Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Meskipun teknologi memudahkan manusia dalam beraktivitas dan


memberikan solusi dalam menghadapi perkembangan zaman, tetapi di sisi lain
banyak hal-hal baru yang bahkan sama sekali tidak pernah ditemukan pada masa
Rasulullah saw. Seiring berkembangnya teknologi di era modern ini, kita sebagai
penuntut ilmu tidak akan pernah terlepas dari berbagai tanda tanya bagaimanakah
persepsi syari`at Islam tentang masalah-masalah kontemporer. Karena sampai
kapanpun syari`at selalu mencakup seluruh sisi kehidupan manusia dan satupun
perbuatan manusia tidak bisa terlepas dari syari`at.

Menelaah literatur fikih pada zaman klasik, dan antisipasi tantangan fiqh
pada masa-masa mutakhir. Pada era global, banyak tantangan dalam intern fiqh,
untuk selalu eksis menjawab tantangan zaman. Diakui atau tidak, bahwa
modernisasi telah menjungkirbalikkan budaya luhur orang timur termasuk fiqh.
Sebab, pada esensinya adanya modernisasi yang berkembang dewasa ini adalah
memang di picu dan di becup oleh orang-orang orintalis dan kapitalis barat .

Akibat dari modernisasi dan kemajuan zaman, muncullah masalah-


masalah baru yang sebelumnya tidak pernah terjadi sehingga perlu ditetapkan
hukumnya, maka dari itu ada pemikiran mengenai fiqh kontemporer.

Untuk itu, selain pemenuhan tugas pada mata kuliah fiqh kontemporer di
iain bukittinggi, hal itulah yang melatar belakangi penulis untuk menulis makalah
yang berjudul “Reformasi Fiqh Muamalah dan Metodologi Fiqh
Kontemporer”

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis menyusun
rumusan masalah sebagai berikut :

Page | 1
a. Bagaimakah pentingnya reformulasi fiqh muamalah, apa saja kajian fiqh
klasik dan kontemporer, bagaimakah periodesasi perkembangan ilmu
fiqh.?
b. Apakah itu pengenalan metodologi fiqh kontemporer dan bagaimanakah
metode ijtihad kontemporer.?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulis menulis makalah ini adalah untuk mengetahui :
c. Bagaimakah pentingnya reformulasi fiqh muamalah, apa saja kajian fiqh
klasik dan kontemporer, bagaimakah periodesasi perkembangan ilmu
fiqh.?
d. Apakah itu pengenalan metodologi fiqh kontemporer dan bagaimanakah
metode ijtihad kontemporer.?

Page | 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. REFORMASI FIQH MUAMALAH


a. Pentingnya Reformulasi Fiqh Muamalah

Sebagai cabang dari ilmu fiqh, dalam ilmu fiqh muamalah kita diberikan
kebebasan dalam berkreasi, namun tetap pada jalur Al-Qur’an dan sunnah.
Berbeda dengan ilmu fiqh lainnya, dimana kita tidak dapat berkreasi dengan
mudah. Karena itu fiqh muamalah selalu mengalami perkembangan-
perkembangan akibat perkembangan zaman. Ilmu fiqh muamalah mengalami
perkembangan dari fiqh klasik hingga fiqh kontemporer.

Selain itu yang melatar belakangi munculnya isu Fiqh Kontemporer yaitu
akibat adanya arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar negara-
negara yang dihuni oleh mayoritas umat Islam. Dengan adanya arus moderenisasi
tersebut, mengakibatkan munculya berbagai macam perubahan dalam tatanan
sosial umat Islam, baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial, budaya dan
sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan
umat dari nilai-nilai agama.1

Telah mapannya sistem pemikiran barat (hukum positif) di mayoritas


negeri muslim yang secara faktual lebih mudah diterima dan diamalkan, akan
tetapi dalam penerimaan konsepsi barat tersebut tetap merasakan adanya semacam
kejanggalan baik secara psikologis, sosiologis, maupun politis. Tetapi belum
terwujudnya konsepsi Islam yang lebih kontekstual, maka dengan rasa tidak
keberdayaan mereka mengikuti konsepsi yang tidak Islami. Hal itu akhirnya
menggugah naluri para pakar hukum Islam untuk segera mewujudkan fiqh yang
relevan dengan perkembangan zaman.

1
Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer dalam Pandangan Aliran Neo-modernisme, (Yogyakarta:
Lesiska, 1996), hal.4

Page | 3
Masih terpakunya pemikiran fiqh klasik dengan pemahaman tekstual,
sehingga kerangka sistematika pengkajian tidak komprehensif dan aktual,
sekaligus kurang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman yang ada.
Perkembangan sains dan teknologi modern telah menimbulkan dampak
besar terhadap kehidupan manusia, termasuk terhadap kegiatan ekonomi bisnis.
Bentuk-bentuk bisnis dan isu-isu baru berkembang dengan cepat, seperti hedging,
sekuritisasi, money market, capital market, investasi emas, jual beli valuta asing,
tata cara perdagangan melalui e-commerce, bursa komodity, indeks trading
(ta’amul bil mu’syar), system pembayaran dan pinjaman dengan kartu kredit,
ekspor impor dengan media L/C, dsb. 2
Demikian pula perkembangan lembaga-lembaga perbankan dan keuangan
mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan, leasing
(multifinance), mutual fund, sampai kepada, instrumen pengendalian moneter oleh
bank sentral, exchange rate, waqaf saham, MLM, jaminan fiducia dalam
pembiayaan, jaminan resi gudang, dsb. Produk-produk perbankan syariah juga
harus dikembangkan secara inovatif, agar bisa memenuhi kebutuhan pasar. Semua
ini menjadi tantangan bagi pakar syariah.3
Oleh karena perubahan sosial dalam bidang muamalah terus berkembang
cepat, akibat dari akselerasi globalisasi, maka pengajaran fiqh muamalah tidak
cukup secara a priori bersandar (merujuk) pada kitab-kitab klasik semata, karena
formulasi fiqh muamalah masa lampau sudah banyak yang mengalami irrelevansi
dengan konteks kekinian. Rumusan-rumusan fiqh muamalah tersebut harus
diformulasi kembali agar bisa menjawab segala problem dan kebutuhan ekonomi
keuangan modern.4

2
http://www.agustiantocentre.com/?p=429. akses pada 17/09/16 jam 03.00. Penulis adalah
Anggota DSN-MUI dan Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam. Penulis juga adalah Dosen Fikih
Muamalah dan Ushul Fikih Keuangan di Program Pascasarjana Ekonomi Keuangan Syariah UI,
Pascasarjana Islamic Economics and Finance Unievrsitas Trisakti, Dosen Pascasarjana
Manajemenm Bisnis dan Keuangan Islam Univ.Paramadina, Dosen Pascasarjana Ekonomi Islam
Universitas Az-Zahra, Pascasarjana Ekonomi Islam IAIN Syech Nurjati Cirebon, IAIN-SU Medan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Univ Prof.Dr.HAMKA Jakarta)
3
Ibid, http://www.agustiantocentre.com/?p=429. akses pada 17/09/16 jam 03.00
4
Ibid, http://www.agustiantocentre.com/?p=429. akses pada 17/09/16 jam 03.00

Page | 4
b. Kajian Fiqh Klasik Dan Kontemporer
Fiqh klasik banyak berisi hukum Islam yang mengatur pelaksanaan
ibadah-ibadah, yang dibebankan pada Muslim yang sudah Mukallaf yaitu
kaitannya dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, haram, makruh, mubah),
serta yang membahas tentang hukum-hukum kemasyarakat (muamalah).

Sementara itu, ruang lingkup Kajian fiqh kontemporer mencakup masalah-


masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer (modern) dan
mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kajian fiqh kontemporer
tersebut dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek :

1. Aspek hukum keluarga, seperti : akad nikah melalui telepon, penggunaan


alat kontra sepsi, dan lain-lain.
c. Aspek ekonomi, seperti : system bunga dalam bank, zakat profesi,
asuransi, dan lain-lain.
d. Aspek pidana, seperti : hukum pidana Islam dalam sistem hukum nasional
e. Aspek kewanitaan seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
f. Aspek medis, seperti : pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh,
pembedahan mayat, ramalan genetika, cloning, penyebrangan jenis
kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-
percobaan dengan tubuh manusia dan lain-lain.
g. Aspek teknologi, seperti : menyembelih hewan secara mekanis, seruan
adzan atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau
televisi, dan lain-lain.
h. Aspek politik (kenegaraan), seperti : yakni perdebatan tentang istilah
“Negara Islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa
(kekuasaan), dan lain sebagainya.
i. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti : tayammum
dengan selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid
karena demi ibadah haji, dan lain sebagainya.5

5
Ibid, Muhammad Azhar, hal. 8

Page | 5
3. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqh
Untuk memperoleh gambaran secara komprehensif dari karakteristik
reformulasi fiqh ini, ada beberapa periode perkembangan fiqh, yaitu :
1. Periode pertama, fiqh dalam era kenabian. Meskipun periode pertama ini
lebih merupakan masa turunnya syari’at, tetapi keberhasilan Nabi dan para
sahabat dalam menyikapi hukum Islam mampu mewariskan suatu
keniscayaan bagi perkembangan kajian-kajian fiqh pada era berikutnya.
2. Periode Kedua adalah pada masa Khulafaurrasyidin, pada periode ini
perkembangan fiqh masih tetap seperti periode pertama, meskipun ada
perluasan wilayah Islam dan bercampurnya orang arab dengan non arab
turut mengadirkan tuntutan bagi perkembangan fiqh, kajian-kajian itu
semakin intens ketika Abu Bakar berinisiatif mengumpulkan al-Qur’an
dan Utsman bin Affan yang menerbitkan bacaannya. Pada saat itu
mulailah terjadi perbedaa dari sahabat dalam memahami nash.
3. Periode ketiga adalah fiqh dalam era shigar shahabat dan tabi’in.
Perluasan wilayah Islamya yang sendirinya menjadikan para fuqoha
tersebar di seluruh daerah yang telah dibuka memberikan pengaruh
tersendiri pada perkembangan fiqh. Diantara pengaruh yang terpenting
adalah munculnya dua kecenderungan dalam fiqh : kecenderungan ahli
hadits di Hijas dan kecenderungan ahli Ra’yi (pemikiran) di Irak. Kedua
kecenderungan ini sama-sama mengkaji fiqh dengan metodenya yang
khusus dan tidak jarang melakukan tanya jawab, munadharah, diskusi dan
tanggapan konstruktif sehingga memperkaya khazanah fiqh.
4. Periode keempat adalah fiqh dalam era keemasan. Seiring dengan
perkembangan gerakan ilmiah dan kodifikasi ilmu dalam Islam, Tsarwah
fiqhiyyah (kekayaan fiqh) mencapai puncak keemasannya yang ditandai
munculnya empat mazhab fiqh dalam Islam, mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hambali, yang hingga kini tetap menjadi kerangka rujukan
umat Islam. 6 Masing-masing menawarkan metodologi tersendiri dan

6
Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal.
62-63

Page | 6
kaidah-kaidah ijtihad yang menjadi pijakan dan landasan pengambilan
hukum. Meskipun kita yakin mereka tidak bermaksud membentuk
madzhab-madzhab tertentu, tetapi kedalaman kajian-kajian fiqh telah teruji
dalam perjalanan sejarah yang cukup panjang dan dianggap cukup
representatif untuk menjadi pegangan dalam beberapa masa. Tetapi itu
tidak berarti konsepsi mereka sudah final, bahkan dalam batas-batas
tertentu, lahirnya madzhab ternyata sangat dipengaruhi faktor sosial
budaya, politik dan kecenderungan para imam yang membentuk
karakteristik, teori dan formula yang berbeda, meskipun sama-sama
berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama, madzhab
Hanafi bercorak rasional, madzhab Maliki yang cenderung tradisional, dan
madzhab Syafi’i yang moderat serta madzhab Hambali yang fundamental.
Bukanlah karena pembawaan kepribadian masing-masing imam itu, tetapi
seperti diuraikan oleh Dr. Farouq Abu Zaid dalam bukunya as-Syari’ah al-
Islamiyyah bayn al-Muhafidhin wa al-Mujahidin merupakan refleksi logis
dari situasi kondisi masyarakat dimana hukum itu tumbuh. Dalam periode
ini juga mulai dirintis penulisan tafsir, hadits, fiqh dan ushul fiqh.7
5. Periode kelima adalah fiqh dalam era jumud dan stagnasi. Lemahnya
kekuasaan kaum muslimin dan terpecah-belahnya kekuatan mereka
banyak mempengaruhi kemacetan dan kejumudan fiqh. Pada periode ini
muncul fatwa ulama yang terkenal bahwa pintu ijtihad telah ditutup dan
terjadilah fanatisme yang berlebihan terhadap mazhab-mazhab tertentu.
Betapapun sejarah juga mencatat jasa-jasa para fuqoha yang tidak kecil
dalam memperkaya tsarwah fiqhiyyah seperti penulisan syarh (penjelasan)
dari buku-buku fiqh aimmatul madzahib (para imam madzhab),
takhrij (mentahqiq haditsnya) dan tarjih (studi komparatif) antara satu
madzhab dengan madzhab lainnya.
6. Periode keenam adalah fiqh dalam era kebangkitan kembali yang dimulai
pada abad ke-13 H hingga sekarang ini, yang diantaranyaditandai dengan

7
Ibid, Mun’im A. Sirry, hal. 63

Page | 7
menipisnya fanatisme madzhab dan usaha keras fuqaha dan mujtahidin
untuk menghidupkan kembali kajian fiqh.8
Periode ini memang merupakan zaman kebangkitan kembali Islam, setelah
mengalami kemunduran diperiode pertengahan. Pada periode ini mulai
bermunculan pemikiran pembaharuan dalam Islam. Gerakan pembaharuan itu
paling tidak muncul karena dua hal. Pertama, timbulnya kesadaran dikalangan
ulama bahwa ajaran-ajaran asing yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam.
Ajaran-ajaran itu bertentangan dengan semangat ajaran islam yang sebenarnya,
seperti bid’ah, khurafat, dan takhyul. Ajaran-ajaran inilah, menurut mereka, yang
membawa Islam menjadi mundur. Oleh karena itu, mereka bangkit untuk
membersihkan Islam dari ajaran atau paham seperti itu. Gerakan ini dikenal
sebagai gerakan reformasi. Kedua, pada periode ini barat mendominasi dunia
dibidang politik dan peradaban. Persentuahn dengan barat menyadarkan tokoh-
tokoh Islam akan ketinggalan mereka. Karena itu, mereka berusaha bangkit
dengan mencontoh barat dalam masalah-masalah politik dan peradaban untuk
menciptakan balance power.9

B. METODOLOGI FIQH KONTEMPORER


1. Pengenalan Metodologi Fiqh Kontemporer
Dalam metodologi fiqh kontemporer yang dikupas adalah
bagaimana metodologi dalam memahami masalah fiqih kontemporer dan
menentukan hukum dari satu permasalahan. Untuk mendatangkan hukum dalam
suatu permasalahan kontemporer, kita tidak bisa langsung memutuskan dengan
mudah bahwa ini halal dan itu haram. Terutama di era modernisasi ini, dan
tentunya ada beberapa metodologi yang harus kita ketahui.10
Disini disebutkan bahwa kemajuan dan perkembangan zaman terbagi
menjadi dua hal yaitu kemajuan yang berhubungan langsung dengan hukum Islam

8
Ibid, Mun’im A. Sirry, hal. 63-64
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2004), hal. 173-174
10
http://persaudaraansejati.blogspot.co.id/2014/02/tujuan-dan-kegunaan-fiqh-kontemporer.html.
akses pada 10/09/16 jam 09.50

Page | 8
dan yang tidak berhubungan langsung. Dan fiqih itu sendiri ada yang dikenal
dengan al-fiqh an-nazilah yang mana permasalahan fiqih disini mempunyai
domain yang lebih luas dari yang ada pada masa Rasulullah saw. Adapun al-fiqh
al-mu`ashirah yang kita kenal memilki cakupan yang lebih sempit dimana
permasalahan yang dikaji sama sekali tidak pernah ditemukan pada masa
Rasulullah saw.11
Untuk mengetahui hukum dari sebuah permasalahan ada beberapa langkah
yang harus dilakukan.
1. Diagnosis masalah (tahrir mahal an-niza’) dan visualisasi masalah
(tashawwur).
Sebuah kaedah yang sangat akrab sering kita dengar “alhukmu ala syain
far’un an tashawwurihi“. Jika kita ingin mengetahui hukum sebuah masalah maka
kita harus memvisualkan masalah itu secara utuh. Agar hasil yang diharapkan
juga tepat. Adapun yang perlu divisualkan (tashawwur) adalah masalahnya dan
kondisi yang berada di sekitar masalah. Seperti jika seseorang ingin mengetahui
hukum aborsi. Pertama ia harus mengetahui proses aborsi itu dan kondisi yang
menyebabkan seseorang melakukan aborsi. Jika ada yang kurang pada
visualisasinya maka akan menimbulkan kesimpulan yang tidak tepat.
Hal-hal yang bisa membantu dalam proses visualisasi biasanya dengan
bertanya kepada ahli, survey lapangan, menggunakan form tertulis dan lainnya.
2. Membingkai masalah dengan fiqih (takyif al-fiqh)
Tahapan-tahapannya adalah:
1. Meruju’ nash dan ijma’ yang ada tentang masalah tersebut, Ini dapat
dilakukan dengan melihat nash baik itu umum,
khusus, manthuq, mafhum dan yang lainnya. Seperti larangan memakan
hewan yang mati terkena sentrum, karena bangkai tidak boleh dimakan
terdapat dalam Al Quran QS Almaidah 4.
2. Jika tidak ditemukan maka lanjut pada tahapan berikutnya
yaitu takhrij dimana permasalahan yang ada diqiyaskan kepada masalah

11
Ibid,http:// http://persaudaraansejati.blogspot.co.id/2014/02/tujuan-dan-kegunaan-fiqh-
kontemporer.html. akses pada 10/09/16 jam 09.50

Page | 9
yang serupa yang pernah ada atau penqiyasan pada pendapat ulama
terdahulu. Seperti mengqiyaskan penyalinan mushaf dalam CD/DVD,
program komputer dan HP dengan upaya para sahabat mengumpulkan atau
mangkompilasikan al Quran.
3. Dan jika ditemukan masalah yang serupa untuk diqiyaskan, maka hukum
permasalah harus dikaji dan disimpulkan dengan kaedah ushul fiqih
ataupun kaedah fiqhiyah yang lebih dikenal dengan istinbath al-ahkam.
Seperti masalah mencangkok anggota tubuh dan lain-lain.
3. Memberikan Hukum Masalah
Setelah kedua langkah di atas dipenuhi maka barulah kita masuk kepada
tahap menghukumi masalah. Diantara pertimbangan paling fundamen yang perlu
diperhatikan adalah hukum masalah tidak menyebabkan raibnya mashlahat
tertinggi. Yang lebih dikenal dengan maqashid syari’ah al’ulya.
Setidaknya ada beberapa poin yang harus menjadi pertimbangan ketika
hendak menghukumi masalah :
1. Menimbang antara maslahat dan madharat yang ada pada masalah.
2. Menimbang kondisi darurat dan kondisi masyarakat luas (‘umum al balwa)
3. Melihat realita adat, kebiasaan, tempat dan waktu.12
Reformulasi fiqh muamalah untuk menjawab tantangan modernitas yang
sangat kompleks dewasa ini harus dengan memperhatikan beberapa point
penting berikut
1. Menggunakan ilmu ushul fiqh, qawaidh fiqh, falsafah hukum Islam, dan
ilmu tarikh tasyriekonomi, selaian ilmu musthalahul hadits dan ulmul
quran wat tafsir.
2. Dalam reformulasi fiqh muamalah, maslahah menjadi pedoman dan acuan.
3. Khazanah pemikiran muamalah klasik masih banyak yang relevan
diterapkan untuk zaman modern dewasa ini, maka produk pemikiran fiqh
tersebut perlu dipelihara dan dipertahankan.

12
Ibid, http://persaudaraansejati.blogspot.co.id/2014/02/tujuan-dan-kegunaan-fiqh-
kontemporer.html. akses pada 10/09/16 jam 09.50

Page | 10
4. Berijtihad secara kolektif (ijtihad jama’iy). Saat ini tidak zamannya lagi
berijtihad secara individu. Untuk memecahkan dan menjawab persoalan
ekonomi keuangan kontemporer, para ahli harus berijtihad secara jamaah
(kolektif). Ijtihad berjamaah (jama’iy) dilakukan oleh para ahli dari
berbagai disiplin ilmu. Dalam kondisi sekarang bentuk ijtihad ini semakin
dibutuhkan, mengingat terpisahkannya disiplin keilmuan para ahli. Ada
ulama ahli syariah di satu pihak dan di pihak lain ada ahli / praktisi
ekonomi yang bukan ahli syariah. Ijtihad jama’iy, kedudukannya sangat
kuat, apalagi bila dibandingkan dengan ijtihad individu (fardy). Jika
lembaga ijtihad kolektif dikolektifkan lagi pada lembaga di atasnya yang
lebih besar, maka kedudukannya dalam syariah semakin kuat dan
mengikat umat. Misalnya. Organisasi Muhammadiyah memiliki lembaga
fatwa Majlis Tarjih atau Nahdhatul Ulama memiliki Majma’ Buhuts.
Masing-masing mereka berijtihad secara kolektif. Selanjutnya di lembaga
fatwa MUI mereka berijtihad secara kolektif lagi. Hal ini dikarenakan
MUI merupakan kumpulan berbagai ormas Islam yang memiliki dewan
fatwa. Dengan demikian terjadi dua kali ijtihad kolektif. Bahkan hasil
ijtihad tersebut dapat dikolektifkan lagi secara internasional, seperti
Rabitah Alam al-Islamy, Organisasi Konferensi Islam, dsb. Keputusan
ijtihad secara internasional dapat disebut sebagai ijma’. Apalagi ijtihad
kolektif itu dilakukan berkali-kali oleh semua ulama dan majma’ buhuts,
tentu eksistensi ijma’nya tidak diragukan, seperti ijma’nya para ulama
tentang keharaman bunga uang. Keputusan ijtihad kolektif seperti itu
memiliki kekuatan mengikat yang tidak bisa ditawar-tawar. Keputusan itu
bisa menjadi rujukan, dalil dan sumber hukum Islam.13

2. Metode Ijtihad kontemporer


Terdapat berbagai metode atau macam-macam cara yang di gunakan
dalam ijtihad kotemporer, yaitu :

13
Ibid, http://www.agustiantocentre.com/?p=429. akses pada 17/09/16 jam 03.00

Page | 11
a. Ijtihad selektif ( inthiqaiy ) yaitu memilih salah satu pendapat yang dinukil
dari fikih klasik yang begitu luas untuk fatwa atau sebagai penguat
terhadap pendapat-pendapat yang lain, ini bukan berarti taklid buta, sebab
taklid buta bukan tergolong dalam kategori ijtihad. Namun yang dimaksud
bagaimana mempertimbangkan antara pendapat-pendapat yang ada,
kemudian merujuk kepada dalil, baik nash maupun hasil ijtihad, sehingga
diambil sebuah hukum yang paling kuat dalilnya sesuai dengan
pentarjihan sebuah hukum. Antara lain, pendapat harus sesuai dengan
zaman dan manusia, lebih akrab pada syariat, mengutamakan pemakain
maksud-maksud disyariatkan sebuah hukum, kepentingan umum serta
menjauhi timbulnya kerusakan. Dalam hal ijtihad seperti ini boleh saja
seorang mujtahid keluar dari mazhab empat untuk memilih pendapat-
pendapat yang dilontarkan para sahabat para, tabiin atau para ulama salaf,
sangat disayangkan sekali kalau ada ungkapan bahwa orang-orang seperti
Umar, Aisyah, Ibnu mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Zaid Bin Tsabit,
Ibnu al Musayyab Ibnu Jubair, Thowus, ‘Atho, Hasan, Ibnu Sirin atau
ulama thabiin yang lain bukan dikatakan sebagi pendapat ulama yang
layak di ikuti.
b. Ijtihad kreatif ( insyai ) mengambil hukum baru dalam permasalahan yang
tidak di gagas oleh ulama terdahulu, baik masalah itu lama ataupun baru,
Dalam ijtihad seperti ini biasanya yang menjadi kendala bagi para
mujtahid adalah terjadinya ikhtilaf dengan ulama-ulama yang lain, padahal
ijtihad adalah bukan sebuah kejahatan, ikhtilaf adalah simbol kelenturan
syariat Islam dan suburnya sumber. Imam syafii pernah berkata : Pendapat
saya benar namun bisa mengandung kesalahan, pendapat selain saya salah
namun bisa mengandung kebenaran. Jadi tak ada alasan untuk berhenti
berijtihad hanya takut berbeda pendapat dengan para mujtahid yang lain,
karena suatu perkara yang dipertentangkan oleh para ulama terdahulu
dalam dua ungkapan, boleh saja seorang mujtahid menelorkan ungkapan
yang ketiga ataupun yang kempat.

Page | 12
c. Integrasi antara intiqo’i dan Insya’I yaitu ijtihad integratif antara intiqo’i
dan Insya’i yaitu memilih berbagai pendapat para ulama’ terdahulu yang
dipandang lebih relevan dan kuat, kemudian dalam pendapat tersebut
ditambahkan unsur-unsur ijtihad baru .
d. Ijtihad Ilmi al-Ashri Metode ini ditawarkan oleh Prof. Dr. A. Qodry Azizy
dalam bukunya Reformasi Bermadzhab atau dengan kata lain bisa disebut
Modern Scientific Ijtihad. Ada 11 langkah yang ditawarkan beliau dalam
model ini :

a) Lebih mementingkan atau mendahulukan sumber primer (primary source)


dalam sistem bermadzhab atau dalam menentukan rujukan.
b) Berani mengkaji pemikiran ulama atau hasil keputusan hukum Islam oleh
organisasi keagamaan secara critical study sebagai sejarah pemikiran.
c) Semua hasil karya ulama masa lalu diposisikan sebagai pengetahuan
(knowledge).
d) Mempunyai sikap terbuka terhadap dunia luar dan bersedia mengantisipasi
hal-hal yang akan terjadi.
e) Hendaknya meningkatkan daya tanggap (responsif) dan cepat terhadap
permasalahan yang muncul.
f) Mengusulkan penafsiran yang aktif dan progresif.
g) Ajaran al-ahkam al-khamsah agar dapat dijadikan sebagai konsep atau
ajaran etika.
h) Menjadikan ilmu fiqh sebagian dari ilmu hukum secara umum.
i) Berbicara mengenai fiqh tidak dapat dilupakan harus pula berorientasi
pada kajian induktif dan empirik, disamping deduktif.
j) Menjadikan mashlahah sebagai landasan penting dalam mewujudkan
hukum Islam.
k) Menjadikan nash sebagai kontrol terhadap hal-hal yang akan dihasilkan
dalam ijtihad. Berdasarkan 11 langkah yang diatas, maka kombinasi dari
sumber pokok (al-Qur’an dan al-Hadits) dan cabang (kitab-kitab fiqh)
dengan optimalisasi peran akal dalam memunculkan solusi hukum adalah

Page | 13
langkah terbaik dari dua pilihan yang sama-sama kontraproduktif di tengah
eskalasi problem sosial yang menuntut ulama untuk meresponnya secara
capat dan tepat.
e. Ijtihad Jama’i Ijtihad Jama’I adalah setiap Ijtiihad yang dilakukan oleh
para mujtahid untuk menyatukan pendapat-pendapatnya dalam suatu
problematika. Yang dilakukan dengan mengumpulkan para mujtahid
dengan para ilmuan lintas sektoral dalam satu forum musyawarah untuk
membahas fenomena aktual yang terjadi. Salah satu cara efektif untuk
melaksanakan ijtihad di era sekarang dimana sulitnya mencari orang yang
mampu mengumpulkan segudang persyaratan ijtihad adalah melakukan
Ijtihad Jama’I (Ijtihad Kolektif). Dalam aplikasinya, ijtihad jama’I
meliputi dua hal. Pertama, ijtihad dalam upaya memecahkan status hukum
permasalahan baru yang belum disinggung oleh al-Qur’an, al-Sunnah, dan
pembahasan ulama terdahulu. Kedua, ijtihad untuk memilih pendapat yang
paling sesuai dengan cita kemashlahatan kemanusiaan universal sebagai
spirit ajaran Islam . Tidak bisa kita pungkiri bahwa ijtihad model ini
sangat berkaitan sekali dengan musyawarah. Musyawarah adalah sarana
yang mulia untuk mencapai titik temu atas perbedaan pendapat, untuk
mempertemukan beraneka ragam faedah, untuk memadukan ideologi,
untuk menarik kesimpulan dari beberapa pendapat, dan untuk
mempersatukan tujuan. Ada tiga hal yang mendorong untuk melakukan
ijtihad jama’I atau ijtihad kolektif tersebut yang memang sangat
berpengaruh, yaitu :
a. Perubahan sosial politik dan budaya
b. Perkrmbangan pengetahuan modern
c. Kebutuhan dan tuntutan zaman.14

Metode lain adalah metode dalam memecahkan permasalahan


kontemporer adalah melalui metode lintas madzhab (perbandingan Madzhab)

14
Yusuf Al-Qardhawy, Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan , Cetakan
Kedua, (Surabaya : Risalah Gusti. 2000), hal. 63-94

Page | 14
yakni dengan mempelajari pendapat semua fuqaha dalam semua madzhab fiqh
seperti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Dzahiri, Syi’ah Imamiyah dll
beserta dalil-dalil dan qaidah-qaidah istinbath masing-masing madzhab dalam
membahas sesuatu persoalan. Kemudian dibanding antara satu pendapat dengan
pendapat yang lain, untuk kemudian dipilih satu pendapat yang lebih benar,
karena didukung oleh dalil terkuat, ataupun dengan mengetengahkan pendapat
baru yang dapat digali dari al-qur’an dan sunnah melalui metode kajian ushuli,
qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu lainnya secara objektif dan
terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan terhadap madzhab tertentu, serta
terjauh dari segala unsur subjektifitas pribadi, golongan dll. selanjutnya pendapat
itu dibandingak dengan hukum positif dengan tidak perlu mamaksakan pendapat
dan pendirian pembahasnya sendiri.15
Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk membasmi
khilafiyah, mempersatukan umat, memperkenalkan hakekat syari’at Allah yang
hakiki dan untuk membuktikan bahwa fiqh Islam dapat berkembang dan cocok
untuk setiap tempat, dan setiap waktu.16
Adapun metode pembahasannya adalah dengan metode tematik yakni
terfokus pada suatu permasalahan/persoalan tertentu, kemudian dibasas secara
cukup luas dan mendalam, sehingga semua bidang disiplin ilmu yang berkaitan
dengan permasalahan pokok ikut terlibat seperti ilmu kedokteran, kimia, fisika dll.
Persoalan yang dibahas juga tidak hanya terbatas pada persoalan yang telah
dibahas dalam kitab-kitab fiqh, akan tetapi meliputi pembahasan persoalan yang
timbul dalam masyarakat khususnya permasalahan yang baru dan bersentuhan
dengan teknologi seperti kloning, bank susu atau permasalahan-permasalahan
aktual lainnya.17

15
http://www.iswahyudi-wahyu.top/2015/11/metode-tujuan-dan-kegunaan-fiqh.html. akses pada
15/09/16 jam 19.00
16
Ibid, http://www.iswahyudi-wahyu.top/2015/11/metode-tujuan-dan-kegunaan-fiqh.html. akses
pada 15/09/16 jam 19.00
17
Ibid, http://www.iswahyudi-wahyu.top/2015/11/metode-tujuan-dan-kegunaan-fiqh.html. akses
pada 15/09/16 jam 19.0

Page | 15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Tampak jelas dari pembahasan diatas bahwa tujuan fiqh kontemporer


adalah mampu menghadapi tantangan zaman, dan masih relevan untuk ditrapkan
suatu hukum Islam kontemporer tersebut. Dan kegunaan fiqh kontemporer adalah
untuk menjaga keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama
yang menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini melalui
rumusan ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer dengan berdasarkan
nilai-nilai agama.
Akibat adanya arus modernisasi yang meliputi hampir sebagian besar
negara-negara yang dihuni oleh mayoritas umat Islam. Dengan adanya arus
moderenisasi tersebut, mengakibatkan munculya berbagai macam perubahan
dalam tatanan sosial umat Islam, baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial,
budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seakan-akan cenderung
menjauhkan umat dari nilai-nilai agama.

B. SARAN
Karena begitu pentingnya fikih kontemporer bagi kehidupan bermuamalah
maka harusnyalah kita sebagai umat muslim mendukung kegiatan tersebut. Dan
diharapkan kepada mujtahid untuk menghindari kesalahn-kesalahan dalam ijtihad.

Page | 16

Anda mungkin juga menyukai