Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Kebidanan Vokasional

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN BBLR DI RSKDIA SITI FATIMAH


MAKASSAR 2016
Rahmawati

STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Alamat korespondensi: Rahmaq320@gmail.com/085395118181

ABSTRAK

BBLR adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan bayi
yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian pada bayi dengan berat badan lahir rendah di
RSKDIA Siti Fatimah Makassar Tahun 2016. Penelitian yang digunakan adalah observasional analitik
dengan desain case control study dengan besar sampel 153 orang terdiri dari 51 kelompok kasus dan
102 kelompok kontrol dengan perbandingan 1:2, Analisis data yang digunakan adalah analisis,
univariat, bivariat dan multivariat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa stres berat berisiko 2 kali
mengalami kejadian BBLR (OR=2,034) secara bermakna dengan nilai p= 0,084. Terpapar asap rokok
berisiko 5 kali mengalami kejadian BBLR (OR=5,911) secara bermakna dengan nilai p=0,000. Ada
riwayat penyakit selama hamil berisiko 4 kali mengalami kejadian BBLR (OR=4,400) secara bermakna
dengan nilai p=0,000. KEK berisiko 19 kali mengalami kejadian BBLR (OR=19,855) secara bermakna
dengan nilai p=0,000. kurang memanfaatkan ANC 35 kali berisiko mengalami kejadian BBLR
(OR=35,567) secara bermakna dengan nilai p=0,000

Kata kunci: BBLR, Stres Kehamilan, Paparan Asap Rokok, Status Gizi, Pemanfaatan ANC.

PENDAHULUAN
BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.
Berat lahir rendah adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. World Health
Organization (WHO) sejak tahun 1961 menyatakan bahwa semua bayi baru lahir yang berat badannya
kurang atau sama dengan 2500 gram disebut low birth weight infant (bayi berat lahir rendah). Menurut
WHO BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Angka kematian bayi
menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena merupakan cerminan
dari status kesehatan anak saat ini. Secara statistik, angka kesakitan dan kematian pada nenonatus
di negara berkembang adalah tinggi, dengan penyebab utama adalah berkaitan dengan BBLR
(Puspitasari, 2011).
Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup jangka panjang yang
kurang baik. Apabila bayi berlangsung hidup lebih lama maka bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan
berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal. Selain
gangguan tumbuh kembang, individu dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk
terjadinya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40 tahun.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berat badan lahir, antara lain umur ibu, paritas,
tinggi badan ibu, jarak kelahiran, dan pekerjaan ibu. Kehamilan yang terjadi pada usia dibawah 20
tahun atau diatas 35 tahun memiliki kecenderungan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi yang adekuat
untuk pertumbuhan janin yang akan berdampak terhadap berat badan lahir bayi. Kejadian BBLR erat
kaitannya dengan status gizi.
Status gizi ibu hamil baik sebelum maupun selama hamil, dapat menggambarkan ketersediaan
zat gizi dalam tubuh ibu untuk mendukung pertumbuhan janin. Prediktor status gizi ibu selama hamil
dapat dilakukan dengan pengukuran lingkar lengan atas (LLA). Pengukuran LLA pada ibu hamil
berkaitan dengan kekurangan energi kronik (KEK). KEK merupakan masalah yang sering terjadi pada
ibu hamil. LLA < 23,5 cm harus mendapatkan penanganan agar tidak terjadi komplikasi pada janin. Gizi
kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu, seperti anemia, perdarahan
dan berat badan ibu tidak bertambah secara normal serta terkena penyakit infeksi. Ibu yang mengalami
KEK akan lebih berisiko melahirkan BBLR.
Faktor lain yang ikut berperan sebagai penyebab terjadinya BBLR, dimana salah satunya
adalah karena pengaruh dari paparan asap rokok. Paparan asap rokok selama kehamilan sangat
mempengaruhi perkembangan janin, karena kandungan nikotin dan karbon monoksida di dalam rokok

12
Jurnal Kebidanan Vokasional

dapat menghambat distribusi nutrisi pada janin. Bila janin dalam kandungan mengalami kekurangan
nutrisi maka berpengaruh terhadap kondisi pertumbuhan, perkembangan, dan berat badan lahir bayi
pada waktu persalinan (Proverawati, 2009).
Bila dilihat berdasarkan proporsi perokok di Indonesia, negara Indonesia merupakan negara
ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia, setelah Cina dan India. Saat ini diperkirakan
sebanyak 65 juta orang merokok setiap harinya di Indonesia (Riskesdas, 2010). Kenyataan ini
dipertegas oleh temuan Global Adult Tobacco Survey bahwa sebanyak 61,4 juta orang dewasa di
Indonesia sampai saat ini memiliki kebiasaan merokok, dimana 67,4% diantaranya adalah laki-laki.
Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
menyatakan bahwa saat ini jumlah perokok Indonesia sudah semakin meningkat, bahkan 12,7% telah
meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan perilaku merokok (Kartono, 2013).
Kehamilan membutuhkan pemeriksaan dan pemantauan yang bertujuan memberikan
pelayanan antenatal yang berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan yang bisa mengancam
jiwa ibu dan janinnya yaitu minimal empat kali selama hamil yaitu satu kali pada trimester pertama yaitu
sebelum 14 minggu, satu kali kunjungan selama trimester kedua yaitu antara minggu 14-28, dan dua
kali kunjungan selama trimester ketiga yaitu antara minggu 28-36 dan sesudah minggu ke 36
(Syaifudin, 2002). Penelitian di India oleh Valankar (2008), melaporkan bahwa kunjungan antenatal
yang kurang, ANC yang terlambat, kehamilan pada umur belasan dan sosial ekonomi yang rendah
memberi dampak yang besar terhadap BBLR.
Selain itu faktor lingkungan perinatal lainnya yang turut berpengaruh terhadap tumbuh
kembang janin adalah faktor stres ibu. Stres yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin. Penelitian Tiffani dkk (2009), membuktikan bahwa ibu hamil yang mengalami
tekanan selama kehamilannya memiliki kadar stres tinggi, aktifitas otak yang peka terhadap depresi,
serta sulit makan dan tidur akan mempengaruhi suplai oksigen ke janin dan ibu berisiko untuk
melahirkan BBLR.
Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang
berlangsung selama dalam kandungan. Saat ini Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masih tetap menjadi
masalah dunia khususnya di negara-negara berkembang. Lebih dari 20 juta bayi di dunia yaitu sebesar
15,5% dari seluruh kelahiran mengalami BBLR dan 95% diantaranya terjadi di negara-negara
berkembang. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat untuk masa mendatang. (Kawai et
al., 2010).
Target Millenium Development Goals sampai dengan tahun 2015 adalah mengurangi angka
kematian bayi dan balita sebesar dua per tiga dari tahun 1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran
hidup. Saat ini angka kematian bayi masih tinggi yaitu sebesar 67 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab
utama tingginya angka kematian bayi, khususnya pada masa perinatal adalah Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Bayi yang terlahir dengan BBLR berisiko kematian 35 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi yang berat badan lahirnya diatas 2500 gram. BBLR dapat berakibat jangka panjang
terhadap tumbuh kembang anak dan memiliki risiko penyakit jantung dan diabetes di masa yang akan
datang.
Statistik menunjukkan bahwa 90% dari kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Di
Indonesia sendiri 29% kematian bayi secara langsung dikarenakan BBLR (Aswita, 2010).
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2%.
Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI). Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih
besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat
2010 yakni maksimal 7%. Menurut SDKI 2002-2003, sekitar 57% kematian bayi terjadi pada bayi umur
dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh gangguan perinatal dan bayi berat lahir rendah.
Sementara laporan dari Dinas kesehatan Kabupaten/kota bahwa jumlah kematian bayi pada
tahun 2010 jumlah kematian bayi mengalami peningkatan sebesar 854 bayi atau 5,8 per 1000 kelahiran
hidup, sedangkan tahun 2011 jumlah kematian bayi mengalami peningkatan menjadi 868 bayi atau
5,90 per 1000 kelahiran hidup. Dari hasil pengumpulan data profil kesehatan tahun 2013 jumlah
kematian bayi menjadi 558 bayi atau 3,80 per 1000 kelahiran hidup maka masih perlu peran dari semua
pihak yang terkait dalam rangka penurunan angka tersebut sehingga target MDGs khususnya
penurunan angka kematian dapat tercapai. (profil kesehatan prov.sul-sel tahun 2014.hal.30).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Makassar, data yang diperoleh dari Bidang Bina Kesehatan
Masyarakat, jumlah bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mengalami peningkatan
selama 3 tahun terakhir yaitu tahun 2013 sebanyak 611 dari 24.576 bayi lahir hidup atau sekitar 2,48%
meningkat dari tahun 2012 sebanyak 473 dari 24.034 bayi lahir hidup atau sekitar 1,96%, meningkat

13
Jurnal Kebidanan Vokasional

dibandingkan tahun 2011 sebanyak 186 dari 26.129 bayi lahir hidup atau sekitar 0,71 %. Persentase
Bayi BBLR selama tiga tahun terakhir. (Profil Kesehatan Kota Makassar 2013, Hal 27)
Berdasarkan studi pendahuluan Di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar data yang
diperoleh dari Rekam Medik ibu yang melahirkan pada tahun 2014 secara normal sebanyak 2.650,
Seksio Cesaria sebanyak 625 orang, sedangkan pada tahun 2015 ibu yang melahirkan secara normal
menurun menjadi 2.269 orang, dan ibu yang melahirkan secara Seksio Cesaria meningkat menjadi 747
orang dimana bayi yang lahir BBLR pada tahun 2014 sebanyak 450 orang dan pada tahun 2015
meningkat menjadi 529 orang sedangkan pada tahun 2016 periode januari sampai maret jumlah bayi
yang lahir Berat badan normal sebanyak 585 orang bayi, dan 108 bayi yang lahir BBLR. Berdasarkan
hasil pengamatan di dapatkan informasi kasus Bayi BBLR yang 108 ada 7 orang bayi yang meninggal
dan yang mengalami komplikasi sebanyak 32 orang.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional, yaitu melakukan
pengamatan/pengukuran terhadap variabel subyek penelitian menurut keadaan alamiah, tanpa
melakukan manipulasi atau intervensi. Penelitian ini bersifat analitik yaitu berupaya mencari hubungan
antara variabel independent dan variabel dependent. Rancangan Penelitian yang digunakan adalah
rancangan penelitian kasus kontrol (Case Control) yaitu suatu penelitian yang menyangkut bagaimana
faktor risiko dipelajari.
Sampel adalah sebagian ibu yang melahirkan dan memiliki data lengkap tentang identitas diri dan
tercatat dalam rekam medik di ruang nifas di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah Makassar selama
penelitian (3 bulan).
Kasus : Apabila responden melahirkan bayi BBLR
Kontrol : Apabila responden dinyatakan tidak melahirkan BBLR atau Normal
Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 51 kasus dengan perbandingan antara kasus dan
kontrol 1: 2, sehingga besar sampel seluruhnya adalah 153.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan salah satu metode non random
sampling, yaitu metode purposive sampling , dimana sampel diambil berdasarkan pertimbangan
tertentu yang dibuat peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat –sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Jadi, pengambilan sampel diambil berdasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh peneliti,
yaitu berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi pada kasus maupun kontrol.
Analisis bivariat dilakukan pada variabel yang telah dikategorikan dengan menggunakan uji chi
square (X2), menggunakan α = 0,05 dan 95% Confedence Interval (CI). Uji chi square (X2) digunakan
bila data penelitian berupa frekuensi-frekuensi dalam bentuk kategori baik itu nominal atau ordinal, uji
ini juga digunakan untuk menentukan signifikansi dua variabel atau lebih. Selain itu untuk menghitung
estimasi besar risiko masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dihitung digunakan nilai
Odds Ratio (OR).
Untuk mengetahui pengaruh stres kehamilan, paparan asap rokok, riwayat penyakit selama
hamil dan status gizi selama kehamilan terhadap kejadian BBLR dilakukan analisis multivariat. Tujuan
dari analisis ini adalah untuk memperoleh model yang paling baik (fit) dan parsimony dan untuk
menentukan variabel mana yang paling berisiko terhadap BBLR. Uji yang digunakan dalam analisis
multivariat adalah Regresi Logistik Multivariat.
Pemilihan berdasarkan statistik dilakukan dengan seleksi variabel dengan menggunakan
regresi logistik sederhana. Jika hasil uji bivariat mempunyai nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat
diikutkan ke dalam kandidat model multivariat. Bila nilai p>0,25 tetapi secara substansi variabel tersebut
berhubungan dengan BBLR maka variabel tersebut tetap akan diikutkan sebagai kandidat model
multivariat. Setelah didapatkan model akhir, maka untuk mengetahui variabel yang paling dominan
berhubungan dengan variabel dependen adalah variabel yang mempunyai nilai OR atau Exp ( β ) paling
tinggi.

HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi Frekuensi ibu Nifas Berdasarkan Umur di RSKDIA Siti Fatimah Makassar tahun 2016.
Kejadian BBLR
Kelompok Jumlah
Umur (tahun) Kasus Kontrol
n % n % n %
< 20 - > 35 32 20,9 23 15,0 55 35,9
20-35 19 12,4 79 51,6 98 64,1
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

14
Jurnal Kebidanan Vokasional

Tabel 1 memperlihatkan perbandingan proporsi kelompok umur antara kasus dan kontrol.
Kelompok umur yang memiliki presentasi terendah pada usia < 20 - > 35 tahun dimana kelompok kasus
lebih tinggi yaitu 32 orang (20,9%) dibandingkan kelompok kontrol 23 orang (15,0%). Kelompok umur
yang memiliki presentasi tertinggi pada kelompok umur 20 – 35 tahun dimana kelompok kontrol lebih
tinggi yaitu 79 orang (51,6%) dibandingkan kelompok kasus 19 orang (12,4%).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi ibu Nifas berdasarkan umur ibu di RSKDIA Siti Fatimah Makassar tahun
2016.
Kejadian BBLR
Tingkat
Kasus Kontrol Jumlah
Pendidikan
n % n % n %
SD 9 5,9 10 6,5 19 12,4
SMP 15 9,8 27 17,6 42 27,5
SMA 26 17,0 52 34,0 78 51,0
DIII/S1 1 0,7 13 8,5 14 9.2
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 2 memperlihatkan perbandingan proporsi tingkat pendidikan antara kasus dan kontrol.
Tingkat pendidikan dengan presentasi terendah pada DIII/S1 dimana kelompok kasus lebih rendah
yaitu 1 (0,7%) dibandingkan kelompok kontrol yaitu 13 (8,5%). Tingkat pendidikan dengan presentasi
tertinggi pada SMA dimana kelompok kasus lebih rendah yaitu 26 orang (17,0%) dibandingkan
kelompok kontrol yaitu 52 orang (34,0%).

Tabel 3 Distribusi Frekuensi ibu Nifas berdasarkan Jenis Pekerjaan di RSKDIA Siti Fatimah Makassar
tahun 2016.
Kejadian BBLR
Jenis Jumlah
Kasus Kontrol
Pekerjaan
n % n % n %
IRT 51 33,3 86 56,2 137 89,5
PNS/POLRI 0 0 5 3,3 5 3,3
Petani 0 0 2 1,3 2 1,3
Wirasasta 0 0 9 5,9 9 5,9
TOTAL 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 3 memperlihatkan perbandingan proporsi jenis pekerjaan antara kasus dan kontrol. Jenis
pekerjaan dengan presntasi terendah pada petani dimana kelompok kontrol lebih tinggi yaitu 2 orang
(1,3%) dibanding kelompok kasus 0 (0%). Jenis pekerjaan dengan presntasi tertinggi pada IRT dimana
kelompok kontrol lebih tinggi yaitu 86 orang (56,2%) dibanding kelompok kasus 51 orang (33,3%).

Tabel 4 Distribusi Ibu Nifas Berdasarkan Paritas di RSKDIA Siti Fatimah Makassar 2016.
Kejadian BBLR
Jumlah
Paritas Kasus Kontrol
n % n % n %
1>4 43 28,1 53 34,6 96 62,7
2-3 8 5,2 49 32,0 57 37,3
TOTAL 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 4 memperlihatkan perbandingan proporsi paritas antara kasus dan kontrol. Paritas dengan
presntasi terendah pada 2-3 dimana kelompok kontrol lebih tinggi yaitu 49 orang (32,0%) dibanding
kelompok kasus yaitu 8 orang (5,2%). Paritas dengan presntasi tertinggi pada 1> 4 dimana kelompok
kontrol lebih tinggi yaitu 53 orang (34,6%) dibanding kelompok kasus 43 orang (28,1%).

15
Jurnal Kebidanan Vokasional

Tabel 5 Distribusi Ibu Nifas Menurut Faktor Risiko Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah Makassar
2016.
Kejadian BBLR Total
Variabel Kategori Kasus Kontrol
n % n % n %
Berat 14 9,2 16 10,5 30 19,6
Stres Kehamilan
Ringan 37 24,4 86 56,2 123 80,4
Terpapar 42 27,5 45 29,4 87 56,9
Keterpaparan
Asap Rokok Tidak
9 5,9 57 37,7 66 43,1
terpapar
Ada
30 19,6 25 16,3 55 35,9
Riwayat Riwayat
Penyakit Tiadak
Selama Hamil Ada 21 13,7 7 50,3 98 64,1
Riwayat
Status Gizi KEK 36 23,5 11 7,2 47 30,7
Kehamilan Non KEK 15 9,8 91 59,5 106 69,3
Pemanfaatan Kurang 33 21,6 5 3,3 38 24,8
ANC Baik 18 11,8 97 63,4 115 75,2

Dari tabel 5 diatas memperlihatkan perbandingan proporsi antara kasus dan kontrol. dimana ibu
yang mengalami stres berat selama kehamilan lebih tinggi pada kelompok kontrol yaitu 16 orang
(10,5%) dibandingkan pada kelompok kasus yaitu 14 orang (9,2%). Ibu yang terpapar asap rokok
selama kehamilan lebih tinggi pada kelompok kontrol yaitu 45 orang (29,4%) dibandingkan pada
kelompok kasus yaitu 42 (27,5%). Ibu yang memiliki riwayat penyakit selama hamil lebih tinggi pada
kelompok kasus yaitu 30 orang (19,6%) dibandingkan pada kelompok kontrol yaitu 25 orang (16,3%).
Ibu hamil dengan KEK lebih tinggi pada kelompok kasus yaitu 36 orang (23,5%) dibadingkan pada
kelompok kontrol yaitu 11 (7,2%). Ibu yang kurang memanfaatkan ANC selama kehamilan lebih tinggi
pada kelompok kasus yaitu 33 (21,6%) dibadingkan pada kelompok kontrol yaitu yaitu 5 (3,3%).

Tabel 6 Matching Variabel Kejadian BBLR menurut Paritas di RSKDIA Siti Fatimah Makassar 2016.
Kejadian BBLR
Jumlah
Paritas Kasus Kontrol
n % n % n %
1>4 43 28,1 53 34,6 96 62,7
2-3 8 5,2 49 32,0 57 37,3
TOTAL 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 6 memperlihatkan matching variabel antara kasus (BBLR) dan Kontrol (BBLN), dimana
pengelompokkan variabel paritas berdasarkan paritas 1-> 4 dan paritas 2-4 memperlihatkan akan
distrubusi frekuensi presentasi yang sama besar, dengan demikian pelaksanaan matching terjadi
dengan baik.

Tabel 7 Risiko Stres Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah Makassar 2016.
Kejadian BBLR
Jumlah
Stres p
Kasus Kontrol OR
value
n % n % n %
Stres
14 9,2 16 10,5 30 19,6
Berat
Stres 2,034 0,084
37 24,4 86 56,2 123 80,4
Ringan
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 7 memperlihatkan hasil analisa risiko antara stres kehamilan terhadap kejadian BBLR. Dari
tabel 7 memperlihatkan perbandingan proporsi pada kasus dan kontrol, dimana ibu yang mengalami
stres berat selama kehamilan lebih tinggi pada kelompok kontrol yaitu 16 orang (10,5%) dibandingkan
kelompok kasus yaitu 14 orang (9,2%).

16
Jurnal Kebidanan Vokasional

Hasil Uji Odds Ratio memperlihatkan OR = 2,034 dengan nilai p= 0,084 berarti besarnya resiko
stres berat yang dialami oleh ibu waktu selama hamil memberi resiko sebesar 2,034 kali lipat
dibandingkan dengan ibu hamil stres ringan. Nilai tersebut bermakna dalam batas-batas Lower Limit
(LL) dan Upper Limit (UL) 0.901 – 4.591.

Tabel 8 Risiko Keterpaparan Asap Rokok Terhadap Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah Makassar
2016.
Kejadian BBLR
Jumlah p
Paparan Asap Rokok Kasus Kontrol OR
value
n % n % n %
Terpapar 42 27,5 45 29,4 87 56,9
Tidak Terpapar 9 5,9 57 37,7 66 43,1 5,911 0,000
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 8 memperlihatkan hasil analisa risiko antara keterpaparan asap rokok terhadap kejadian
BBLR. Dari tabel 8 memperlihatkan perbandingan proporsi pada kasus dan kontrol, dimana ibu yang
terpapar asap selama kehamilan lebih tinggi pada kelompok kontrol yaitu 45 orang (29,4%)
dibandingkan pada kelompok kasus yaitu 42 orang (27,5%).
Hasil Uji Odds Ratio memperlihatkan OR = 5,911 dengan nilai p= 0,000 berarti besarnya resiko
keterpaparan asap rokok yang dialami oleh ibu waktu selama hamil memberi resiko sebesar 5,911 kali
lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok. Nilai tersebut bermakna dalam batas-batas
Lower Limit (LL) dan Upper Limit (UL) . 2,606 – 13,410.

Tabel 9 Risiko Riwayat Penyakit Selama Hamil Terhadap Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah
Makassar 2016.

Riwayat Kejadian BBLR


Jumlah p
Penyakit OR
Kasus Kontrol Value
Selama Hamil
n % n % n %
Ada Riwayat 30 19,6 25 16,3 55 35,9
Tidak Ada
21 13,7 7 50,3 98 64,1 4,400 0,000
Riwayat
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 9 memperlihatkan hasil analisa risiko antara riwayat penyakit selama hamil terhadap
kejadian BBLR. Dari tabel 9 memperlihatkan perbandingan proporsi pada kasus dan kontrol, dimana
ibu yang mengalami riwayat penyakit selama hamil lebih tinggi pada kelompok kasus yaitu 30 orang
(19,6%) dibandingkan pada kelompok kasus yaitu 25 orang (16,3%).
Hasil Uji Odds Ratio memperlihatkan OR = 4,400 dengan nilai p= 0,000 berarti besarnya risiko
adanya riwayat penyakit yang dialami oleh ibu waktu waktu hamil memberi resiko sebesar 4,400 kali
lipat dibandingkan dengan yang yang tidak mengalami riwayat penyakit. Nilai tersebut bermakna dalam
batas-batas Lower Limit (LL) dan Upper Limit (UL) . 2,147 – 9,015.

Tabel 10 Risiko Status Gizi Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah Makassar
2016.
Kejadian BBLR
Status Jumlah p
Kasus Kontrol OR
Gizi Value
n % n % n %
KEK 36 23,5 11 7,2 47 30,7
0,000
Non KEK 15 9,8 91 59,5 106 69,3 19,855
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 10 memperlihatkan hasil analisa risiko antara status gizi kehamilan terhadap kejadian
BBLR. Dari tabel 10 memperlihatkan perbandingan proporsi pada kasus dan kontrol, dimana ibu
dengan KEK saat hamil lebih tinggi pada kelompok kasus yaitu 36 orang (23,5%) dibandingkan pada
kelompok kontrol yaitu 11 orang (7,2%).
Hasil Uji Odds Ratio memperlihatkan OR = 19,855 dengan nilai p=0,000 berarti besarnya resiko
ibu hamil yang KEK memberi resiko sebesar 19,855 kali lipat dibandingkan dengan ibu hamil yang

17
Jurnal Kebidanan Vokasional

Non KEK. Nilai tersebut bermakna dalam batas-batas Lower Limit (LL) dan Upper Limit (UL). 8,331 –
47, 319

Tabel 11 Risiko Pemanfaatan ANC Terhadap Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah Makassar 2016.
Kejadian BBLR
Pemanfaatan Jumlah p
Kasus Kontrol OR
ANC value
n % n % n %
Kurang 33 21,6 5 3,3 38 24,8
Baik 18 11,8 97 63,4 115 75,2 35,567 0,000
Total 51 33,3 102 66,7 153 100,0

Tabel 11 memperlihatkan hasil analisa risiko antara Pemanfaatan ANC terhadap kejadian BBLR.
Dari tabel 11 memperlihatkan perbandingan proporsi pada kasus dan kontrol, dimana ibu yang kurang
memanfaatkan ANC selama kehamilan lebih tinggi pada kelompok kasus yaitu 33 orang (21,6%)
dibandingkan dengan ykelompok kontrol 5 orang (3,3%).
Hasil Uji Odds Ratio memperlihatkan OR = 35,567 dengan nilai p= 0,000 berarti besarnya resiko
pemanfaatan ANC yang kurang yang dialami ibu waktu hamil memberi resiko sebesar 35,567 kali lipat
dibandingkan dengan ibu hamil yang memanfaatkan ANC dengan baik. Nilai tersebut bermakna dalam
batas-batas Lower Limit (LL) dan Upper Limit (UL). 12,241 – 103,342.

Tabel 12 Hasil Uji Multivariat Faktor Risiko Terhadap Kejadian BBLR di RSKDIA Siti Fatimah Makassar
2016.
95% C.I for EXP
Variabel B S.E Wald df Sig. Exp(B) (B)
Lower Upper
Stres .028 .618 .002 1 .963 1.029 .307 3.452
Paparan
1.864 .595 9.815 1 .002 6.450 2.010 20.704
Asap Rokok
Riayat
.351 .593 .424 1 .515 1.420 .494 4.082
Penyakit
Status Gizi 2.094 .645 10,557 1 .001 8.121 2.296 28.729
Pemanfaatan
2.178 .700 9.667 1 .002 8.826 2.236 34.829
ANC
Constant -9.634 1.709 31.778 1 .000 .000

Tabel 12 memperlihatkan bahwa variabel yang termasuk faktor risiko yang diduga
mempengaruhi terjadinya kelahiran BBLR pada ibu hamil wilayah kerja RSKDIA Siti Fatimah Makassar,
memperlihatkan : Hasil uji regresi logistik yang dinilai melalui tingkat signifikan (Sig.) dan koefisiensi
“B”, serta Exp (B) memperlihatkan bahwa dari lima independen yang di masukkan kedalam uji secara
simultan, memberikan nilai signifikan diuraikan sebagai berikut:
1) Stres kehamilan, dengan nilai B=0,028, p=0,963, dengan besar risiko yang dinilai melalui Exp
(B)=1.029, nilai tersebut memberi arti bahwa tidak memberi risiko secara signifikan (p=0,963)
terhadap kejadian BBLR.
2) Keterpaparan asap rokok. Dengan nilai B=1,859 (p=0,002) dengan besar risiko yang dinilai melalui
Exp(B)=6,415 nilai tersebut memberi arti bahwa adanya keterpaparan asap rokok selama kehamilan
memberi pengaruh secara signifikan (p=0,002) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko
6,415 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok.
3) Riwayat penyakit selama hamil, dengan nilai B=0,352 (p=0,514) dengan besar risiko yang dinilai
melalui Exp(B)=1,422 nilai tersebut memberi arti bahwa tidak memberi resiko secara signifikan
(p=0,514) terhadap kejadian BBLR.
4) Status gizi ibu selama hamil, dengan nilai B=2,089 (p=0,001) dengan besar risiko yang dinilai
melalui Exp(B)=8,076 nilai tersebut memberi arti bahwa ibu hamil dengan KEK memberi risiko
secara signifikan (p=0,001) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko 8,076 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu hamil yang Non KEK.
5) Pemanfaatan ANC, dengan nilai B=2,181 (p=0,002) dengan besar risiko yang dinilai melalui
Exp(B)=8,852 nilai tersebut memberi arti bahwa ibu hamil dengan kurang memanfaatkan ANC

18
Jurnal Kebidanan Vokasional

memberi risiko secara signifikan (p=0,002) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko 8,852
kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang memanfaatkan ANC dengan baik.
6) Dari hasil tersebut ditemukan 3 variabel (keterpaparan asap rokok, status gizi ibu selama hamil, dan
pemanfaatan ANC) merupakan risiko yang menentukan terjadinya kelahiran BBLR pada ibu hamil.
Dan dari ketiga variabel tersebut terdapat 2 risiko penting (status gizi dan pemanfaatan ANC)
merupakan risiko penting selama kehamilan. Satu diantaranya yang merupakan risiko utama yakni
pemanfaatan ANC.

KESIMPULAN
1. Stres kehamilan, dengan nilai B=0,028, p=0,963, dengan besar risiko yang dinilai melalui Exp
(B)=1.029, nilai tersebut memberi arti bahwa stres selama hamil memberi pengaruh secara
signifikan (p=0,963) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko 1,029 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang stres ringan selama hamil.
2. Keterpaparan asap rokok. Dengan nilai B=1,864 (p=0,002) dengan besar risiko yang dinilai melalui
Exp(B)=6,450 nilai tersebut memberi arti bahwa adanya keterpaparan asap rokok selama kehamilan
memberi pengaruh secara signifikan (p=0,002) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko
6,450 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok.
3. Riwayat penyakit selama hamil, dengan nilai B=0,351 (p=0,515) dengan besar risiko yang dinilai
melalui Exp(B)=1,420 nilai tersebut memberi arti bahwa adanya riwayat penyakit selama kehamilan
memberi pengaruh secara signifikan (p=0,515) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko
1,420 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak terpapar penyakit selama hamil.
4. Status gizi ibu selama hamil, dengan nilai B=2,094 (p=0,001) dengan besar risiko yang dinilai
melalui Exp(B)=8,121 nilai tersebut memberi arti bahwa ibu hamil dengan KEK memberi risiko
secara signifikan (p=0,001) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko 8,121 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu hamil yang Non KEK.
5. Pemanfaatan ANC, dengan nilai B=2,178 (p=0,002) dengan besar risiko yang dinilai melalui
Exp(B)=8,826 nilai tersebut memberi arti bahwa ibu hamil dengan kurang memanfaatkan ANC
memberi risiko secara signifikan (p=0,002) terhadap kejadian BBLR dengan besarnya risiko 8,826
kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil yang memanfaatkan ANC dengan baik.
6. Dari lima variabel yang termasuk faktor risiko yang dianggap paling dominan terhadap kejadian
BBLR adalah Pemanfaatan ANC.

SARAN
1. Ibu hamil untuk menghindari kecemasan yang berlebihan dengan menambah informasi seputar
kehamilan dari buku atau bertanya pada orang yang lebih berpengalaman.
2. Ibu hamil untuk tidak merokok dan menghindari paparan asap rokok baik dari suami, keluarga,
tetangga, ditempat kerja maupun tempat umum,
3. Untuk mencegah terjadinya BBLR ibu lebih meningkatkan dalam pengawasan ANC, sehingga ibu
yang memiliki faktor risiko melahirkan bayi dengan BBLR dapat terdeteksi dan tertangani dengan
cepat.
4. Mempertahankan kondisi gizi dengan baik dengan melakukan upaya pengaturan konsumsi
makanan dan pemantauan berat badan serta pengukuran LILA sebelum atau saat hamil.
5. Lebih rajin lagi untuk datang memeriksakan kehamilannya di puskesmas atau tempat pelayanan
kesehatan lainnya minimal 4 kali (satu kali trimester pertama, 1 kali trimester kedua dan dua kali
pada trimester ketiga) selama kehamilannya untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan
terutama kejadian BBLR.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI., 2002, Program Gizi Makro. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Kartono.2013. Patologi sosial, Jilid I, Jakarta: Rajawali

Kawai. K, Spiegelman. D, Shankar A.H, 2010. Maternal multiple micronutrien supplementation and pregnancy
outcomes in developing countries: meta analysis and meta regression. Bulletin WHO.89: 402 – 411B.

Proverawati.,Kusumawati., 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Riskesdas. (2010). Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka.Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai