Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN TUGAS BESAR

REKAYASA PONDASI LANJUT

PERBAIKAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN METODE DYNAMIC


COMPACTION

Dosen:

Fatin Adriati

Disusun Oleh:

Aditya Putra Hariawan 1162004034

Azhar Chikal Rahayu 1162004027

Novitryawati Adis Pratiwi MS 1162004039

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS BAKRIE

2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang

Perkembangan ilmu geoteknik terus berlanjut seiring dengan bertambahnya


permasalahan yang timbul dalam bidang teknik sipil, salah satu permasalahan
dalam bidang teknik sipil adalah kondisi daya dukung tanah alami yang kurang
baik. Daya dukung tanah sangat berperan penting dalam berdirinya suatu
konstruksi, maka dari itu untuk meningkatkan/ memperbaiki kondisi tanah
memerlukan metode yang tepat. Jaman dahulu, tanah jelek sangat dihindari dalam
pembangunan konstruksi sehingga solusi yang biasa dipakai adalah pondasi dalam.

Pada saat ini banyak jenis metode perbaikan tanah, salah satunya adalah
Dynamic Compaction (DC). Metode ini ditemukan oleh Menard (france 1960),
dengan metode ini bisa menghemat biaya karena mensubstitusikan penggunaan pile
menjadi pondasi dangkal. Sehingga beban konstruksi yang telah direncanakan dapat
diterima dengan kapasitas daya dukung tanah.

Cara kerja metode DC yaitu dengan cara menjatuhkan pounder secara terus
menerus dengan ketinggian tertentu yang diilustrasikan pada gambar. 1. Pada
umumnya berat pounder berkisar 5.4 s.d. 27.2 ton dan tinggi jatuhnya berkisar 12.2
s.d. 30.5 meter. Jumlah tumbukan bisa satu atau beberapa kali dengan pola jatuh
pounder membentuk grid. Energi tumbukan yang dihasilkan merupakan fungsi dari
berat pounder, tinggi jatuh, jarak tumbukan dan jumlah tumbukan. Sebelum tanah
dasar dapat digunakan, cekungan yang diakibatkan tumbukan pouder harus
diratakan menggunakan dozer atau diisi dengan tanah granular.

Gambar. 1. Ilustrasi proses mejatuhkan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah
2.1.1. Definisi Tanah

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk
yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air,
udara, dan macam - macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah
mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil
pelapukan (Dokuchaev 1870).

Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-horison,
atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai hasil dari
suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi energi dan
materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu
lingkungan alam (Soil Survey Staff, 1999).

Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-


mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan
zat air dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat
tersebut (Das, 1995).

Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah merupakan campuran


partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis unsur- unsur sebagai
berikut :

a. Berangkal (Boulder) adalah potongan batuan batu besar, biasanya lebih


besar dari 200-300 mm dan untuk kisaran ukuran-ukuran 150-250 mm, batuan
ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).
b. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm – 5 mm, yang
berkisar dari kasar (3 mm – 5 mm) sampai halus (< 1 mm).
c. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm –0,074 mm.
d. Lempung (clay) adalah partikel yang berukuran lebih dari 0,002 mm, partikel
ini merupakan sumber utama dari kohesi dari tanah yang kohesif.
e. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam, berukuran lebih dari 0,01
mm.

2.1.2. Klasifikasi Tanah

Agar dapat membedakan secara rinci mengenai jenis – jenis tanah yang ada
di alam semesta ini, perlu adanya suatu sistem yang dibuat untuk mengatur,
membagi dan menggolongkan tanah yang berbeda – beda tetapi mempunyai
sifat-sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan subkelompok berdasarkan
klasifikasi tertentu kedalam sebuah data dasar.

Maksud dilakukannya klasifikasi tanah secara umum adalah


pengelompokan berbagai jenis tanah dalam kelompok yang sesuai dengan sifat
teknik dan karakteristiknya (Shirley. L.H, 2000).

Sistem klasifikasi tanah sendiri adalah suatu sistem pengaturan beberapa


jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang sama kedalam kelompok-
kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaian (Das, 1995).

Sistem klasifikasi tanah yang dikembangkan untuk tujuan rekayasa


umumnya didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti gradasi
butiran tanah dan nilai-nilai batas Atterberg sebagai petunjuk kondisi plastisitas
tanah, hal ini dikarenakan tanah tidak tersementasi, sehingga partikel-partikel tanah
mudah untuk dipisah-pisahkan.
Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem
Internasional

No. Nama Ukuran Butiran (mm)


1. Pasir kasar 2,0 – 0,63
2. Pasir medium 0,63 – 0,20
3. Pasir halus 0,20 – 0,063
Debu kasar 0,063 – 0,020
Debu medium 0,020 – 0,0063
4. Debu halus 0,0063 - 0,0020
Lempung/liat kasar 0,002 - 0,00063
Lempung/liat medium 0,0063 - 0,0002
5. Lempung/liat halus < 0,0002

a. Sistem Klasifikasi Tanah Metode AASHTO (American Association Of State


Highway and Transportation Official) Classification
Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Hoentogler dan Terzaghi,
yang akhirnya diambil oleh Bureau Of Public Roads. Pengklasifikasian
sistem ini berdasarkan kriteria ukuran butir dan plastisitas. Maka dalam
mengklasifikasikan tanah membutuhkan pengujian analisis ukuran butiran,
pengujian batas cair dan batas palstis.

Sistem klasifikasi AASHTO bermanfaat untuk menentukan kualitas


tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar
(subgrade). Karena sistem ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut,
maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan
terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok
utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam
A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir di mana 35% atau kurang dari
jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana lebih dari
35% butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam
kelompok A-4, A-5, A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai
dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem
klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini:
1) Ukuran Butir
 Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 inchi) dan
yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).
 Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada
ayakan No. 200 (0,075 mm).
 Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.
2) Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai
bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastis indeks
plastisnya 11 atau lebih.
3) Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam contoh
tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut
harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan yang
dileluarkan tersebut harus dicatat.
4) Apabila sistem klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasikan tanah,
maka data dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam
Tabel 1 dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan
angka - angka yang sesuai.
Tabel 2. Klasifikasi Tanah untuk Lapisan Tanah Dasar Jalan Raya (AASHTO)
Tanah berbutir Tanah lanau - lempung
Klasifikasi Umum (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah (lebih dari 35% dari seluruh contoh
lolos ayakan No. 200) tanah lolos ayakan No. 200)
A-1 A-2 A-7
Klasifikasi Kelompok A-3 A-4 A-5 A-6 A-7-5*
A-1a A-1b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-7-6**
Analisis ayakan
(% lolos)
No. 10 Maks 50 --- --- --- --- --- --- --- --- --- ---
No. 40 Maks 30 Maks 50 Min 51 --- --- --- --- --- --- --- ---
No. 200 Maks 15 Maks 25 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36
Sifat fraksi yang lolos
ayakan No. 40 --- --- Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41
Batas Cair (LL) Indek Maks 6 NP Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11
Plastisitas (PI)
Tipe material yang Batu pecah, kerikil Pasir Kerikil dan pasir yang berlanau atau Tanah berlanau Tanah berlempung
paling dominan dan pasir halus berlempung
Penilaian sebagai bahan Baik sekali sampai baik Biasa sampai jelek
tanah dasar
Keterangan : * Untuk A-7-5, PI ≤ LL – 30
** Untuk A-7-6, PI > LL – 30
Sumber : Das, 1995.
b. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/ USCS).

Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan
selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR)
dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American
Society for Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai
metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang,
sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam
USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu:

1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan
pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 <
50). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah
berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy
soil).
2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos
saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M untuk lanau
inorganik (inorganic silt), atau C untuk lempung inorganik (inorganic clay),
atau O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut
(peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi.
Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W - untuk gradasi baik
(well graded), P - gradasi buruk (poorly graded), L - plastisitas rendah (low
plasticity) dan H - plastisitas tinggi (high plasticity).
Adapun menurut Bowles (1991) kelompok-kelompok tanah utama pada sistem
klasifikasi Unified diperlihatkan pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Bowles, 1991)

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks


Gradasi baik W
Kerikil G Gradasi buruk P
Berlanau M
Pasir S Berlempung C
Lanau M
Lempung C wL < 50% L
Organik O wL > 50% H
Gambut Pt

Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan sebaiknya


dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna di samping
untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin perlu ditambahkan, juga
sebagai pelengkap klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak terjadi
kesalahan tabel.

Keterangan :

W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).


Tabel 4. Sistem Klasifikasi Unified

Simbol
Divisi utama Nama umum
kelompok
Kerikil bergradasi-baik dan campuran

(hanya kerikil)
Kerikil bersih
GW kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus

Pasir≥ 50% fraksi kasar


Kerikil bergradasi-buruk dan campuran

lolos saringan No. 4


GP kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-
GM
lanau

Butiran
dengan
Kerikil
Kerikil berlempung, campuran kerikil-

halus
GC
pasir-lempung
Tanah berbutir kasar≥ 50% butiran

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil,


SW sedikit atau sama sekali tidak mengandung
(hanya pasir)

butiran halus
Pasir bersih
tertahan saringan No. 200

Kerikil 50%≥ fraksi kasar


tertahan saringan No. 4

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil,


SP sedikit atau sama sekali tidak mengandung
butiran halus
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
dengan
butiran

Pasir berlempung, campuran pasir-


SC
halus
Pasir

lempung

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk


ML batuan, pasir halus berlanau atau
berlempung
Lanau dan lempung

Lempung anorganik dengan plastisitas


batas cair ≤ 50%

rendah sampai dengan sedang lempung


CL
50% atau lebih lolos ayakan No. 200

berkerikil, lempung berlanau, lempung


berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau-organik dan lempung berlanau
OL
organik dengan plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir halus
Tanah berbutir halus

MH diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang


Lanau dan lempung

elastis
batas cair ≥ 50%

Lempung anorganik dengan plastisitas


CH
tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)
Lempung organik dengan plastisitas
OH
sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain


PT
organik sangat tinggi dengan kandungan organik tinggi
Tabel 4. Sistem Klasifikasi Unified (Lanjutan)

Kriteria klasifikasi
Cu = D60 / D10 > 4
(D 30) 2
Cc = antara 1 dan 3

5 - 12 % lolos saringan No. 200 Batasan klasifikasi


D10 xD60

SP Lebih dari 12 % lolos saringan No. 200 GM, GC, SM,


Kurang dari 5 % lolos saringan No. 200 GM, GP, SW,
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
Batas-batas Atterberg di bawah
Klasifikasi berdasarkan persentase butiran halus

garis A atau PI < 4 Bila batas Atterberg berada


didaerah arsir dari diagram
plastisitas, maka dipakai
Batas-batas Atterberg di atas
double simbol
garis A atau PI > 7
yang mempunyai simbol double

Cu = D60 / D10 > 6


(D 30) 2
Cc = antara 1 dan 3
D10 xD60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
Batas-batas Atterberg di bawah
garis A atau PI < 4 Bila batas Atterberg berada
didaerah arsir dari diagram
plastisitas, maka dipakai
Batas-batas Atterberg di bawah double simbol
garis A atau PI > 7
SC

Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis
A CL-ML
20

4 ML ML atau OH

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batas Cair (%)

Garis A : PI = 0.73 (LL-20)

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat dalam


ASTM designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.


2.1.3. Sifat Fisik Tanah

Sifat- sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak
penggunaan tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas penyimpanan
air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal
ini berlaku apakah tanah ini akan digunakan sebagai bahan struktural dalam
pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung, atau untuk
sistem pembuangan limbah.

Untuk mendapatkan sifat-sifat fisik tanah, ada beberapa ketentuan yang harus
diketahui terlebih dahulu, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kadar Air
Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung
dalam tanah dengan berat kering tanah yang dinyatakan dalam persen.
2) Berat Jenis
Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui berat jenis tanahnya
dengan cara menentukan berat jenis yang lolos saringan No.
200 menggunakan labu ukur.
3) Batas Atterberg
Batas Atterberg adalah batas konsistensi dimana keadaan tanah melewati
keadaan lainnya dan terdiri atas batas cair, batas plastis dan indek plastisitas.
a) Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak mendapat gangguan
dari luar. (Scott.C.R, 1994). Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan
mengetahui batas cair suatu tanah, tujuannya adalah untuk menentukan kadar air
suatu jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.
b) Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat dibentuk
secara plastis, maksudnya tanah dapat digulung-gulung sepanjang 3 mm.
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan
batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Cara kerja batas-batas
Atterberg menggunakan standar ASTM D-4318, yaitu :
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji.
2. Plastis Indek (PI) dengan rumus PI = LL – PL.
4) Analisa Saringan
Tujuan dari analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran
tanah. Caranya dapat dilakukan dengan pengayakan, setelah itu material organik
dibersihkan dari sampel tanah, lalu berat sampel tanah yang tertahan di setiap
ayakan dicatat. Tujuan akhir dari analisanya adalah memberikan nama dan
mengklasifikasikannya, sehingga dapat diketahui sifat-sifatnya.
2.1.4. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah adalah suatu proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah


dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan
tanah dan mempertahankan kekuatan geser. Adapun tujuan stabilisasi tanah adalah
untuk mengikat dan menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk
struktur jalan atau pondasi jalan yang padat. Sifat – sifat tanah yang telah diperbaiki
dengan cara stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan atau daya
dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.

Teknologi stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam


penggolongan utama, yaitu :

1. Physio - Mechanical
Pemadatan langsung dengan alat pemadat maupun aplikasi teknologi
seperti cakar ayam, tiang pancang dan geomembran atau geotextile.

2. Granulometric
Pencampuran tanah asli dengan tanah lain yang mempunyai sifat dan
karakteristik yang lebih baik lalu dipadatkan dengan alat pemadat.
3. Physio – Chemical
Pencampuran tanah asli dengan semen, kapur ataupun aspal sebagai
bahan pengikat-partikel tanah.
4. Electro – Chemical
Ionisasi partikel tanah dengan mencampurkan bahan kimia tertentu
contohnya ISS 2500, yang bertujuan untuk merubah sifat-sifat buruk tanah,
seperti kembang susut menjadi tanah yg mudah dipadatkan dan stabil secara
permanen.
Pada umumnya cara yang digunakan untuk menstabilisasi tanah terdiri
dari salah satu atau kombinasi dari pekerjaan-pekerjaan berikut (Bowles, 1991)
:
1) Mekanis, yaitu pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis seperti
mesin gilas (roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,
tekstur, pembekuan, pemanasan dan sebagainya.
2) Bahan Pencampur (Additive), yaitu penambahan kerikil untuk tanah kohesif,
lempung untuk tanah berbutir, dan pencampur kimiawi seperti semen,
gamping, abu batubara, gamping dan/atau semen, semen aspal, sodium dan
kalsium klorida, limbah pabrik kertas dan lain-lainnya.
Metode atau cara memperbaiki sifat – sifat tanah ini juga sangat bergantung
pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses
perbaikan sifat – sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan
waktu untuk zat kimia yang ada didalam additive untuk bereaksi
2.2. Pemadatan Tanah
2.2.1. Dasar Teori Pemadatan Tanah

Pada pemadatan timbunan tanah untuk jalan raya, dam tanah, dan banyak
struktur teknik lainnya, tanah yang lepas haruslah dipadatkan untuk meningkatkan
berat volumenya. Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan
tanah, sehingga denagn demikian meningkatkan daya dukung pondasi diatasnya.
Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak
diinginkan dan meningkatkan kemampatan lereng timbunan.

2.2.2. Pemadatan dan Prinsip-prinsip Umum

Tingkat pemadatan tanah di ukur dari berat volume kering tanah yang
dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air
tersebut akan berfungsi sebagia unsur pembasah pada partikel-partikel tanah.
Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik
bila kadar air dalam tanah meningkat. Pada saat kadar air w = 0, berat volume basah
dari tanah adalah sama dengan berat volume keringnya.

Bila kadar airnya ditingkatkan terus secara bertahap pada usaha pemadatan
yang sama, maka berat dari jumlah bahan padat dalam tanah persatuan volume juga
meningkat secar bertahap pula. Berat volume kering dari tanah pada kadar air dapat
dinyatakan:

Setelah mencapai kadar air tertentu w = w2, adanya penambahan kadar air
justru cenderung menurunkan berat volume kering dari tanah. Hal ini disebabkan
karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang
sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah. Kadar air dimana
harga berat volume kering maksimum tanah dicapai tersebut kadar air optimim.

Percobaan-percobaan di laboratorium yang umum dilakukan untuk


mendapatkan berat volume kering maksimum dan kadar air optimum adalah proctor
compaction (uji pemadatan Proctor).
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemadatan
1. Tebal Lapisan yang dipadatkan
Untuk mendapatkan suatu kepadatan tertentu makin tebal lapisan yang akan
dipadatkan, maka diperlukan alat pemadat yang makin berat. Untuk mencapai
kepadatan tertentu maka pemadatan harus dilaksanakan lapis demi lapis
bergantung dari jenis tanah dan alat pemadat yang dipakai, misalnya untuk tanah
lempung tebal lapisan 15 cm, sedangkan pasir dapat mencapai 40 cm.
2. Kadar Air Tanah
Bila kadar air tanah rendah, tanah tersebut sukar dipadatkan, jika kadar air
dinaikkan dengan menambah air, air tersebut seolah-olah sebagai pelumas antara
butiran tanah sehingga mudah dipadatkan tetapi bila kadar air terlalu tinggi
kepadatannya akan menurun. Jadi untuk memperoleh kepadatan maximum,
diperlukan kadar air yang optimum. Untuk mengetahui kadar air optimum dan
kepadatan kering maximum diadakan percobaan pemadatan dilaboratorium yang
dikenal dengan :
 Standard Proctor Compaction Test; dan
 Modified Compaction Test
3. Alat Pemadat
Pemilihan alat pemadat disesuaikan dengan kepadatan yang akan dicapai.
Pada pelaksanaan dilapangan, tenaga pemadat tersebut diukur dalam jumlah
lintasan alat pemadat dan berat alat pemadat itu sendiri. Alat pemadat maupun
tanah yang akan dipadatkan bermacam- macan jenisnya, untuk itu pemilihan alat
pemadat harus disesuaikan dengan jenis tanah yang akan dipadatkan agar tujuan
pemadatan dapat tercapai.
2.2.4. Spesifikasi Pemadatan Tanah di Lapangan

Tujuan pemadatan adalah untuk memperoleh stabilitas tanah dan


memperbaiki sifat-sifat teknisnya. Olehkarna itu, sifat teknis timbunan sangat
penting di perhatikan, tidak hanya kadar air dan berat volume keringnya.Terdapat
dua kategori spesifikasi untuk pekerjaan tanah :

1. Spesifikasi hasil akhir dari pemadatan


2. Spesifikasi untuk cara pemadatan
Untuk spesifikasi hasil akhir, kepadatan relative atau persen kepadatan
tertentu dispsifikasikan (Kepadatan Relatif : adalah nilai banding dari berat volume
kering dilapangan dengan berat volume kering maksimum dilaboratorium menurut
percobaan standar, seperti Percobaan Standar Proctor atau Modifikasi Proctor).
Dalam spesifikasi hasil akhir ( Banyak digunakanpada proek-proyek jalan raya dan
pondasi bangunan).

Perlu diingat bahwa memadatkan tanah pada sisi basah


optimum(wet side of optimum), umumnya menghasilkan kuat geser tanah hasil
pemadatan lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar air pada sisi kering optimum
(dry side of optimum), Sifat-sifat tanah yang lain seperti permeabilitas dan potensi
kembang susut juga dipengaruhi oleh kadar air saat pemadatan. Karena itu, selain
persen kepadatan ditentukan, rentang kadar air tanah yang akan dipadatkan sebaiknya
juga ditentukan.

Untuk spesifikasi cara pemadatan, macam dan berat mesin pemadat, jumlah
lintasan serta ketebalan setiap lapisan juga ditentukan. Hal ini banyak dipakai untuk
proyek pengerjaan tanah yang besar seperti bendungan.

2.2.5. Pemadatan Tanah di Lapangan

Hampir semua pemadatan di lapangan dilakukan dengan penggilas.


Jenis penggilas yang umum digunakan adalah:

1. Penggilas besi berpermukaan halus


Penggilas besi berpermukaan halus cocok untuk meratakan
permukaan tanah dasar dan untuk pekerjaan penggilasan akhir pada
timbunan tanah pasir atau lempung. Penggilas ban-karet dalam banyak hal
lebih baik daripada penggilas besi bermukaan halus.
2. Penggilas ban-karet (angin)
Penggilas ban-karet pada dasarnya merupakan sebuah kereta
bermuatan berat dan beroda karet yang tersusun dalam beberapa baris yang
berjarak dekat.
3. Penggilas kaki kambing
Penggilas kaki kambing adalah berupa selinder yang mempunyai
banyak kai-kaki yang menjulur ke luar dari drum. Alat ini sangat efektif untuk
memadatkan tanah lempung.
4. Penggilas getar
Penggilas getar sangat berfaedah untuk pemadatan tanah berbutir
(pasir, kerikil, dan sebaginya) alat getas apa saja dipasangkan pada penggilas
besi permukaan halus, penggilas ban- karet, atau pada penggilas kaki kambing
untuk menghasilkan getaran pada tanah.
2.3. Penentuan Berat Volume Akibat Pemadatan di Lapangan

Pada waktu pekerjaan pemadatan berlangsung, tentunya perlu diketahui


apakah berat volume yang ditentukan dalam spesifikasi dapat dicapai atau
tidak. Prosedur standar untuk menentukan berat volume dilapangan akibat
pemadatan adalah:

1. Metode Kerucut Pasir


2. Metode Balon Karet
3. Penggunaan Alat Ukur Kepadatan Nuklir

Kerucut pasir terdiri atas sebuah botol plastik atau kaca dengan
sebuah kerucut logam dipasang diatasnya. Botol plastik dan kerucut ini diisi
dengan pasir ottawa kering bergradasi buruk. Di lapangan, sebuah lubang kecil digali
pada permukaan tanah yang telah dipadatkan. Bila berat tanah basah yang digali dari
lubang tersebut dapat ditentkan dan kadar air dari tanah galian itu juga
diketahui. Setelah lubang tersebut digali, kerucut dengan botol berisi pasir
diletakkan di atas lubang itu.Pasirnya dibiarkan mengalir keluar dari botol mengisi
seluruh lubang dan kerucut. Sesudah itu, berat dari tabung, kerucut, dan sisa
pasir dalam botol ditimbang. Jadi,

𝑤5 = 𝑤1 − 𝑤4

Dimana:

Ws = berat dari pasiryang mengisi lubang dan krucut volume dari lubang yang
digali dapat ditentukan sebagai berikut:
Dimana:

Wc = berat pasir yang mengisi kerucut saja

= berat volume kering dari pasir Ottawa

Harga-harga Wc dan ᵧd(pasir) ditentukan dengan kalibrasi yang


dilakukan dilaboratorium. Jadi berat volume kering hasil pemadatan
dilapangan sekarang dapat sitentukan sebagai berikut:

Prosedur pelaksanaan metode balon karet sama dengan metode kerucut pasir,
yaitu sebuah lubang uji digali dan tanah asli diambil dari lubang tersebut dan
ditimbang beratnya. Tetapi volume lubang ditentukan dengan memasang balon karet
yang berisi air pada lubang tersebut. Air ini berasal dari suatu bejana yang sudah
terkalibrasi , sehingga volume air yang mengisi lubang ( sama dengan volume lubang
) dapat langsung dibaca. Berat volume kering dari tanah yang dipadatkan dapat
ditentukan dengan persamaan diatas.

Alat ukur pemadatan nuklir sekarang telah digunakan pada beberapa untuk
menentukan berat volume kering dari tanah yang dipadatkan. Alat ini dapat
dioprasikan didalam sebuah lubang galian atau permukaan tanah. Alat ini dapat
mengukur berat tanah basah persatuan volumedan juga berat air yang ada pada suatu
satuan volume tanah.Berat volume kering dari tanah dapat ditentukan dengan cara
mengurangi berat basah tanah dengan cara mengutangi berat basah tanah dengan
barat air per satuan volume tanah.

2.4. Macam-Macam Metode Pemadatan Tanah

Dalam praktek usaha perbaikan tanah sering dijumpai dari cara yang
tradisional sampai cara yang modern. Kedua cara tersebut dapat diterima tetapi secara
ekonomi pada prinsipnya adalah stabilitas tanah ini untuk mencari alternatif
perbaikan tanah yang termurah dan berkonsidi cukup stabil. Hampir selalu usaha
perbaikan tanah menjadi mahal karena menyangkut perbaikan tanah dalam volume
yang sangat besar.

Ada beberapa metode perbaikan tanah dibahas secara ilmiah yaitu :


2.4.1. Perbaikan Tanah Secara Mekanis/Energi

Perbaikan secara mekanis adalah metode perbaikan yang sering digunakan


dalam usaha-usaha perbaikan tanah. Perbaikan secara mekanis ini merupakan
perbaikan tanah dengan usaha pemaksan terhadap perubahan masa tanah.

Secara alamiah tanpa disadari sering melakukan perbaikan tanah secara


tradisonal dengan menumbuk/memadatkan tanah secara rutin, misalnya terhadap
beban lalulintas, kereta api, bangunan- bangunan, akan menimbulkan pemadatan
tanah yang berujung pada perbaikan secara tidak langsung yang akhirnya tanah
tersebut menjadi lebih kuat.

Beberapa metode perbaikan tanah secara mekanis :

a. Metode Gilasan
Perbaikan tanah dengan gilasan diutamakan untuk tanah yang berkohesif.
Model perbaikan tanah dengan gilasan diutamakan untuk tanah yang berkohesif.
Cara kerjanya adalah butiran tanah ditekan secara langsung sehingga
orientasinya berubah dan memaksa rongga udara dalam tanah berkurang.
Peralatan lapangan yang dipakai untuk perbaikan dengan tipe gilasan yang
banyak dalam praktek adalah:
 Steel whell roller
 Roda ban pneumatic : alat berat gilasan/berode angina dengan berat kotor w
= 13 ton dst.
 Roda baja bergigi : alat berat gilas dengan berat kotor w =8,10 dan 12 ton
b. Metode Tumbukan
Perbaikan tanah dengan tumbukan dilakukan secara dinamis untuk lapisan
permukaan dan lapisan dalam tanah. Cara tumbukan ini juga disebut tipe
kompaksi. Tumbukan dengan berat khusus dan getar yang bekerja simultan
dinamakan tumbukan dinamis atau dynamic consolidation. Cara ini diutamakan
untuk tanah yang berbutir agar kasar, sangat tebal lapisannya dan basah,
misalnya pada suatu deposit pasir atau tanah berpasir. Prinsip cara kerja
pemadatan dengan tumbukan adalah pemadatan secara paksa dimana akan
terjadi pemampatan seketika. Caranya adalah dengan menjatuhkan beban seberat
3 sampai 20 ton dari ketinggian 4 sampai 20 m. Sehingga energi yang besar
memaksa terjadinya kepadatan langsung. Beban dapat dibuat dari baja atau
beton bertulang yang dikatrol dengan mekanisme khusus sehingga
mampubekerja efisien dan cepat.
c. Metode Getaran
Metoda tekanan, tumbukan dan getaran seringdisebut metoda energi yang
mana pada prinsipnya akan mendorong udara dan air tanah serta rongga tanah
akan mampat dan rongga tersebut akan mengecil atau bahkan hilang. Proses
pemampatan tanah juga merubah orientasi butir menjadi tersusun. Besar energi
yang timbul akan tergantung pada besar beban dan besar usaha dari alat yang
digunakan dan tentu disesuaikan dengan kebutuhan dalam praktek.
2.4.2. Perbaikan Tanah dengan Cara Perkuatan

Beberapa metode perbaikan dengan cara perkuatan sebagai berikut :


a. Pemasangan Vertical Drain

Tanah lempung lunak jenuh adalah tanah dengan rongga kapiler yang sangat
kecil sehingga proses konsolidasi saat tanah dibebani memerlukan waktu
cukup lama, sehingga untuk mengeluarkan air dari tanah secara cepat adalah
dengan mebuat vertical drain pada radius tertentu sehingga air yang terkandung
dalam tanah akan termobilisasi keluar melalui vertical drain yang telah terpasang.
Vertical drain ini dapat berupa stone column atau menggunakan material
fabricated lainnya. Pekerjaan vertical drain ini biasanya dikombinasikan dengan
pekerjaan pre-load berupa timbunan tanah, dengan maksud memberikan beban
pada tanah sehingga air yang terkandung dalam tanah bisa termobilisasi dengan
lebih cepat.

b. Sand Compaction Pile (SCP)

Perkuatan Sand Compaction Pile (SCP) merupakan perkuatan yang


mengandalkan dan menggabungkan sistem pemadatan serta drainase untuk
mendapatkan kekuatan tanah yang optimal. Perkuatan jenis ini dapat
diaplikasikan dalam berbagai jenis tanah, dari tanah jenis lempung sampai tanah
pasir. Pada tanah pasir metode SCP dapat digunakan sebagai metode untuk
mencegah terjadinya liquefaction. Metode ini telah terbukti dalam mencegah
terjadinya liquefaction pada saat gempa (Hiroki Kinoshita, 2012) Metode Sand
Compaction Pile menggunakan vibro-hammer yang menggunakan teknik vibrasi
untuk memadatkan pasir pada tanah. Alat yang digunakan biasanya terdiri dari
mesin pemancang SCP yang akan digunakan sebagai basis dari alat tersebut, dan
alat yand dapat menjadi pengangkut dan pemancang yang memiliki mesin rotari
atau hidrolik untuk menggerakan casing cetakan pasir. Casing cetakan memiliki
diameter 400-500 mm yang dapat menghasilkan SCP padat dengan diameter
700 mm.

c. Menggunakan Cerucuk Bambu atau Corduroy

Prinsip kerjanya sebelum dilakukan penimbunan terlebih dahulu


memasang bantalan baik yang terbuat dari bambu (cerucuk) atau dari kayu
gelondongan (corduroy) sehingga saat tanah dihampar tidak bercampur dengan
tanah asli dibawahnya dan tanah timbunan tersebut membentuk satu kesatuan
yang mengapung diatas tanah aslinya semacam ponton yang mengapung diatas
air. Biasanya digunakan kayu bakau, terutama pada tanah lunak. Metode ini
sebagai perkuatan yang termurah. Sistem ini lebih sesuai untuk tanah yang selalu
basah atau muka air selalu dipermukaan, misal pada proyek didaerah pantai.
Jenis kayu bakau setempat yang kuat dan bulat diameter sekitar 5 sampai 10 cm
dengan panjang 2 samapi 5 meter. Pemancangan tiang cerucuk secara manual
biasanya.

d. Metode Perbaikan Tanah dengan Geosintetik

Metode perbaikan dengan cara ini adalah metode perbaikan tanah dengan
menggunakan material buatan berupa polymer sintesis jenis- jenisnya adalah
sebagai berikut :

 Geotekstil
 Geomembrane
 Geogrid
 Geonet
 Geomat
 Geosynthetic Clay Liner Atau GCL
 Geopipe
 Geocomposit dan
 Geocell
2.5. Pemadatan Tanah dan Alat-alat yang Digunakan

Pemilihan alat pemadat disesuaikan dengan kepadatan yang akan


dicapai. Pada pelaksanaan dilapangan, tenaga pemadat tersebut diukur dalam jumlah
lintasan alat pemadat dan berat alat pemadat itu sendiri. Alat pemadat maupun tanah
yang akan dipadatkan bermacam-macan jenisnya, untuk itu pemilihan alat pemadat
harus disesuaikan dengan jenis tanah yang akan dipadatkan agar tujuan pemadatan
dapat tercapai.

Macam-macam peralatan yang dipergunakan sehubungan dengan pekerjaan


pemadatan lapis pondasi jalan umumnya ada dua jenis yaitu yang dilaksanakan secara
mekanik darl manual dimana keduanya diuraikan sebagai berikut :

A. Peralatan Mekanik
Jenis peralatan ini digerakkan oleh tenaga mesin sehingga pekerjaan
pemadatan dapat dilaksanakan lebih cepat dan lebih baik.
Adapun macam-macam / type dari alat ini adalah sebagai berikut :
1. Three Wheel Roller
Penggilas type ini juga sering disebut penggilas Mac Adam, karena jenis ini
sering dipergunakan dalam usaha-usaha pemadatan material berbutir kasar.
Pemadat ini mempunyai 3 buah silinder baja, untuk menambah bobot dari
pemadat jenis ini maka roda silinder dapat diisi dengan zat cair (minyak/air)
ataupun pasir. Pada umunya berat penggilas ini berkisar antara 6 s/d 12 ton.
2. Tandem Roller
Penggunaan dari alat ini umumnya untuk mendapatkan permukaan yang agak
halus. Alat ini mempunyai 2 buah roda silinder baja dengan bobot 8 s/d 14 ton.
Penambahan bobot dapat dilakukan dengan menambahkan zat cair.
3. Pneumatik Tired Roller (PTR)

Roda-roda penggilas ini terdiri dari roda-roda ban karet. Susunan dari roda
muka dan belakang berselang-seling sehingga bagian dari roda yang tidak
tergilas oleh roda bagian muka akan tergilas oleh roda bagian belakang. Tekanan
yang diberikan roda terhadap permukaan tanah dapat diatur dengan cara
mengubah tekanan ban. PTR ini sesuai digunakan untuk pekerjaan penggilasan
bahan yang granular; juga baik digunakan pada tanah lempung dan pasir.

B. Peralatan Manual
Jenis peralatan ini digerakkan dengan tenaga manusia / hewan sehingga
pekerjaan pemadatan ditaksanakan lebih lambat dan hasil pemadatan kurang
memuaskan tetapi sangat berguna untuk pelaksanaan pemadatan didaerah
terpencil / pedesaan dimana sulit untuk mendatangkan peralatan pemadat
mekanik karena biaya yang mahal. Ada 2 jenis alat pemadat manual :
 Alat Pemadat Tangan Alat
Alat pemadat ini dibuat dari beton cor yang diberi tangkai untuk
menumbukkan beban tersebut ke tanah yang akan dipadatkan.
 Alat pemadat silinder beton
Alat ini berupa roda yang berbentuk silinder terbuat dari beton cor. Cara
melakukan pemadatannya adalah ditarik dengan hewan seperti kerbau atau
lembu dan dapat juga mempergunakan kendaraan bermotor sebagai penariknya.
2.6. Preleminary Design

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menentukan kesesuaian


penggunaan metode Dynamic Compaction.

A. Klasifikasi Tanah

Parameter tanah, ketebalan lapisan dan kedalaman tanah jelek harus diketahui
terlebih dahulu. Biasanya data tersebut didapatkan melalui analisa lapangan
dengan menggunakan Standard Penetration Test (SPT), Cone Penetration Test
(CPT), Pressuremeter Test (PMT), atau test lainnya.

Hasil dari test tersebut tanah dikelompokan menjadi 3 zona, yaitu :

 Zona 1 : Pervious Soils, tanah yang memiliki derajat kejenuhan


rendah dan permeablitas tinggi. Contoh untuk jenis tanah ini adalah pasir
dan kerikil.
 Zona 3 : Impervious Soils, tanah yang memiliki derajat kejenuhan
tinggi dan permeabilitas rendah. Contohnya tanah lempung.
 Zona 2 : Semi-Pervious Soils, tanah yang memiliki parameter anatara
zona 1 dan zona 2. Contoh untuk jenis tanah adalah lanau.
Pembagian zona tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar. 2. Pengelompokan zona tanah

Pada metode DC, zona 1 merupakan tanah yang paling direkomendasikan.


Sedangkan zona 3 tidak disarankan untuk metode ini, namun masih
memungkinkan apabila kadar air lebih kecil dari batas plastis, hal dapat dilakukan
dengan cara dewatering.

B. Pengendalian Dampak DC terhadap Lingkungan.

Pengendalian ini bertujuan untuk menentukan besarnya getaran atau


pergerakan tanah yang disebabkan DC terhadap lingkungan sekitar proyek.
Pengendalian ini sangat penting apabila DC dilaksanakan di daerah permukiman
dimana fasilitas umum berdekatan dengan area proyek.

C. Penentuan Desain

Jika ingin mengetahui besarnya settlement yang terjadi,maka settlement


sebelum dan sesudah DC harus diperhitungkan terlebih dahulu, kemudian
dibandingkan dengan settlement akibat timbunan atau bangunan konstruksi. Jika
settlement jauh lebih kecil dari kebutuhan maka diperlukan metode lain untuk
menghasilkan besar settlement yang diharapkan.
D. Estimasi Biaya

Besaran biaya dalam penggunaan metode DC didasarkan pada berat pounder


dan tinggi jatuh. Pounder ringan dengan tinggi jatuh rendah akan menghasilkan
pemilihan crane yang lebih kecil bila dibandingkan dengan pounder besar dan
tinggi jatuh yang tinggi.

2.7. Perencanaan Design

Berikut merupakan detail perencanaan yang harus disiapkan untuk metode


DC:

 Batasan area yang akan didapatkan


 Menentukan berat dan tinggi jatuh pounder
 Menentukan besaran energy untuk menghasilkan perbaikan tanah yang
diharapkan.
 Control kedalaman lubang akibat tumbukan pounder
 Stabilisasi permukaan tanah
A. Batasan area yang akan dipadatkan

Pemadatan dengan metode ini memerlukan luasan tambahan sebesar nilai


kedalaman rencana perbaikan (D) dari tepi luasan efektif pemadatan rencana.
Luasan tersebut difungsikan untuk memberikan nilai kepadatan tanah yang sama
antara bagian tepi dan tengah area pemadatan.

B. Menuntukan Berat dan Tinggi Jatuh Pounder

Hubungan antara berat dan tinggi jatuh pounder untuk menentukan


kedalaman rencana perbaikan dapat menggunakan rumus :

𝐷 = 𝑛(𝑊𝐻)0,5

Dimana :

D = Kedalaman rencana perbaikan (m)

W = Berat pounder (Ton)

H = Tinggi jatuh pounder (m)


n = Koefisien empiris (tabbel 1)

Tabel 1. Nilai n berdasarkan tipe tanah

Untuk menentukan berat dan tinggi jatuh pounder berdasarkan alat DC yang
tersedia dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3. Hubungan antara berat dan tinggi jatuh pounder.


C. Menentukan besaran energy untuk menghasilkan perbaikan tanah yang
diharapkan

Energy yang dihasilkan dari tumbukan pounder akan menyebabkan tanah


memadat. Besarnya energy yang diterima tanah, dapat dihitung dengan cara :

𝑁×𝑊×𝐻×𝑃
𝐴𝐸 =
𝐺𝑟𝑖𝑑𝑠𝑝𝑎𝑐𝑖𝑛𝑔2

Dimana :

AE = Besarnya energy

N = Jumlah tumbbukan pounder dalam satu titik (7 sampai


dengan 15)

W = Berat pounder

H = Tinggi jatuh pounder

P = Jumlah fase tumbukan

Grid Spacing = Jarak antar tumbukan (1,5 sampai dengan 2,5 diameter
pounder)

Besaran energi ditentukan berdasarkan zona tanah. Berikut merupakan tabel


nilai energi.

Tabel 2. Nilai n berdasarkan tipe tanah

Berdasarkan besaran jumlah energi dapat direncanakan pola penumbukan


yang akan dilakukan dilapangan. Dari persamaan (2) akan didapatkan jumlah
tumbukan (N) dan jumlah fase tumbukan (P). Apabila dalam perencanaan
diperoleh nilai 7<N>15 maka dibutuhkan modifikasi jarak antar tumbukan.
D. Control Kedalaman Lubang Akibat Tumbukan Pounder
1. Kontrol kedalaman lubang

Tumbukan pounder akan mengakibatkan lubang. Kedalaman lubang


yang dihasilkan dari tumbukan pounder akan bervariasi. Hal ini
mengakibatkan kedalaman perlu di control dengan batas kedalaman tidak
melebihi tinggi pounder ditambah 0,3 m. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menghindari :

 Tidak sampainya energy tumbukan sampai dengan kedalaman yang


diharapkan.
 Daya hisap tanah terhadap pounder saat pengangkatan kembali. Hal ini
dapat menyebabkan tegangan berlebih pada kabel.
 Dan lain-lain.

Apabila kedelaman lubang melebihi yang disyaratkan, berikut


merupakan hal-hal yang perlu dilakukan :

 Meratakan permukaan tanah sedalam elevasi muka tanah yang telah


dipadatkan dan dilakukan penumbukan kembali.
 Mengisi lubang dengan material yang lebih baik dan dilakukan
penumbukan kembali.
 Jika jumlah tumbukan yang direncakan tidak bisa diaplikasikan secara
keseluruhan di lapangan maka diperlukan penambahan jumlah fase.
Sebagai contoh jika direncanakan 12 kali tumbukan dengan satu fase,
namun dilapangan pada tumbukan ke enam sudah terbentuk lubang yang
melebihi syarat, maka perlu penambahan fase dengan jumlah tumbukan
sebanyak sisa dari total rencana.

2. Kontrol kedalaman lubang

Heave adalah naiknya permukaan tanah asli pada sisi lubang yang di
akibatkan tumbukan pounder seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Sketsa heave pada lubang akibat tumbukan

Apabila heave terjadi, maka tumbukan harus segera dihentikan karena


diasumsikan energi yang diterima tanah sudah mencapai optimum.

E. Stabilisasi Permukaan Tanah

Stabilisasi ini bertujuan agar alat berat yang beroperasi diarea kerja dapat
bermobilisasi dengan baik sehingga proses pelaksanaan menjadi efektif. Hal
ini dilakukan jika kondisi tanah asli terlalu lepas.
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1. Penyelidikan Tanah

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui data tanah awal dan


mengelompokannya sesuai zona. Test yang dilakukan berupa pengujian di
laboratorium dan lapangan. Pengujian dilapangan dapat menggunakan Standard
Penetration Test (SPT), Cone Penetration Test (CPT) dan Pressuremeter Test
(PMT).

3.2. Pemilihan Alat Berat

Pemilihan alat berat didasarkan oleh energi tumbukan yang dapat dihasilkan
dari alat berat. Besarnya energi tersebut ditentukan dari jenis alat berat, berat pounder
dan tinggi jatuh.

3.3. Analisa Dampak Lingkungan

Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar efek yang


diakibatkan oleh metode ini terhadap lingkungan sekitar. Apabila dampak yang di
akibatkan alat berat mengakibatkan kerusakan pada struktur sekitar, maka dampak
yang terjadi harus diperkecil dengan cara menurunkan kapasitas alat berat.

3.4. Pelaksanaan Pemadatan

Pemadatan dilaksanakan sesuai dengan spesifikasi rencana baik pola, berat


pounder dan tinggi jatuh.

3.5. Kontrol Daya Dukung

Setelah proses pemadatan selesai, perlu dilakukan control daya dukung


kembali menggunakan pengujian lapangan berupa Standard Penetration Test (SPT).
Apabila daya dukung rencana belum tercapai maka harus dilakukan pemadatan
kembali.
BAB IV

CONTOH PROYEK

4.1. Deskripsi Proyek

Carrefoursa Hypermarket merupakan salah satu proyek yang berlokasi di


Bursa, Turkey. Proyek ini terletak 5 km dari jalan utama Bursa menuju Izmir arah
barat. Pada proyek ini direncanakan akan dibangun area Hypermart, Trade Center,
lahan parkir dan blok pengembangan masa yang akan datang. Untuk
mempermudahkan dalam pelaksanaanya digunakan pengelompokan area, yaitu blok
A untuk hypermart, blok B untuk trade center dan lahan parkir, blok C untuk blok
pengembangan. Berikut merupakan layout proyek Carrefoursa Hypermarket.

Gambar 5. Layout Proyek Carrefoursa Hypermarket

Dari penelitian tanah lapangan, didapatkan tebal tanah yang akan diperbaiki
sebesar 14 m. Lapisan ini terdiri dari beberapa jenis tanah, diantaranya lempung, pasir
dan kerikil.

Untuk meningkatkan daya dukung tanah pada proyek ini, akan digunakan
perbaikan tanah. Metode yang akan digunakan berupa pemadatan dinamis dengan
menggunakan Dynamic Compaction.
4.2. Data Umum Proyek
 Metode perbaikan : Dynamic Compaction (DC)
 Pelaksana dan Pengawas : MENARD Soltraitement
 Pengawas : ZETAS Zemin Teknolojisi
 Investigasi Tanah : ZETAS Zemin Teknolojisi
 Total Luasan Proyek : ± 100.000 m2
 Luasan tanah yang dipadatkan sebesar 78.467 m2, dengan rincian :
o Blok A : 20433 m2
o Blok B : 48419 m2
o Blok C : 9615 m2
4.3. Data Teknis Proyek
 Data Tanah :
o N – SPT awal : 10
o Jenis Tanah : Granular (termasuk zona 1)
 Spesifikasi pounder :
o Berat Pounder : 18 sampai dengan 25 ton
o Tinggi Jatuh : 15 sampai dengan 25 m
4.4. Kesimpulan Proyek

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan sebelum dan sesudah dilakukannya


pemadatan dengan Dynamic Compaction terlihat peningkatan daya dukung tanah.
Hal ini menunjukan bahwa metode ini merupakan metode yang sangat ekonomis dan
efektif dalam perbaikan tanah granular pada proyek Carrefoursa Hypermarket.
Berikut merupakan hasil pengujian pressuremeter test (PMT) yang dilakukan.
Gambar 6. Grafik pressuremeter test (PMT).
BAB V

KESIMPULAN

Dynamic compaction berguna untuk meningkatkan daya dukung tanah.


Tanah granular merupakan tanah yang sangat cocok untuk dipadatkan menggunakan
metode ini bila dibandingkan dengan jenis tanah lainnya. Metode ini memadatkan
tanah dengan cara memberikan energi tertentu pada tanah. Dengan energi yang
dihasilkan, tanah dapat dipadatkan hingga mencapai kedalaman tertentu, sehingga
hal ini dapat mengefektifkan pekerjaan pemadatan terutama pada sisi waktu
pelaksanaan dan biaya.
DAFTAR PUSTAKA

Berlian, Welly Nawi, dkk. “Perbaikan Daya Dukung Tanah dengan Metoda
Dynamic Commpaction”. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
Emmitt, S. and Gorse, C. "Ground and soil stabilisation". Oxford, Blackwell,
2010
FHWA, “Dynamic Compaction Geotechnical Engineering Circular vol. 1,”
Federal Highway Administration, 1995
ISBN, “ A case study on soil improvement with heavy dynamic compaction,”
Prague.
Kumar, S. and Vijay, P.K., "Soil improvement Using Tamping - A Case History,"
Southern Illinois University, U.S.A, 2001
Menard, L., "Principle of the menard pressuremeter test," france, 1957
Putri, Olivia Prastika, dan Wahdaniah. 2014. “Pemadatan Tanah”. Fakultas
Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Malang.

Anda mungkin juga menyukai