RESENSI BUKU
Laut Kita: Dulu, Kini, Dan Nanti
abad 13 hingga saat ini dengan gaya flashback perhatian pemerintah untuk membangun
yang menarik. Ia menceritakan dengan sangat industri hulu yang mampu mengelola ikan
ringan bagaimana kerajaan Ternate yang berdiri tangkapan dan mengekspornya ke luar negeri,
di wilayah daratan yang kecil bisa menguasai banyaknya pungutan yang dilakukan para
Maluku, Sulawesi (Utara, Timur, dan Tengah) oknum aparat di laut sehingga nelayan tidak
bagian selatan Filipina, Papua, dan mencapai mau menjual ikannya ke pasar ikan di
berbagai wilayah lainnya. Selain itu, ia pelabuhan-pelabuhan, mereka memilih untuk
menceritakan banyak suku-suku dan kerajaan menjual ikannya kepada nelayan asing atau
lain yang memiliki kemampuan yang luar biasa dijual keluar negeri, dan banyak persoalan lain
di laut hingga terkenal di dunia maritim dunia. yang "didedahkan" ke hadapan kita oleh para
Masuk ke tulisan lain, kita seakan-akan penulis.
memasuki dunia yang indah sekaligus Selain itu, kita lihat sampai hari ini
mengerikan. Kita diingatkan bahwa kita peliknya persoalan perbatasan dengan negara di
memiliki laut yang sangat luas (77 persen dari sekitar Indonesia. Dengan pulau yang sangat
total luas Indonesia), garis pantai sepanjang banyak, laut yang luas, dan kekayaan yang
kurang lebih 81.000 km (14% garis pantai di sangat besar, Indonesia dijadikan sasaran
seluruh dunia), 17.000 pulau, dan kekayaan laut pengakuan atau klaim akan suatu wilayah
(ikan, mineral, dan kekayaan lain) yang luar tertentu. Kasus yang selalu hangat adalah
biasa, keindahan pemandangan laut, pulau dan sengketa perbatasan dengan Malaysia, kasus
pantai yang luar takterhingga, kekayaan budaya sengketa Laut Cina Selatan yang melibatkan
pesisir yang takternilai harganya. Lalu, pada banyak negara termasuk Cina, dan banyak
saat yang bersamaan kita disuguhkan kepada kasus lain yang muncul.
berbagai pengalaman, persoalan, dan tantangan Persoalan-persoalan ini diangkat oleh
mengerikan yang membuat kita ragu, pesimis, para penulis, tentu bukan di dalam arti untuk
frustasi, dan terheran-heran karena betapa luar melemahkan kita, tetapi di dalam arti membuka
biasa parahnya berbagai persoalan yang terjadi pengetahuan dan menjadikan kita lebih merasa
di laut kita. Para penulis di dalam buku ini memiliki laut yang mahakaya itu. Para penulis
membawa kita masuk ke dalam wilayah- yang sebagian besar wartawan dapat dengan
wilayah takterbayangkan. Mereka me- mudah dan ringan menceritakan pengalaman-
ngingatkan kita bahwa kita ini sebenarnya pengalaman dan kesaksian-kesaksian atas laut
orang laut, tetapi kita sudah lupa pada laut yang kita. Buku ini akan membukakan mata dan
menghidupi kita. Kita dikelilingi dan hidup di kesadaran kita bahwa apa yang kita miliki
laut, tetapi kita seakan-akan sama sekali tidak sangatlah berharga.
mengenal laut. Ahmad Basori, Pemimpin Secara formal, buku ini dibagi menjadi
Redaksi Harian Pelita, bahkan membuat judul lima bab. Akan tetapi, secara konten tidak ada
tulisan "Laut Indonesia hanya Fatamorgana". hal khusus yang menjadi penciri khusus yang
Kita memiliki laut, tetapi mungkin bagi kita laut memisahkan antara bab yang satu dengan yang
hanyalah fatamorgana belaka, ia ada tetapi lain. semuanya relatif mengalir. Satu tulisan
tidak ada. melengkapi dan dilengkapi tulisan yang lain.
Kita diingatkan betapa kita memiliki pengalaman-pengalaman yang sangat pribadi
kekayaan ikan yang sangat besar. Kekayaan dari beberapa penulis pun memberikan
yang seharusnya membuat kita mampu menjadi pengalaman "imajiner" yang lain bagi kita. Di
produsen ikan terbesar di dunia. Akan tetapi, satu tulisan kita akan merasa lemah, tetapi di
pada kenyataannya sangat ironis. Kita bahkan tulisan lain kita akan merasa kuat. Pengalaman-
masih mengimpor ikan dari luar negeri. Hal ini pengalaman, pengamatan, penelitian, dan
mengindikasikan banyak persoalan. Tentu rekomendasi-rekomendasi yang dituliskan di
persoalan yang paling populer adalah sangat dalam tulisan ini membuat kita semakin
banyaknya pencurian ikan oleh kapal-kapal menyadari bahwa kita kaya dan kita harus
asing di perairan Idonesia, tidak adanya menjaga kekayaan itu.