Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN INVENTORY
TUGAS MANAJEMEN FARMASI

OLEH:
Dima Nurohmah Hayati

12613132

PRODI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


MANAJEMEN INVENTORY

A. Definisi Manajemen Inventory (Persediaan)


Istilah persediaan memberikan pengertian yang berbeda-beda tetapi pada dasarnya
maksud dan tujuannya adalah sama. Berikut pendapat para ahli mengenai manajemen
persediaan:
1. C. Rolln Niwwonger, Philip E. Fess dan Carl S. Wareen
“istilah persediaan (inventories) merupakan barang dagangan yang disimpan
untuk dijual dalam operasi perusahaan dan merupakan barang yang terdapat
dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan itu”.
2. Prawirosentono
Persediaan adalah aktiva lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk
persediaan bahan mentah (bahan baku / raw material, bahan setengah jadi / work
in process dan barang jadi / finished goods).
3. Ikatan Akuntansi Indonesia.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, Manajemen persediaan
merupakan:
a. Tersedia untuk dijual (dalam kegiatan operasi normal)
b. Dalam proses produksi ( dalam kegiatan usaha normal)
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supllies) untuk digunakan proses
produksi atau pemberian jasa

B. Tujuan Manajemen Inventory (Persediaan) Farmasi


Tujuan manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi
persediaan dengan pelayanan pasien. Keempat fungsi persediaan antara lain :
1. “Decouple” atau memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi. Sebagai
contoh, jika persediaan sebuah perusahaan farmasi berfluktuasi, persediaan
tambahan mungkin diperlukan untuk melakukan decouple proses produksi dari
pemasok
2. Melakukan “decouple” perusahaan farmasi dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi
pelanggan/pasien
3. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian dalam jumlah
besar dapat mengurangi biaya pengiriman barang.
4. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga

C. Fungsi dan Manfaat Manajemen Persediaan di dalam Kefarmasian


Menurut Handoko Manajemen Persediaan memiliki banyak sekali fungsi dan manfaat
dalam sebuah perusahaan. Beberapa fungsi dari manajemen persediaan dapat
mempengaruhi kestabilan, kelancaran, keuntungan sebuah perusahaan. Fusngsi-fungsi
terrsebut antara lain yaitu:
1. Fungsi Decoupling
Persediaan decoupling ini memungkinkan perusahaan/faskes/industri farmasi
dapat memenuhi permintan langganan tanpa tergantung pada supplier. Untuk
dapat memenuhi fungsi ini dilakukan cara-cara sebagai berikut:
- Persediaan bahan mentah disiapkan dengan tujuan agar
perusahaan/faskes/industri farmasi tidak sepenuhnya tergantung
penyediaannya pada suplier dalam hal kuantitas dan pengiriman.
- Persediaan barang dalam proses ditujukan agar tiap bagian yang terlibat dapat
lebih leluasa dalam berbuat.
- Persediaan barang jadi disiapkan pula dengan tujuan untuk memenuhi
permintaan yang bersifat tidak pasti dari langganan.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Tujuan dari fungsi ini adalah pengumpulan persediaan agar
perusahaan/faskes/industri farmasi dapat berproduksi serta menggunakan seluruh
sumber daya yang ada dalam jumlah yang cukup dengan tujuan agar dapat
menguranginya biaya perunit produk.
3. Fungsi Antisipasi
Perusahaan/faskes/industri farmasi sering menghadapi ketidakpastian jangka
waktu pengiriman dan permintaan akan barang barang selama periode pemesanan
kembali, sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra. Persediaan antisipasi
ini penting agar proses produksi tidak terganggu. Sehubungan dengan hal tersebut
perusahaan sebaiknya mengadakan seaseonal inventory (persediaan musiman).

D. Jenis – Jenis Persediaan


1. Jenis Persediaan Menurut Fungsinya
a. Bacth Stock/Lot Size Inventory
yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-
bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar yang dibutuhkan
pada saat itu. Jadi, dalam hal ini pembelian atas pembuatan yang dilakukan
dalam jumlah besar sedangkan penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah
kecil.
Terjadinya persediaan karena pengadaan barang atau bahan yang
dilakukan lebih banyak lagi yang dibutuhkan. Keuntungan yang akan
diperoleh dari adanya Bacth Stock/Lot Size Inventory ini adalah :
4. Memperoleh potongan harga pada harga pembelian
5. Memperoleh efisiensi produksi (manufacturing economic) karena
adanya operasi (production run) yang lebih lama.
6. Adanya penghematan dalam biaya pengangkutan
b. Fluctuation Stock
yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan
persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Apabila tingkat
permintaan menunjukkan keadaan yang tidak beraturan atau tidak tetap dan
fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan yang dibutuhkan
sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan
tersebut.
c. Anticipation Stock
yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang
dapat diramalkan berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun
dan untuk menghadapi penggunaan/penjualan atau permintaan yang
meningkat. Disamping itu, menurut Rangkuti Freddy dalam buku Manajemen
Persediaan, “anticipation stock juga dimaksudkan untuk menjaga
kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu
jalannya produksi atau untuk menghindari kemacetan produksi”.

2. Jenis Persediaan Menurut Cara Pengolahannya Dan Posisi Barang


a. Persediaan bahan baku (Raw Material Stock)
yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses
produksi.
b. Persediaan bagian produksi / parts yang dibeli (Purchased Parts/Component
Stock)
yaitu persediaan barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan
lain yang dapat secara langsung tanpa melalui proses produksi selanjutnya.
c. Persediaan bahan pembantu / bahan-bahan pelengkap (supplier Stock),
yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam
proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi atau yang
dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan tetapi tidak merupakan
bagian atau komponen dari barang jadi.
d. Persediaan barang setengah jadi / barang dalam proses (Works in
Process/Progress),
yaitu barang-barang yang dikeluarkan dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik
atau bahan-bahan yang diolah menjadi suatu bentuk tetapi masih perlu
diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

3. Persediaan Hubungan antara Produksi dan Penjualan Produk.


Persediaan dalam kategori hubungan antara produksi dan penjualan produk terdiri
dari dua jenis, yaitu:
a. Perusahaan Dagang.
7. Persediaan barang dagangan.
b. Perusahaan Manufaktur
8. Persediaan bahan baku
9. Persediaan barang dalam proses
10. Persediaan barang jadi

E. Prinsip Pengendalian Manajemen Persediaan


Prinsip dalam mengendalikan persediaan sangat diperlukan dalam Manajemen
persediaan. Hal ini dikarenakan prinsip persediaan dijadikan sebagai salah satu
landasan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Menurut Matz, sistem dan
teknik pengendaliaan persediaan harus didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Persediaan diciptakan dari pembelian bahan dan suku cadang, tambahan biaya
pekerja dan overhead untuk mengelola bahan menjadi barang jadi.
2. Persediaan berkurang melalui penjualan dan perusakan.
3. Perkiraan yang tepat atas jadwal penjualan dan produksi merupakan hal yang
esensial bagi pembelian, penanganan, dan investasi bahan yang efisien.
4. Kebijakan manajemen, yang berupaya menciptakan keseimbangan antara
keragaman dan kuantitas persediaan bagi operasi yang efisien dengan biaya
pemilikan persediaan tersebut merupakan faktor yang paling utama dalam
menentukan investasi persediaan.
5. Pemesanan bahan merupakan tanggapan terhadap perkiraan dan penyusunan
rencana pengendalian produksi.
6. Pencatatan persediaan saja tidak akan mencapai pengendalian atas persediaan.
7. Pengendalian bersifat komparatif dan relatif, tidak mutlak.

F. Pertimbangan Manajemen Persediaan.


Banyak hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen
persediaan. Baik itu dari segi biaya, waktu, proses pemesanan, dan juga dari jenis
bahan persediaan yang dibutuhkan. Seorang manajer akan menganalisis itu semua
dengan pertimbangan yang sudah mereka tetapkan. Berikut beberapa hal yang
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen persediaan:

1. Struktur Biaya Persediaan


Struktur biaya persediaan dapat kita kelompokkan sesuai dengan model
pemesannanya, seperti:
a. Biaya per unit (item cost)
b. Biaya penyiapan pemesanan (ordering cost)
- Biaya pembuatan perintah pembelian (purchasing order)
- Biaya pengiriman pemesanan
- Biaya transportasi
- Biaya penerimaan (Receiving cost)
- Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost):
surat
- menyurat dan biaya untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan.
c. Biaya pengelolaan persediaan (Carrying cost)
- Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang
apabila nilai persediaan digunakan untuk investasi (Cost of capital).
- Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of
storage). Biaya ini berubah sesuai dengan nilai persediaan.
d. Biaya resiko kerusakan dan kehilangan (Cost of obsolescence,
deterioration and loss).
e. Biaya akibat kehabisan persediaan (Stockout cost)
2. Faktor yang mempengaruhi investasi dalam persediaan.
Faktor ini mencakup beberapa aspek yang berkaitan dengan proses produksi dan
daya tahan suatu persediaan. Beriut cakupapn dari faktor yang mempengaruhi
investasi dalam persediaan:
a. Tingkat Penjualan.
Semakin tinggi omzet penjualan maka makin besar investasi persediaannya.
Begitu juga sebaliknya. Jika omzet penjualannya rendah maka persediaan akan
sedikit.
b. Sifak Teknis dan Sifat Produksi
- Produksi pesanan => persediaan beragam dan banyak
- Produksi massal => persediaan bisa diatur
c. Lamanya Proses Produksi
Jika proses produksi persediaan lama maka akan mengakibatkan BDP
biayanya semakin mahal dan tidak efisien.
d. Daya Tahan Bahan Baku dan Produk Akhir
- Barang tahan lama => Persediaan relatif tinggi
- Barang tahan tidak lama => Persediaan relatif rendah
- Barang Musiman => Persediaan tinggii pada musimnya
e. Lama Pembelian dan pengiriman

G. Metode Perhitungan
Model Economic Order Quantity (EOQ).
1. Total Biaya Penyimpanan Persediaan ( Total Carrying Cost / TCC)

Biaya penyimpanan persediaan dalam EOQ bersifat Variabel terhadap


jumlah inventori yang dibeli. Sehingga rumusnya sebagai berikut:

Dimana :
- Total Biaya Penyimpanan
Q = Kuantitas Pesanan
TCC = C. P. A S = Penjualan Tahunan
N = Frekuensi Pemesanan
- Persediaan Rata-Rata C = Biaya Penyimpanan
A = Q/2 P = Harga Beli Per Unit
Biaya TCC ini mencakup sewa gudang, pemeliharaan barang didalam gudang,
modal yang tertanam dalam inventori, pajak dan ansuransi. Besarnya biaya TCC
dapat diperhitungkan dengan dua cara yaitu berdasarkan presentasi tertentu dari
nilai Inventori rata-rata dan berdasarkan biaya perunit barang yang disimpan (
dari jumlah rata-rata).

2. Total Biaya Pemesanan ( Total Ordering Cost / TOC)

Biaya pemesanan persediaan dalam bersifat Variabel terhadap


frekuensi pesanan yang dibeli. Sehingga rumusnya sebagai berikut:

Dimana :
- Total Biaya Pesanan
Q = Kuantitas Pesanan
S = Penjualan Tahunan
TOC = F. ( S / Q ) F = Biaya Tetap

3. Total Biaya Persediaan ( Total Inventory Cost / TIC)

Total Biaya Perseddiaan atau TIC ini didapat dari penjumlahan toatal
biaya persediaan dan total biaya pemesanan. Sehingga hasilnya diketahui total
biaya persediaan tersebut. Jadi rumusnya sebagai berikut:

Dimana :
- Total Biaya Persediaan
Q = Kuantitas Pesanan
TIC = TCC + TOC S = Penjualan Tahunan
N = Frekuensi Pemesanan
Atau C = Biaya Penyimpanan
P = Harga Beli Per Unit
TIC = C.P.( Q/2 ) + F. ( S/Q )
Ketiga perhitungan diatas bertujuan untuk mengetahui besaran biaya
dimasing-masing kategori. Setelah itu kita bisa mengaitkannya dengan Kuantitas
Pemesanan yang Ekonomis atau dikenal dengan EOQ ( Economic Ordering Quantity
Model).
Terdapat dua dasar keputusan dalam model EOQ ini dalam manajemen
persediaan, diantaranya yaitu:
1. Berapa jumlah bahan mentah yang harus dipesan pada saat bahan tersebut perlu
dibeli kembali – Replenishment Cycle.
2. Kapan perlu dilakukan pembelian kembali – Reorder point.

Rumus Model EOQ sebagai Beriku:

Dimana :

𝟐.𝐅.𝐒
EOQ = √ F = Biaya Tetap
𝐂.𝐏 S = Penjualan Tahunan
C = Biaya Penyimpanan
P = Harga Beli Per Unit

Model EOQ tidak lepas dari beberapa asumsi agar perhitungannya akurat.
Berikut ini beberapa asumsi mengenai model EOQ:
- Jumlah kebutuhan bahan mentah sudah dapat ditentukan lebih dulu secara
pasti untuk penggunaan selama satu tahun atau satu periode.
- Penggunaan bahan selalu pada tingkat yang konstan secara kontinyu
- Pesanan persis diterima pada saat tingkat persediaan sama dengan nol atau
diatas safety stock
- Harga konstan selama periode tersebut.

Metode EOQ memiliki kaitan dengan beberapa aktifitas disebuah industri


manufaktur, seperti aktifitas dalam manajemen persediaan di bawah ini:
- Permesanan ulang ( Reorder Point )
- Persediaan Pengaman (Safety Stocks)
- Penentuan Besaran Safety Stocks
Agar pemahaman tentang aktifitas diatas lebih mendalam lagi. Mari kita bahas
perhitungan atau rumus – rumusnya sekali lagi.

a. Pemesanan Ulang ( Reorder Point )


Pada dasarnya, sebuaah perusahaan dalam mempersiapkan bahan
persediaan tidak menunggu bahan perssediaan di gudang habis secara
keseluruhan. Hal ini dapat menghambat dan memperlambat proses produksi
didalam perusahaan tersebut. Sehingga seorang manajer akan menentukan titik
minimum atau standar dimana perusahaan harus melakukan pemesanan kembali
untuk mengisi persediaan yang telah kosong.

Jika digambarkan dalam sebuah grafik akan berbentuk seperti dibawah


ini sebagai ilustrasi:

Gambar i: Grafik Ilustrasi Pemesanan Ulang

Dari grafik tersebut bisa kita tarik kesimpulan bahwa Rusmus


Pemesanan Ulang atau Reorder Point yaitu:

Titik Pemesanan Ulang

Waktu Tunggu X Tingkat Penggunaan


b. Persediaan Pengaman ( Safety Stocks )
Persediaan Pengaman ini memang disengaja disediakan oleh
perusahaan untuk dijadikan alternatif pengganti terhadap perubahan tingkat
penjualan atau keterlambatan produksi-pengiriman. Tujuannya tidak lain sebagai
jaga-jaga agar aktifitas disebuah perusahaan tidak berhenti.
Dari gambaran itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa persediaan awal
mengandung safety stock. Jadi bisa di simpulkan menjadi:

Persediaan Awal
EOQ + Safety Stock
Persediaan Rata-rata
( EOQ / 2 ) + Safety Stock
Penentuan besar kecilnya Safety Stock dipengaruhi oleh faktor pengalaman,
Faktor dugaan, Faktor Biaya dan Faktor keterlambatan. Jadi, setiap perusahaan
dalam menentukan besar kecilnya safety stock persediaan tidaklah sama.
Contohnya sebagai berikut:
Diketahui:
- Penggunaan perhari 15 Kg.
- Keterlambatan Pengiriman 10 hari
Ditanya:
- Berapa besarnya Safety stock yang harus disiapkan??
Jawab:
Safety stock = Penggunaan per hari X Kendala atau faktor-faktor
= 10 x 15 kg
= 150 Kg.
Jadi Safety stock yang harus disediakan sebesar 150 kg.

Metode EOQ dalam manajemen persedian mempunyai kelebihan dan juga


kekurangan. Sehingga kita harus mengetahuinya. Berikut beberapa kelebihan dan
kelemahan dalam metode ini:
- Keunggulan Model EOQ:

1. Dapat dijadikan dasar penukaran (trade off) antara biaya penyimpanan dengan
biaya persiapan atau biaya pemesanan (setup cost).

2. Dapat mengatasi ketidakpastian penggunaan persediaan pengaman atau


persediaan besi (safety stock).

3. Mudah diaplikasikan pada proses produksi yang outputnya telah memiliki


standar tertentu dan diproduksi secara massal.

4. Lazim digunakan pada rumah sakit, yaitu pada persediaan obat. Jika ada
pasien yang sakit mendadak dan perlu obat segera, apotek rumah sakit dapat
melayani dengan cepat.

- Kelemahan Model EOQ:

Hakikatnya model EOQ adalah model yang menempatkan pemasok


sebagai mitra bisnis sementara karena paradigma untung-rugi diterapkan pada
mereka, sehingga penggunaan model ini terjadi berganti-ganti pemasok, dan
hal ini dapat mengganggu proses produksi.

Model Periodic Order Quality (POQ).


Period Order Quantity (POQ) : Pendekatan menggunakan konsep
jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat
permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan mengambil
dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh
besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode
pemesanannya adalah setahun.

PenggunaanPOQ:

 POQ digunakan sebagai pengganti EOQ, bila permintaan tidak uniform.


 Formula EOQ digunakan untuk menghitung waktu antarpemesanan
(economic time between orders)
 POQ = EOQ/Rata2 pemakaian per minggu
 Dengan POQ ini kuantitas pemesanan ditentukan oleh permintaan aktual,
sehingga akan menurunkan biaya penyimpanan (carrying cost).
Model Quantity Discount Model (QDM).

Dalam rangka meningkatkan volume penjualan seringkali perusahaan


(supplier) memberikan harga yang lebih rendah kepada pelanggan yang
membeli dalam jumlah yang lebih besar. Jadi harga per unit ditentukan semakin
murah dengan semakin banyaknya jumlah yang dibeli.
Dalam model potongan harga ini kita harus mempertimbangkan trade
off antara biaya pembelian dengan biaya penyimpanan, dimana semakin banyak
jumlah yang dibeli maka biaya pembelian per unit akan semakin menurun, tapi
di lain pihak biaya penyimpanan akan semakin meningkat

Model Analisis ABC.

Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory


management) untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai
nilai investasi yang tinggi.

Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan


nama Hukum Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia,
Vilfredo Pareto (1848-1923). Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup
selalu memiliki persentase terkecil (20%) yang bernilai atau memiliki dampak
terbesar (80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari General Electric
mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam
klasifikasi barang persediaan.

Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang


berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian
dibagi menjadi kelas-kelas besar terprioritas; biasanya kelas dinamai A, B, C,
dan seterusnya secara berurutan dari peringkat nilai tertinggi hingga terendah,
oleh karena itu analisis ini dinamakan “Analisis ABC”. Umumnya kelas A
memiliki jumlah jenis barang yang sedikit, namun memiliki nilai yang sangat
tinggi.
Dalam hal ini, saya akan menggunakan tiga kelas, yaitu: A, B, dan C, di
mana besaran masing-masing kelas ditentukan sebagai berikut (Sutarman, 2003,
pp. 144–145):

1. Kelas A, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 15-20%


dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 75-80% dari total
nilai uang.
2. Kelas B, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 20-25%
dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 10-15% dari total
nilai uang.
3. Kelas C, merupakan barang-barang dalam jumlah unit berkisar 60-65%
dari total seluruh barang, tetapi merepresentasikan 5-10% dari total nilai
uang.

Besaran masing-masing kelas di atas akan membentuk suatu kurva


sebagaimana terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar ii: Kurva Analisis ABC

Adapun langkah-langkah atau prosedur klasikasi barang dalam analisis


ABC adalah sebagai berikut:

1. Menentukan jumlah unit untuk setiap tipe barang.


2. Menentukan harga per unit untuk setiap tipe barang.
3. Mengalikan harga per unit dengan jumlah unit untuk menentukan total
nilai uang dari masing-masing tipe barang.
4. Menyusun urutan tipe barang menurut besarnya total nilai uang, dengan
urutan pertama tipe barang dengan total nilai uang paling besar.
5. Menghitung persentase kumulatif barang dari banyaknya tipe barang.
6. Menghitung persentase kumulatif nilai uang barang dari total nilai uang.
7. Membentuk kelas-kelas berdasarkan persentase barang dan persentase
nilai uang barang.
8. Menggambarkan kurva analisis ABC (bagan Pareto) atau menunjuk
tingkat kepentingan masalah.

Dengan analisis ABC, kita dapat melihat tingkat kepentingan masalah


dari suatu barang. Dengan begitu, kita dapat melihat barang mana saja yang
perlu diberikan perhatian terlebih dahulu.

Model Just In Time (JIT).


Salah satu metode untuk mengendalikan persediaan yang modern
adalah metode Just In Time atau bisa disebut juga JIT. Metode ini bertujuan
untuk meminimalkan biaya persediaan karena menggunakan metode JIT setiap
pemesanan dari konsumen akan langsung di produksi. Dalam JIT diusahakan
persediaan nol (atau paling tidak pada tingkat yang tidak signifikan), sehingga
penilaian persediaan menjadi tidak relevan untuk tujuan pelaporan keuangan.
Rumusan JIT yang digunakan adalah :

Dimana :
𝑰 + 𝑭𝟏 + 𝑿𝟐 . 𝑽𝟐 𝑿𝟏 = Unit produk yang harus
𝑿𝟏 =
𝑷 − 𝑽𝟏 dijual untuk mencapai
laba tertentu
I = Laba Sebelum Pajak
𝑭𝟏 = Total Biaya Tetap
𝑿𝟐 = Jumlah kuantitas Non
Unit
𝑽𝟐 = Biaya Variable Non Unit
𝑽𝟏 = Biaya Variable per unit
P = Harga Jual per unit
H. Pengawasan Persediaan
Hakikat dari pengawasan persediaan barang adalah mulai bahan baku dipesan
sampai produk jadi digunakan oleh konsumen, yang terdiri dari pengawasan fisik, nilai,
dan biaya. Pengawasan barang meliputi pengawasan bahan baku, bahan pembantu,
barang dalam proses, dan pengawasan barang jadi. Pengawasan bahan baku dan bahan
pembantu dimulai dari bahan dipesan sampai dengan permintaan pemakaian bahan
dalam proses produksi; pengawasan itu meliputi fisik (jumlah unit, kerusakan,
keuangan, kehilangan, dan tingkat perputaran), biayanya, dan nilainya dala bentuk
satuan uang.

Pengawasan barang dalam proses meliputi produk cacat, produk rusak, produk
hilang dalam proses produksi. Sedangkan pengawasan barang jadi meliputi rencana
penjualan, jadwal pengiriman, dan pelayanan purna jual. Keempat jenis barang itu
(bahan baku, bahan pembantu, barang dalam proses, dan barang jadi) jumlah
persediaannya secara fisik harus dikendalikan, agar tidak terjadi kekurangan dan
kelebihan. Kekurangan persediaan bahan baku dan bahan pemabantu dapat
mengakibatkan proses produksi terganggu, dan kekurangan persediaan barang jadi akan
mengakibatkan kesulitan memenuhi permintaan konsumen. Sebaliknya jika terjadi
kelebihan persediaan, dapat mengakibatkan modal yang ditanamkan dalam persediaan
tersebut besar, dan biaya modalnya besar
DAFTAR PUSTAKA

(1) Rangkuti Freddy. 1995: Manajemen Persediaan. Cetakan Pertama, raja Grafindo
Persada, Jakarta
(2) Warren, Fess, Niswonger. 1999: Prinsip-Prinsip Akuntansi, edisi kesembilan belas,
Jilid 1Penerbit Erlangga, Jakarta.
(3) Riyanto, Bambang. 1993: Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi kedua
Cetakan kedelapan, Yayasan Badan Penerbit Gajah Mada, Yogyakarta.
(4) Syamsuddin, M.A., Drs. Lukman. 2007: Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
(5) Brigham, Eugene F. Dan Joel F. Houston. 2001: Manajemen Keuangan. Erlangga.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai