Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KEBIJAKAN SUMBERDAYA IKAN

“Pengelolaan sumberdaya ikan lema (Ratrelliger kanagurta) yang berbasis kearifan


lokal di Kampung Warsamdin dan Lopintol, Distrik Teluk Mayalibit, Provinsi Papua
Barat”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kebijakan sumberdaya ikan

Dosen Pengampu :Sulastri Arsad, SPi., MSi.,MSc.

Disusun Oleh :

1. Cahyo Kartiko (165080100111010)

2. Hilda Trianty (165080101111032)

3. Naura Khansa A. (165080101111044)

4. Zerra Anggia Devanty F. (165080101111066)

PROGAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

MALANG

2019
1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan Sumberdaya Ikan terkait dengan Kelestarian Sumberdaya Perikanan,

maka semua kebijakan yang diterapkan jangka waktu yang relatif lama. Ketentuan umum

Undang-Undang No. 9 tahun 1985 tentang perikanan bahwa pengelolaan sumberdaya

perikanan adalah semua upaya termasuk kebijakan dan non kebijakan yang bertujuan agar

sumberdaya itu dapat dimanfaatkan secara optimal dan berlangsung secara terus-menerus.

Sumberdaya perikanan sebagai usaha milik bersama (Common Property) memungkinkan

masuknya nelayan baru ke wilayah areal penangkapan ikan akan membuat intensitas

penangkapan akan bertambah (Hendrik, 2010).

Potensi perikanan yang sangat besar tersebut dapat memberikan manfaat yang

maksimal secara berkelanjutan bagi negara dan masyarakat Indonesia, bila dikelola dengan

baik dan bertanggungjawab. Hal tersebut juga telah diamanatkan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia (UU RI) Nomor 45 tahun 2009 pasal 6 ayat yang menegaskan bahwa

pengelolaan perikanan ditujukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan berkelanjutan,

serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan. Sebagai gambaran pada perikanan

tangkap, beberapa contohnya adalah: 1) masih maraknya aktivitas IUU fishing; 2) gejala

lebih tangkap atau overfishing di beberapa perairan pantai Indonesia, akibat pemanfaatan

sumber daya ikan yang umumnya masih bersifat open acces dan belum melaksanakan

limited entry secara penuh; 3) masih terdapat penggunaan alat penangkapan ikan yang

bersifat destruktif; dan 4) system pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan yang masih

lemah dan belum efektif.

Pola kearifan lokal umumnya menempatkan kapasitas budaya, sistem pengetahuan

dan teknologi, religi, tradisi dan modal sosial( etika dan kearifan lingkungan, norma-norma,

dan institusi hukum) sebagai sesuatu yang penting dalam rangka memanfaatkan

sumberdaya. Kapasitas budaya tersebut yang digunakan untuk menyeimbangkan antara


pemanfaatan dan penangkapan dan potensi yang diperkirakan. Konsep tersebut

sebenarnya tujuan keberlanjutan dan kelestarian sebagai pertimbangan penting bagi

masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumberdaya (Sulaiman, 2010).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara Pengelolaan ikan Lema (Ratrelliger Kangurta) di kampung

Warsamdin dan Lopintol?

2. Bagaimana Strategi dan kebijakan Pengelolaan berbasis lokal lobe berdasarkan

aspek ekologi?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui cara pengelolaan ikan Lema (Ratrelliger Kangurta) di kampung

Warsamdin dan Lopinto

2. Untuk mengetahui Strategi dan kebijakan Pengelolaan berbasis lokal lobe

berdasarkan aspek ekologi


2. Pembahasan

2.1 Pengelolaan ikan Lema ((Ratrelliger kanagurta)

Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi

kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab

berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Fajarini, 2014). Konsep kearifan

lokal adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang

telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat

dan lingkungannya (Mumfangati, 2004).

Masyarakat di Kampung Warsamdin dan Kampung Lopintol, misalnya memiliki kearifan lobe

dalam mengelola sumberdaya ikan lema dengan mengatur pola pemanfaatan serta tidak

merusak ekosistem perairan pantai melalui pola pendekatan religius yang mereka anut.

a. Lobe

Lobe artinya adalah menangkap ikan dengan menggunakan bantuan cahaya lampu

pada malam hari. Kegiatan ini telah lama dilakukan oleh masyarakat yang mendiami pesisir

Teluk Mayalibit terutama masyarakat Kampung Warsamdin dan Lopintol untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk dijual ke masyarakat sekitar teluk terutama untuk

memenuhi permintaan masyarakat di Kabupaten Waisai. Masyarakat setempat mulai

mengadakan uji coba penangkapan untuk memperoleh hasil tangkapan yang optimal;

kemudian mereka mendiskusikan bersama-sama bagaimana caranya menangkap ikan lema

secara efektif dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

b. Sasi

Sasi atau penutupan musim panen dikenal masyarakat pada kedua kampung

tersebut; yaitu sasi darat dan sasi laut. Sasi darat adalah larangan panen buah-buahan

seperti langsat, cimpedak,mangga dan durian. Sedangkan sasi laut adalah larangan

menangkap ikan lema, teripang (Holoturidae sp), udang (Panilurus sp) dan siput laut (kerang

mutiara). Penetapan dilakukan sasi apabila produksi ikan lema mengalami penurunan hasil
tangkapan. Dalam kehidupan bermasyarakat di kedua kampung ada adat istiadat yang

masih berlangsung; pada saat musim paceklik diadakan upacara adat dan masyarakat

diwajibkan membawa nasi, kakes (kapur, siri dan pinang) dan rokok. Pengelolaan ikan lema

ditetapkan melalui musyawarah bersama dan diperoleh kesepakatan bersama yang

dituangkan dalam Peraturan Kampung No. 1 Tahun 2013 tentang tata cara pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya ikan lema.

 Proses penangkapan ikan lema ini mengikuti tahapan sebagai berikut:

1. Tahap persiapan Pada tahap ini, nelayan sekitar pukul 17.00 mempersiapkan

segala perlengkapan seperti: alat tangkap serok, tali temali, lampu petromaks, dayung

dan bekal.

2. Tahapan menuju daerah penangkapan ikan (fishing ground)

Setelah segala perlengkapan operasi sudah siap diatur di atas perahu, lampu

petromaks dinyalakan, kemudian nelayan bergerak ke daerah penangkapan.

3. Setibanya di lokasi penangkapan, perahu mengapung/menghanyut sampai ikan\

berkumpul di bawah cahaya lampu.

4. Pada saat gerombolan ikan telah cukup berkumpul, maka lampu petromaks diberi

sarung agar ikan lebih terkonsentrasi dibawah lampu.

5. Apabila terlihat ikan bermain atau muncul di depan perahu, maka kurung-kurung

didorong ke depan agar cahaya lampu lebih terang dan siap ikan digiring ketempat

penangkapan.

6. Setelah ikan cukup terkonsentrasi dan tenang, maka nelayan mengerakan perahu

perlahan-lahan menuju labuhan sebagai tempat pengambilan hasil tangkapan.

2.2 Strategi dan Kebijakan

Penurunan stok sumberdaya perikanan membawa implikasi serius bagi kehidupan

manusia saat ini dan yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukannya upaya strategi dan

kebijakan pengelolaan yang secara alami tersedia dalam bentuk kearifan masyarakat

setempat. Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Warsamdin dan
Lopintol, melalui musyawarah bersama diperoleh kesepakatan yang dituangkan dalam

Peraturan Kampung No. 1 Tahun 2013 yang mengatur tentang tata cara pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya ikan lema. Pemilihan kearifan masyarakat didasarkan pada

kenyataan bahwa saat ini upaya pengelolaan lingkungan dengan berbagai instrumen dan

teknologi, tidak saja diperhadapkan pada mahalnya instrumen dan teknologi tersebut, tetapi

terdapat kendala pada aplikasi yang tidak sesuai dengan budaya masyarkat maupun

kemampuan masyarakat yang sangat terbatas untuk mengaplikasikannya. Menurut

Widarmanto (2018), prospek kearifan lokal di masa depan sangat dipengaruhi oleh

pengetahuan masyarakat serta berbegaia kebijakan pemerintah yang berkaitan langsung

dengan pengelolan sumberdaya alam dan lingkungan.

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 pasal 70 ayat 1 tentang kelautan, masyarakat

memiliki peran dalam melestarikan budaya dan wawasan bahari serta merevitalisasi hukum

adat dan kearifan lokal untuk melindungi sumbedaya dan lingkungan dibidang kelautan

termasuk sumberdaya ikan serta potensi lainnya. Salah satu strategi dan kebijakan yang

dilakukan oleh masyarakat di Kampung Warsamdin dan Lopintol, Distrik Teluk Mayalibit

dalam mengelola sumberdaya ikan lema ( Ratrelliger kanagurta) berdasarkan aspek ekolgis

adalah sebagi berikut:

a. Menetapkan Sasi Laut (lobe) sebagai uapaya menjaga keberlanjutan stok ikan lema

Penetapan sasi dilakukan apabila ikan lema mengalami penurunan hasil

tangakapan. Pengelolaan ikan lema Kampung Warsamdin dan Lopintol bekerjasama

dengan Conservation International Indonesia (CII), menetapkan bahwa pada bulan

September, Oktober dan November diberlakukannya penutupan musim penangkapan.

Selain itu ada juga sasi yang berlaku pada setiap minggu berjalan yaitu, malam Jumat dan

malam Minggu, hal ini untuk menghargai pemeluk yang beragama Islam maupun Kristen.

b. Menjadikan Labuhan (Gato) sebagai cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan

Labuhan adalah tempat penggiringan akhir ikan untuk ditangkap dengan serok. Gato

ini biasanya dibuat di daerah pantai yang agak terjal, dengan susunan batu membentuk

kolam kecil yang terbuka pada salah satu sisinya.Tempat penampungan berupa kolam kecil
yang dibuat dengan susunan batu di tepi pantai yang fungsinya menampung ikan hasil

tangkapan sementara agar kualitas ikan dapat dipertahankan

Selama penelitian dilakukan 14 kali operasi penangkapan ikan lema dengan total

hasil tangkapan sebanyak 12.516 ekor. Hasil terbanyak pada trip ke 9, kemudian diikuti oleh

trip ke 7 dan trip ke 6.

Komposisi ukuran panjang ikan kembung yang tertangkap berkisar antara 20–23,9

cm. Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung di Laut Jawa dan perairan India

dicapai pada panjang cagak 19,2 cm untuk jantan dan 20,4 cm untuk betina. Jadi ikan

kembung (lema) yang ditangkap oleh nelayan Warsamdin dan Lopintol adalah ikan yang

diduga sudah pernah melakukan pemijahan minimal satu kali dan bahkan sudah yang

kedua kalinya. Sehingga dari sisi pengelolaan dan keberlanjutan perikanan lobe merupakan

salah satu sebagai perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.


3. Penutup

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketentuan umum Undang-Undang No. 9 tahun 1985 tentang perikanan bahwa

pengelolaan sumberdaya perikanan adalah semua upaya termasuk kebijakan dan

non kebijakan yang bertujuan agar sumberdaya itu dapat dimanfaatkan secara

optimal dan berlangsung secara terus-menerus.

2. Kearifan lokal masyarakat Kampung Warsamdin dan Lopintol merupakan

pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang

berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai

masalah dalam pemenuhan kebutuhan.

3. Jumlah goto yang ada di Kampung Warsamdin sebanyak 24 buah, sedangkan di

Kampung Lopintol sebanyak 44 buah. Jenis goto yang berhasil diidentifikasi, yaitu

goto batu sebanyak 14 buah, goto kayu sebanyak 6 buah, dan goto papan

sebanyak 4 buah.

4. Sebanyak 280 ekor sampel yang diperoleh 4 kelas panjang baku (FL) yang

dominasi oleh kelas panjang 23,0–23,9 cm sebanyak 109 ekor (39,93%), dan

kisaran panjang 21,0–21,9 cm sebanyak 103 ekor (37,73%). ukuran ikan lema yang

tertangkap sudah pernah melakukan satu kali reproduksi dan bahkan sudah yang

kedua kalinya.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan

lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –

sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.


Daftar Pustaka
Fajarini, U. 2014. Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter. Sosio Didaktika. 1(2).

Hendrik. 2010. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Tingkat Ekploitasi (kajian terhadap

Danau Pulau Besar dan Danau Bawah Zamrud Kabupaten Siak Provindi Riau).

Jurnal Perikanan dan Kelautan. 15(2): 121-131.

Mumfangati,T.D.2004. Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora

Jawa Tengah. Yogyakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Najamudin, W., E.Reppie dan L. Manoppo. 2015. Pengelolaan sumberdaya ikan lema
(Ratrelliger kanagurta) yang berbasis kearifan lokal di Kampung Warsamdin dan
Lopintol, Distrik Teluk Mayalibit, Provinsi Papua Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Perikanan Tangkap. 2(1):28-32.
Republik Indonesia. 2004. UU No 32 Tahun 2004 tentang Kelautan.

Sulaiman. 2010. Kebijakan Pengelolaan Perikanan Berbasis Kearifan Lokal Di Aceh. Jurnal

Kearifan Lokal dan Pengelolaan Sumberdaya . 40(13): 176-195.

Widarmanto, N. 2018. Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Sabda.


13(1):18-26.
Lampiran

Gambar 1. Jurnal yang di Acu

Anda mungkin juga menyukai