Anda di halaman 1dari 10

I.

KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh
dunia dan merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa
(Roozenbeek et al., 2013). Menurut Aghakhani et al., (2013)
cedera kepala adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Pasien dengan
cedera kepala dapat mengalami masalah pada mental, fisik, kognitif, dan sosial (Trevena &
Cameron, 2011). Penyebab tersering dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, di
mana hal ini banyak terjadi pada pria dibanding wanita (Aghakhani et al., 2013).
Cedera kepala adalah cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan otak akibat
perdarahan dan pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan penyebab
peningkatan tekanan intra kranial (TIK). (Brunner & Suddarth, 2002).

B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala
Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
 GCS 13 - 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
 Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
 GCS 9 - 12
 Saturasi oksigen > 90 %
 Tekanan darah systole > 100 mmHg
 Lama kejadian < 8 jam
 Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkora

1
c. Cedera kepala berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
 Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral

Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale)


a. E: Eyes (1-4)
4: membuka spontan
3: membuka dengan perintah
2: membuka dengan rangsang nyeri
1: tidak ada reaksi
b. V: Verbal (1-5)
5: sadar, orientasi baik
4: bicara kacau
3: kata-kata tidak berarti
2: mengerang, merintih
1: tidak ada reaksi
c. M: motorik (1-6)
6: bergerak sesuai perintah
5: bergerak mengikuti rangsangan
4: menghindari nyeri
3: fleksi abnormal
2: ekstensi abnormal
1: tidak ada gerakan

C. PATOFISIOLOGI
Cidera otak dapat disebabkan karena benturan kepala seperti tertimpa benda keras,
kecelakaan atau tabrakan sehingga tengkorak mengalami pergeseran dan otak mengalami
benturan atau guncangan yang menyebabkan terjadi perubahan intrasel maupun ekstrasel.
Perubahan pada intrasel akan menyebabkan terjadinya kelemahan otak kemudian disertai
dengan iskemik pada jaringan yang bisa ditandai dengan nyeri dan kejang. Sedangkan
perubahan pada ekstrasel akan menimbulkan peningkatan intrakranial sehingga kesadaran
seseorang mengalami penurunan ditandai dengan pusing yang akan mengakibatkan
terjadinya gangguan pada aktifitas seseorang. Selain itu juga dapat ditandai dengan mual
dan muntah sehingga akan menimbulkan resiko gangguan keseimbangan cairan. (Lynda
Juall Carpenito :2000)

2
D. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri kepala
2. Tidak ada kehilangan kesadaran
3. Pusing
4. Tengkuk kaku dalam sikap kepala mengadah/hiperekstensi
5. Keletihan
6. Ketidak Mampuan Berkonsentrasi
7.Terdapat laserasi dan hematoma pada kulit kepala.
(Masjoer Arif :2002)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik tengkorak dengan sinar X dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau
hematoma. CT Scan atau MRI dapat dengan cermat menentukan letak dan luas cedera.
(Elizabeth, J. 2001)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
· Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
· Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
· Berikan oksigenasi.
· Awasi tekanan darah
· Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik
· Atasi shock
· Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
· Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
· Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
· Pemberian analgetika
· Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %

3
· Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
· Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18
jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan
lunak.
· Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.
Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan
dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah,
makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea N.

4
II. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identifikasi pasien dan keluarga (penanggung jawab) nama, umur, jenis kelmain,
pendidikan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat.
2. Keluhan utama
Pasien dengan COR ditandai dengan sakit kepala, bingung, muntah, pusing, lemah,
takipneu /dispneu kejang, adanya cairan dari hidung dan telingga, pingsan (kurang
dari 10 menit).
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya pasien dengan komusio cerebri datang ke rumah sakit dengan
penurunan kesadaran tapi tidak begitu turun. Karena biasa tidak ditemukan perubahan
neurologis yang serius dan biasanya juga datang dengan keadaan bingung, muntah,
dispneu/takipneu, sakit kepala, akumulasi spontan pada saluran nafas, adanya cairan
dari hidung dan telinga serta adanya kejang.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat kesehatan terdahulu haruslah diketahui dengan baik yang berhubungan
dengan penyakit persarafan maupun penyakit sistemik lain.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam riwayat kesehatan keluarga apakah ada salah satu dari anggota keluarga
menderita penyakit yang sama atau mempunyai penyakit menular kronik dan
herediner.
d. Riwayat psikososial
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis kx dengan timbul gejala-
gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya.
e. Pola-pola fungsi kesehatan.
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Meliputi: kebiasaan mengkomsumsi obat-obatan ,tipe pemakaian, alergi terhadap
obat, dan makanan .
2. Pola nutris dan metabolisme
Meliputi : kebiasaan makan dan minum banyaknya porsi makan alegi terhadap jenis
makanan tertentu atau tidak.
3. Pola eliminasi
Meliputi : kebiasaan eliminasi : warna, konsistensi, dan bau baik sebelum masuk
rumah sakit atau saat masuk rumah sakit.
4. Pola istirahat dan tidur
Meliputi : lama tidur klien sebelum masuk rumah sakit dan saat masuk rumah sakit
serta gangguan waktu tidur.
5. Pola aktivitas dan latihan.
Meliputi : kebiasaan klien dirumah dan dirumah sakit serta lamanya aktivitas.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi : body image, self esteen, kekacauaan identitas dan depersonalisasi.
7. Pola sensori dan kognitif
Daya pengelihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan kognitif klien baik atau
tidak.
8. Pola reproduksi sexual
Meliputi : hubungan klien dengan pasangan dan sudah mempunyai anak apa belum.
9. Pola hubungan peran
5
Meliputi : hubungan klien dengan teman atau relasi kerja, masyarakat dan keluarga.
10. Pola penanggulangan stress
Meliputi : penyebab stress, koping terhadap stress, adaptasi terhadap stress,
pertahanan diri terhadap stress dan pemecahan masalah.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Meliputi : agama, keyakinan serta ritualisasi.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan fisik
a. TTV:
TD: sistole (110-120), diastole (80-90) mmHg, N: 60-100 kali per menit, 12-20 kali per
menit, 36,5 derajat C - 37,2 derajat C
b. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik
c. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
d. Sistem saraf :Kesadaran à GCS.
e. Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.
f. Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi
suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
g. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah,
adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
a) Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
b) Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
c) Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan
gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
d) Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia
akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
h. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari
keluarga.

2. DIAGNOSA
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien COR:
a. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas
berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
b. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala
c. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
e. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial..

3. INTERVENSI
Diagnosa I
Tujuan : Tekanan intra kranial kembali normal
K.H : - Kesadaran baik, GCS : 456
- Pupil ¹ membesar, isokor
- Tanda-tanda vital normal
1. Kaji status neurologis yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK
terutama GCS
Rasionalisasi : Dapat diketemukan secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK
sehingga dapat menentukan arah tindakan selanjutnya.
6
2. Monitor tanda-tanda vital .
Rasionalisasi : Dapat mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK.
3. Monitor asupan dan pengeluaran setiap 8 jam sekali.
Rasionalisasi : Untuk mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah odema serebri
sehingga terjadinya peningkatan TIK.
4. Kolaborasi dengan Tim medis dalam pemberian obat-obatan anti odema seperti
manitol, gliserol dan lasix.
Rasionalisasi : Obat-obatan tersebut berguna untuk menarik cairan dari intra seluler ke
extra seluler.

Diagnosa 2
Tujuan : Nyeri dapat berkurang hilang.
K.H : - Nyeri kepala berkurang/hilang.
- Pasien tenang, tidak gelisah.
- Pasien dapat istirahat dengan tenang.

Intrevensi :
1. Kaji mengenai lokasi, intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan keluhan-
keluhan pasien
Rasionalisasi : Untuk memudahkan membuat intervensi
2. Ajarkan latihan teknik relaksasi seperti latihan nafas dalam dan relaksasi otot-otot
Rasionalisasi : Dapat mengurangi ketegangan saraf sehingga pasien merasa lebih rileks
dan dapat mengurangi nyeri kepala
3. Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan tindakan yang
menyenangkan pasien seperti massage di daerah punggung, kaki dan lain-lain
Rasionalisasi : Respon yang tidak menyenangkan menambah ketegangan saraf dan dapat
mengalihkan rangsangan terhadap nyeri
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan analgetik
Rasionalisasi : Obat analgetik untuk meningkatkan rangsangan nyeri dan dapat
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.

Diagnosa 3
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan cukup.
K.H : - BB pasien normal.
- Tanda-tanda malnutrisi ada.
- Nilai-nilai hasil laboratorium normal.
- Turgor kulit normal.
- Nafsu makan bertambah.
- Porsi makan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.
· Protein total 6 – 8 gr %
· Albumin 3,5 – 5,3 gr %
· Globulin 1,8 – 3,6 gr %
· Hb tidak kurang dari 10 gr %

7
Intervensi :
1. Kaji kemampuan mengunyah, menelan, reflek batuk dan cara pengeluaran sekrel
Rasionalisasi : Dapat menentukan pilihan cara pemberian makanan karena pasien harus
dilindungi dari bahaya aspirasi
2. Timbang berat badan
Rasionalisasi : Penimbangan berat badan dapat mendeteksi perkembangan BB
3. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering baik melalui NGT maupun oral
Rasionalisasi : Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi
4. Lakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan (analis) untuk pemeriksaan protein
total, globulin, albumin dan Hb
Rasionalisasi : Mengidentifikasi nutrisi, fungsi organ dan respon nutrisi serta menentukan
hiperalimentasi

Diagnosa 4
Tujuan : Cairan elektolit tubuh seimbang
K.H : - Asupan dan haluaran seimbang
- Turgor kulit baik
- Nilai elektrolit tubuh normal
Intervensi :
1. Monitor asupan dan haluaran setiap 8 jam sekali dan timbang BB setiap hari
dilakukan
Rasionalisasi : Monitor asupan dan pengeluaran untuk mendeteksi timbulnya tanda-tanda
kelebihan/kekurangan cairan yang dapat dibuktikan pula dengan penimbangan berat
badan
2. Berikan cairan setiap hari tidak boleh lebih dari 2000 cc
Rasionalisasi : Berguna untuk menghindari peningkatan cairan di ruang ekstra seluler
yang dapat menambah odema otak
3. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lasix
Rasionalisasi : Lasix dapat membantu meningkatkan ekskresi urine
4. Kolaborasi dengan tenaga analis untuk pemeriksaan kadar elektrolit
Rasionalisasi : Untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi, maka perlu
pemeriksaan elektrolit setiap hari.

Diagnosa 5
Tujuan : Kebutuhan istirahat terpenuhi.
K.H : Wajah pasien tampak cerah
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan pasien yang tenang dan nyaman.
Rasionalisasi : Dengan lingkungan yang nyaman dan tenang dapat membantu untuk
istirahat yang nyaman.
2. Berikan posisi senyaman mungkin.
Rasionalisasi : Untuk menghindari terjadinya cidera.
3. Berikan teknik relaksasi sebelum tidur.
Rasionalisasi : Dengan teknik relaksasi otot-otot akan kendur dan otot dapat beristirahat.
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
mereka lakukan.
Rasionalisasi : Agar istiahat dapat lebih tenang dan nyaman.

8
D. IMPLEMENTASI
Penjelasan merupakan pengolahan dan perwujudan dan rencana tindakan meliputi
beberapa bagian yaitu validasi, rencana keperawatan memberikan asuhan keperawatan
dan pengumpulan data (Lismidar, 1990).

E. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari masalah
kesehatan kx dengan tujuan yang telah di tetapkan di lakukan dengan cara kesinambungan
dengan melibatkan kx dan kesehatan lainya (Efendi, 1995).

9
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Admin/Downloads/S1-2015-311457-introduction.pdf
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar KeperawatanMedikal bedah. Edisi 8, Vol. 3, jakarta, EGC
Hudak & Gallo. 2007. Keperawatan kritis: pendekatan holistik. Edisi VI. Volume II. EGC.
Jakarta
Elisabeth j.corwin,2001 buku saku patofisiologi.EGC. jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai