1. Reaksi hemolitik adalah reaksi akibat bercampurnya aglutini plasma (antibodi)
A atau B dengan darah yang mengandung aglutinogen A atau B dan darah yang mengandung Rh yang berbeda sehingga menyebabkan sel aglutunasi. Reaksi hemolitik pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah yang di transfusikan oleh antibodi resipien. 2. Thalassemia merupakan penyakit hemolitik kronis dengan gejala utama anemia dan memerlukan transfusi darah berulang. Transfusi darah berulang dan peningkatan absorpsi besi d-i usus sebagai akibat eritropoiesis yang tidak efektif pada penderita thalassemia menyebabkan penimbunan besi. Hati merupakan organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat penyimpanan utama cadangan besi. Pada keadaan penimbunan besi, kadar besi serum, saturasi transferin dan feritin akan meningkat serta transferin binding capacity (TBC) terlampaui, hal ini dapat menyebabkan reaksi radikal bebas yang bersifat sitotoksik sehingga mengakibatkan kerusakan oksidasi lipid, protein dan asam nukleat. Penimbunan besi kronis di hati mengakibatkan fibrosis serta sirosis hati, dan biopsi hati merupakan baku emas untuk menilai penimbunan besi di hati juga dapat memberi informasi mengenai derajat kerusakan hati. Bahaya lain akibat pemberian transfusi darah berulang pada thalassemia adalah terinfeksi virus hepatitis C. Pada hepatitis C, kadar besi serum, saturasi transferin dan feritin meningkat dan penimbunan besi ini akan memperberat penyakit hepatitis C. Hal ini disebabkan besi akan meningkatkan kerusakan radikal bebas pada hepatosit yang telah rusak sebelumnya akibat infeksi virus hepatitis C. Transfusion-Associated Circulatory Overload (TACO) merupakan kondisi yang mempunyai karakteristik terjadinya kegagalan ventrikel kiri dan edema paru akibat kelebihan cairan. Keadaan ini muncul baik pada saat transfusi ataupun dalam waktu 6 jam setelah transfusi, di mana transfusi dilakukan dengan tetesan cepat atau dengan volume yang besar. Faktor risiko termasuk umur yang ekstrim (>60 tahun atau <30 tahun), adanya disfungsi jantung dan ginjal sebelumnya, transfusi dilakukan setelah infark miokard akut, transfusi plasma, adanya keseimbangan cairan yang positif dalam 24 yang disebabkan transfusi. 3. Pasien menunjukan gejala dan tanda penyakit pernapasan akut, sesak nafas, sianosis, ortopnea, hipoksia, peningkatan tekanan darah sistolik (> 20 mmHg di atas baseline) dan tanda-tanda overload jantung (peningkatan tekanan vena jugularis dan krepitasi bilateral). Pasien cenderung menanggapi terapi diuretik dan diperburuk dengan terapi bolus cairan. Pemeriksaan rontgen toraks akan menunjukan edema paru dan kardiomegali dan pemeriksaan ekokardiogram menjadi tidak normal. Untuk penatalaksaannya sendiri pertama kali di lakukan yaitu dengan menghentikan transfusi, di berikan oksigen yang di sebabkan sesak nafas dan memanggil dokter yang bertugas. 4. Dalam melakukan Resusitasi Jantung dan Paru-Paru (RJP), ada 5 langkah yang harus dilakukan dikenal dengan singkatan DRCAB. Sebutkan dan jelaskan apa saja 5 langkah DRCAB tersebut! Langkah DRCAB 1) Danger (Bahaya) Pastikan Keadaan Aman untuk Menolong. Sebelum menolong korban, sebaiknya anda memastikan bahwa lokasi benar-benar aman bagi anda sebagi penolong, orang-orang di sekitar lokasi kejadian, dan korban itu sendiri. Periksalah segala sesuatu yang dapat yang mengancam keselamatan. Gunakan pelindung diri yang ada, seperti sarung tangan dan masker untuk mencegah faktor risiko infeksi menular. Jangan mengambil risiko untuk menjadi korban berikutnya. 2) Response (Respon) Pastikan Kondisi Kesadaran Korban Periksa kesadaran korban dengan cara memanggil namanya jika Anda kenal, atau bersuara yang agak keras di dekat telinga korban, jika tidak ada respon juga, tepuk pundak korban perlahan namun tegas, berikan rangsangan nyeri (misalnya mencubit bagian telinga korban). Jika korban masih tidak ada respon, segara panggil bantuan medis, dan lakukan tahap selanjutnya, karena anda masih mempunyai waktu untuk menunggu bantuan medis datang. 3) Compression (Tekanan pada Dada) Setelah memastikan korban tidak memberi respon dan sudah memanggil bantuan medis, lakukan kompresi dada yang biasa di kenal RJP Resusitasi Jantung Paru-paru atau disebut Cardio Pulmonary Resutation (CPR). Melakukan RJP yang benar adalah dengan meletakkan korban pada permukaan datar dan keras. Adapun langkah-langkah dalam melakukan RJP pada korban dewasa adalah berlutut di samping korban, menaruh kedua tangan ke dada korban, menekan dada korban dengan kedua tangan perlahan-lahan, berikan 30 kali kompresi dada, lakukan dengan cepat dan pertahankan kecepatannya, berikan kompresi dengan kedalaman 2 inchi (5 cm). 4) Airway (Jalan Nafas) Setelah melakukan 30 kompresi, buka jalan nafas korban dengan metode Head-tilt chin-lift. Tujuannya adalah untuk membuka jalan nafas korban yang tersumbat oleh lidah yang tertarik ke tenggorokan sehingga menutupi jalan nafas. Cara melakukan metodeHead-tilt chin-lift yaitu: Meletakan tangan ke dekat dahi korban Menekan dahi ke bawah sambil mengangkat dagu sampai keatas hingga mulut korban terbuka. 5) Breathing (Bernafas) Setelah jalan nafas terbuka,ju lanjutkan dengan pemberian 2 kali nafas bantuan dari mulut ke mulut. Perhatikan membusungnya dada korban untuk memastikan Volume tidal. Volume tidal adalah jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas, dimana volume tidal normal sesorang adalah 350-400ml. 5. Breathing atau memberikan nafas buatan merupakan salah satu prosedur dalam Bantuan Hidup Dasar (BHD). Sebutkan dan jelaskan 4 teknik breathing dalam BHD a) Pernafasan Buatan Mulut ke Mulut Nafas buatan mulut ke mulut adalah cara yang paling sederhana, cepat meskipun menggunakan udara ekhalasi penolong dengan kadar oksigen sekitar 16% saja. caranya : Pertahankan head thilt chin lift Jepit hidung dengan ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang melakukan head thilt Buka sedikit mulut pasien Tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan selama 2 detik dan pastikan sampai daa terangkat. Tetap pertahankan head thilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut pasien, lihat apakah dada pasien turun waktu ekshalasi.
b) Pernafasan Buatan Mulut Ke Hidung
Nafas buatan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit misalkan karena trismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai chin lift, kemudian tiupkan udara seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka mulut pasa waktu ekshalasi. c) Pernafasan Buatan Mulut Ke Sungkup Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakan diatas dan melingkupi mulut serta hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik transparan sehingga muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat. caranya : letakkan pasien pada posisi terlentang letakkan sungkup pada muka pasien dan dipegang dengan kedua ibu jari lakukan head thilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup kemuka pasien agar rapat kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dada terangkat hentikan tiupan dan amati turunnya dada. d) Pernafasan Dengan kantung Nafas Buatan Alat kantung nafas terdiri dari kantung dan katup satu arah yang menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml. Alat ini bisa digunakan untuk memberikan nafas buatan dengan atau disambungkan dengan sumber oksigen. Bila disambungkan ke oksigen dengan kecepatan aliran 12 liter per menit (ini dapat memberikan konsentrasi oksigen yang diinspirasi sebesar 7,40%), maka penolong hanya memompa sebesar 400-600 ml (6-7ml/kg) dalam 1-2 detik ke pasien, bila tanpa oksigen dipompakan 10 ml/kg berat badan pasien dalam 2 detik. Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan nafas dan meletakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C Clamp, yaitu ibu jari dan jari telunjuk penolong membentuk huruf "C" dan mempertahankan sungkup dimuka pasien. Jari-jari ketiga, empat dan lima membentuk huruf "E" dengan meletakkannya dibawah rahang bawah untuk mengangkat dagu dan rahang bawah, tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang faring danmembukajalannafas. 6. Karena kebanyakan reaksi anafilaksis berat telah dihubungkan dengan adanya antibodi anti Ig-A yang berkembang pada pasien dengan defisiensi IgA. Pasien seperti ini mungkin belum pernah ditransfusi dan gejala akan terjadi segera setelah transfusi plasma yang mengandung IgA dalam produk darah apapun. Bagaimanapun, telah dikenali antigen lain yang bertanggung jawab untuk reaksi ini, begitu banyak alergen yang potensial. Karena trombosit terkandung dalam Plasma