Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kehamilan

1. Definisi Kehamilan

Kehamilan adalah proses dimana terjadi pembuahan ovum oleh spermatozoa.

Proses perubahan itu sendiri diawali dengan koitus air mani yang terpancar ke dalam

ujung atas vagina sebanyak 2-5 cc yang mengandung spermatozoa sebanyak 80 - 120

juta tiap cc (Anderson, 2010).

Manuaba, dkk (2012) memberikan definisi kehamilan secara berbeda.

Kehamilan adalah suatu mata rantai yang berkesinambungan yang terdiri dari ovulasi

(pematangan sel) lalu pertemuan ovum (sel telur) dan spermatozoa (sperma) terjadilah

pembuahan dan pertumbuhan zigot kemudian bernidasi (penanaman) pada uterus dan

pembentukan plasenta dan tahap akhir adalah tumbuh kembang hasil konsepsi sampai

aterm).

Berdasarkan beberapa definisi kehamilan tersebut dapat disimpulkan bahwa

kehamilan merupakan bertemunya sel telur dan sperma yang telah matang sehingga

terjadilah nidasi dan tumbuh berkembang sampai aterm.

2. Tanda – Tanda Kehamilan

Menurut Prawirohardjo (2011), berhasilnya proses pembuahan (kehamilan)

dapat dilihat pada perubahan-perubahan fisik dan psikologis ibu. Adapun tanda dan

gejala tersebut antara lain :

a. Terlambat datang bulan (amonorea) yaitu konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak

terjadinya pembentukan folikel de graff dan ovulasi yang biasanya disebut

terlambat datang bulan.

b. Mual (nausea) dan muntah (emesis) yaitu akibat pengaruh hormon estrogen dan

progesterone menyebabkan terjadinya pengeluaran asam lambung yang berlebihan

dan menimbulkan mual dan muntah.

c. Ngidam yaitu keadaan dimana seorang wanita hamil sering menginginkan makanan

tertentu.
d. Pingsan (sinkope), kondisi ini terjadi karena gangguan sirkulasi darah ke arah

kepala (sentral) menyebabkan iskemia susunan syaraf pusat. Keadaan ini akan

menghilang setelah umur kehamilan 16 minggu.

e. Payudara tegang, yaitu disebabkan akibat pengaruh hormon estrogen, progesterone

dan samatomammotropin menimbulkan deposit lemak, air dan garam pada

payudara sehingga akan membesar dan tegang, Ujung syaraf akan tertekan

sehingga menimbulkan rasa sakit terutama pada hamil pertama.

f. Sering miksi yaitu suatu gejala susah menahan air seni sebagai akibat kerja hormon

progesterone yang menghambat peristaltik usus.

g. Pigmentasi kulit yaitu terdapat hiperpigmentasi pada daerah dahi, pipi dan hidung

yang disebabkan kloasma gravidarum.

h. Pembesaran rahim yaitu pembesaran uterus disebabkan oleh hipertropi otot-otot

pada uterus, disamping itu serabut-serabut kolagen menjadi nigroskopik akibat

meningkatnya kadar estrogen.

i. Varises atau penampakan pembuluh darah vena. Penampakan ini sebagai akibat

kerja hormon yang terjadi di sekitar genitalia, kaki dan betis serta payudara.

Menurut Siswosudarmo (2009), secara klinis tanda-tanda kehamilan dapat

dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu sebagai berikut :

a. Tanda kehamilan yang tidak pasti (probable signs) :

1) Amenorea, yaitu wanita yang terlambat mengalami haid dalam masa wanita

tersebut masih mampu hamil.

2) Mual dan muntah (morning sickness), sering muncul pada pagi hari dan

diperberat oleh makanan yang baunya menusuk.

3) Mastodinia, yaitu rasa kencang dan sakit pada payudara yang disebabkan

payudara membesar. Vaskularisasi bertambah, asinus dan duktus berproliferasi

karena pengaruh progesterone dan estrogen.

4) Quickening, yaitu persepsi gerakan janin pertama yang bisanya disadari oleh

wanita pada kehamilan 18-20 minggu.

5) Keluhan kencing (BAK), frekuensi kencing bertambah dan sering kencing


malam disebabkan karena desakan uterus yang membesar dan tarikan oleh

uterus ke kranial.

6) Konstipasi, terjadi karena reflek relaksasi progesterone atau dapat juga karena

perubahan pola makan.

7) Perubahan berat badan, yang terjadi pada kehamilan 2-3 bulan sering terjadi

penurunan berat badan karena nafsu makan menurun dan muntah-muntah.

8) Perubahan temperature, kenaikan temperature basal lebih dari 3 minggu

biasanya merupakan tanda-tanda terjadinya kehamilan.

9) Perubahan warna kulit, yaitu warna kulit kehitam-hitaman pada dahi,

punggung hidung, dan kulit daerah tulang pipi.

10) Perubahan payudara, akibat stimulasi prolaktin, payudara mensekresi

kolostrum bisanya setelah kehamilan enam minggu,

11) Pembesaran perut, menjadi nyata setelah minggu ke-16 karena pada saat ini

uterus telah keluar dari rongga pelvis dan menjadi organ rongga perut.

12) Kontraksi uterus, tanda ini muncul belakangan dan pasien mengeluh perutnya

kencang, tetapi tidak disertai rasa sakit.

13) Balotemen, yaitu tanda adanya benda terapung melayang dalam cairan.

b. Tanda Pasti Kehamilan. Siswosudarmo (2009) menyebutkan tanda pasti

kehamilan adalah sebagai berikut :

1) Denyut jantung janin (DJJ), dapat didengarkan dengan stetoskop laenec atau

dengan stetoskop ultrasonic (dopller).

2) Palpasi, terlihat dan teraba gerakan janin, teraba bagian-bagian janin.

3) Rontgenografi, sehingga dapat terlihat gambaran tulang-tulang janin.

4) Ultrasonografi (USG).

5) Test laboratorium, yaitu test inhibisi koagulasi yang bertujuan untuk

mendeteksi adanya HCG dalam urin.

3. Klasifikasi Masa Kehamilan

Kehamilan menurut Prawirohardjo (2011) diklasifikasikan dalam 3 trimester,

yaitu :
a. Trimester kesatu, dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan (0-12 minggu).

b. Trimester kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan (13-27 minggu).

c. Trimester ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (28-40 minggu).

4. Proses Kehamilan

a. Pembuahan (konsepsi)

Fertilisasi adalah penyatuan sperma dari laki-laki dengan ovum dari

perempuan. Spermatozoa menembus ovum dengan membenamkan kepalanya lewat

dinding ovum, kedua sel benih itu menyatu dan membentuk satu sel tunggal. Ovum

yang sudah dibuahi (zigot) memerlukan waktu 6-8 hari untuk berjalan kedalam

uterus, selama perjalanannya kedalam uterus, zigot berkembang melalui

pembelahan sel yang sederhana 12-15 jam sekali.

b. Implantasi

Sekitar 10 hari setelah terjadinya fertilisasi ovum, zigot yang sudah

membentuk sebagai blastocyst akan menanamkan dirinya dalam endometrium.

Begitu implantasi terjadi, lapisan uterus akan menyelimuti blastocyst dan

kehamilan terbentuk.

5. Perubahan Fisiologis dan Psikologis pada masa kehamilan

a. Perubahan Fisiologis

Perubahan fisiologis yang dapat dilihat, meliputi :

1) Perubahan pada kulit ; terjadi hiperpigmentasi pada wajah, pipi (cloasma

gravidarum), pada areola mamae dan puting susu, garis hitam pada area

suprapubis (linea nigra).

2) Perubahan kelenjar ; kelenjar gondok membesar sehingga berbentuk seperti

leher pria.

3) Perubahan payudara ; membesar, tegang dan sakit, mengeluarkan cairan apabila

dipijat.

4) Perubahan perut ; perut semakin membesar saat mendekati persalinan.

5) Perubahan alat kelamin luar : alat kelamin luar tampak hitam kebiruan karena

adanya kongesti pada peredaran darah (pembuluh darah membesar).


6) Perubahan pada tungkai : timbul varises atau edema.

7) Perubahan pada sikap tubuh : sikap tubuh ibu menjadi lordosis karena perut

yang membesar.

Perubahan fisiologis yang tidak dapat dilihat, meliputi :

1) Perubahan pada alat pencernaan : terjadi hipersekresi kelenjar dalam alat

pencernaan sehingga menimbulkan rasa mual, muntah, hipersaliva. Peristaltik

yang kurang baik dapat menimbulkan konstipasi.

2) Perubahan pada peredaran dan pembuluh darah ; volume darah meningkat

(hemodilusi), tekanan darah turun yang disebabkan oleh kepekatan darah yang

berkurang.

3) Perubahan pada paru ; posisi paru terdesak ke atas akibat uterus membesar

pada kehamilan tua.

4) Perubahan pada perkemihan ; ureter tertekan oleh uterus.

5) Perubahan pada tulang ; bentuk tulang belakang menyesuaikan diri dengan

keseimbangan badan karena uterus membesar.

6) Perubahan pada jaringan pembentuk organ ; jaringan menjadi longgar dan

mengikat garam.

7) Perubahan pada alat kelamin dalam.

b. Perubahan Psikologis

Menurut teori Rubin, perubahan psikologis yang terjadi pada trimester I

meliputi ambivalen, takut, fantasi, dan khawatir. Pada trimester II, perubahan

meliputi perasaan lebih nyaman serta kebutuhan mempelajari perkembangan dan

pertumbuhan janin meningkat. Kadang tampak egosentris dan berpusat pada diri

sendiri. Pada trimester III, perubahan yang terjadi meliputi memiliki perasaan aneh,

lebih introvert dan merefleksikan pengalaman masa lalu.

B. Konsep Nyeri dan Nyeri Punggung Bawah (NPB)

1. Konsep Nyeri Secara Umum

a. Definisi Nyeri

Nyeri adalah sensasi subyektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu menyebabkan

individu menjauh atau menghindari stimulus yang berbahaya. Deskripsi nyeri

bersifat subyektif dan obyektif, berdasarkan lama (durasi), kecepatan sensasi, dan

lokasi (Corwin, 2009). Nyeri merupakan perasaan sensori dan emosional yang

tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan (ancaman) (Tjay dan

Rahardja, 2007).

Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat

individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi

seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya dan mengubah kehidupan orang

tersebut. Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri dengan cara yang benar-

benar sama. Selain itu, perbedaan persepsi dan reaksi secara individual dan

banyaknya penyebab nyeri, menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat

ketika membuat sebuah rencana untuk mengatasi nyeri dan menyediakan

kenyamanan (Berman, Kozier, & Erb, 2009).

Nyeri merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri.

Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan berubah. Nyeri

merupakan suatu gejala yang menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan, yang

harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Potter dan

Perry, 2010).

b. Klasifikasi Nyeri

Nyeri diklasifikasikan atas dua bagian, yaitu :

1) Nyeri akut

Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai suatu pengalaman sensori,

persepsi dan emosional yang tidak nyaman yang berlangsung dari beberapa

detik hingga enam bulan, yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dari suatu

penyakit seperti pada luka yang diakibatkan oleh kecelakaan, operasi, atau oleh

karena prosedur terapeutik (Lewis, 2011). Nyeri akut biasanya mempunyai

awitan yang tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri

akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan
tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya

menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri akut umumnya terjadi

kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Cedera atau

penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau

memerlukan pengobatan (Smeltzer & Bare, 2010).

2) Nyeri Kronik

Nyeri kronik merupakan nyeri berulang yang menetap dan terus menerus

yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis dapat tidak

mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang

diarahkan pada penyebabnya. Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang

menderita nyeri kronis setelah suatu cedera atau proses penyakit, hal ini diduga

bahwa ujung-ujung syaraf yang normalnya tidak mentransmisikan nyeri menjadi

mampu untuk memberikan sensasi nyeri, atau ujung - ujung syaraf yang

normalnya hanya mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri menjadi mampu

mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang

sangat nyeri (Smeltzer & Bare, 2010).

c. Fisiologi Nyeri

Struktur spesifik dalam sistem syaraf terlibat dalam mengubah stimulus

menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri

disebut sebagai sistem nosiseptif. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung syaraf

bebas yang pertama sekali merasakan nyeri. Jejas atau stimulus pada jaringan

akan merangsang nosiseptor untuk melepaskan zat-zat kimia, yaitu prostaglandin,

histamine, bradikinin, asetilkolin, dan substansi P (Smeltzer & Bare, 2010). Zat-

zat kimia ini mensensitisasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls nyeri ke

otak. Ada dua jenis ujung syaraf bebas yang termasuk dalam nosisepsi, yaitu :

1) Serabut A-delta, adalah serabut halus, bermielin, dan merupakan serabut

hantaran cepat yang membawa sensasi tusukan tajam. Serabut-serabut ini

membantu kita untuk menentukan lokasi dan intensitas nyeri.


2) Serabut C, adalah serabut syaraf yang tidak dibungkus oleh mielin. Serabut ini

halus dan hantarannya lambat serta bertanggung jawab terhadap nyeri tumpul,

menyebar, dan persisten (Taylor, 2009).

Nyeri pada insisi pada awalnya diperantarai oleh serabut A-delta, tetapi

beberapa menit kemudian nyeri menjadi menyebar akibat aktifasi serabut C.

Impuls nyeri dibawa oleh serabut A-delta perifer dan dihantarkan langsung ke

substansia gelatinosa pada akar dorsal sum-sum tulang belakang, kemudian

konduksi lambat serabut C membuat durasi impuls rasa sakit menjadi lebih lama.

Impuls sensori / eferen memasuki akar dorsal sumsum tulang belakang,

membentuk sinaps kimia dengan menggunakan neurotransmiter (seperti substansi

P). Impuls nyeri berpindah ke sisi yang berlawanan dari sumsum tulang belakang

dan merambat ke otak melalui sistem spinotalamus. Sistem spinotalamus

bersinapsis di thalamus dan impuls disampaikan ke korteks serebral dimana

stimulus nyeri diinterpretasikan. Ketika transmisi nyeri dikirim ke otak, individu

merasakan nyeri. Beberapa impuls nyeri berakhir langsung di neuron motorik

melalui arkus reflex di sumsum tulang. Neuron motorik kemudian muncul dari

kornu anterior sumsum tulang belakang untuk mengaktifkan struktur yang sesuai

seperti, bila seseorang menyentuh permukaan yang panas, sinyal nyeri diubah

menjadi impuls motorik yang merangsang tangan menjauh dari sumber panas

(Potter & Perry, 2010).

Persepsi nyeri dalam tubuh diatur oleh substansi yang dinamakan

neuroregulator. Substansi ini mempunyai aksi rangsang dan aksi hambat.

Substansi P adalah salah satu contoh neurotransmiter dengan aksi merangsang. Ini

mengakibatkan pembentukan aksi potensial, yang menyebabkan hantaran impuls

dan mengakibatkan pasien merasakan nyeri. Serotonin adalah salah satu contoh

neurotransmiter dengan aksi menghambat. Serotonin mengurangi efek dari impuls

nyeri. Substansi kimia lainnya mempunyai efek inhibitor terhadap transmisi nyeri

adalah endorfin dan enkafelin. Substansi ini bersifat seperti morfin yang

diproduksi oleh tubuh. Endorfin dan enkafelin ditemukan dalam konsentrasi yang
tinggi dalam sistem syaraf pusat. Kadar endorfin dan enkafelin setiap individu

berbeda. Kadar endorfin ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ansietas. Hal

ini akan berpengaruh juga terhadap perasaan nyeri seseorang. Walaupun

stimulusnya sama, setiap orang akan merasakan nyeri yang berbeda. Individu

yang mempunyai kadar endorfin yang banyak akan merasakan nyeri yang lebih

ringan daripada mereka yang mempunyai kadar endorfin yang sedikit (Smeltzer

& Bare, 2010).

d. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan suatu keadaan yang kompleks yang dipengaruhi oleh

faktor fisiologi, spiritual, psikologis, dan budaya. Setiap individu mempunyai

pengalaman yang berbeda tentang nyeri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

nyeri adalah sebagai berikut:

1) Faktor Fisiologi

Faktor fisiologi yang mempengaruhi nyeri terdiri dari :

a) Umur

Umur mempengaruhi persepsi nyeri seseorang karena anak-anak dan

orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan dengan orang

dewasa muda karena mereka sering tidak dapat mengkomunikasikan apa

yang mereka rasakan. Anak-anak belum mempunyai perbendaharaan kata

yang cukup sehingga mereka sulit untuk mengungkapkan nyeri secara

verbal dan sulit untuk mengekspresikannya kepada orang tua ataupun

perawat. Pada orang tua, nyeri yang mereka rasakan sangat kompleks,

karena mereka umumnya memiliki berbagai macam penyakit dengan

gejala yang sering sama dengan bagian tubuh yang lain. Oleh karena itu,

perawat harus teliti melihat dimana sumber nyeri yang dirasakan pasien

(Taylor, 1997; Potter & Perry, 2010).

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dikutip dari Potter
& Perry, 2010). Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang

merupakan suatu faktor dalam pengekspresian nyeri. Beberapa

kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya, menganggap

bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,

sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama

(Potter & Perry, 2010).

c) Kelelahan

Seseorang yang merasakan kelelahan akan terfokus terhadap

pengalaman nyerinya. Jika kelelahan terjadi disepanjang waktu istirahat,

persepsi nyeri yang dirasakan pasien akan meningkat. Nyeri merupakan

pengalaman yang sering dirasakan setelah istirahat dari pada

menghabiskan waktu sepanjang hari (Berger, 1992; Potter & Perry, 2010).

d) Gen

Penelitian kesehatan mengungkapkan bahwa informasi genetik yang

diturunkan oleh orang tua kemungkinan dapat meningkatkan atau

menurunkan sensitifitas nyeri. Genetik mempunyai kemungkinan untuk

dapat menentukan ambang batas nyeri seseorang atau toleransi seseorang

terhadap nyeri (Potter & Perry, 2010).

e) Fungsi Neurologi.

Fungsi neurologi juga dapat mempengaruhi pengalaman nyeri

seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi normal dari

nyeri (seperti cedera spinal cord, neuropati perifer, atau penyakit

neurologi) sebagai efek kewaspadaan dan respons pasien (Potter & Perry,

2010).

2) Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi nyeri terdiri dari :

a) Perhatian

Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan

mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang


dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga

perawat dapat memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase,

dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap

stimulus yang lain, dapat menurunkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2010).

b) Pengalaman nyeri sebelumnya

Pengalaman nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap persepsi

nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Karena setiap orang belajar

dari pengalaman nyeri sebelumnya. Jika sebelumnya seseorang pernah

mengalami nyeri tanpa adanya pertolongan, maka nyeri yang dirasakannya

saat ini akan dipandangnya sebagai suatu kecemasan dan ketakutan. Dengan

kata lain, jika pengalaman nyeri sebelumnya dapat diterima dengan koping

yang baik, maka individu tersebut mungkin dapat lebih baik

mempersiapkan dirinya dengan peristiwa nyeri yang lain (Berger, 1992;

Potter & Perry, 2010).

c) Keluarga dan dukungan sosial

Seseorang yang merasakan nyeri sering bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk mendukung, menemani, atau

melindunginya. Walaupun nyeri masih ada, kehadiran keluarga atau teman-

teman dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2010).

Misalnya, individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang

mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan

dengan individu yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang

terdekatnya.

3) Faktor Spiritual

Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri

yang dirasakannya, seperti mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang

telah dia lakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2010).

4) Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi nyeri terdiri dari :


a) Kecemasan

Kecemasan dapat meningkatkan persepsi seseorang terhadap nyeri.

Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri

atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.

Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri

yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan

yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka (Mubarak & Chayatin, 2007).

(Wall & Melzack 1999 dalam Potter & Perry, 2010) mengemukakan bahwa

stimulus nyeri yang aktif pada bagian sistem limbik dipercayai dapat

mengontrol emosi, salah satunya adalah kecemasan. Sistem limbik

memproses reaksi emosional terhadap nyeri, dapat meningkatkan ataupun

menurunkannya.

b) Koping Individu

Koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memperlakukan

nyeri. Seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus internal merasa

bahwa diri mereka sendiri mempunyai kemampuan untuk mengatasi nyeri.

Sebaliknya, seseorang yang mengontrol nyeri dengan lokus eksternal lebih

merasa bahwa faktor-faktor lain di dalam hidupnya seperti perawat

merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap nyeri yang

dirasakannya. Oleh karena itu, koping pasien sangat penting untuk

diperhatikan (Potter & Perry, 2010).

5) Faktor Budaya

Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiri dari :

a) Makna Nyeri

Makna dari nyeri yang dirasakan seseorang dihubungkan dengan

pengaruh pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang tersebut

mengadaptasikannya. Hal ini sangat berhubungan dengan latar belakang

budaya. Seseorang akan merasa nyeri yang berbeda jika mendapatkan


sebuah ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan (Potter & Perry,

2010).

b) Suku

Budaya mempercayai dan mempengaruhi nilai individu dalam

mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima

oleh budaya mereka, termasuk bagaimana reaksi mereka terhadap nyeri

(Davidhizar & Giger, 2004; Lasch, 2002 dalam Potter & Perry, 2010).

e. Pengkajian Nyeri

Walaupun tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana nyeri dirasakan oleh

pasien, perawat harus mengerti tentang nyeri dan menggunakan pendekatan

dalam pengkajian nyeri, termasuk deskripsi verbal tentang nyeri. Individu

merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya. Pengkajian nyeri yang

dilakukan meliputi: data subjektif dan data objektif.

1) Data subjektif

a) Lokasi

Anatomi diagnosa adalah sebuah ilustrasi yang tepat untuk

menentukan lokasi nyeri, banyak pasien tidak dapat menentukan letak nyeri

secara tepat, banyak yang mengindikasikan letak dengan dengan huruf

seperti ABC. Pasien boleh menggambarkan lokasi nyeri dalam bentuk atau

bekas lokasi pada tubuhnya dan anggota keuarga dapat memberi tanda

bilangan atau angka pada bentuk pengkajianya (Suza, 2011).

b) Intensitas (skala) nyeri

Adapun pengkajian intensitas(skala) nyeri terdiri dari:

(1) Wong-baker Face Pain Rating Scale

Skala ini diatur secara visual dengan ekspresi guratan wajah

untuk menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala penilaian

wajah pada dasarnya digunakan pada anak-anak tetapi juga bias

bermanfaat ketika orang dewasa yang mempunyai kesulitan dalam


menggunakan angka-angka dari skala visual analog (VAS) yang

merupakan alat penilaian pengkajian nyeri secara umum (Suza, 2011).

Gambar 2. Skala Wong-baker Face Pain Rating Scale

Wong dan Baker (1988), mengembangkan skala wajah untuk

mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari enam wajah

dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang

sedang tersenyum “tidak merasa nyeri” kemudian secara bertahap

meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih

sampai wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang sangat” (Potter &

Perry, 2010).

(2) Flowsheets (Kartu Pencatatan)

Kartu ini digunakan untuk mendokumentasikan perkembangan

yang bertujuan mempertahankan keberhasilan dalam manajemen nyeri.

Dokter menggunakan flowsheets untuk mencatat waktu, menilai nyeri

dan mengontrol penggunaan obat penghilang rasa nyeri dan efek

sampingnya. Informasi yang ada dalam manajemen Flowsheet dapat

disatukan dalam bentuk bentuk format yang lain untuk menghindari

terjadinya kesalahan pada waktu pencatatan.

(3) Verbal Analogue Scale (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus yang menggambarkan skala

nyeri terus menerus.Skala ini menjadikan klien bebas untuk memilih

tingkat nyeri yang dirasakan. VAS sebagai pengukur keparahan tingkat

nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat menentukan setiap titik dari

rangkaian yang tersedia tanpa dipaksa untuk memilih satu kata (Potter

& Perry, 2010).


Penjelasan tentang intensitas digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skala VAS

(4) Simple Descriptor Scale (Verbal Descriptor Scale, VDS) Skala ini

menggunakan daftar kata-kata untuk mendeskripsikan perbedaan

tingkat intensitas nyeri.

(5) FLACC scale adalah pengukuran yang dilakukan oleh peneliti dengan

melihat secara objektif sesuai criteria yaitu face (wajah), legs (kaki),

activity (aktivitas), cry (tangis) dan consolability.

f. Penatalaksanaan Nyeri

1) Farmakologi

Beberapa agens famakologis digunakan untuk menangani nyeri semua

agens memerlukan resep dokter, penatalaksanaan nyeri akut, perawat

memberikan asuhan keperawatan kepada klien yang menjalani pembedahan

dan prosedur medis. Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat

antiinflamasi non steroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiat, dan (3)

obat tambahan atau ke analgesik. NSAID non-narkotik umumnya

menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait

dengan arthritis rhematoid, prosedur pengobatan gigi dan prosedur bedah

minor, episiotomi dan masalah pada punggung bagian bawah (Potter & Perry,

2010)

2) Non Farmakologi

Tindakan non farmakologis mencakup intervensi perilaku kognitif dan

penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku kognitif adalah

mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi

klien rasa pengendalian yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan untuk
memberikan rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respon

fisiologis dan mengurangi rasa takut (Potter & Perry, 2010).

2. Konsep Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)

a. Definisi Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)

Nyeri punggung bawah (NPB) atau Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindrom

nyeri yang terjadi pada daerah punggung bawah. Low back pain adalah gangguan

muskuloskeletal yang pada daerah punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai

penyakit dan aktivitas tubuh yang kurang baik (Samara, 2014).

LBP atau NPB merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang

disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino,

2012). LBP juga dapat didefinisikan sebagai nyeri punggung bawah yang muncul

selama enam minggu. Pasien akan merasakan nyeri, sensasi terbakar, menusuk,

tajam atau tumpul, yang dirasakan jelas atau samar. Intensitas yang dirasakan bisa

ringan sampai parah dan mungkin juga berfluktuasi. Rasa sakit dapat menjalar ke

satu atau kedua bokong atau bahkan ke paha atau daerah pinggul (North American

Spine Society, 2009).

b. Epidemiologi

Nyeri punggung bawah atau LBP ada disetiap budaya dan negara. Hampir

80% dari setiap individu pernah mengalami LBP dalam hidup mereka. Pada titik

waktu tertentu, minimal 15% dari individu melaporkan bahwa mereka mengalami

LBP (Hills, 2014). Prevalensi kejadian LBP di Amerika adalah 60%-80%.

Prevalensi LBP serius (terjadi lebih dari 2 minggu) adalah 14%. Prevalensi

nyeri yang menjalar ke salah satu tungkai sebesar 2% (Hills, 2014).

Nyeri punggung atau LBP di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang

nyata. Di Indonesia LBP sering terjadi pada penduduk berusia 40-59 tahun. Secara

keseluruhan kejadian LBP di Indonesia adalah sekitar 49%. Khusus di provinsi Jawa

Tengah diperkirakan 40% dari penduduk berusia diatas 50 tahun pernah

mengeluhkan nyeri pinggang, dengan prevalensi pada laki-laki 18,2% dan pada
wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien ke beberapa rumah sakit di

Indonesia berkisar antara 3-17%. (Sadeli, 2011)

c. Etiologi NPB pada Masa Kehamilan

Ada banyak penyebab nyeri pada punggung bawah dan sakit pada panggul

selama masa kehamilan. Yang pertama melibatkan mekanika perubahan didalam,

seperti perubahan postur bayi didalam perut yang semakin besar dan bertambah pula

beratnya, beban yang diakibatkan perut ini memainkan peranan punggung bawah

(lumbal) untuk condong lebih kedepan. Hal ini menciptakan ketegangan dan tekanan

yang bertambah pada tulang belakang yang menjalar ke panggul dan menyebabkan

sakit pada punggung bawah sampai ke panggul (Asslid, 2011).

Mekanisme yang kedua melibatkan pelepasan dari hormone estrogen dan

relaxin. Hormon ini yang mengatur ikatan sendi untuk mengurangi dan merenggang

selama kehamilan untuk mengakomodasi bayi yang tumbuh di dalam. Ikatan sendi

menghubungkan sambungan yang berbeda dari tulang panggul dan tulang belakang.

Maka jika ikatan sendi pada bagian sisi atas tulang panggul menjadi lebih lemah atau

merenggang disbanding sebelah ( satu sisinya ) dan menyebabkan

ketidakseimbangan, hal ini dapat menyebabkan ketegangan otot dan nyeri (Asslid,

2011).

d. Patofisiologi NPB pada Masa Kehamilan

Rasa nyeri dan pegal pegal di bagian punggung sebenarnya disebabkan kerena

pergeseran titik keseimbangna tubuh akibat beban berat pada perut. Pada saat hamil,

setengah dari berat tubuh terletak didepan. Untuk menjaga keseimbangan, tanpa

sadar biasanya bahu akan condong kebelakang. Posisi tubuh yang salah dan

dipaksakan secara menetap inilah yang menyebabkan ketegangan otot pada bagian

punggung. Spasme pada otot punggung ini akan terus berlangsung selama kehamilan

jika tidak ditangani, karena postur yang menyebabkan spasme ini mengakibatkan

nyeri pada punggung bahkan menjalar sampai ke pinggul.

Perubahan patologi ditandai dengan adanya nyeri yang bertambah saat

melakukan gerakan (nyeri gerak), dan juga adanya nyeri saat dilakukan penekanan
(nyeri tekan), kesalahan sikap misalnya cara duduk, cara berdiri, dan berjalan, nyeri

berkurang saat digunakan untuk berbaring (David, 2015).

e. Penanganan NPB pada Masa Kehamilan

Penanganan NPB tergantung dari penyebarannya dapat dibedakan menjadi

dua cara yaitu konservatif. Terapi konservatif dilakukan satu jenis sekaligus,

misalnya :

1) Menghindari gerakan membungkuk yang mendadak

2) Istirahat di tempat tidur

3) Terapi panas

4) Latihan (Tiaranita, 2013).

C. Konsep Back Exercise

1. Definisi

Back exercise adalah suatu bentuk latihan yang ditujukan untuk otot-otot

stabilisator punggung. Latihan fisik adalah aktivitas olahraga yang dilakukan secara

sistematis dalam mempersiapkan seseorang pada tingkat tertinggi dalam

penampilannya dan untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh. Intensitas latihan

ditingkatkan secara progresif serta dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang

(repetitive) dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan masing-masing

individu dengan tujuan mencapai peningkatan kemampuan atau prestasi olahraga

(Ariani, 2011).

2. Manfaat

Back exercise mempunyai manfaat untuk memperkuat otot-otot perut dan

otot-otot punggung sehingga tubuh dalam keadaan tegak secara fisiologis. Back

exercise yang dilakukan secara baik dan benar dalam waktu yang realtif lama akan

meningkatkan kekuatan otot secara aktif sehingga disebut stabilisasi aktif.

Peningkatan kekuatan otot juga mempunyai efek peningkatan daya tahan tubuh

terhadap perubahan secara statis dan dinamis (Ariani, 2011)

Back exercise juga akan memperbaiki system peredaran darah sehingga

mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu gerakan dan fungsi


sendi. Back exercise juga akan mengurangi nyeri melalui mekanisme gerbang

control dan pengurangan nyeri melalui beta endorphin. Umumnya perbaikan nyeri

tidak terdapat pada keseluruhan latihan dan kemungkinan tidak dapat berperan

dalam pengurangan nyeri pada latihan punggung bawah (Borenstein, 1989).

Prinsip latihan pada penderita nyeri punggung bawah yaitu :

1) Memperbaiki postur tubuh, mengurangi hiper lordosis lumbal.

2) Membiasakan diri untuk melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan

mekanik tulang belakang (Ariani, 2011).

3. Pedoman

a. Latihan 1 (Latihan mobilisasi lumbal)

Gambar 3.

Latihan mobilisasi lumbal

Menumpu pada kedua tangan dan lutut, perhatikan dari lekuk


dari pinggang bawah. Angkat pelvis keatas dan luruskan
pinggang, tetap rileksasikan pantat. Ditahan 2-3 detik
dilakukan sebanyak 10-20 kali.

b. Latihan 2 (Back stretching). Untuk mengulur otot M.erectorspine

Gambar 4.
Back stretching
c. Latihan 3 (Back stretching). Untuk mengulur otot M.erectorspine dan mengulur

M.hamstring

Gambar 5.

Back dan M.Hamstring


Tempatkan kursi pendek didepan dan tempatkan 1 kaki
diatas kursi. Bagian pinggang tetap tegak dan agak kedepan
untuk meregangkan bagian belakang. Ditahan 20 detik dan
dilakukan sebanyak 3 kali.
D. Kerangka Teori

Umur Medikamentoa Terapi Modalitas :


(Analgesik) Back Exercise
Kebugaran Fisik

Jenis Kelamin Transduksi

Psikologis Transmisi

Mobilitas Vetebra
Modulasi
Faktor Antropometri
Persepsi
Kekuatan Otot

Nyeri
Faktor Postur Intensitas
Punggung
Nyeri
Bawah (NPB)
Pekerjaan dan
Aktivitas Sehari-hari

7
E. Kerangka Konsep

Variabel Inde[enden Variabel Dependen

Intensitas Nyeri
Back Exercise Punggung
Bawah (NPB)

Analgesik

Keterangan :

: Variabel bebas (Independen) yang diteliti

: Variabel terikat (Dependen) yang diteliti

: Variabel Pengganggu yang tidak diteliti

8
F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka di rumuskan hipotesis

sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh pengaruh pemberian back exercise terhadap penurunan

intensitas nyeri punggung bawah (NPB) pada ibu hamil di Puskesmas

Poasia.

Ho : Tidak ada pengaruh pengaruh pemberian back exercise terhadap

penurunan intensitas nyeri punggung bawah (NPB) pada ibu hamil di

Puskesmas Poasia.

Anda mungkin juga menyukai