Anda di halaman 1dari 3

Resensi Buku : Tahun 1511 : Lima Ratus Tahun Kemudian

RESENSI BUKU
Laut Kita: Dulu, Kini, Dan Nanti

Judul : Tahun 1511 : Lima Ratus Tahun Kemudian


Penulis : Laksamana Madya TNI, Y. Didik Heru Purnomo, dkk
Tebal Buku : 247+xix hlm
Ukuran : 14,5 x 21 cm
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

oi, minggirlah itu, ada juga tulisan-tulisan yang berisi fakta-


wahai, para nelayan! fakta penelitian yang diperoleh dari lapangan.
akan lewat di sini kapal dagang dari luar negeri Kenyataan bahwa Indonesia memiliki
kalau perahumu ditubruk dan kalian mati laut yang sangat luas dan kaya di satu sisi
laut dan ombak hanya bisa bernyanyi memberikan mimpi dan gairah akan kekayaan
tak bisa jadi saksi dan mimpi yang luar biasa. Di sisi lain, pada
(D. Zawawi Imron, "Di Bawah Layar" 1975) saat bersamaan, terdapat banyak sekali masalah
yang jika kita bayangkan akan membuat nyali
kita ciut dan frustasi. Hal inilah kurang lebih
Begitulah kira-kira gambaran kita
yang dipaparkan oleh para penulis di dalam
sekarang di laut milik kita sendiri. Laut yang
buku ini.
luas dan kaya, kini hanya bisa kita tonton sebab
laut telah dikuasai asing. Mana bangsa pelaut Judul buku ini diambil dari momen
yang dahulu dikenal tanggung di seantero dunia kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada
itu? kejayaan kita di laut mungkin kini telah tahun 1511. Dari peristiwa yang terjadi pada
menjadi cerita belaka. tahun 1511, jejak langkah orang Nusantara di
Berbicara tentang laut, kita akan laut semakin melemah. Didik Heru Purnomo
berbicara tentang persoalan yang rumit dan bahkan menyebut bahwa sejak kejatuhan
tidak pernah usai. Satu masalah tertutupi dan Malaka ke tangan Portugis sebagai momen
masalah lain muncul. Akan tetapi, persoalan- lautan Nusantara dikuasai oleh penjajah. Oleh
persoalan itu tentu tidak lantas membuat kita sebab itu, ia mengatakan bahwa kisah "nenek
harus menyerah. Kita harus bangkit dan moyangku orang pelaut" nyaris hanya sebagai
mengembalikan kejayaan bangsa kita di atas legenda.
laut. Kita tahu dari berbagai artefak yang di
Buku Tahun 1511: Lima Ratus Tahun temukan di Madagaskar, Jepang, dan banyak
Kemudian adalah buku yang sangat menarik di negara di dunia bahwa orang Nusantara adalah
dalam kenyataan jarangnya buku di Tanah Air pelaut yang ulung. Mereka mengarungi lautan
yang membahas laut dengan segala hal- dengan berani, menaruh jiwa, dan kehidupan
ihwalnya. Buku ini ditulis Laksamana Madya mereka kepada laut. Hal ini dipaparkan oleh
TNI Y. Didik Heru Purnomo bersama para Putut Prabantoro di bab pertama dengan judul
wartawan dari berbagai pelosok Tanah Air. "500 Tahun Kemudian…" secara menarik,
Buku ini memaparkan berbagai pandangan dan ringan, renyah, membuat kita bisa berimajinasi
pengalaman para wartawan dari berbagai tentang kejayaan leluhur kita di laut. Putut
daerah tentang pengalaman yang mereka temui, mampu membawa kita bertualang menjelajahi
alami, lihat, dan dengar mengenai laut. Selain sejarah singkat kejayaan pelaut nusantara pada

66 Jurnal Sosioteknologi Edisi 25 Tahun 11, April 2012


Resensi Buku : Tahun 1511 : Lima Ratus Tahun Kemudian

abad 13 hingga saat ini dengan gaya flashback perhatian pemerintah untuk membangun
yang menarik. Ia menceritakan dengan sangat industri hulu yang mampu mengelola ikan
ringan bagaimana kerajaan Ternate yang berdiri tangkapan dan mengekspornya ke luar negeri,
di wilayah daratan yang kecil bisa menguasai banyaknya pungutan yang dilakukan para
Maluku, Sulawesi (Utara, Timur, dan Tengah) oknum aparat di laut sehingga nelayan tidak
bagian selatan Filipina, Papua, dan mencapai mau menjual ikannya ke pasar ikan di
berbagai wilayah lainnya. Selain itu, ia pelabuhan-pelabuhan, mereka memilih untuk
menceritakan banyak suku-suku dan kerajaan menjual ikannya kepada nelayan asing atau
lain yang memiliki kemampuan yang luar biasa dijual keluar negeri, dan banyak persoalan lain
di laut hingga terkenal di dunia maritim dunia. yang "didedahkan" ke hadapan kita oleh para
Masuk ke tulisan lain, kita seakan-akan penulis.
memasuki dunia yang indah sekaligus Selain itu, kita lihat sampai hari ini
mengerikan. Kita diingatkan bahwa kita peliknya persoalan perbatasan dengan negara di
memiliki laut yang sangat luas (77 persen dari sekitar Indonesia. Dengan pulau yang sangat
total luas Indonesia), garis pantai sepanjang banyak, laut yang luas, dan kekayaan yang
kurang lebih 81.000 km (14% garis pantai di sangat besar, Indonesia dijadikan sasaran
seluruh dunia), 17.000 pulau, dan kekayaan laut pengakuan atau klaim akan suatu wilayah
(ikan, mineral, dan kekayaan lain) yang luar tertentu. Kasus yang selalu hangat adalah
biasa, keindahan pemandangan laut, pulau dan sengketa perbatasan dengan Malaysia, kasus
pantai yang luar takterhingga, kekayaan budaya sengketa Laut Cina Selatan yang melibatkan
pesisir yang takternilai harganya. Lalu, pada banyak negara termasuk Cina, dan banyak
saat yang bersamaan kita disuguhkan kepada kasus lain yang muncul.
berbagai pengalaman, persoalan, dan tantangan Persoalan-persoalan ini diangkat oleh
mengerikan yang membuat kita ragu, pesimis, para penulis, tentu bukan di dalam arti untuk
frustasi, dan terheran-heran karena betapa luar melemahkan kita, tetapi di dalam arti membuka
biasa parahnya berbagai persoalan yang terjadi pengetahuan dan menjadikan kita lebih merasa
di laut kita. Para penulis di dalam buku ini memiliki laut yang mahakaya itu. Para penulis
membawa kita masuk ke dalam wilayah- yang sebagian besar wartawan dapat dengan
wilayah takterbayangkan. Mereka me- mudah dan ringan menceritakan pengalaman-
ngingatkan kita bahwa kita ini sebenarnya pengalaman dan kesaksian-kesaksian atas laut
orang laut, tetapi kita sudah lupa pada laut yang kita. Buku ini akan membukakan mata dan
menghidupi kita. Kita dikelilingi dan hidup di kesadaran kita bahwa apa yang kita miliki
laut, tetapi kita seakan-akan sama sekali tidak sangatlah berharga.
mengenal laut. Ahmad Basori, Pemimpin Secara formal, buku ini dibagi menjadi
Redaksi Harian Pelita, bahkan membuat judul lima bab. Akan tetapi, secara konten tidak ada
tulisan "Laut Indonesia hanya Fatamorgana". hal khusus yang menjadi penciri khusus yang
Kita memiliki laut, tetapi mungkin bagi kita laut memisahkan antara bab yang satu dengan yang
hanyalah fatamorgana belaka, ia ada tetapi lain. semuanya relatif mengalir. Satu tulisan
tidak ada. melengkapi dan dilengkapi tulisan yang lain.
Kita diingatkan betapa kita memiliki pengalaman-pengalaman yang sangat pribadi
kekayaan ikan yang sangat besar. Kekayaan dari beberapa penulis pun memberikan
yang seharusnya membuat kita mampu menjadi pengalaman "imajiner" yang lain bagi kita. Di
produsen ikan terbesar di dunia. Akan tetapi, satu tulisan kita akan merasa lemah, tetapi di
pada kenyataannya sangat ironis. Kita bahkan tulisan lain kita akan merasa kuat. Pengalaman-
masih mengimpor ikan dari luar negeri. Hal ini pengalaman, pengamatan, penelitian, dan
mengindikasikan banyak persoalan. Tentu rekomendasi-rekomendasi yang dituliskan di
persoalan yang paling populer adalah sangat dalam tulisan ini membuat kita semakin
banyaknya pencurian ikan oleh kapal-kapal menyadari bahwa kita kaya dan kita harus
asing di perairan Idonesia, tidak adanya menjaga kekayaan itu.

Jurnal Sosioteknologi Edisi 25 Tahun 11, April 2012 67


Resensi Buku : Tahun 1511 : Lima Ratus Tahun Kemudian

Di bab terakhir, dipaparkan pandangan, Buku ini sangat direkomendasikan untuk


penelitian, dan rekomendasi akademik yang berbagai kalangan, baik akademisi, pelajar,
sangat berguna bagi para pemangku kebijakan. teknokrat, pelaku bisnis, pecinta travel, dan
Tulisan-tulisan itu juga sekaligus membuat kita terutama pemerintah. Buku ini akan membawa
bangga bahwa ada badan yang secara khusus kita kepada pengalaman-pengalaman dan
mengoordinasikan keamanan laut Indonesia, tantangan-tantangan baru yang mungkin belum
BAKORKAMLA. Akan tetapi, tentu, adanya kita ketahui. Buku ini akan membawa kita
kepada tempat asal kita, laut.
badan semacam ini tidak akan banyak
membantu jika kita masih menganggap laut
jika nyanyian adalah laut, kapankah
sebagai yang liyan (the others), bukan bagian
engkau menyelam mencari kerang
dari diri kita. Kita sebagai bangsa Indonesia
buat kalungmu?
selaiknya membangun kembali kejayaan
maritim kita yang telah pudar. Hal ini
(D. Zawawi Imron, "Di Pantai Salopeng" 1977)
merupakan tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat. Oleh : Jejen Jaelani & Tri Sulistyaningtyas

68 Jurnal Sosioteknologi Edisi 25 Tahun 11, April 2012

Anda mungkin juga menyukai