Anda di halaman 1dari 5

Nama : FERDIANING MANGGIH RAHAYU

NIM : 16600020

Remedial : Kegawatdaruratan Dasar

Jawaban :

1. Reaksi hemolitik adalah reaksi akibat bercampurnya aglutini plasma (antibodi)


A atau B dengan darah yang mengandung aglutinogen A atau B dan darah yang
mengandung Rh yang berbeda sehingga menyebabkan sel aglutunasi. Reaksi
hemolitik pada umumnya melibatkan destruksi spesifik dari sel darah merah
yang di transfusikan oleh antibodi resipien.
2. Thalassemia merupakan penyakit hemolitik kronis dengan gejala utama anemia
dan memerlukan transfusi darah berulang. Transfusi darah berulang dan
peningkatan absorpsi besi d-i usus sebagai akibat eritropoiesis yang tidak efektif
pada penderita thalassemia menyebabkan penimbunan besi. Hati merupakan
organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat penyimpanan utama
cadangan besi. Pada keadaan penimbunan besi, kadar besi serum, saturasi
transferin dan feritin akan meningkat serta transferin binding capacity (TBC)
terlampaui, hal ini dapat menyebabkan reaksi radikal bebas yang bersifat
sitotoksik sehingga mengakibatkan kerusakan oksidasi lipid, protein dan asam
nukleat. Penimbunan besi kronis di hati mengakibatkan fibrosis serta sirosis
hati, dan biopsi hati merupakan baku emas untuk menilai penimbunan besi di
hati juga dapat memberi informasi mengenai derajat kerusakan hati. Bahaya lain
akibat pemberian transfusi darah berulang pada thalassemia adalah terinfeksi
virus hepatitis C. Pada hepatitis C, kadar besi serum, saturasi transferin dan
feritin meningkat dan penimbunan besi ini akan memperberat penyakit hepatitis
C. Hal ini disebabkan besi akan meningkatkan kerusakan radikal bebas pada
hepatosit yang telah rusak sebelumnya akibat infeksi virus hepatitis C.
Transfusion-Associated Circulatory Overload (TACO) merupakan kondisi
yang mempunyai karakteristik terjadinya kegagalan ventrikel kiri dan edema
paru akibat kelebihan cairan. Keadaan ini muncul baik pada saat transfusi
ataupun dalam waktu 6 jam setelah transfusi, di mana transfusi dilakukan
dengan tetesan cepat atau dengan volume yang besar. Faktor risiko termasuk
umur yang ekstrim (>60 tahun atau <30 tahun), adanya disfungsi jantung dan
ginjal sebelumnya, transfusi dilakukan setelah infark miokard akut, transfusi
plasma, adanya keseimbangan cairan yang positif dalam 24 yang disebabkan
transfusi.
3. Pasien menunjukan gejala dan tanda penyakit pernapasan akut, sesak nafas,
sianosis, ortopnea, hipoksia, peningkatan tekanan darah sistolik (> 20 mmHg di
atas baseline) dan tanda-tanda overload jantung (peningkatan tekanan vena
jugularis dan krepitasi bilateral). Pasien cenderung menanggapi terapi diuretik
dan diperburuk dengan terapi bolus cairan. Pemeriksaan rontgen toraks akan
menunjukan edema paru dan kardiomegali dan pemeriksaan ekokardiogram
menjadi tidak normal. Untuk penatalaksaannya sendiri pertama kali di lakukan
yaitu dengan menghentikan transfusi, di berikan oksigen yang di sebabkan
sesak nafas dan memanggil dokter yang bertugas.
4. Dalam melakukan Resusitasi Jantung dan Paru-Paru (RJP), ada 5 langkah yang
harus dilakukan dikenal dengan singkatan DRCAB. Sebutkan dan jelaskan apa
saja 5 langkah DRCAB tersebut!
Langkah DRCAB
1) Danger (Bahaya)
Pastikan Keadaan Aman untuk Menolong. Sebelum menolong korban,
sebaiknya anda memastikan bahwa lokasi benar-benar aman bagi anda
sebagi penolong, orang-orang di sekitar lokasi kejadian, dan korban itu
sendiri. Periksalah segala sesuatu yang dapat yang mengancam
keselamatan. Gunakan pelindung diri yang ada, seperti sarung tangan dan
masker untuk mencegah faktor risiko infeksi menular. Jangan mengambil
risiko untuk menjadi korban berikutnya.
2) Response (Respon)
Pastikan Kondisi Kesadaran Korban
Periksa kesadaran korban dengan cara memanggil namanya jika Anda
kenal, atau bersuara yang agak keras di dekat telinga korban, jika tidak ada
respon juga, tepuk pundak korban perlahan namun tegas, berikan
rangsangan nyeri (misalnya mencubit bagian telinga korban). Jika korban
masih tidak ada respon, segara panggil bantuan medis, dan lakukan tahap
selanjutnya, karena anda masih mempunyai waktu untuk menunggu
bantuan medis datang.
3) Compression (Tekanan pada Dada)
Setelah memastikan korban tidak memberi respon dan sudah memanggil
bantuan medis, lakukan kompresi dada yang biasa di kenal RJP Resusitasi
Jantung Paru-paru atau disebut Cardio Pulmonary Resutation (CPR).
Melakukan RJP yang benar adalah dengan meletakkan korban pada
permukaan datar dan keras. Adapun langkah-langkah dalam melakukan RJP
pada korban dewasa adalah berlutut di samping korban, menaruh kedua
tangan ke dada korban, menekan dada korban dengan kedua tangan
perlahan-lahan, berikan 30 kali kompresi dada, lakukan dengan cepat dan
pertahankan kecepatannya, berikan kompresi dengan kedalaman 2 inchi (5
cm).
4) Airway (Jalan Nafas)
Setelah melakukan 30 kompresi, buka jalan nafas korban dengan metode
Head-tilt chin-lift. Tujuannya adalah untuk membuka jalan nafas korban
yang tersumbat oleh lidah yang tertarik ke tenggorokan sehingga menutupi
jalan nafas. Cara melakukan metodeHead-tilt chin-lift yaitu:
Meletakan tangan ke dekat dahi korban
Menekan dahi ke bawah sambil mengangkat dagu sampai keatas hingga
mulut korban terbuka.
5) Breathing (Bernafas)
Setelah jalan nafas terbuka,ju lanjutkan dengan pemberian 2 kali nafas
bantuan dari mulut ke mulut. Perhatikan membusungnya dada korban untuk
memastikan Volume tidal. Volume tidal adalah jumlah udara yang dihirup
dan dihembuskan setiap kali bernafas, dimana volume tidal normal sesorang
adalah 350-400ml.
5. Breathing atau memberikan nafas buatan merupakan salah satu prosedur dalam
Bantuan Hidup Dasar (BHD). Sebutkan dan jelaskan 4 teknik breathing dalam
BHD
a) Pernafasan Buatan Mulut ke Mulut
Nafas buatan mulut ke mulut adalah cara yang paling sederhana, cepat
meskipun menggunakan udara ekhalasi penolong dengan kadar oksigen
sekitar 16% saja.
caranya :
Pertahankan head thilt chin lift
Jepit hidung dengan ibu jari dan telunjuk dengan tangan yang melakukan
head thilt
Buka sedikit mulut pasien
Tarik nafas panjang dan tempelkan rapat bibir penolong melingkari mulut
pasien, kemudian tiupkan lambat, setiap tiupan selama 2 detik dan pastikan
sampai daa terangkat.
Tetap pertahankan head thilt chin lift, lepaskan mulut penolong dari mulut
pasien, lihat apakah dada pasien turun waktu ekshalasi.

b) Pernafasan Buatan Mulut Ke Hidung


Nafas buatan ini dilakukan bila pernafasan mulut ke mulut sulit
misalkan karena trismus, caranya adalah katupkan mulut pasien disertai
chin lift, kemudian tiupkan udara seperti pernafasan mulut ke mulut. Buka
mulut pasa waktu ekshalasi.
c) Pernafasan Buatan Mulut Ke Sungkup
Penolong meniupkan udara melalui sungkup yang diletakan diatas
dan melingkupi mulut serta hidung pasien. Sungkup ini terbuat dari plastik
transparan sehingga muntahan dan warna bibir pasien dapat terlihat.
caranya :
 letakkan pasien pada posisi terlentang
 letakkan sungkup pada muka pasien dan dipegang dengan kedua ibu jari
 lakukan head thilt chin lift/jaw thrust, tekan sungkup kemuka pasien
agar rapat kemudian tiup melalui lubang sungkup sampai dada terangkat
 hentikan tiupan dan amati turunnya dada.
d) Pernafasan Dengan kantung Nafas Buatan
Alat kantung nafas terdiri dari kantung dan katup satu arah yang
menempel pada sungkup muka. Volume dari kantung nafas ini 1600 ml.
Alat ini bisa digunakan untuk memberikan nafas buatan dengan atau
disambungkan dengan sumber oksigen. Bila disambungkan ke oksigen
dengan kecepatan aliran 12 liter per menit (ini dapat memberikan
konsentrasi oksigen yang diinspirasi sebesar 7,40%), maka penolong hanya
memompa sebesar 400-600 ml (6-7ml/kg) dalam 1-2 detik ke pasien, bila
tanpa oksigen dipompakan 10 ml/kg berat badan pasien dalam 2 detik.
Caranya dengan menempatkan tangan untuk membuka jalan nafas dan
meletakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C Clamp, yaitu ibu
jari dan jari telunjuk penolong membentuk huruf "C" dan mempertahankan
sungkup dimuka pasien. Jari-jari ketiga, empat dan lima membentuk huruf
"E" dengan meletakkannya dibawah rahang bawah untuk mengangkat dagu
dan rahang bawah, tindakan ini akan mengangkat lidah dari belakang faring
danmembukajalannafas.
6. Karena kebanyakan reaksi anafilaksis berat telah dihubungkan dengan adanya
antibodi anti Ig-A yang berkembang pada pasien dengan defisiensi IgA. Pasien
seperti ini mungkin belum pernah ditransfusi dan gejala akan terjadi segera
setelah transfusi plasma yang mengandung IgA dalam produk darah apapun.
Bagaimanapun, telah dikenali antigen lain yang bertanggung jawab untuk reaksi
ini, begitu banyak alergen yang potensial. Karena trombosit terkandung dalam
Plasma

Anda mungkin juga menyukai