun dstronge chip (tempat
penyimpanan chip)
Process Related Variable
- Chip Size
Ketebalan chip sangat penting dalam proses pulping, ketika cairan pemasak akan menembus
chip pada semua sisi. Jika chip tebal, cairan pemasak tidak akan menembus secara sempurna
kepusat chip sehingga pusat chip tidak masak.
- Chip Bulk Density
Merupakan parameter yang penting pada saat pengisian digester. Hal ini menentukan jumlah
pulp yang dapat masuk dan dinyatakan dalam kg/m3. Chip Bulk Density dipengaruhi oleh wood
density dan chip size.
- Chip moisture
Mempunyai pengaruh terhadap pulp yield, kappa number, dan kualitas pulp. Jika moisture
terlalu rendah, maka akan mempersulit dalam menghasilkan chip. Dengan mengetahui
moisture content chip dapat dihitung wood input yang masuk kedalam digester, supaya terjaga
konsentrasi liquor dan alakali secara konstan. Mouisrue level sebaiknya dalam range 40%-
50%.
- Bark (kulit kayu) dan kontaminasi lainnya
Bark merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam produksi pulp karena bark berisi 20-
30% selulosa dan 20-30% ekstrkktif dan selebihnya lignin. Bark sendiri akan menaikkan
konsumsi alkalidan mengurangi kekuatan pulp. Kandungan ekstraktif yang tinggi
menyebabkan masalah di evaporator dan pitch pada pulp machine.

 White Liqour Properties


White Liqour merupakan bahaan kimia pemasak dengan metode sulfat (kraft cycle)
dalam bentuk aqueous solution, dimana kandungannya terdiri dari NaOH, Na2S,
Na2SO4, Na2CO3). White Liquor digunakan untuk mengurangi kandungan lignin dalam
digester dan juga untuk ekstraksi selulosa. Digester yang digunakan adalah digester continue.

 Cooking Control Variable

Variabel-variabel yang digunakan untuk mengontrol cooking adalah:

- Waktu dan Temperatur

Reaksi delignifikasi bergantung paada temperature. Kenaikan temperature yang kecil


mempunyai pengaruh besar terhadap reaksi delignifikasi seperti kenaikan 10˚C dari 160˚C -
170˚C akan menyebabkan dua kali delignifikasi.

- Alkali Charge

Efektivitas normal alakali charge memiliki nilai antara 10%-18% Na2O dalam drywood
tergantung dari jenis kayu, kondisi pemasakan, dan derajat delignifikasi yang dibuttuhkan.
Kelebihan alkali dapat menyebabkan kenaikan angka delignifikasi, dan mengurangi yield ‘’as
the mount of dissolved hemicellulosa increase’’.

- Liqour to Wood Ratio

Rasio liquor :wood (rasio normal3:1 atau 5:1), kelebihan black liquor yang berasal dari digester
ke chip untuk menaikkan rasio liquorwood.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses pembuatan pulp


Proses pembuatan pulp dimulai dari pemisahan bahan baku di unit wood prepation (W/P)
dimana bahan baku dari kayu yang di potong-potong menjadi kayu gelondongan yang
ditampung di suatu lapangan luas, selanjutnya dilakukan pengelupasan kulit kayu (debarking)
oleh alat yang dinamakan Drum Barker yaitu suatu bejana selider berukuran panjang 28,5 m.
Dan berdiameter 5,5 m yang berputar dengan kecepatan rata-rata 5,8 rpm.
Kayu yang telah dikelupas kemudian di cacah menjadi Chip dengan ukuran standar (Chip
Standard) menggunakan Chipper. Selanjutnya Chip tersebut memasuki vibrating screen yang
bertujuan untuk memisahkan Chip-chip yang berukuran standar dengan yang tidak memenuhi
ukuran standar berdasarkan klafisikasi chip tersebut. Klafisikasi yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
 Chip Standard (accept chip)
- Panjang : 10-25mm
- Lebar : 10-25mm
- Tebal : 5-8mm
 Lebih besar dari standard (over size)
 Lebih kecil dari standard (fine size)
 Debu (dust)

B. Pengolahan bahan baku

 Pemasakan (Cooking)
Pemasakan dilakukan pada digester jenis Cooking CompactTM. Digester ini terdiri dari
top separator dan screen section yang berkerja dengan metoda cocurrent (searah) dan terdapat
juga zona washing yang dilakukan secara counter current, metoda pemasakkanya cendrung
pada suhu yang lebih rendah tetapi dengan pamasakan yang cendrung lebih lama.
Chips yang berasal dari chip yard diumpankan kedalam chip buffer yang terdapat pada
ujung belt conveyor. Kemudian chip masuk melalui bagian atas IMPBIN dan diukur laju alir
chipnya menggunakan chipmeter. IMPBIN merupakan vessel yang memiliki tekanan sama
dengan tekanan atmosfer serta mamiliki fungsi presteaming sekaligus fungsi impregnasi.
Campuran white liquor dan black yang diekstrak dari tranfer circulation dan atau dari
bagian screen digester dimasukan kebagian atas IMPBIN melalui centralpipe. Sebelum chip
bercampur dengan liquor, temperature chip terlebih dahulu dinaikan smpai mencpai suhu
100oC dan dengan penambahan liquor yang akan meningkatan proses deaerasi chip.
 Pencucian dan penyaringan (washing and screening)
1. Deknoting
Setelah tahap pemasakan, sebagian besar pulp masih mengandung knot (mata kayu)
yang tidak masak. Kandungan tersebut harus dipisahkan, dari pulp pada tahap awal dari proses.
Pemishan knot tilakukan dalam tiga tahap untuk pemisahan yang efisien. Dengan tujuan
untuk mengurangi kandungan serat sekecil mungkin terbawa pada pemishan tahap ketiga
(reject dari coarse screen)
2. Screening
Screening dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
a. Primary screening
b. Secondary screening
c. Teriary screening
Pada primary screening sebagian besar shive adalah reject, tetapi dalam pemisahan
masih banyak serat yang terikut. Agar tidak banyak fiberatau serat yang terbuang,
maka reject dari tahap pertama (primary sereening) disaring lagi pada tahap kedua (secondary
sereening).
Reject dari tahap kedua ini akan disaring lagi pada tahap ketiga (tertiary
screening) sebelum dikeluarkan dari sistem melalui reject press ini adalah untuk mengurangi
bahan kimia (chemical loss) dan mempermudah penanganan reject. Accept dari tahap kedua
dan tahap ketiga ini akan di kembalikan lagi ke inlet dari tahap sbelumnya (cascade). Bersama-
sama shive pasir juga terbawa oleh aliran reject screendan dibawa ke reject press, karena
dalam pengoprasian sebagian besar pasir terbawa aliran acceptbersama filtrate. Untuk
mencegah penumpukan pasir didalam system yang menyebabkan kerusakan pada alat, maka
pasir dipisahkan dari filtrate pada sand separator.
3. Brown stock washing
Plup yang dihembus (blown) dari digester, masih bercampur dengan sebagian cairan
pemasak yang mengandung sisa bahan kimia pemasak dan juga lignin yang terlarut dalam
kayu. Kotoran-kotoran yang terlarut dalam pulp tersebut dicuci di brown stock yang dilakukan
secara berlawanan arah (counter current), dimana air panas hanya digunakan sebagai pncuci
pada tahap akhir dri rantai pencucin.
Selepas dari blow tank dan screening room, pencucian brown stock telah mengalami
dua tahapan, tahapan pertama di hi-heat washing zone dan digester continous dan kemudian
didalam presure diffuser. Tahap ketiga atau tahap terakhir dari pencucian brown
stock adalah dewatering press sebelum O2 reaktor.
Pada dewatering press, pulp di press untuk mencapai konsentrasi sekitar 10% setelah
itu pulp diencerkan dengan filtrat dari first oxigen press pada screw dilution sehingga
konsentrasinya menjadi 12%. Alkali yang digunakan untuk delignifikasi ditambahkan bersama
dengan cairan pengencer.
Filtrat yang meninggalkan dewatering press masih mengandung sebagian
besar fiber yang harus dipisahkan. Pemisahan tersebut dilakukan dalam liquor screen, dari
sana filtrat yang bersih di salurkan ke pressure diffuser, dan serat. Yang lebih dipisahkan akan
dikembalikan ke accumulator tankbersama-sama dengan filtrat lainya.
 O2 Delignification
Proses oksigen dilignifikasi merupakan proses pre-blcaching yang berguna untuk
mengurangi kandungan lignin dari pulp coklat (yang belum mengalami proses pemutihan).
Setelah mengalami proses oksigen dilignifikasi maka bilangan kappa berkurang ±14. Adapun
fungsi oksigen delignifikasi adalah untuk menghemat bahan-bahan kimia yang mahal di tahap
pemutihan dan dlam waktu yang bersmaan dapat menurunkan dampak terhadap lingkungan.
Proses oksigen dilignifikasi berlangsung pada medium konsentrasi dengan tempertur
dan tekanan tinggi, sedangkan bahan kimia yang dipakai adalah oksigen dan Alkali, dipakai
salah satu NaOH atau while liquar oksidasi. Sebelum masuk ke reactor, pulp dipanaskan
terlebih dahulu dengan menambahkan steam sampai 100oC.
Delignifikasi berlangsung didalam aliran ke atas reactor, dimana waktu yang
dibutuhkan (retention time) menurut waktu yang dirancang adalah satu jam. Untuk mencegah
waktu singkat didalam reactor yang disebabkan chanelling, yang menyebabkan
pendeknya retention time, maka aliran yang merata dan stabil di dalam reactor sangat
diperlukan, yang dapat dicapai dengan menjaga konsentrasi pulp sekitar 10%

 Bleaching
Proses pemutihan di PT Lontar papyrus terdiri dari 2 line, dimana line 1 yang terdiri
dari tahap CD-EOP-DI-D2 masih menggunakan proses konvensional atau proses non EFC
(Elementary chlorine free) yaitu proses pemutihan dengan menggunakan senyawa chlor (Cl2),
sedangkan untuk line 2 tahapan yang digunakan adalah D0-EOP-DI yang
merupakan proses EFC yang menggunakan khlorin dalam bentuk senyawa lain yaitu
khlordioksida sehingga dapat menurunkan tingkat pencemaran.
Proses pemutihan pada line 1 memiliki urutan-urutan yang terdiri dari tahapan berikut:
1. Tahap pemutihan (C+D), yaitu menggunakan Cl2 dan ClO2 yang berfungsi untuk
mengikat kandungan lingnin dan pulp.
2. Tahap ekstraksi (EOP), yaitu menggunakan NaOH, O2, H2O2 yang berfungsi untuk
mengikat zat-zat orgnik dan kandungan lignin dalam pulp serta mempertahankan ikatan
sellulosa.
3. Tahap pemutihan kembali (D1 dan D2), yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi
untuk mengikat kandungan lignin dalam pulp.

Sedangkan pada line 2 memiliki tahapan sebagai berikut:


1. Tahap pemutihan D0, yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk mengikat
kandungan lignin dan pulp.
2. Tahap extraksi (EOP), yaitu menggunakan NaOH, O2, HO2 yang berfungsi untuk
mengikat zat-zat organik dan kandungan lignin dalam pulp serta mempertahankan ikatan
sellulosa.
3. Tahap pemutihan kembali (D1), yaitu menggunakan ClO2 yang berfungsi untuk
mengikat kandungan lignin dalam pulp.
C. Pembentukan lembaran pulp
Pulp yang telah diputihkan selanjutnya dikirim ke unit pulp machine (M/C) yang
mengenai masalah penyediaan pulp sheet (lembaran) dengan proses kerja sebagai berikut:
1. Screening , merupakan tahap penyaringan dan membentuk serat yang lebih
homogen tanpa ada pengontor yang halus maupun kasar.
2. Dewatering, merupakan tahap pengurangan kadar air yang terdiri dari dua tahap
yaitu DWP dan HDP.
3. Drying, merupakan tahap pengeringan lembaran pulp dengan
menggunakan steam atau uap panas.
4. Pulp cutting dan Bale Handling merupakan tahap akhir proses pulp machine disini
dilakukan pemotongan dan pengemasan.
 Tahap penyaringan (Sereening)
Screening plant merupakan proses bleaching dan Dwatering machine yang berfungsi
sebagai penyaring kotoran-kotoran yang ada pada bubur serat (fiber). Stock yang dihasilkan
di screening plantdisuplay ke Dwatering machine untuk di proses menjadi lembaran pulp yang
merupakan produk utama dari PT. LPPPI.
Bahan yang melalui proses pemutihan di bleaching di pompakan ke HDT dengan
konsistensi 10%. Selanjutnya bahan tersebut diencerkan dengan air pengencer dari filtrate
chest pada bagian dasar HDT menjadi 5%. Stock yang ada di HDT dipompakan ke stock
chest, setelah diencerkan menjadi 4% kemudian dilakukan penyaringan yang terdiri
dari protection screen atau combitrap. Pressure screen ataufine screen, penyaringan
pada centry cleaner, penyaringan pada satomi dan proses screening ini diakhiri dengan
pengentakan pulp yang bertujuan untuk meningkatkan konsistensi.
 Tahap pengurangan kadar Air (Dewatering)
Dewatering plant adalah proses pengurangan kadar air dari bubur serat serta proses
pembuatan lembaran pulp . pulp cair diencerkan hingga konsentrasinya mencapai 1,2-1,8%
kemudian disemprotkan menggunakan headbox. Dari headbox disalurkan dengan tekanan
ke foarming board “DWP” untuk pembentukan foemesi lembaran pulp. Pada DWP (Double
Wire Press) terjadi proses pengurangan kadar air dengan menggunakan dua lembaran
kawat mesh (bottom dan top wire) dengan lebar 7,4 meter yang saling menekan dan berputar
berlawanan arah.
Kadar air yang berkurang pada proses pengeringan ini mencapai 30-35%. Proses
selanjutnya berlangsung di Heavy Duty Press (HDP 1 dan 2), dimana pengurangan air
dilakukan dengan cara penekanan dengan Main Press Roll dan artinya diserap oleh felt pada
bagian atas dan bawah HDP 1 sehingga akan terjadi lagi pengurangan kadar air sampai dengan
20% pada akhir proses HDP 2, dan formasi lembaran pun semakin sempurna.
 Tahap pengeringan akhir (Drying)
Proses pengeringan pulp dengan menggunakan udara panas yang di hembuskan ke
permukaan bagian atas dan bawah pulp, dimana Drying cabinet disini terdiri dari menara kipas
(fan section) dan tiap bagian mempunyai kipas sirkulasi (circulation fan), pipa yang berisi uap
pemanas (steam heated coil) dan blowbox, sehingga akan terjadi lagi pengurangan kadar air
sampai dengan 35-40%.
 Tahap pemotongan (pulp cutting dan bale Handling)
Pulp yang keluar dari dryer kemudian masuk ke bagian cutter lay boy untuk dipotong
sesuai dengan ukuan standar yaitu 616 mm x 840 mm, kemudian ditampung didalam lay
boy untuk disusun menjadi Bale (pengepakan) di unit bale handling.
Ada beberapa urutan proses bale handling antara lain:
1. Scale, yaitu alat untuk menimbang pulp dalam 1 bale (250 AD Kg)
2. Balling press, yaitu alat untuk mengpres pulp dalam 1bale dari tinggi semula 80 cm
menjadi 45-50 cm
3. Wrapper, yaitu alat untuk memberikan pembungkus
4. Tying, yaitu pengikat setelah bale pulp dibungkus. Tali pengikatnya adalah kawat diameter
2 mm
5. Stenciller, yaitu alat untuk membuat merk
6. Folder, yaitu alat untuk membungkus pulp
7. Stacker, yaitu alat untuk menumpuk bale pulp menjadi 4 bale
8. Unityer, yaitu alat untuk mengikat 8 bale pulp dengan kawat diameter 3 mm
 Penyimpanan (Warehouse) dan Distribusi
Setelah pulp dijadikan dalam satu unit (8 bale), kemudian diangkat dengan
menggunakan forkilift untuk disimpan di gedung produksi (warehouse), untuk siap
dipanaskan.
Untuk menangani penyimpanan produk baik untuk pulp, tissue maupun produk
Chemical memiliki beberapa gudang baik gudang terbuka maupun gudang tertutup yang
dikelola dengan rapi dan penanganan yang cepat.

D. Pengolahan Limbah
A. Limbah Cair
Pengolahan limbah cair dalam usaha mengatasi pencemaran terhadap lingkungan
berdasarkan kep 51/MENLH/10/1995 tentang buku Mutu limbah cair bagi Limbah Industri dan
keputusan Gubernur Jambi No: Kep.83 tahun 1996 tentang buku mutu lingkungan daerah untuk
Wilayah Propinsi Jambi.
Pengolahan dampak yang sudah berjalan, yaitu system IPAL dengan:
1. Primary treatment : bar screen,equalization tank, primary clarifier A & B, buffer and
distribution tank,colling tower.
2. Secondary treatment : aerated lagoon, secondary clarifier A & B
3. Sludge treatment and removal : thickener clafirier, sludge storage tank, belt filter press
4. Pembuatan kolam ikan dan kebun percontohan sebagai control biologi.

Program pengelolahan Limbah cair yang telah dikembangkan :


1. Penambahan system IPAL dari kapasitas 50.000 m3/hari menjadi 75.000 m3/hari dengan
system “biological treatment”.
2. Perbaikan penampungan limbah untuk mengantisipasi keadaan darurat (emergency pond)
berkapasitas 12.000 m3 dengan lantai yang dikonkrit.
3. Pengontrolan rembesan air lindi kulit kayu ke lingkungan masyarakat dengan jalan
pemasangan pompa yang mengalirkan leachate tersebut ke pusat pengelolahan limbah cair.
4. Western natural lagoon berfungsi untuk pengolahan alami air limbah terolah tersebut sebelum
di alirkan kesungai
5. Eastern natural lagoon berfunsi untuk penampungan dan memonitor kualitas air hujan yang
berasal dari parit-parit hujan dalam pabrik.Aktivitas lain yang dikerjakan. Pengawasan rutin
terhadap limbah cair terolah dilaksanakan setiap hari dan dipantau lagi oleh pemerintah
propinsi jambi setiap tiga bilan sekali terhadap total buangan limbah cair terolah termasuk juga
di hulu dan hilir sungai.
B. Limbah Padat
Penanganan limbah padat di lingkungan internal PT. LPPPI telah dilaksanakan secara
sistematis dan terarah sesuai dengan komitmen yang telah dinyatakan oleh pimpinan tertinggi
perusahan.
Pengelolahan limbah padat yang telah dikembangkan dan sekaligus memberikan nijai
ekonomis tinggi adalah :
1. Penanganan dengan system penggunaan kembali (reused)
Potongan kayu dan kulit kayu digunakan sebagai bahan bakar di multifuel boiler,
sedangkan limbah padat dari hasil penyaringan akhir pembuatan pulp dijadikan
lembaran pulp kelas rendah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tisuue.Sementara
llimbah padat berupa pasir bekas dapat digunakan sebagai bahan pembuatan batako yang
dipakai dalam lingkungan internal pabrik.demikian juga slude cake dari unitpengelolahan
limbah cair telah di jadikan uji coba sebagai pupuk kompos di HTI dan saat ini di laksanakan
percobaan secara insentif dari manfaat kompos tersebut.
2. Penanganan sistem landfill
Perlakuan limbah padat lain yang berasal dari sisa produksi seperti dregs, sceer reject,
ash, dan lumpur garam dilakukan dengan system penimbunan dan system khusus untuk
menghindari terjadinya pencemaran terhadap lingkungan.
3. TPA (tempat pembuangan akhir) untuk limbah domestic
Limbah yang berasal dari kantor dan rumah tangga dilakukan penimbunan pada lokasi
tertentu yang berlokasi jauh dari air masyarakat dengan ketinggian tertentu pula. Setelah dua
mingggu limbah tersebut di timbun dengan tanah setempat dengan ketebalan 15-20 cm.
4. Penanganan dengan system pembakaran
Limbah padat domestic seperti kayu palet bekas pembersihan oli, bekas bamboo, kain
lap dan serbuk gergaji dan grease dilakukan pembakaran secara terus menerus sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan. Sisa abu pembakaran di timbun di landfill.
5. Limbah padat yang dapat dijual
Limbah padat lainnya melalui proses penyrlrksi seperti drum bekas,besi, pipa-pipa,
batrei bekas, ban bekas dan lain-lain dapat di jual kembali dengan di tanganni oleh seksi
material.

C. Limbah Gas
Dalam usaha penanganan terjadi pencemaran udara oleh limbah gas yang di hasilkan
dari kegiatan yang berlangsung,PT.LPPPI telah melakukan pengontrolan dan pemantauan
secara berkelanjutan dan terus-menerus dengan melakukan perbaikan-perbaikan, modifikasi
dan penambahan alat-alat untuk mencapai baku mutu emisi buang yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
Usaha yang dilaksanakan adalah :
1. Optimasi efisiensi penangkapan debu oleh EP (elektostatic precipitator) dengan perawatan
secara cermat
2. Melakukan penambahan system scrubber di smelt dissolving tank.
3. Penambahan sistem scrubber pada stack cemical making
4. Melakukan perawatan EP scrubber sesuai dengan intruksi kerja
5. Membakar NCG di lime kiln

Aktifitas lain yang dikerjakan :


Pemantauan secara rutin terhadap gas emisi dalam lingkungan pabrik serta pemantauan
udara ambiet pada area dalam dan luar lingkungan pabrik.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)


Izin resmi dari bapedal melalui keputusan kepala bipedal nomor :
012/BAPEDAL/02/1999 tentang pemberian ijin penyimpanan limbah bahan berbahaya dan
beracun (Limbah B3) kepada PT.LPPPI dan gudang penyimpanan tersebut di rancang sesuai
dengan kep.No.01/BAPEDAL/09/1995 dengan tata cara dan persyaratan teknis penyimpannan
dan pengumpulan limbah B3. Symbol dan label limbah B3 di atur dalam
Kep.No.05/BAPEDAL/09/1995.

Anda mungkin juga menyukai