Anda di halaman 1dari 12

I

IlilfflilsHli
pusi-UMnsfiaaiN INFORMASI KEM ENTEF^N
KE sEanmmi

tu-zerkulosis
Qv
rr

TEMUKAN
OBATISAMPAISEMBUH

IA iJN1L®JL'USADATIN
PendahuluaniBBBBBIIBIIB^HBIIIIHHiailBIBHIMMIBIMM
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menularyang disebabkan bakteri Mycobacterium
tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak
diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga
kematian. TB diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi, namun kemajuan
dalam penemuan dan pengendalian penyakit TB baru terjadidalam 2 abadterakhir.

Kemajuan pengendalian TB di dunia pada awalnya terkesan lambat. Pada 1882 Robert Koch
berhasil mengidentifikasi Mycobacterium tuberculosis. Pada 1906 vaksin BCG berhasil ditemukan.
Lama sesudah itu, mulai ditemukan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pada 1943 Streptomisin
ditetapkan sebagai anti TB pertama yang efektif. Setelah itu ditemukan Thiacetazone dan Asam
Para-aminosalisilat (PAS). Pada 1951 ditemukan Isoniazid (Isonicotinic Acid Hydrazide; INH), diikuti
dengan penemuan Pirazinamid (1952), Cycloserine (1952), Ethionamide (1956), Rifampicin (1957),
dan Ethambutol (1962). Namun kemajuan pengobatan TB mendapat tantangan dengan
bermunculannya strain M. tuberculosis yang resisten terhadap OAT. Epidemi HIV AIDS yang terjadi
sejak tahun 1980-an semakin memperberat kondisi epidemi TB. Pada akhirtahun 1980-an dan awal
1990-an mulai dilaporkan adanya resistensi terhadap OAT.

Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda
namun masih terbatas pada kelompoktertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi
melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian TB dilakukan
secara nasional melalui Puskesmas. Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai
menerapkan strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (Directly Observed
Treatment Short-course, DOTS) yang dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun
2000strategi DOTSdilaksanakan secara Nasionaldiseluruh Fasyankesterutama Puskesmas
yangdiintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

Sasaran strategi nasional pengendalian TB hingga 2014 mengacu pada rencana strategis
Kementerian Kesehatan 2009-2014 yaitu menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk
menjadi 224 per 100.000 penduduk. Saat ini diperkirakan ada 1 dari setiap 3 kasus TB yang masih
belum terdeteksi oleh program.

TB Resisten
TB Resistan Obat adalah keadaan dimana kuman M. tuberculosis sudah tidak dapat lagi dibunuh
dengan salah satu atau lebih obat anti TB (OAT). Pada tahun 2013 WHO memperkirakan di
Indonesia terdapat 6.800 kasus baru TB dengan Multi Drug Resistance (TB MDR) setiap tahun.
Diperkirakan 2%dari kasus TB baru dan 12% dari kasus TB pengobatan ulang merupakan kasus TB
MDR. Diperkirakan pula lebih dari 55 % pasien Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR TB) belum
terdiagnosis atau mendapat pengobatan dengan baikdan benar.

Pencatatan dan Pelaporan Kasus Tuberkulosis^mtm^


TB merupakan salah satu penyakit menular yang wajib dilaporkan. Setiap fasilitas kesehatan yang
memberikan pelayanan TB wajib mencatat dan melaporkan kasus TB yang ditemukan dan atau
diobati sesuai dengan format pencatatan dan pelaporan yang ditentukan. Pencatatan dan pelaporan
dilakukan mulai dari fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas, Dokter Praktek Swasta,
Klinik, Rumah Sakit, dst) dilaporkan secara berjenjang ke tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai
ke pusat. Pencatatan TB menggunakan formulir standar secara manual didukung dengan sistem
informasi secara elektronik, sedangkan pelaporan TB menggunakan sistem informasi elektronik
yang disebut Sistem Informasi TB Terpadu (SITT) yang berbasis web dan terintegrasidengan sistem
informasi kesehatan secara Nasional.

I
Keberhasilan Program PengendalianTuberkulosis^^^^^^^^^^^^
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat keberhasilan program
pengendalian TB, yang terutama adalah indikator penemuan kasus, indikator pengobatan dan angka
keberhasilan pengobatan TB. Dalam rangka memperingati Hari TB Sedunia, Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan melakukan analisis data TB yang dipublikasi dalam bentuk
InfodatinTuberkulosis.

Berikut ini dibahas beberapa capaian indikator yang dipilih untuk menggambarkan keberhasilan
program pengendalian TB yaitu Case Detection Rate (CDR), Case Notification Rate (CN R), Proporsi
Pasien TB Anak, Angka Keberhasilan Pengobatan TB, dan Proporsi Pengobatan Pasien TB RR/TB
MDR.
Grafik 1. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate; CDR) Indonesia, 2012-
2014

61% 60%;

46%;

Th 2012 Th 2013 Th 2014


Sumber: P2-PL, Laporan TB07 per 14 Februari 2015

Case Detection Rate adalah persentase pasien baru TB Paru BTA positif yang ditemukan dibanding
jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang diperkirakan ada dalam suatu wilayah. Saat ini indikator
CDR masih digunakan untuk menggambarkan cakupan penemuan pasien baru TB Paru BTA Positif
di level nasional yang berguna untuk mengevaluasi pencapaian MDGs 2015 untuk Program
Pengendalian TB. Setelah Tahun 2015, indikator CDR tidak akan digunakan lagi dan diganti dengan
Case Notification Rate (CNR) sebagai indikator yang menggambarkan cakupan penemuan pasien
TB.

Grafik1 memperlihatkan Angka penemuan kasus baruTB secara nasional mengalami penurunan
dalam tiga tahunterakhir. Tahun 2012 CDR 61%,turun menjadi 60% (2013) dan 46% (2014).

Grafik 2. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate; CNR)Semua Kasus TB,
Indonesia, 1999- 2014
135>
131
125 129'
119
138: 135;
127
102 122
83
74

43
40

jC jC jC jC jC .£ jC
?8 c lilt
Sumber: P2-PL, Laporan TB07 per 14Februari 2015

I;
■£
£ jC jC jC -C jC: -£

2
Case Notification Rate adalah angka yang menunjukkanjumlah seluruh pasien TB yang ditemukan
dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah. Angka CNR berguna untuk menunjukkan
kecenderungan peningkatan atau penurunan penemuan pasien TB di suatu wilayah. Grafik 2
menunjukkan CNR semua kasus TB di tingkat nasional sejak 1999 cenderung meningkat, namun
CNR mengalami stagnansi dalam4tahun terakhir (2011 - 2014).

Grafik 3. Case Notification Rate (CNR) Semua Kasus TB, Antar Provinsi, 2014

2
§
2
s

2 3 S S § 3 asgssjSssas si a
8 3 :
sa

o < < < 12.!


"1! |S
■i^i
Sumber: P2-PL, LaporanTB07 per 14 Februari 2015

Grafik 3 menunjukkan CNR semua kasus TB yang terendah di Provinsi DI Yogyakarta (74
kasus/100.000 penduduk). Apabila pada tahun 2014 jumlah penduduk DIY sebanyak 3.679.200 jiwa,
makadapatdikatakan pada tahun 2014 telah ditemukan 2.722 kasus TBdi Provinsi DIY. CDR tertinggi
di Provinsi Papua (302 kasus/100.000 penduduk) atau dapat dikatakan telah ditemukan 9.511 kasusTB
di Provinsi Papua pada tahun 2014.

Tinggi-rendahnya angka CNR di suatu wilayah selain dipengaruhi oleh upaya penemuan kasus
(case finding) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kinerja sistem pencatatan dan
pelaporan di wilayah tersebut, jumlah fasyankes yang terlibat layanan DOTS, dan banyaknya pasien
TB yang tidakterlaporkan oleh fasyankes.

Grafik 4. Hubungan CNR Semua KasusTB, Proporsi Rumah Berlokasididaerah Kumuh, dan
Jumlah Kasus HIV dan AIDS, Antar Provinsi, 2014

2541

112

141

82 118
A

\
* /4 Hi
/4 147
156
/sN81 Jh43 2*7281
106 s a *
H Tl" 1
38 Vl«9

i
///////

5
-Jumlah infeksi HIVTh 2013 Kasus AIDS Kumulatif 1987-2013;:

-Proporsi Rumah Berlokasi di Daerah Kumuh Th 2013 -CNRTB Semua Kasus Th 2013

Sumber: P2-PL, Pusat Data dan Informasi, 2014

5
Tuberkulosis sering dihubungkan dengan lingkungan yang kumuh dan beberapa penyakit lain
seperti HIV dan AIDS. Grafik4 memperlihatkan hubungan antara kasusTB, lokasi rumah di daerah
kumuh, dan jumlahkasus HIV AIDS antarprovinsi padatahun 2013. Nampakadanya peningkatan
Kasus TB seiring dengan peningkatan Kasus HIV dan AIDS dan sejalan pula dengan tingginya
Proporsi Rumah Berlokasi di Daerah Kumuh, seperti di Provinsi Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Papua.

Grafik 5. Proporsi Pasien TB Anak di Antara Seluruh Pasien TB:


a*
3

*
S

£
S$£

2 2 ! : < t £ Z -
li
i fl= fit! aa i1 gi
2
I
3
fiy
..Mil
Sumber: P2-PL, Laporan TB07 per 14 Februari 2015

Grafik 5 memperlihatkan proporsi (dalam %) pasien TB anak (0-14tahun) yang diobati di antara
seluruh pasien TB yang diobati, antar provinsi. Nampak proporsi pasien TB Anak terendah di
Provinsi Sulawesi Tenggara (1%) dan tertinggi di provinsi Jawa Barat (14%). Rendahnya angka
pasien TB Anak di suatu wilayah belum tentu menggambarkan kondisi yang sebenarnya, hal ini
bisa disebabkan adanya fasyankes yang belum berani mendiagnosisTB pada anak atau kesalahan
dalam SOP diagnosisTB Anak.

Angka Pasien TB Anak diharapkan berkisar 8 -12% pada wilayah dimana seluruh kasus TB Anak
ternotifikasi. Bila kondisi pencatatan dan pelaporan berjalan dengan baik, angka ini dapat
menggambarkan over atau under diagnosis, serta tinggi-rendahnya angka penularan TB pada anak.
Bila angka indikator ini kurang dari atau melebihi kisaran yang diharapkan, maka perlu
dilakukanevaluasiterhadapprosedurdiagnosisTBAnakdifasyankes.
Grafik 6. Angka Keberhasilan Pengobatan TB {Treatment Success Rate; TSR); Antar Provinsi:2013

**
s SSM
£
£* S

$*

< tS , ≤3 _
5
3 <
2 23 2<3
“9
z<
3
^2

4
2 8
Sumber: P2-PL, Laporan TB07 per 14 Februari 2015

5
Angka Keberhasilan Pengobatan adalah angkayang menunjukkan persentase pasien baru TB Paru
terkonfirmasi bakteriologis yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun
pengobatan lengkap) di antara pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis yang tercatat.
Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka
pengobatan lengkap.

Grafik 6 memperlihatkan angka TSR terendah di Provinsi papua (24%) dan tertinggi di Provinsi
Gorontalo (96%). Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB, di
luarfaktor kinerja pencatatan dan pelaporan data TB.

Tinggi-rendahnya TSR dipengaruhi oleh beberapafaktor, antara lain:


1. Faktor pasien: pasien tidak patuh minum obat anti TB (OAT), pasien pindah fasyankes, dan
TB-nya termasukyang resisten terhadap OAT.
2. Faktor PengawasMenelanObat(PMO): PMOtidakada, PMOadatapikurangmemantau.
3. Faktor obat: suplai OAT terganggu sehingga pasien menunda atau tidak meneruskan minum
obat, dan kualitas OAT menurun karena penyimpanan tidak sesuai standar.

Grafik 7. Penemuan Kasus TB RR / TB MDR, Indonesia tahun 2009 - 2014

5:
i Suspekyangdlperiksa ■ Konfirm TB RR/TB MDR ■ Enroll pengobatan

Sumber: P2-PL, eTB Manager per 20Januari 2015

TB RR adalah TB yang resistan terhadap OAT Rifampisin dengan atau tanpa resistean terhadap
OAT jenis lainnya. Grafik 7 memperlihatkan kasus TB RR/TB MDR di Indonesia cenderung
meningkat sejak 2009 sampai 2014.

Ada beberapa faktor penyebab kasus TB RR / TB MDR terus meningkat, antara lain fasilitas
pelayanan pengobatan TB belum merata di 34 provinsi, belum tersedianya dan belum meratanya

g
2$a
Th 2009
s
12 11l
Th 2010 Th 2011
I- Th 2012 Th 2013 Th 2014 Total

Rumah Sakit rujukan TB M DR dan Rumah Sakit satelit yang melayani rujukan kasus TB M DR, serta
belum semua Rumah sakit punya program Directly Observed Treatment, Short-course (DOTS) yang
bagus. Dari sisi pasien, kasus TB RR / TB MDR terjadi karena rendahnya kepatuhan minum obat
yang sering disebabkan adanya efek samping obat.

6
Gambar 1. Fasilitas Pelayanan TBMDRdi Indonesia sampai i Desember 2014
Sumber: P2-PL, per 14 Februari 2015

V
? A Z .0
%

"
V •T
v ,

:'V
V
i
p5> ■V.* ^

Sampai akhir 2014telah tersedia 28Rumahsakit rujukan TB MDR yang tersebar di 26 provinsi, 10
Rumah Sakit sub rujukan yang tersebar di 7 provinsi, 777 fasyankes satelit di 24 provinsi. Saat ini
semua Provinsi sudah dilatih Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis (MTPTRO).

-^Alur Diagnosis dan Tindak lanjut TB Paru pada Pasien Dewasa (tanpa
kecurigaan/bukti: hasil tes HIV (+) atau terdugai TB Resisten Obat)

[I tout ImUul 12 mu
---------- 1
]
SI'S ■ ■ ]
tnidtoiHint.

liiUkb.mfowut j

( lidA«t.p«fcy )<—{ Att t o wQAT1 |

[ hrola. Mini.uUnfc SK' | [' rnb ilun

i: -)*

rrm»fiku4n In
Ccp-tB.aUn
u IS!
01 [ Rujufc k->j**.Rujuh*n.|.n,L»<«isnjut )»►

Fa'° l«Ai wmiiAwwi


Vrl IB.

X'
1 p«fU*4i«|iM MtM*

j[ -y“yas***- ] I tOhyr- JM|


')

L
— i—
TB
l r u B t p i i r mi r n r ; - r n l
------------------ | ---------------------
I
i
I
1

l l
H (i KOLABORASI MCIATAN TB HIV

Dimodifikasi dari: Treatment of Tuberculosis, Guidelinesfor National Programme, WHO, 2003

7
Keterangan:
1. Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat dalam rekam medis
sebagai data dasar kondisi pasien. Untuk fasilitas kesehatan yang memiliki alat
tes cepat, tetap dilakukan pemeriksaan mikroskopis langsung untuk terduga TB
tanpa kecurigaan/bukti HIV maupun resistensi OAT.
2. Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan tes cepat dan biakan. Untuk pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan
hanya dengan mengirimkan contoh uji.
3. Sebaiknya pembacaan hasil foto toraksdilakukan oleh seorang ahli radiologi.
4. Pemberian antibiotika (AB) non OATyangtidak memberikan efek pengobatan TB
termasukgolongan Kuinolon.
5. Untuk memastikan diagnosis TB.
6. Dilakukan Tes HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling
(TIPK).
7. Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan asesmen
lanjutanolehdokteruntukfaktor-faktoryangbisamengarahkeTB.

Catatan: ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Agar tidak terjadi over diagnosis atau under diagnosis yang dapat merugikan
pasien serta gugatan hukum yang tidak perlu, pertimbangan dokter untuk
menetapkan dan memberikan pengobatan didasarkan pada:
a. Keluhan, gejala dan kondisi klinisyang sangat kuat mendukungTB.
b. Kondisi pasien perlu segera diberikan pengobatan, misal: pada
MeningitisTB,TBmilier, pasien ko-infeksiTB/H IV, dsb.
c. Sebaiknya tindakan medis yang diberikan dikukuhkan dengan
persetujuan tertulis pasien atau pihak yang diberikan kuasa (informed
consent).
2. Semua terduga pasien TB dengan gejala batuk harus diberikan edukasi tentang
PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) untuk menurunkan risiko penularan.

Anda mungkin juga menyukai