Anda di halaman 1dari 123

ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI

AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SBQUA


(STUDI KASUS di PT SINAR BOGOR QUA, PAJAJARAN - BOGOR)

Oleh
MUTIA UMAR AHMAD BATARFIE
H 24102074

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS


EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT
PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK
Mutia Umar Ahmad Batarfie. H 24102074 Analisis Pengendalian Mutu pada
Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA (Studi Kasus di
PT. Sinar Bogor QUA, Pajajaran-Bogor). Dibawah bimbingan Abdul Basith dan
Erlin Trisyulianti.

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
fungsinya bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain.
Terpenuhinya kebutuhan air minum dengan kualitas yang baik, memungkinkan
masyarakat hidup secara sehat. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) harus
memenuhi persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3553-1996. Untuk hal tersebut
diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi, bahan
baku, proses produksinya, serta produk jadi yang meliputi pengujian fisika, kimia,
dan mikrobiologi.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui proses produksi AMDK di
PT.Sinar Bogor Qua (PT.SBQUA), dalam usaha menghasilkan air minum yang
aman untuk dikonsumsi. (2) Menganalisis pengendalian mutu pada proses
produksi AMDK. (3) Mengidentifikasikan sebab – sebab potensial yang
mempengaruhi mutu air minum dalam kemasan di PT.SBQUA. (4) Mengetahui
apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut terkendali ataupun tidak
terkendali.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, dan
hasil wawancara dengan pihak perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari data yang dimiliki perusahaan, bahan pustaka yang berkaitan dengan
kebutuhan penelitian. Analisis data menggunakan diagram sebab akibat dan grafik
kendali. Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan bantuan alat pengolah data
Minitab versi 14.
Pada proses produksi, air baku akan diproses melalui beberapa tahap filtrasi
yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan kekeruhan serta melalui proses
sterilisasi (ozonisasi dan ultra violet). Pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi
menjadi empat tahap yaitu pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu
dalam proses, pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan.
Agar kualitas air tetap terjamin, PT. SBQUA dilengkapi dengan laboratorium QC
yang cukup memenuhi syarat untuk melakukan pengujian mutu air, dan secara
berkala dilakukan perbandingan dengan pengujian kembali di laboratorium yang
sudah terakreditasi.
Pada diagram sebab akibat diperoleh faktor – faktor yang mempengaruhi
mutu dari AMDK, yaitu bahan baku, mesin / alat, kemasan, lingkungan, metode
serta karyawan. Analisis grafik kendali untuk pH, Total Dissolved Solid (TDS),
dan kekeruhan, menggunakan grafik kendali X-bar dan Range (R), dengan
pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali sehari dalam 20 kali observasi,
yakni pagi, siang, dan sore hari, pada enam kran tahapan produksi, antara lain tank
penampungan bahan baku, carbon active filter I, ressin filter, carbon active filter
II, setelah melewati filter cartridge mesin filler. Kriteria proses tidak terkendali
sesuai dengan kriteria dalam minitab versi 14.
Pada grafik kendali x-bar dan R disimpulkan rata-rata pH sesuai dengan
standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5 , meskipun terlihat bahwa
proses produksi masih tidak terkendali. Grafik kendali x-bar dan R untuk
kekeruhan juga terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, meskipun
demikian rata – rata kekeruhan masih berada dalam standar perusahaan yaitu
maks. 2,5 NTU. Pada grafik kendali x-bar dan R untuk TDS dapat disimpulkan
rata-rata TDS sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50–90
mg/l, meskipun terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali. Kondisi
tersebut menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses
produksi, oleh karena itu pihak perusahaan harus menghilangkan variasi penyebab
khusus, agar membawa proses ke dalam pengendalian statistikal. Variasi penyebab
khusus dapat berupa: 1) Kondisi Bahan Baku. 2) Mesin,seperti carbon active
filter , atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator harus
melakukan backwash. 3) Filter Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau
tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian filter tersebut. 4)
Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah
tidak maksimal, atau kesalahan metode dari pertugas QC. 5) Lingkungan yang
tidak steril dan bersih.
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI
AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SBQUA
(STUDI KASUS di PT SINAR BOGOR QUA, PAJAJARAN - BOGOR)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Oleh
MUTIA UMAR AHMAD BATARFIE
H 24102074

DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS


EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT
PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI
AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SBQUA
(STUDI KASUS di PT SINAR BOGOR QUA, PAJAJARAN - BOGOR)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Oleh
MUTIA UMAR AHMAD BATARFIE
H 24102074

Menyetujui, Juni 2006

Ir. Abdul Basith, M.Sc Erlin Trisyulianti, STP, MSi


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc


Ketua Departemen

Tanggal Ujian : 19 Mei 2006 Tanggal Lulus : 9 Juni 2006


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 14 September 1984. Penulis


merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan H. Umar A. Batarfie, dan
Hj. Ratna Murniyati R.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak (TK) Akbar Bogor
pada tahun 1990, setelah itu melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Papandayan I
Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah dilalui di SLTP
Bina Insani Bogor, dan lulus pada tahun 1999. Pendidikan tingkat atas
diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Plus Yayasan Persaudaraan Haji Bogor.
Tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), pada program sarjana strata I, Departemen
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi panitia dalam
beberapa acara kegiatan kemahasiswaan, seperti E3P, dan Dies Natalis FEM ke-3,
yang diadakan oleh BEM FEM.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT yang
telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Saat ini masyarakat mulai sadar akan kebutuhan air minum yang mempunyai
kualitas baik. (Air Minum Dalam Kemasan) AMDK memiliki definisi yang jelas,
yaitu air yang telah diolah dan dikemas serta aman untuk diminum. Air minum
dalam kemasan yang aman, harus memenuhi persyaratan air minum dalam
kemasan yang diatur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor
SNI-01-3553-1996. Untuk hal tersebut diperlukan pengendalian mutu dari awal
sampai dengan akhir produksinya. Skripsi ini berjudul “Analisis Pengendalian
Mutu Pada Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA (studi
kasus di PT. Sinar Bogor QUA, Pajajaran Bogor)”.

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril
maupun materiil. Oleh kerena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ir. Abdul Basith, M.Sc dan Erlin Trisyulianti, STP, MSi sebagai dosen
pembimbing I dan II, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.
2. Heti Mulyati, STP, MT, atas kesediaannya untuk meluangkan waktu menjadi
dosen penguji.
3. Pimpinan dan karyawan/wati PT. Sinar Bogor QUA, Teh Nur, Teh Rima, Pa
Toto, Pa Awal, dan Pa Udin, atas bantuan informasi dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM
IPB.
5. Keluarga tercinta, abah dan mama (alm), bunda yang datang melengkapi
hidup ini, kakak-kakakku, Ahmad dan Ibrahim, Pakde, Bude, Om, Tante,

iv
Ua, Opung, serta sepupu-sepupuku khususnya untuk Amalia, atas doa,
pengertian, dukungan dan kasih sayang yang tiada tara.
6. Sahabat – sahabatku tersayang, yang telah memberikan arti sebuah
persahabatan, Via, Imel, Meis, Manal, Desi.S, Ida, Ikoh, Iwed, Uthie, Inne,
Aya, Yulis, Maria.U, Ika.C, dan Dian.K atas perhatian, dukungan, dan
bantuannya.
7. Rusli CRY atas warna-warni hidup, pengertian, bantuan, dukungan, dan
semangatnya.
8. Arya, Eko, Dinie, dan Mala atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
9. Teman-teman satu bimbingan, Sri Nurainida dan Bima Aryo. W atas bantuan
dan kerjasamanya.
10. Rekan-rekan di Departemen Manajemen Angkatan’39 yang selalu bersama-
sama membuat kenangan indah selama kuliah.
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas
kebaikannya.

Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini jauh dari sempurna, yang


disebabkan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada pada diri penulis.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2006

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP.........................................................................................................iii
KATA PENGANTAR...................................................................................................iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................x
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang...................................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah.............................................................................................3
1.3.Tujuan Penelitian...............................................................................................3
1.4.Manfaat Penelitian............................................................................................4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Mutu......................................................................................................5
2.2.Dimensi Mutu.....................................................................................................6
2.3.Pengendalian Mutu...........................................................................................7
2.4.Proses Produksi..................................................................................................8
2.5.Alat dan Teknik Pengendalian Kualitas......................................................10
2.6.Air Minum Dalam Kemasan..........................................................................19
2.7.Penelitian Terdahulu.........................................................................................21
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Kerangka Pemikiran.........................................................................................24
3.2.Metode Penelitian
3.2.1.Pengumpulan Data..................................................................................25
3.2.2.Pengolahan dan Analisis Data
a. Diagram Sebab Akibat......................................................................25
b.Grafik Kendali......................................................................................27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1.Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1.Sejarah dan perkembangannya...........................................................29
4.1.2.Kebijakan Mutu.......................................................................................29
4.1.3.Struktur Organisasi Perusahaan.........................................................30
4.1.4.Fasilitas perusahaan...............................................................................32
4.2.Proses Produksi..................................................................................................33
4.3.Penerapan Pengendalian Mutu PT. Sinar Bogor Qua
4.3.1.Pengendalian Mutu Bahan Baku........................................................35
4.3.2.Pengendalian Mutu Produk Dalam Proses......................................35
4.3.3.Pengendalian Mutu Produk Jadi.........................................................37
4.3.4.Pengendalian Mutu Kemasan..............................................................37

vi
4.4.Hasil Analisis
4.4.1.Analisis Diagram Sebab Akibat..........................................................38
4.4.2.Analisis Grafik Kendali (Control Chart)
a. Grafik Pengendali Derajat Keasaman (pH)Air..........................44
b.Grafik Pengendali Kekeruhan Air(Turbidity)............................54
c. Grafik Pengendali Total Disolved Solid Dalam Air (TDS)...66
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan........................................................................................................................77
Saran.....................................................................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................79
LAMPIRAN......................................................................................................................80

vii
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM) 2002-2004..........................1
2. Interpretasi BKM untuk pola data yang sistematik........................................18
3. Persyaratan Mutu Air Minum Dalam Kemasan...............................................20
4. Pengendalian Mutu Bahan Baku..........................................................................35
5. Pengendalian Mutu dalam Proses........................................................................36
6. Pengendalian Mutu Produk Jadi...........................................................................37
7. Pengertian Grafik Kendali X-bar dan R.............................................................42
8. Kriteria Proses Tidak Terkendali..........................................................................43

viii
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Sistem Pengendali Kualitas....................................................................................8
2. Skema Proses Produksi...........................................................................................9
3. Diagram Sebab Akibat.............................................................................................11
4. Bentuk Dasar Grafik Kendali................................................................................14
5. Pengendalian Kualitas Statistik............................................................................16
6. Kerangka Pemikiran Penelitian............................................................................24
7. Struktur Organisasi PT. SBQUA..........................................................................30
8. Diagram Sebab Akibat Kualitas AMDK SBQUA..........................................39
9. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada BB..................................................44
10. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada CF1………............................ 46
11. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada RF...................................................47
12. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada CF2................................................49
13. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada SC..................................................50
14. Grafik Kendali X-bar dan R pH Air pada Filler.............................................52
15. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada BB...................................54
16. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada CF1.................................56
17. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada RF...................................58
18. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada CF2.................................60
19. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada SC...................................62
20. Grafik Kendali X-bar dan R Kekeruhan Air pada Filler..............................64
21. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada BB...............................................67
22. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada CF1.............................................68
23. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada RF...............................................70
24. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada CF2.............................................72
25. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada SC...............................................73
26. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada Filler..........................................74

ix
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Daftar nilai koefisien dalam perhitungan
batas-batas Grafik kendali X dan R....................................................................80
2. Total pemakaian air dan total produksi
AMDK PT. SBQUA pada bulan Januari hingga April 2006.......................81
3. Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA.............84
4. Prosedur Pengujian Mutu Air................................................................................85
5. Cara –Cara Pengujian Mikrobiologi...................................................................87
6. Standar Mutu Gallon dan Tutup Gallon SBQUA............................................88
7. Instruksi Kerja Pencucian Gallon dan Gallon Berlumut...............................90
8. pH Air Pada Tank Penampungan Bahan Baku.................................................91
9. pH Air pada Carbon Active Filter I………............................................. 92
10. pH Air pada Ressin Filter.......................................................................................93
11. pH Air pada Carbon Active Filter II...................................................................94
12. pH Air Setelah Melewati Filter Cartridge........................................................95
13. pH Air pada Mesin Filler.......................................................................................96
14. Kekeruhan Air pada Tank Penampungan Bahan Baku.................................97
15. Kekeruhan Air pada Carbon Active Filter I…........................................ 98
16. Kekeruhan Air pada Ressin Filter.......................................................................99
17. Kekeruhan Air pada Carbon Active Filter II.…...................................... 100
18. Kekeruhan Air Setelah Melewati Filter Cartridge.........................................101
19. Kekeruhan Air pada Mesin Filler........................................................................102
20. TDS Air Pada Tank Penampungan Bahan Baku.............................................103
21. TDS Air pada Carbon Active Filter I.................................................................104
22. TDS Air pada Ressin Filter...................................................................................105
23. TDS Air pada Carbon Active Filter II................................................................106
24. TDS Air Setelah Melewati Filter Cartridge.....................................................107
25. TDS Air pada Mesin Filler....................................................................................108

x
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan
fungsinya bagi kehidupan tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain.
Menurut Suprihatin (2004), air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna,
dan tidak berbau. Meskipun demikian, air yang jernih, tidak berwarna, dan
tidak berbau belum tentu aman dikonsumsi. Saat ini masyarakat mulai sadar
akan kebutuhan air minum yang mempunyai kualitas baik. Terpenuhinya
kebutuhan air minum dengan kualitas yang baik, memungkinkan masyarakat
hidup secara sehat. Sebagian besar kebutuhan air minum tersebut selama ini
dipenuhi dari sumber air sumur atau dari air permukaan yang telah diolah
oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Tabel 1 menjelaskan bahwa
pada tahun 2004, jumlah perusahaan air bersih di Indonesia mencapai sekitar
485 perusahaan, dengan jumlah air bersih yang disalurkan kepada konsumen
pada tahun 2004 sebanyak 2.586.000 meter kubik. Jumlah tersebut
meningkat sebanyak 11,08 % dari tahun sebelumnya yaitu 2.328.000 meter
kubik.
Saat ini air PDAM belum memenuhi standar air minum yang sehat dan
bisa langsung diminum, melainkan harus dimasak dahulu untuk membunuh
bakteri yang kemungkinan tidak mati oleh zat kimia (kaporit), oleh karena
itu, pemakaian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dewasa ini meningkat
tajam. Hal ini mendorong pertumbuhan industri AMDK di kota-kota besar di
Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan Perusahaan Air Minum (PAM) di Bogor Tahun


2002-2004
Perincian Satuan 2002 2003 2004
Banyak perusahaan Perusahaan 469 477r 485

Air bersih yang 000m3 2.095 2.328 2.586


disalurkan
keterangan : r = angka diperbaiki
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2003-2004
Bisnis AMDK yang dibuat produsen minuman, selain bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, merupakan suatu bisnis yang dianggap
menguntungkan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan air minum semakin
meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Menurut Sidharta dalam
Kompas 2005, volume produksi AMDK tahun 2004 itu sekitar 9 miliar liter
dengan omzet penjualan mencapai Rp. 4 triliun. Tahun 2005 ini diperkirakan
omzet penjualan AMDK akan naik sebesar 15 persen. Dengan asumsi
peningkatan sebesar 15 persen itu, berarti omzet penjualan produk AMDK
tahun 2005 mencapai Rp. 4,6 triliun. Sementara itu, volume produksi bisa
mencapai lebih dari 10 miliar liter. Faktor yang menyebabkan omzet
penjualan dan volume produksi dan volume produksi tumbuh, yaitu
perubahan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi air yang bersih.
Berdasarkan Keputusan Menperindag no. 167/1997, AMDK memiliki
definisi yang jelas, yaitu air yang telah diolah dan dikemas serta aman untuk
diminum. Air minum dalam kemasan yang aman, harus memenuhi
persyaratan air minum dalam kemasan yang diatur sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI-01-3553-1996. Untuk hal tersebut
diperlukan pengendalian mutu dari awal sampai dengan akhir meliputi,
bahan baku, proses produksinya, serta produk jadi, dalam hal ini yaitu
produk AMDK.
Mutu yang baik dari produk air minum akan meningkatkan kepuasan
dari pelanggan. Pada dasarnya kepuasan pelanggan dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan
harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi
(Nasution, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi pembelian air
mineral menurut Tedjakusuma (2003), yaitu faktor pendidikan, penghasilan,
harga, kualitas, distribusi dan promosi. Faktor harga mempunyai pengaruh
yang dominan terhadap perilaku konsumen dalam pembelian air mineral.
PT. Sinar Bogor QUA (SBQUA) merupakan salah satu produsen Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Air Minum Isi Ulang (AMIU),
dimana produknya adalah air dalam kemasan galon, serta memiliki sumber
bahan baku air yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
PT. SBQUA, saat ini memiliki 21 pelanggan AMDK, dengan jumlah
produksi 4093 galon/bulan. Untuk mempertahankan kepuasan pelanggan,
PT. SBQUA harus mengadakan pengendalian mutu didalam produksinya,
sesuai dengan pedoman Badan Standarisasi Nasional (BSN), bahwa
pemasok harus mengidentifikasikan dan merencanakan produksi yang dapat
langsung mempengaruhi mutu serta harus menjamin bahwa proses-proses
tersebut dilakukan dibawah kondisi terkendali. Berdasarkan hal tersebut
maka dilakukan penelitian terhadap pengendalian mutu yang hasilnya akan
dibahas dalam skripsi berjudul “Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA”.

1.2. Rumusan Masalah

1) Bagaimana proses produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di


PT.Sinar Bogor Qua, dalam usaha menghasilkan air minum yang aman
untuk dikonsumsi?
2) Bagaimana pengendalian mutu pada proses produksi AMDK?
3) Apakah sebab – sebab potensial yang mempengaruhi mutu air minum
dalam kemasan di PT.Sinar Bogor Qua?
4) Apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut terkendali
ataupun tidak terkendali?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :


1) Mengetahui proses produksi air minum dalam kemasan (AMDK) di
PT.Sinar Bogor Qua, dalam usaha menghasilkan air minum yang aman
untuk dikonsumsi.
2) Menganalisis pengendalian mutu pada proses produksi air minum
dalam kemasan.
3) Mengidentifikasikan sebab – sebab potensial yang mempengaruhi
mutu AMDK di PT.Sinar Bogor Qua.
4) Mengetahui apakah pengendalian mutu pada proses produksi tersebut
terkendali ataupun tidak terkendali.
1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :


1) Bagi perusahaan, untuk :
a. Memberikan masukan tentang pengendalian mutu yang akan
dijalankan untuk menciptakan kualitas air minum yang aman untuk
dikonsumsi.
b. Memperbaiki penyimpangan – penyimpangan yang terjadi dalam
proses produksi.
2) Bagi pihak umum, untuk memberikan informasi, ilmu, dan bahan
penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mutu (Kualitas)

Para pakar memiliki definisi yang berbeda – beda tentang kata mutu,
namun pada intinya mengandung maksud yang sama.Menurut Juran dalam
Nasution (2004), kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk
(fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut :
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status
c. Waktu, yaitu kehandalan
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur
Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai
daya tahan penggunaannya lama, produk yang digunakan akan
meningkatkan citra atau status konsumen yang memakainya, produknya
tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai
etika bila digunakan.
Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi
bahan baku, proses produksi dan produk jadi (Crosby dalam Nasution,
2004). Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan
harus benar–benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas
suatu produk yang akan dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2004)
Figenbaum (1996) menyatakan, mutu produk dan jasa dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa
dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat
produk dan jasa yang digunakan untuk memenuhi harapan–harapan
pelanggan. Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen (Garvin dan
Davis dalam Nasution, 2004).
Nasution (2004) menyimpulkan ada beberapa persamaan dalam definisi
kualitas, yaitu dalam elemen – elemen sebagai berikut :
a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
b. Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan
c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang).
Menurut perbendaharaan istilah ISO 8402 dalam Gaspersz (2003),
kualitas didefinisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang
menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dispesifikasikan atau ditetapkan. Menurut Prawirosentono (2004), jika
ditinjau dari produsen, mutu produk adalah keadaan fisik, fungsi dan sifat
suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan
konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan.

2.2. Dimensi Mutu

Sifat khas suatu mutu yang “handal” harus mempunyai multi dimensi,
karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi
konsumen dengan melalui berbagai cara (Prawirosentono, 2004).
Menurut Garvin dalam Ariani (1999), dimensi kualitas untuk industri
manufaktur, yaitu :
a. Performance, yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu
sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
b. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang
merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan
yang baik bagi pelanggan.
c. Reliability, yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena
kehandalannya atau karena kemungkinan rusaknya rendah.
d. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran
tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi
standar yang telah ditetapkan.
e. Durability, yaitu tingkat keawetan produk atau lama umur produk.
f. Serviceability, yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau
kemudahan memperoleh komponen produk tersebut.
Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk
yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Hal
terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir,
melainkan proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses
(work in process), sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih
dapat diperbaiki, sehingga tidak ada lagi pemborosan yang harus dibayar
mahal karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan
ulang (Ariani, 1999). Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku
bisnis utuk mengetahui apakah ada kesenjangan (gap) atau perbedaan antara
harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kesenjangan
antara harapan dan kenyataan cukup besar, menunjukkan bahwa perusahaan
tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya (Yamit, 2004).

2.3. Pengendalian Mutu

Menurut Prawirosentono (2004), pengendalian mutu adalah kegiatan


terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan, standar proses
produksi, barang setengah jadi, barang jadi, sampai standar pengiriman
produk akhir ke konsumen, agar barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan
spesifikasi mutu yang direncanakan. Tujuan pokok dari pengendalian mutu
adalah untuk mengetahui sampai sejauhmana proses dan hasil produk (jasa)
yang dibuat sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Dalam
pengendalian mutu ini semua kondisi barang diperiksa berdasarkan standar
yang ditetapkan, bila terdapat penyimpangan dari standar dicatat untuk
dianalisis, dan hasil analisis tersebut digunakan untuk perbaikan sistem
kerja, sehingga produk yang bersangkutan sesuai dengan standar yang
ditentukan. Pelaksanaan pengawasan mutu dan kegiatan produksi haru
dilaksanakan secara terus – menerus untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya penyimpangan dari rencana standar agar dapat dengan segera
diperbaiki.
Kegiatan pengendalian mutu merupakan bidang pekerjaan yang sangat
luas dan kompleks karena semua variabel yang mempengaruhi mutu harus
diperhatikan. Menurut Prawirosentono (2004), secara garis besarnya,
pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Pengendalian mutu bahan baku.
(2) Pengendalian dalam proses pengolahan (work in process).
(3) Pengendalian mutu produk akhir.

Pemasok Buang
Tolak Tolak

Pengerjaan Ulang
Penerima Proses Produk
Input Output
QC Dept Produksi Akhir

Proses
QC Dept
Terima Terima

Laporan Pelanggan Manajemen


Teknologi Mutu
Biaya
Standar
Kontrak Penggambaran

Gambar 1. Sistem Pengendali Kualitas (Tersine dalam Ariani, 2003)

2.4. Proses Produksi

Suatu proses didefinisikan sebagai integrasi sekuensial (berurutan) dari


orang, material, metode, dan mesin atau peralatan, dalam suatu lingkungan
guna menghasilkan nilai tambah output untuk pelanggan. Suatu proses
mengkonversi input terukur ke dalam output terukur melalui sejumlah
langkah sekuensial yang terorganisasi (Nasution,2004). Menurut Assauri
(1998), produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan dan menambah
kegunaan atau utility suatu barang atau jasa.
Manajemen produksi dan operasi adalah kegiatan atau upaya yang
dilakukan untuk memungkinkan terselenggaranya proses produksi melalui
pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia, sumberdaya teknologi dan
sumberdaya manusia serta jejaring bisnis untuk mencapai tujuan atau
sasaran tertentu (Supari, 2001). Proses produksi dapat diartikan suatu proses
yang berniat mentransformasikan berbagai masukan yang diperlukan dengan
harapan bisa menjadi produk yang memenuhi persyaratan kualitas dan
kuantitas yang telah direncanakan dan dapat memuaskan pelanggan yang
telah ditargetkan.
Proses produksi akan tercapai dengan lebih efisien bila hubungan
antara kegiatan dan prosesnya dikelola sebagai suatu sistem terpadu. Proses
tersebut mengubah nilai-nilai yang masuk pada organisasi perusahaan
(Ariani, 1999). Menurut Baroto (2002), produksi adalah suatu proses
pengubahan bahan baku menjadi produk jadi. Proses produksi adalah
aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baku yang melibatkan
mesin, energi, pengetahuan teknis, dll. Proses produksi ini terdiri atas
beberapa subproses produksi, misalkan pengolahan bahan baku menjadi
komponen, perakitan komponen menjadi sub-assembly dan proses perakitan
sub-assembly menjadi produk jadi.

Manajemen
Produksi Operasi

Kembali
M asu kan
Keluaran

Informasi Informasi

Gambar 2. Skema Proses Produksi (Supari, 2001)


2.5. Alat dan Teknik Pengendalian Kualitas
Dalam kegiatan pengendalian harian mutu secara rutin, ada beberapa
alat yang sering digunakan dalam memperbaiki kondisi perusahaan untuk
dapat meningkatkan kualitas produk atau jasa yang dihasilkannya. Alat dan
teknik tersebut sebenarnya lebih merupakan alat dan teknik penyelesaian
masalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas perusahaan atau
organisasi. Alat dan teknik tersebut biasanya digunakan untuk menemukan
kesalahan, mencari penyebab kesalahan – kesalahan tersebut. Apabila hal
tersebut berhasil dilakukan, maka perbaikan kualitas atau continuous quality
improvment dapat tercapai (Ariani, 1999)
Ariani (1999) menyatakan bahwa teknik dan alat tersebut dapat
berwujud dua jenis, yaitu yang menggunakan data verbal atau kualitatif dan
yang menggunakan data numerik atau kuantitatif. Teknik yang
menggunakan data kualitatif antara lain : Flow chart, Brainstorming,
Diagram sebab akibat, Affinity diagram, Diagram pohon, sedangkan yang
menggunakan data kuantitatif antara lain : Lembar periksa, Diagram pareto,
Histogram, Scatter diagram, Grafik kendali, Run chart.

2.5.1. Flow Chart

Flow chart adalah gambaran skematik atau diagram yang


menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan
bagaiman langkah itu saling berinteraksi satu sama lain. Flow chart
digambarkan dengan simbol-simbol, dan setiap orang yang
bertanggung jawab untuk memperbaiki suatu proses harus
mengetahui seluruh langkah dalam proses tersebut (Ariani, 1999).
Flow chart digunakan untuk berbagai tujuan antara lain :
1) Memberikan pengertian dan petunjuk tentang jalannya proses
produksi
2) Membandingkan proses sesungguhnya dengan proses ideal
3) Mengetahui langkah-langkah yang duplikatif dan langkah-
langkah yang tidak perlu
4) Mengetahui dimana atau dalam bagian proses yang mana
pengukuran dapat dilakukan
5) Menggambarkan sistem total

2.5.2. Brainstorming

Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran kreatif


guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu yang
relatif singkat. Ide dalam brainstorming dapat digunakan dalam
analisis selanjutnya (Ariani, 1999). Brainstorming dapat digunakan
berkaitan dengan hal – hal berikut (Gasperz,2003 ) :
1). Menentukan penyebab yang mungkin dari masalah – masalah
dalam proses dan/atau solusi terhadap masalah – masalah itu.
2). Memutuskan masalah apa (kesempatan peningkatan apa) yang
perlu diselesaikan.
3). Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan
ide-ide kreatif mereka.
4). Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif.

5). Kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diiinginkan.


6). Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim kerja sama itu.

2.5.3. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram)

Cause and effect diagram (diagram sebab akibat), seperti yang


digambarkan dalam Gambar 3, sering disebut juga sebagai “diagram
tulang ikan” (fishbone diagram) atau diagram ishikawa (ishikawa
diagram).

Bahan Metode
Penyebab
Persoalan
dan Akibat
Penyebab

Peralatan Manusia

Gambar 3. Diagram sebab akibat (Crocker et al, 2004)


Diagram sebab akibat, adalah suatu pendekatan terstruktur
yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam
menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan
kesenjangan yang terjadi (Nasution,2004).

2.5.4. Affinity Diagram

Affinity diagram dikembangkan oleh Jiro Kawakita pada tahun


1950-an dan sering menggunakan hasil brainstorming untuk
mengorganisasikan informasi sehingga mudah dipahami untuk
mengadakan perbaikan proses. Affinity diagram ini sangat berguna
untuk menyaring data yang berjumlah besar dan menciptakan pola
pikir baru (Ariani, 1999)

2.5.5. Diagram Pohon (Tree Diagram)

Tree diagram atau diagram pohon, menurut Ariani (1999)


merupakan alat yang digunakan untuk menghubungkan tujuan yang
harus ditempuh dengan tugas yang harus dilaksanakan untuk
mencapai tujuan tersebut.

2.5.6. Lembat Periksa (Checksheet)

Checksheet adalah alat yang sering digunakan untuk


menghitung seberapa sering sesuatu itu terjadi dan sering digunakan
dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul
tersebut kemudian dimasukkan kedalam grafik seperti diagram
pareto ataupun histogram untuk kemudian dilakukan analisis
terhadapnya. Selain Checksheet, penggumpulan data dapat juga
menggunakan datasheet. Pada datasheet, data khusus dicatat dalam
ruangan pada lembar kerja (Ariani, 1999).

2.5.7. Diagram Pareto (Pareto Diagram)

Pereto diagram yang merupakan diagram yang dikembangkan


oleh seorang ahli bernama Vilfredo Pareto adalah alat yang
digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori
kejadian yang disusun menurut ukurannya atau sebab-sebab yang
akan dianalisis, sehingga kita dapat memusatkan perhatian pada
sebab-sebab yang mempunyai dampak terbesar terhadap kejadian
tersebut (Ariani, 1999).

2.5.8. Histogram

Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan


variasi data pengukuran dan variasi setiap proses. Berbeda dengan
pareto chart yang penyusunannya menurut urutan yang memiliki
proporsi terbesar kekiri hingga proporsi terkecil, histogram ini
penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun (Ariani, 1999).

2.5.9. Scatter Diagram

Scatter Diagram adalah gambaran yang menunjukkan


kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam
variabel dan menunjukkan keeratan hubungan antara dua variabel
tersebut yang sering diwujudkan sebagai koefisien korelasi. Diagram
ini berupa titik yang menghubungkan paling tidak dua variabel, X
dan Y yang menunjukkan keeratannya, sehingga dapat dilihat apakah
suatu kesalahan dapat disebut berhubungan atau terkait dengan
masalah atau kesalahan yang lain.

2.5.10. Run Chart

Run chart adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran


sepanjang waktu, kecenderungan, daur, dan pola – pola lain dalam
suatu proses dan memperbandingkan performansi beberapa
kelompok, tetapi tanpa menyebutkan sebab-sebab terjadinya
kecenderungan, daur, atau pola-pola tersebut (Ariani, 1999).

2.5.11. Grafik Kendali

Menurut Ariani (1999), Grafik kendali adalah grafik yang


digunakan untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam
keadaan in control atau out control. Batas pengendalian yang
meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower
control limit) dapat membantu untuk menggambarkan performansi
yang diharapkan dari suatu proses, yang menunjukkan bahwa proses
tersebut konsisten. Bentuk dasar grafik kendali ditunjukkan pada
Gambar 4.

Batas pengendali atas

Karakteristik Garis tengah

kualitas
Batas pengendali bawah

Nomor Contoh atau Waktu

Gambar 4. Bentuk dasar Grafik Kendali (Montgomery, 1990)

Dengan mengetahui kondisi proses, maka kita dapat


mengetahui sumber variasi proses, pada dasarnya variasi adalah
ketidakseragaman dalam sistem sehingga menimbulkan perbedaan
dalam kualitas pada produk yang sama. Terdapat dua sumber atau
penyebab timbulnya variasi ( Deming dalam Gasperz, 2001), yaitu :
1) Penyebab umum (common cause) adalah faktor-faktor didalam
sistem atau yang melekat pada proses operasi yang menyebabkan
timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab
umum menimbulkan variasi acak (random variation) dalam
batas-batas yang dapat diperkirakan, dan sering disebut penyebab
acak (random cause) atau penyebab sistem (system cause).
2) Penyebab khusus (special cause) adalah kejadian-kejadian diluar
sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab
khusus dapat bersumber dari faktor seperti : manusia, peralatan,
material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini
dapat diidentifikasikan/ditemukan, sebab mereka tidak selalu
aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada
proses sehingga menimbulkan variasi.
Secara umum menurut Prawirosentono (2004), Grafik kendali
(control chart) dapat digunakan untuk memperoleh informasi berikut:
1). Kemampuan proses produksi, artinya apakah mesin-mesin masih
berjalan baik sesuai rencana atau tidak.
2). Pengendalian produk akhir, agar produk akhir tetap baik mutunya.

Jadi, kegunaan control chart adalah untuk membatasi toleransi


penyimpangan (variasi) yang masih dapat diterima, baik karena
akibat tenaga kerja, mesin, dan sebagainya.
Menurut Trisyulianti, dkk (2003), keuntungan dari grafik
kendali atau BKM (Bagan Kendali Mutu) adalah :
(1) mengendalikan produksi secara on process, (2) memantau proses
secara terus menerus agar tetap stabil, (3) meningkatkan produksi,
(4) pengendali efektif dalam pencegahan cacat, (5) mencegah
penyesuaian yang tidak perlu, dan (6) memberikan informasi yang
diagnotis. BKM dapat disebut juga pengendalian kualitas statistikal,
atau Statistical Quality Control (SQC), yang merupakan teori
probabilitas dalam pengujian atau pemeriksaan sampel. SQC
merupakan metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisis
data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam kegiatan pengawasan
kualitas produk. SQC dilakukan dengan pengambilan sampel
(sampling) dari “populasi” dan menarik kesimpulan berdasar
karakteristik sampel tersebut secara statistik (statistical inference).
SQC tidak menciptakan resiko, ataupun menghilangkan resiko.
Tujuan SQC adalah untuk menunjukkan tingkat reliabilitas sampel
dan bagaimana cara mengawasi resiko (Handoko, 1989).
Pengendalian kualitas statistik (statistical quality control)
secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu pengendalian
pengendalian proses statistik (statistical process control) atau yang
sering disebut control chart dan rencana penerimaan sampel produk
atau yang sering dikenal dengan acceptance sampling (Ariani, 2003).
Hal ini dapat digambarkan dalam gambar 5. Prosedur – prosedur
SQC yang memeriksa produk jadi disebut acceptance sampling, dan
dapat digunakan untuk mengawasi proses selama barang – barang
sedang dibuat sekaligus kualitas produk yang sedang dikerjakan.
Acceptance sampling berarti penerimaan atau penolakan keseluruhan
kumpulan produk jadi atas dasar jumlah cacat dalam sampel
(Handoko, 1984).

Pengendalian
Kualitas Statistik

Pengendalian Kualitas Rencana Penerimaan


Proses (Control Chart) Sampel Produk
(acceptance sampling)

Data Variabel Data Atribut Data Variabel Data Atribut

Gambar 5. Pengendalian Kualitas Statistik (Mitra dalam Ariani, 2003)

SQC mempunyai tiga penggunaan umum yaitu (1) untuk


mengawasi pelaksanaan kerja sebagai operasi – operasi individual
selama pekerjaan sedang dilakukan; (2) untuk memutuskan apakah
menerima atau menolak sejumlah produk yang telah diproduksi (baik
dibeli atau dibuat dalam perusahaan); dan (3) untuk melengkapi
manajemen dengan audit kualitas produk – produk perusahaan
(Handoko, 1984). Pada suatu perusahaan, SQC sangat bermanfaat
sebagai alat pengendali mutu. Pengendalian mutu juga meliputi
pengawasan pemakaian bahan – bahan, berarti secara tidak langsung
statistical quality control bermanfaat pula mengawasi tingkat
efisiensi. Jadi SQC dapat digunakan sebagai alat untuk mencegah
kerusakan dengan dengan cara menolak (reject) dan menerima
(accept) berbagai produk yang dihasilkan mesin, sekaligus upaya
efisiensi (Prawirosentono, 2004).
SQC dapat juga berguna dalam membuat produk sesuai dengan
spesifikasi sejak dari awal proses hingga akhir proses. Dalam banyak
proses produksi, akan selalu ada gangguan yang dapat timbul secara
tidak terduga. Apabila gangguan tidak terduga dari proses ini relatif
kecil biasanya dipandang sebagai gangguan yang masih dapat
diterima atau masih dalam batas toleransi. Apabila gangguan proses
ini relatif besar atau secara kumulatif cukup besar, dikatakan tingkat
gangguan yang tidak dapat diterima. Gangguan proses kadang-
kadang timbul dari tiga sumber, yaitu mesin yang dipasang tidak
wajar, kesalahan operator (human error), dan bahan baku yang rusak
atau tidak sesuai standar. Akibat dari gangguan tersebut
menyebabkan proses produksi tidak dalam keadaan terkendali dan
produk yang dihasilkan tidak dapat diterima.
Menurut Montgomery dalam Liana dan Arkeman (2002)
menyatakan suatu proses dinyatakan tidak terkendali apabila
dipenuhi salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut :
1). Satu atau beberapa titik di luar batas kendali.
2). Suatu kecenderungan titik naik atau turun dengan paling sedikit
tujuh atau delapan titik yang terletak diatas atau dibawah nilai
tengahnya.
3). Dua tau tiga titik yang berurutan di luar batas peringatan 2-sigma,
tetapi masih didalam batas kendali.
4). Empat atau lima titik yang berurutan di luar batas 1-sigma.
5). Pola tidak biasa atau tidak random dalam data.
6). satu atau beberapa titik dekat satu batas peringatan atau kendali.
Sebaran data yang bersifat random dan dalam batas kendali atau
tidak membentuk pola yang sistematik menunjukkan bahwa proses
terkendali. Sedangkan sebaran data yang membentuk pola yang
sistematik, atau random tetapi berada di luar batas kendali
menunjukkan proses tidak terkendali. Pola data yang sistematik
seperti dijelaskan pada dalam Tabel 2, dikategorikan menjadi tujuh
yaitu, perubahan mendadak, siklis, campuran, stratifikasi, pergeseran
proses, trend, dan pelarian. (Trisyulianti dkk, 2003)

Tabel 2. Interpretasi BKM untuk pola data yang sistematik


No Pola Interpretasi
1 Perubahan mendadak Operator :
Seorang yang baru atau tidak
berpengalaman atau salah menghitung batas
kontrol
Bahan baku :
Sifat fisik dan kimia bahan baku yang
bervariasi, perbedaan bahan baku
Mesin :
Mesin memiliki peralatan baru yang
Satu titik berada di luar merubah setting dasar
kontrol secara mendadak Lingkungan :
Perubahan lingkungan fisik seperti
kelembaban dan kontaminasi yang
mengganggu kualitas bahan baku
2 Siklis atau Periodisitas Operator :
Perbedaan operator dalam suatu proses
yang berbeda (rotasi operator)
Mesin :
Proses dan pemeriksaan peralatan pada
perbedaan shifts adalah berbeda.
Lingkungan :
perubahan lingkungan karena suhu dan Bila
titik-titik menunjukkan kelembaban pola perubahan yang sama

sepanjang interval yang


sama.
3 Campuran atau Metode :
merangkul batas kendali Perbedaan operator menggunakan
perbedaan metode untuk memproduksi
produk
Mesin :
Satu grafik memperlihatkan produksi dari
Bila titik-titik mendekati dua mesin, terutama dengan merk berbeda.
garis batas kendali
4 Stratifikasi atau Operator :
merangkul garis pusat Perhitungan batas kendali yang salah,
proses pengambilan sampel mengumpulkan
satu atau beberapa unit dari beberapa
distribusi pokok yang berbeda. Jika unit
terbesar dan terkecil dalam setiap sampel
Bila titik-titik mendekati relatif serupa, maka variabilitas yang
garis pusat diamati akan kecil tidak wajar.
Sumber : Trisyulianti, dkk (2003)
Tabel 2. Interpretasi BKM untuk pola data yang sistematik (lanjutan)
No Pola Interpretasi
5 Pergeseran dalam tingkat Operator :
proses Pengenalan operator baru, perubahan
dalam perhatian, keterampilan dan
motivasi
Bahan baku :
Penggunaan bahan baku baru.
Metode :
Pengenalan metode baru, atau standar
pemeriksaan baru
Bila titik-titik cenderung Mesin :
Penggunaan mesin baru, ukuran, atau
bergeser dari garis pusat
setting baru dari suatu peralatan .
6 Trend Operator :
Pengawas pengukur produk yang baru
dan kelelahan operator
Metode :
Metode dirubah lebih dari waktu untuk
memproduksi lebih baik atau lebih
buruk. Trend akan meningkat atau
menurun
Mesin :
Fixture atau die dalam mesin
Bila terdapat kenaikan atau mengalami kelonggaran secara gradual,
penurunan kontinu, tepatnya 6 atau pengukuran peralatan dirubah.
titik menurun atau meningkat Atau penurunan mesin secara perlahan-
lahan dan semakin memburuk .
7 Pelarian Operator :
Pengawas pengukur produk yang baru
Mesin :
Fixture atau die dalam mesin
mengalami kelonggaran secara gradual,
atau pengukuran peralatan dirubah
Lingkungan :
Bila titik cenderung terletak Debu atau kontaminan di dalam
ruangan bertambah banyak dan
pada satu sisi saja dari garis membentuk sesuatu yang memburuk
median, bila pergeseran atau
pelarian mempunyai 7 titik
atau 8 titik atau bila 10 keluar
dari 11 titik.
Sumber : Trisyulianti, dkk (2003)

2.6. Air Minum Dalam Kemasan

Air minum adalah semua air baik yang masih bersifat alami maupun
yang telah mengalami proses tertentu, misalnya desalinasi pada air laut dan
memenuhi standar air minum yang telah ditetapkan. Standar air minum
dibedakan menjadi air biasa, air mineral, air mineral alami, dan air minum
dalam kemasan (SII dalam Amelia, 2004). Menurut Dewan Standardisasi
Nasional (DSN), air minum dalam kemasan adalah air yang telah
diolah/diproses, dikemas dan aman diminum. Beberapa persyaratan mutu
yang harus dipenuhi dalam proses produksi air minum dalam kemasan,
yaitu:

Tabel 3. Persyaratan mutu air minum dalam kemasan


No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
· Bau - Tidak berbau
· Rasa Unit PtCo Normal
· Warna - Maks. 5
2. pH 6,5 – 8,5
3. Kekeruhan NTU Maks. 5
4. Kesadahan, sebagai CaCO3 Mg/l Maks. 150
5. Zat yang terlarut Mg/l Maks. 500
6. Zat organik (angka KmnO4 ) Mg/l Maks. 1,0
7. Nitrat dihitung sebagai (NO3 ) Mg/l Maks. 45
8. Nitrit dihitung sebagai (NO2 ) Mg/l Maks. 0,005
9. Amonium (NH4 ) Mg/l Maks. 0,15
10. Sulfat (SO4 ) Mg/l Maks. 200
11. Klorida (Cl) Mg/l Maks. 250
12. Fluorida (F) Mg/l Maks. 1
13. Sianida (CN) Mg/l Maks. 0,05
14. Besi (Fe) Mg/l Maks. 0,3
15. Mangan (Mn) Mg/l Maks. 0,05
16. Klor bebas Mg/l Maks. 0,1
17. Cemaran logam
· Timbal (Pb) Mg/l Maks. 0,005
· Tembaga (Cu) Mg/l Maks. 0,5
· Kadmium (Cd) Mg/l Maks. 0,005
· Raksa (Hg) Mg/l Maks. 0,001
18. Cemaran arsen (As) Mg/l Maks.0,05
19. Cemaran mikroba :
· Angka lempeng total awal *) Koloni/ml Maks. 1,0 x 102
· Angka lempeng total akhir **) Koloni/ml Maks. 1,0 x 105
· Bakteri bentuk coli APM/100ml <2
Koloni/ml nol
· C.perfringens - negatif/100ml
· Salmonella - negatif/100ml
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (DSN), 1996

Dua standar nasional yang mengatur kualitas air minum, yaitu SNI 01
3553 - 1996 (Standar Nasional Indonesia) dari Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, serta Peraturan Menteri Kesehatan No
907/Menkes/SK/VII/2002, air minum harus memenuhi persyaratan tingkat
kontaminasi nol untuk keberadaan bakteri coliform. Menurut PERMENKES
No 907/Menkes/SK/VII/2002 dalam laporan pelaksanaan penyuluhan
makanan dan minuman (2003), kualitas air minum yang memenuhi syarat
kesehatan adalah :
a. Syarat Fisik :
Jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan temperature tidak
melebihi suhu udara.
b. Syarat Kimia :
Tidak mengandung bahan kimia yang beracun dan zat yang
menimbulkan gangguan kesehatan.
c. Syarat Bakteriologi :
Tidak mengandung kuman parasit, kuman patogen, bakteri E coli
Bakteri coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting
kualitas air minum. Meskipun jenis bakteri ini tidak menimbulkan penyakit
tertentu secara langsung, tetapi keberadaannya di dalam air minum
menunjukkan tingkat sanitasi yang rendah. Oleh karena itu, dipersyaratkan
bahwa air minum harus bebas dari bakteri semua jenis coliform. Semakin
tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform maka akan semakin tinggi pula
resiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam

kotoran manusia dan hewan (Suara Karya Online, 2005).

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang pengendalian mutu, pernah dilakukan oleh beberapa


mahasiswa, antara lain :
1. Muhammad Taufan, dari Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, yang mengangkat judul “Analisis Pengendalian Mutu
Dan Kemampuan Proses Pada Produksi Teh Celup Sariwangi”. Dari
hasil penelitian tersebut, menunjukkan bahwa mutu merupakan faktor
utama untuk mempertahankan konsumen, sehingga
pengawasan/pengendalian mutu merupakan upaya untuk memperoleh
penerimaan produk oleh konsumen sesuai dengan tingkat yang diingini.
Proses pengendalian mutu yang dilakukan PT Sariwangi dimulai dari
pengendalian bahan baku, proses produksi, hingga produk jadi. Dalam
penelitian ini melalui diagram sebab akibat, didapatkan faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu pada proses produksi teh celup sariwangi.
Diagram pareto digunakan untuk untuk menganalisis proporsi jenis
kesalahan yang sering terjadi selama proses produksi. Parameter yang di
uji melalui grafik kendali x-bar dan R yaitu kadar air, partikel size, dan
keseragaman berat produk, untuk mengetahui apakah proses tersebut
berada dalam batas pengendalian.
2. Reni Puspa Fazriah dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, mengangkat judul “Analisis Pengendalian
Mutu Pada Proses Produksi Permen Chocfuls Di PT. Cadbury Indonesia
– Jakarta”. Fazriah melakukan pengamatan lapang untuk mempelajari
proses produksi permen chocfuls dan sistem pengendalian mutu, serta
dihubungkan dengan pengendalian proses secara statistik untuk
menentukan ruang lingkup permasalahan yang dikaji. Karakterisik
contoh yang diukur adalah berat permen chocfuls per pieces. Contoh
yang diambil adalah hasil keluaran dari cooling conveyor. Frekuensi
pengambilan contoh dilakukan setiap setengah jam sebanyak 20 pieces
selama tiga periode (bulan). Teknik analisa yang digunakan adalah grafik
kendali dan histogram.
3. Jalu Ambar Sucitra, dari Fakultas Teknologi Pertanian, mengangkat
judul “Manajemen Pengendalian Mutu Sosis Di CV. Fiva Food and Meat
Supply – Bekasi”. Menurut Sucitra, Pengendalian mutu yang
dilaksanakan oleh CV. Fiva Food and Meat Supply terdiri dari
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian proses produksi dan
pengendalian mutu produk akhir. Berdasarkan analisis diagram Pareto
kerusakan produk sosis terdiri atas tiga jenis kerusakan, kerusakan yang
pertama dan paling dominan adalah kerusakan pecah, kerusakan kedua
adalah sobek atau selongsong terkelupas dan kerusakan ketiga adalah
kerusakan ukuran. Penyebab kerusakan ini adalah faktor mesin, metode
dan manusia. Berdasarkan analisis diagram sebab akibat faktor-faktor
yang mempengaruhi mutu produk sosis meliputi empat faktor yaitu
metode, mesin dan peralatan, bahan baku serta tenaga kerja. faktor
metode merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi mutu
produk sosis, faktor yang mempengaruhi metode antara lain proses
pengolahan sosis, penyimpanan dan pengendalian mutu. Berdasarkan
bagan kendali X-R dapat diketahui bahwa rata-rata berat sosis terkendali
dengan baik. Terkendalinya berat bersih sosis disebabkan oleh proses
pengikatan yang dilakukan dengan teliti sehingga panjang sosis sesuai
dengan spesifikasi perusahaan.
4. Siti Aulyatunnisa Fauza, dari Fakultas Teknologi Pertanian, mengangkat
judul “Pengendalian Proses Produksi Chicken Stick Dengan
Menggunakan Statistical Process Control (SPC) Studi Kasus di PT
Charoen Pokphand Indonesia”. Dari Hasil penelitian tersebut,
didapatkan diagram sebab akibat untuk produk pendek/kecil, dan
bengkok, dimana hasil tersebut berdasarkan brainstorming dan
pengamatan terhadap produk. Penyebab utama produk pendek/kecil, dan
bengkok, yaitu kurangnya pengaturan suhu adonan sebelum dan selama
berada di mesin forming. Suhu adonan sebelum dan selama berada di
mesin forming kemudian diplot pada bagan kendali X-R dan process
capability-nya dihitung. Sampel suhu yang diambil adalah suhu adonan
chicken stick Champ sebanyak 25 batch, dengan enam kali pengambilan
suhu untuk masing-masing batch (sesuai jumlah troli).
Penelitian yang dilakukan mengacu pada penelitian terdahulu seperti
tersebut diatas, perbedaannya hanya pada perusahaan, produk, tujuan dan
metode penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Penelitian memiliki tujuan mengetahui proses produksi AMDK,
menganalisis pengendalian mutu pada proses produksi AMDK,
mengidentifikasikan sebab – sebab potensial yang mempengaruhi mutu
AMDK, mengetahui apakah pengendalian mutu pada proses produksi
tersebut terkendali ataupun tidak terkendali, oleh karena itu metode yang
saya gunakan adalah diagram sebab akibat dan grafik kendali, tetapi dalam
penelitian terdahulu, ada yang menggunakan histogram, dan analisis
kemampuan proses produksi.
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran penelitian, dijelaskan dalam Gambar 6 :

Kompetisi dalam
Industri

Kualitas atau Mutu

Air Minum Dalam


Kemasan (AMDK)

Proses Produksi

Proses Pengendalian
Mutu

Diagram Sebab Grafik


Akibat Kendali

Faktor-Faktor yang Terkendali /


Mempengaruhi Mutu Tidak
AMDK

Hasil Analisis
Pengendalian Mutu

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian


Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap
pelaku bisnis yang ingin memenangkan kompetisi dalam dunia industri akan
memberikan perhatian penuh kepada kualitas atau mutu. AMDK merupakan
salah satu industri yang menaruh perhatian pada kualitas airnya, untuk
menciptakan air bersih yang aman untuk dikonsumsi. Proses produksi yang
memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk berkualitas yang bebas
dari kerusakan, serta memiliki sejumlah keistimewaan yang mampu
meningkatkan kepuasan konsumen atas penggunaan produk itu. Produk
memiliki kualitas, jika terdapat kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran
tertentu serta memenuhi standar yang telah ditetapkan. Untuk mencapai hal
tersebut dibutuhkan pengendalian mutu, yang bertujuan untuk menganalisis
penyimpangan dari standar, oleh karena itu dilakukan analisis diagram sebab
akibat untuk mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu AMDK,
dan grafik kendali untuk melihat apakah proses produksi tersebut terkendali
atau tidak. Hasil analisis tersebut digunakan untuk perbaikan sistem kerja,
sehingga produk yang bersangkutan sesuai dengan standar yang ditentukan.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan
langsung di lapangan, dan hasil wawancara dengan pihak
perusahaan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data yang
dimiliki perusahaan, bahan pustaka yang berkaitan dengan kebutuhan
penelitian. Sebagai data penunjang juga diperoleh informasi dari
internet dan perpustakaan LSI IPB.

3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data.

a. Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis
persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan
tersebut. Dalam penelitian ini diagram sebab akibat digunakan
untuk menganlisis faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dari
air minum dalam kemasan (AMDK), yang dianalisis dari hasil
brainstorming dengan pihak perusahaan yaitu pemilik, quality
control (QC), dan karyawan/operator produksi .
Menurut Gasperz (2003), penggunaan diagram sebab akibat
dapat mengikuti langkah-langkah berikut :
1) Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan
ungkapkan masalah itu sebagai suatu pertanyaan masalah
(problem question)
2) Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan
menggunakan teknik brainstorming atau membentuk anggota
tim yang memiliki ide-ide berkaitan dengan masalah yang
sedang dihadapi.
3) Gambarkan diagram dengan pertanyaan masalah ditempatkan
pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama
seperti: material, metode, manusia, mesin, pengukuran dan
lingkungan ditempatkan pada cabang utama (membentuk
tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama ini dapat
diubah sesuai kebutuhan.
4) Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai
dengan menempatkan pada cabang yang sesuai .
5) Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa?”
untuk menemukan akar penyebab, kemudian daftarkan akar-
akar penyebab itu pada cabang-cabang yang sesuai dengan
kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan).
Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat menggunakan
teknik bertanya lima kali (five whys).
6) Interpretasi diagram sebab akibat itu dengan melihat
penyebab-penyebab yang muncul secara berulang, kemudian
dapatkan kesepakatan melalui konsensus tentang penyebab
itu. Selanjutnya fokuskan perhatian pada penyebab yang
dipilih melalui konsensus itu.
7) Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab
akibat itu, dengan cara mengembangkan dan
mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor
hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang
dilakukan itu efektif karena telah menghilangkan akar
penyebab dari masalah yang dihadapi.

b. Grafik Kendali
Grafik kendali X dan R (range) digunakan untuk
menganalisis data pada grafik kendali. Rata-rata ( X ) adalah
ukuran yang paling berguna bagi kecenderungan terpusat.
Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan
grafik pengendali untuk deviasi standar, yang dinamakan grafik
S, atau grafik pengendali untuk rentang yang dinamakan grafik
R. Rentang adalah perbedaan antara hasil pengukuran terendah
dan tertinggi dalam satu deretan. Grafik X dan R termasuk teknik
pengendalian proses statistik pada jalur yang paling penting dan
berguna untuk memelihara mean proses dan variabilitas proses
(Montgomery, 1990).
Langkah-langkah membuat grafik kendali X dan R
(Gasperz, 2003) adalah :
1) Tentukan ukuran contoh (n = 4,5,6,....). Untuk keperluan
praktek biasanya ditentukan lima unit pengukuran dari setiap
contoh (n = 5)
2) Kumpulkan 20 – 25 sampel
3) Hitung nilai X dan Range (R) dari tiap sampel.
X= X1+ X2+ + Xn..................................................................... (1)
n
R = x maks - xmin ..................................................................... (2)
Hitung nilai rata-rata dari semua X, yaitu X yang akan
digunakan sebagai garis tengah grafik X tersebut, serta nilai
rata-rata dari semua R, yaitu R yang merupakan garis tengah
dari grafik R.
Misalkan tersedia m sampel, masing-masing memuat n
observasi pada karakteristik kualitas itu. Misalkan X1, X2,...,
Xm adalah rata-rata tiap sampel. Maka penaksir terbaik untuk
rata-rata proses adalah mean keseluruhan yakni :
+X m (3)
X=X1+ X2+... ..................................................................
m
= R1 + R2 + + Rm (4)
R ...
m
4) Hitung batas-batas kendali 3-sigma dari grafik kendali x dan
R.
Grafik kendali x-bar (batas-batas kendali 3-sigma):
UCL (Batas Pengendali Atas) = (5)
X+ A2R ........................
CL (Garis Pusat) = X ......... (6)
.........
.........
.........
LCL (Batas Pengendali Bawah) = X - A R .........................
2
Grafik kendali R (batas-batas kendali 3-sigma):
........................................................
UCL (8)
= D4R
CL = R ...................... (9)
......................
................
LCL ...................................................... (10)
= D3R
Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik
kendali X dan R serta Indeks Kapabilitas Proses terdapat
pada lampiran 1.
5) Buatkan grafik kendali X dan R
6) Gunakan grafik kendali dari X dan R untuk memantau proses
yang sedang berlangsung dari waktu ke waktu, untuk
seterusnya, dan segera ambil tindakan perbaikan apabila ada
perubahan-perubahan yang tidak diinginkan pada proses itu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah dan Perkembangannya

PT. Sinar Bogor QUA (PT. SBQUA) merupakan perusahaan


khusus yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
dengan jenis produksi kemasan galon. PT SBQUA didirikan pada
bulan September 2001 di Jl. Pajajaran no 21 Warung Jambu Bogor
dengan bentuk perusahaan perseorangan dan memiliki total investasi
(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) sebesar Rp.
23.500.000. Pada tahun 2002, PT. SBQUA mengadakan kerjasama
dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor tentang
pengadaan air bersih untuk bahan baku produksi Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) dengan nomor perjanjian kerjasama No.
695.2/SPK.05-PDAM-SBQUA/2002. Tahun 2003 bentuk perusahaan
SBQUA berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT).
PT. SBQUA memiliki izin usaha industri dengan nomor tanda
daftar industri 535/45.TDI-Diperindagkop, dan telah memiliki SNI
01-3553-1996 dengan sertifikat produk penggunaan tanda SNI
nomor : 0283/PUSTAN/SNI-BW/X/2001, serta merek dalam negeri
dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) MD.
249110001624. Bahan baku dalam produksi juga telah memenuhi
syarat kualitas air minum Menkes R.I No. 907/Menkes/VII/2002
tanggal 26 Juli 2002.

4.1.2. Kebijakan Mutu

PT. SBQUA percaya bahwa mutu merupakan kepentingan


setiap orang, serta menetapkan kebijakan mutu yang dituangkan
dalam pernyataan berikut :” Memproduksi Air Minum Dalam
Kemasan Sesuai dengan Keinginan Pelanggan dengan Penyerahan
Barang Tepat Waktu”. Sasaran mutu yang ditetapkan adalah
memproduksi AMDK minimal sesuai dengan SNI 01-3553-1996.
Untuk mencapai sasaran tersebut, perusahaan menerapkan dan
mengelola sistem mutu dengan mengacu kepada pedoman BSN-10
dan kebijakan serta sasaran mutu disebarluaskan kepada setiap
personil yang ada dalam perusahaan untuk diterapkan dalam
pelaksanaan tugasnya masing – masing.

4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan

PT. SBQUA dipimpin oleh seorang presiden direktur yang juga


merupakan pemilik dari perusahaan. Saat ini PT. SBQUA memiliki
tujuh orang karyawan. Pada perusahaan terdapat tiga bagian yaitu
bagian produksi, bagian umum/personalia, dan bagian
pembelian/pemasaran. Struktur organisasi PT. SBQUA ditunjukkan
pada Gambar 7.

DIREKTUR

KA. BAG KA. BAG KA. BAG


PRODUKSI UMUM/PERSONALIA PEMBELIAN/
PEMASARAN

KA. SIE KA. SIE


LAB/QC GUDANG

OPERATOR PRODUKSI

Gambar 7. Struktur Organisasi PT. SBQUA


Sesuai dengan struktur organisasi dari perusahaan tersebut, maka
tanggung jawab dan wewenang dari personil manajemen adalah
sebagai berikut :
a. Direktur
Memimpin manajemen perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan baik tujuan internal maupun eksternal. Tujuan
internal berupa dapat diterapkannya sistem mutu secara mantap
dan berkesinambungan yang dapat meningkatkan kinerja
perusahaan. Tujuan eksternal berupa tercapainya persyaratan
pelanggan secara efektif dan efisien juga bertanggung jawab
dalam hal pembelian dan pengadaan sarana produksi,
bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan sumber
daya manusia melalui program – program pelatihan untuk
peningkatan kemampuan.
b. Kepala Bagian Produksi
Menjalankan fungsi manajemen bidang produksi,
bertanggungjawab dalam pelaksanaan dan pengendalian
produksi.
c. Kepala Bagian Umum/Personalia
Membantu direktur dalam melaksanakan pengawasan dan
pengendalian bidang umum dan personalian, melaksanakan
pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), serta kegiatan
hubungan masyarakat (humas) guna menunjang usaha
perusahaan.
d. Kepala Bagian Pembelian/Pemasaran
Merencanakan, menetukan harga, promosi, distribusi barang dan
merencanakan/mengatur persediaan barang/bahan yang berkaitan
dengan operasional perusahaan.
e. Kepala Seksi Laboratorium/Quality Control (QC)
Menjalankan fungsi manajemen bidang pengendalian/
pengawasan mutu terhadap bahan baku/pembantu yang
digunakan dalam proses produksi, selama proses berlangsung,
dan produk jadi untuk mencapai spesifikasi yang ditetapkan.
f. Kepala Seksi Gudang
Menjalankan fungsi manajemen bidang pergudangan,
bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyimpanan,
penanganan dan penyerahan bahan baku, penolong, dan produksi
jadi.
g. Operator Produksi
Menjalankan pelaksanaan produksi sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan perusahaan.

4.1.4. Fasilitas Perusahaan

Fasilitas perusahaan merupakan bangunan dan peralatan yang


terdapat diperusahaan yang menunjang proses produksi dan
kesejahteraan karyawan. Fasilitas perusahaan pada PT. SBQUA
adalah :
a. Fasilitas utama :
PT. SBQUA memiliki mesin – mesin produksi yang berfungsi
dalam proses filtrasi dan sterilisasi pada air, antara lain :
1) Tank penampungan bahan baku
2) Mesin carbon active filter I
3) Mesin ressin filter
4) Mesin carbon active filter 2
5) Filter cartridge
6) Mesin ozon generator
7) Mesin ozon reactor
8) Tank penampungan produk jadi
9) Mesin sinar ultra violet (UV)
10) Mesin Filler
b. Fasilitas penunjang
Untuk memperoleh AMDK dengan kualitas terjamin, maka PT
SBQUA dilengkapi dengan laboratorium QC (Quality Control)
yang cukup memenuhi syarat untuk melakukan pengujian fisika
dan kimia mulai dari air baku hingga AMDK, serta pengujian
mikrobiologi untuk uji bakteri e-coli. Alat – alat pada laboratorium
QC antara lain :
1) pH meter 8) Mikroskop
2) Turbiditimeter 9) Oven
3) TDS meter 10) Pinset
4) Cawan petri dari 11) Tabung Durham
gelas 12) Gelas kimia
5) Pipet ukur 13) Gelas ukur
6) Pemanas air/kompor 14) Pengaduk gelas
listrik 15) Erlenmeyer
7) Lemari pengeram 16) Otoklaf
(Inkubator) 17) Timbangan Digital

Bahan kemasan (galon) juga harus melewati tahap – tahap


pencucian, dimana peralatan penunjang pada pencucian galon ini
meliputi :
1) Mesin rinser
2) Mesin pembilas dengan air yang telah melalui proses
ozonisasi
3) Mesin pembilas air panas
4) Penyikat
5) Sabun khusus pencucian galon (teepol)
c. Fasilitas umum
Kesejahteraan karyawan merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan. Perusahaan menyediakan musholla, dan
kamar mandi yang berbeda untuk karyawan pria dan wanita,
kantin khusus karyawan, serta tempat parkir.

4.2. Proses Produksi

Produksi AMDK di PT. SBQUA dilakukan setiap hari, kecuali hari


minggu/libur, dengan jumlah produksi sesuai dengan pesanan saat itu. Total
pemakaian air dan produksi AMDK PT. SBQUA pada bulan Januari hingga
April 2006 terdapat pada Lampiran 2. Produk yang telah jadi akan
dikirimkan langsung kepada pemesan.
Pada proses produksi, air baku akan diproses melalui beberapa tahap
filtrasi yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan kekeruhan serta
melalui proses sterilisasi (ozonisasi dan ultra violet). Secara umum diagram
alir proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 3. Pada diagram alir
tersebut dapat dilihat air baku dari PDAM ditampung di tank penampungan
bahan baku, lalu dipompa untuk dialirkan ke carbon active filter I. Carbon
active filter I ini berfungsi untuk menangkap ion-ion negatif serta menyaring
kotoran dan bau dalam air. Tahapan berikutnya adalah ressin filter yang
berfungsi untuk menstabilkan pH pada air. Air kemudian dialirkan kembali
ke carbon active filter II untuk disaring kembali kotoran dan bau yang masih
tersisa. Tahap filtrasi berikutnya adalah penyaringan melalui filter cartridge
dengan kekuatan penyaring 5 sampai 1 mikron, dimana kotoran – kotoran,
endapan, serta mineral yang ada didalam air akan disaring. Air yang telah
melalui tahapan filtrasi tersebut, dialirkan ke ozon generator, dimana air
akan diberi ozon untuk melemahkan bakteri – bakteri yang terkandung
dalam air. Ozon dan air tersebut akan dicampur secara merata didalam ozon
reactor. Setelah melalui tahap ozonisasi, air ditampung di tank
penampungan bahan jadi, dan dialirkan melalui sinar ultra violet (UV)
dengan kekuatan 10 gpm (galon/menit) untuk mematikan bakteri –bakteri
dalam air. Tahap terakhir adalah pengisian air melalui mesin filler.

4.3. Penerapan Pengendalian Mutu PT. Sinar Bogor QUA

Pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi menjadi empat tahap


yaitu pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu dalam proses,
pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan. Agar
kualitas air tetap terjamin, perusahaan dilengkapi dengan laboratorium QC
yang cukup memenuhi syarat dimana setiap hari dilakukan pengujian fisika
dan kimia mulai dari air baku hingga AMDK serta secara mikrobiologi
dilakukan uji bakteri e-coli. AMDK yang diuji di laboratorium PT.SBQUA
secara berkala akan dilakukan perbandingan dengan pengujian kembali di
laboratorium yang sudah terakreditasi seperti BBIA (Balai Besar Industri
Agro) Bogor.

4.3.1. Pengendalian Mutu Bahan Baku


Bahan baku air pada produksi PT. SBQUA berasal dari PDAM,
dimana bahan baku tersebut sebelumnya telah melalui proses
pengolahan di PDAM dan memenuhi syarat kualitas air minum,
Menkes RI No. 907/Menkes/VII/2002 tanggal 26 Juli 2002.
Pengendalian mutu bahan baku pada PT. SBQUA dilakukan dengan
pengambilan sampel pada tank penampungan bahan baku untuk
diuji, prosedur pengujian air baku ditampilkan pada Lampiran 4.
Indikator mutu yang diuji pada air baku ini meliputi pH (derajat
keasaman), TDS (total dissolved solid), turbidity (kekeruhan), suhu,
total chlorine dan free chlorine, untuk memastikan air tidak memiliki
bau, rasa dan warna dengan standar pengujian meliputi analisa
masing – masing indikator mutu (Tabel 4).

Tabel 4. Pengendalian Mutu Bahan Baku


Indikator Mutu Standar Pengujian Nilai Terapan
pH Analisa pH 6,5 – 8,5
TDS Analisa TDS 50 – 90 mg/l
Turbidity Analisa Turbidity maks.2.5 NTU
Suhu Analisa Suhu maks.30ëC
Total Chlorine Analisa Total Chlorine maks.250 mg/l
Free Chlorine Analisa Free Chlorine maks.0,1 mg/l

Keterangan : TDS = Total Dissolved Solid


Turbidity = Kekeruhan
NTU = Nephelometric Turbidity Units

4.3.2. Pengendalian Mutu Produk dalam Proses

Pengendalian mutu produk AMDK dalam proses produksi


dapat dilihat pada Tabel 5. Pengujian dilakukan setiap hari, dengan
pengambilan sampel air pada empat kran pada mesin produksi, yaitu
pada mesin Carbon Active Filter I (CF1), Ressin Filter (RF), Carbon
Active Filter II (CF2), setelah melewati Filter Cartridge (SC), dan
mesin Filler. Indikator mutu yang diuji dalam proses ini meliputi pH
(derajat keasaman), TDS (total dissolved solid), turbidity
(kekeruhan), dan suhu, dengan standar pengujian meliputi analisa
masing – masing indikator mutu

Tabel 5. Pengendalian Mutu Produk dalam Proses


Proses Lokasi Indikator Standar Nilai Terapan
Pengujian Mutu Pengujian

Filtrasi CF1 pH Analisa pH 6,5 – 8,5


TDS Analisa TDS 50 – 90 mg/l
RF
Turbidity Analisa Turbidity maks.2.5
CF2
Suhu Analisa Suhu NTU
SC
maks.30ëC
Mesin
Filler

Keterangan : CF1 = Carbon Active Filter I


RF = Ressin Filter
CF2 = Carbon Active Filter II
SC = Setelah melewati filter cartridge
Filler = Mesin pengisi air kedalam galon
TDS = Total Dissolved Solid
Turbidity = Kekeruhan
NTU = Nephelometric Turbidity Units

Pengendalian mutu ini bertujuan untuk mencegah penyimpangan –


penyimpangan produk dari standar yang ditetapkan. Apabila terjadi
penyimpangan yang melebihi standar yang ditetapkan oleh
perusahaan, maka proses produksi dihentikan dan dilakukan pemutar
balikkan jalur air (backwash) , setelah itu dilakukan pengujian ulang,
jika air telah kembali sesuai dengan standar, maka proses produksi
kembali dilakukan. Cara – cara pengujian karakteristik mutu sama
dengan pengujian air baku pada tank penampungan bahan baku.
4.3.3. Pengendalian Mutu Produk Jadi

Air yang telah dikemas dalam galon akan diambil sampelnya


untuk dilakukan pengujian antara lain uji fisika, dan kimia yang
meliputi pH, TDS, turbidity, dan suhu serta uji mikrobiologi yaitu uji
bakteri e-coli, seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Cara – cara
pengujian fisika dan kimia sama dengan pengujian air baku pada
tank penampungan bahan baku. Cara – cara pengujian mikrobiologi
ditampilkan pada Lampiran 5.

Tabel 6. Pengendalian Mutu Produk Jadi


Pengujian Indikator Standar Pengujian Nilai Terapan Mutu

Kimia pH Analisa pH 6,5 – 8,5


Fisika TDS Analisa TDS 50 – 90 mg/l
Turbidity Analisa Turbidity maks.2.5 NTU
Suhu Analisa Suhu maks.30ëC

Mikrobiologi Bakteri e coli Pengujian Negatif


Mikrobiologi

Keterangan : TDS = Total Dissolved Solid


Turbidity = Kekeruhan
NTU = Nephelometric Turbidity Units

4.2.3. Pengendalian Mutu Kemasan

Galon dan tutup galon yang digunakan didapatkan dari


pemasok, adapun standar dari galon dan tutup galon terdapat pada
Lampiran 6. Sanitasi galon yang digunakan sebagai kemasan air ini
melalui 4 tahap pencucian dimana tahap akhir menggunakan air yang
telah melalui proses ozonisasi dan air panas, dengan demikian
diprediksikan kemasan galon bebas dari mikroorganisme yang
merugikan, untuk lebih jelasnya instruksi kerja pencucian galon
dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.4. Hasil Analisis

4.4.1. Analisis Diagram Sebab Akibat

Diagram sebab akibat digunakan untuk menganalisis


persoalan dan faktor-faktor yang menimbulkan persoalan tersebut.
Berdasarkan hasil brainstorming dan pengamatan yang dilakukan
ditemukan faktor – faktor yang mempengaruhi mutu dari AMDK,
yaitu bahan baku, mesin / alat, kemasan, lingkungan, metode serta
karyawan. Diagram sebab akibat ditunjukkan pada Gambar 8.
1) Bahan Baku
Bahan baku utama dalam produksi AMDK SBQUA adalah
air yang berasal dari PDAM. Kualitas/mutu air dipengaruhi oleh
parameter mutu air, penyimpanan bahan baku air dan cuaca.
Parameter mutu air terdiri dari pH, suhu, kekeruhan, TDS,
chlorida, dan mikrobiologi. Nilai pH dalam perairan mencirikan
keseimbangan antara asam dan basa dalam air. Penyimpangan
dalam pH pada air minum akan mempengaruhi pertumbuhan
mikroba didalam air dan perubahan rasa pada air. Menurut SNI-
01-3553-1996, persyaratan pH pada AMDK adalah 6,5 – 8,5.
Perusahaan menetapkan persyaratan pH AMDK sesuai dengan
SNI. Suhu dalam air tidak boleh tinggi karena akan
mempermudah munculnya bakteri – bakteri pada air. Suhu
maksimum yang diperbolehkan adalah 30°C.
Paremeter mutu AMDK selanjutnya adalah kekeruhan.
Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat – zat
tersuspensi seperti lumpur, zat organik, dan zat – zat halus
lainnya. Kekeruhan akan mengakibatkan perubahan warna dari
air. Menurut SNI-01-3553-1996, persyaratan kekeruhan pada
AMDK adalah maks. 5 NTU. Perusahaan menetapkan
persyaratan kekeruhan AMDK sebesar maks. 2,5 NTU. TDS
(Total Dissolved Solid) merupakan zat yang terlarut dalam air.
Menurut SNI-01-3553-1996, persyaratan TDS pada AMDK
adalah maks. 500 mg/l. Perusahaan menetapkan persyaratan TDS
39

Bahan
Kemasan Metode
Kalibras i Filter
Cuaca Standar Pencucian
Perawatan
Air Mesin / Alat
Tanki Sanitasi
pH Backwash
Mikrobiologi Bahan Penyabunan Kemasan Alat Uji
Chloridane TDS Pencucian Analisa Mutu Air
Kekeruhan Penyimpana
Suhu
Parameter Mutu Air
Pembilasan
Mutu Air Suhu

Mutu Air
Backwash Minum Dalam
Filler
Carbon Active Filter Pelatihan Kemasan
Backwash Filter Catridge
Ressin Filter Filter Pengetahuan Kebersihan
Ozon Sinar UV Pengalaman Suhu

Ozon Generator
Pump Sterilisasi
Kedisiplinan
Ozon Reactor Kalibrasi
Alat Uji Lab
Alat Pencuci Kemasan
Karyawan Lingkungan
Mesin /Alat
Gambar 8. Diagram Sebab Akibat Kualitas AMDK SBQUA
AMDK sebesar 50-90 mg/l. Mikrobiologi merupakan suatu
pengujian untuk melihat kandungan unsur – unsur mikrobiologi
seperti bakteri E-coli, yang dilakukan setiap 2 minggu sekali.
Pengujian mutu air selanjutnya yaitu pengujian chlorida
(cl) yang terdiri dari total chlorine dan free chlorine, yang
dilakukan minimal 1 bulan sekali. Menurut persyaratan SNI-01-
3553-1996 total chlorine adalah maks. 250 mg/l dan free
chlorine adalah maks. 0,1 mg/l. Cuaca berpengaruh pada bahan
baku air, terutama jika musim hujan, kekeruhan air akan
meningkat. Penyimpanan bahan baku tidak boleh terkena sinar
matahari langsung oleh karena itu bahan yang digunakan adalah
bahan yang kedap cahaya, karena jika suhu dari air meningkat
maka akan mempermudah munculnya bakteri – bakteri pada air.
Suhu maksimum yang diperbolehkan adalah 30°C.
2) Mesin/Alat
Mesin atau peralatan memiliki peranan penting agar dapat
dihasilkan produk yang bermutu. Mesin/peralatan yang dimiliki
oleh PT SBQUA antara lain adalah carbon active filter I, ressin
filter, carbon active filter II, filter cartridge, pump, ozon
generator, ozon reactor, Ultra Violet (UV), dan mesin filler
(pengisi kemasan). Mesin pendukung produksi AMDK yaitu alat
pencuci kemasan. Peralatan lain yang dimiliki oleh PT SBQUA
yaitu peralatan laboratorium yang mampu menganalisa parameter
uji mikrobiologi dan uji fisika-kimia yang minimal dibutuhkan.
Mesin/peralatan memerlukan perawatan agar kinerjanya tetap
terkontrol dan berada dalam standar, perawatan yang dilakukan
antara lain penggantian filter dan backwash pada mesin produksi
serta kalibrasi untuk peralatan pengujian.
3) Kemasan
Bahan kemasan, terdiri dari galon, tutup galon, tissue, serta
segel SBQUA. Bahan kemasan tersebut diperoleh dari pemasok
dan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Galon dan
tutup galon harus melewati tahapan pencucian kemasan dari
pemberian sabun khusus kemasan (teepol), hingga pembilasan
sesuai dengan instruksi kerja pencucian galon.
4) Lingkungan
Kebersihan lingkungan meliputi ruang produksi dan tempat
penyimpanan produk jadi, serta laboratorium harus diperhatikan,
karena memiliki pengaruh terhadap mutu air. Jika kebersihan
tidak dijaga maka akan berpengaruh terhadap bau dan rasa dari
air tersebut. Kebersihan dapat dijaga dengan menjauhkan tempat
sampah dari ruang produksi, dan pembersihan ruangan produksi
setiap kali akan melakukan produksi. Sterilisasi ruangan harus
dilakukan terutama pada ruang filler dan juga laboratorium. Suhu
ruangan tidak boleh terlalu tinggi, agar mencegah timbulnya
bakteri – bakteri pada air.
5) Metode
AMDK yang terjamin harus melewati tahap pengujian
parameter mutu air, agar air yang dihasilkan terbebas dari rasa,
bau, dan warna, serta baketeri-bakteri yang merugikan.
Perawatan untuk mesin/alat yang dimiliki antara lain dilakukan
backwash atau penggantian filter, agar kinerja mesin tetap stabil
dalam menghasilkan air yang berkualitas. Kalibrasi pada
peralatan uji laboratorium, dilakukan sebelum menguji air, hasil
pengukuran air tersebut akurat. Kemasan yang digunakan juga
harus melewati tahapan pencucian kemasan seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya.
6) Karyawan
Karyawan memiliki pengaruh yang penting terhadap mutu
produk yang dihasilkan. Karyawan produksi / operator bertugas
menjaga dan mengendalikan mesin agar tetap berjalan sesuai
dengan fungsinya, serta melakukan pencucian galon, pengisian
galon, sampai pemberian seal segel galon. Karyawan bagian QC
bertanggungjawab dalam pengujian mutu air.
Pengetahuan terhadap mesin dapat ditingkatkan dengan
pelatihan, serta pengalaman yang mereka dapatkan selama
bekerja. Kebersihan dalam produksi sangat penting, terutama
pada bagian pengisian air kedalam kemasan (filler), dimana
ruangan serta pakaian yang dikenakan oleh operator harus steril.
Kedisiplinan karyawan dibutuhkan untuk menjaga kestabilan
mutu air, seperti pengecekan mesin setiap akan berproduksi,
pengecekan sampel air, serta penggunaan pakaian khusus,
penutup kepala, dan penutup mulut pada ruang filler.

4.4.2. Analisis Grafik Kendali

Analisis grafik kendali untuk pH, TDS, dan turbidity,


menggunakan grafik kendali X-bar dan Range. Grafik kendali X-bar
dan R (Range) digunakan untuk memantau proses yang mempunyai
karakteristik berdimensi kontinu, sehingga grafik kendali X-bar dan
R sering disebut sebagai grafik kendali untuk data variabel.
Penjelasan mengenai grafik kendali X-bar dan R dapat dilihat pada
Tabel 7.

Tabel 7. Pengertian grafik kendali X-bar dan R


Ariani (2003) Gasperz (2003)
Grafik Menunjukkan apakah rata – Menjelaskan tentang apakah
rata produk yang dihasilkan perubahan-perubahan telah
kendali X sesuai dengan standar terjadi dalam ukuran titik pusat
pengendalian yang digunakan (central tendency) atau rata –
perusahaan rata dari suatu proses.

Grafik Untuk mengetahui tingkat Menjelaskan tentang apakah


Kendali keakurasian atau ketepatan perubahan – perubahan telah proses
yang diukur dengan terjadi dalam ukuran variasi,
R mencari range dari sampel dengan demikian berkaitan
yang diambil dalam observasi dengan perubahan homogenitas
produk yang dihasilkan melalui
suatu proses
Suatu proses dapat dikatakan tidak terkendali apabila dipenuhi
salah satu dari beberapa kriteria yang ditampilkan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Kriteria Proses Tidak Terkendali


No Menurut Minitab Versi 14 Menurut Montgomery (1990)
(1) Satu titik berada pada zona lebih
Satu atau beberapa titik diluar batas
dari 3 sigma dari garis tengah pengendali
(2) Sembilan titik berturut-turut Suatu giliran dengan paling sedikit
berada pada sisi yang sama dari tujuh atau 8 titik, dengan macam
garis tengah giliran dapat berbentuk giliran naik
atau turun, giliran di atas atau di
bawah garis tengah, atau giliran di
atas atau di bawah median.
(3) Tujuh titik berturut-turut, Dua atau tiga titik yang berturutan di
semuanya merambat naik dan luar batas peringatan 2-sigma, tetapi
turun masih dalam batas pengendali

(4) Empat belas titik berurutan Empat atau lima titik yang
berada di atas atau di bawah berturutan di luar batas 1-sigma.
(5) Dua dari tiga titik berada pada Pola tak biasa atau tak random
zona lebih dari 2 sigma dari dalam data.
garis tengah (pada sisi yang
sama)
(6) Empat dari lima titik berada Satu atau beberapa titik dekat satu
pada zona lebih dari 1 sigma batas peringatan atau pengendali.
dari garis tengah (pada sisi yang
sama)
(7) Lima belas titik berturut-turut
berada pada zona 1 sigma dari
garis tengah (pada sisi yang
berbeda)
(8) Delapan titik berturut-turut
berada pada lebih dari 1-sigma
dari garis tengah

Pengambilan sampel untuk grafik kendali ini adalah sebanyak


tiga kali sehari dalam 20 kali observasi, yakni pagi, siang, dan sore
hari, pada 6 kran tahapan produksi, antara lain tank penampungan
bahan baku, carbon active filter I, ressin filter, carbon active filter II,
setelah melewati filter cartridge, mesin filler. Analisis grafik kendali
ini menggunakan minitab versi 14.
a. Grafik Pengendali Derajat Keasaman (pH) Air

1) Grafik Kendali pH Air pada Tank Penampungan Bahan


Baku (BB)

Grafik kendali untuk pH pada tank penampungan bahan


baku disajikan pada Gambar 9. Pada grafik kendali rata –
rata, dapat dilihat terdapat :
1. Lima titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel
2, 9, 14, 15, 16.
2. Empat titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada
sampel 6, 10, 11, 15
3. Satu titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel
7

Keterangan :
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis
tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 9. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada BB


Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses
tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada tank
penampungan bahan baku, seperti ditunjukkan pada
Lampiran 8, yaitu 6,84, masuk dalam standar yang ditetapkan
perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,22, dan LCL
sebesar 6,46. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,46
sampai 7,22, dengan rata – rata pH 6,84.
Grafik kendali R untuk pH pada tank penampungan
bahan baku menunjukkan proses terkendali, dengan tidak
adanya titik yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali.
Nilai UCL sebesar 0,97, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti
variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,97, dengan rata –
rata pH 0,38.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi
cuaca terutama pada musim hujan, sehingga bagian QC harus
melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air
tersebut, jika pH tetap tidak sesuai standar maka dilakukan
laporan kepada pihak PDAM. 2) Terjadi kesalahan pengujian,
yang disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal,
sehingga QC harus melakukan kalibrasi dengan benar agar
nilai pH sesuai dengan kenyataan.

2) Grafik Kendali pH pada Carbon Active Filter I (CF1)

Grafik kendali untuk pH pada carbon active filter I,


disajikan pada Gambar 10. Pada grafik kendali rata – rata,
dapat dilihat terdapat :
1. Dua titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel
4 dan 16
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel
17
Kriteria-kriteria tersebut menandakan bahwa proses
tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada carbon
active filter I seperti ditunjukkan pada Lampiran 9, yaitu
6,92, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu
6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,30, dan LCL sebesar 6,53 .
Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,53 sampai 7,30,
dengan rata – rata pH 6,92.

Keterangan :
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)

Gambar 10. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada CF I

Grafik kendali R untuk pH pada carbon active filter I


menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 0,98, dan
LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada pada kisaran
0 sampai 0,98, dengan rata – rata pH 0,38.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Carbon active filter, tidak berfungsi dengan baik, sehingga
operator harus melakukan backwash atau pemutar balikan
arus air. 2) Bahan baku yang memiliki kandungan pH yang
bervariasi. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus
melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai
dengan kenyataan.

3) Grafik Kendali pH pada Ressin Filter (RF)

Pada Gambar 11, grafik kendali pH pada ressin filter,


menunjukkan bahwa ada satu titik yang memenuhi kriteria
nomor (6), yaitu pada sampel 19.

Keterangan :
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)

Gambar 11. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada RF

Kriteria tersebut, menunjukkan proses tidak terkendali,


meskipun demikian nilai x pH pada ressin filter , seperti
ditunjukkan pada Lampiran 10 , yaitu 6,93, masuk dalam
standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai
UCL sebesar 7,32, dan LCL sebesar 6,54. Hal ini berarti pH
berada pada kisaran 6,54 sampai 7,32, dengan rata – rata pH
6,93.
Pada grafik kendali R menunjukkan proses terkendali,
nilai UCL sebesar 0,98, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti
variasi pH berada pada kisaran 0 sampai 0,98, dengan rata –
rata pH 0,38.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Mesin, khususnya ressin filter yang berfungsi
menstandarkan pH tidak bekerja dengan baik, sehingga
operator harus melakukan backwash atau penggantian pada
ressin filter tersebut, 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang
disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC
harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai
dengan kenyataan.

4) Grafik Kendali pH pada Carbon Active Filter II (CF2)

Grafik kendali untuk pH pada carbon active filter II,


disajikan pada Gambar 12. Pada grafik kendali rata – rata,
dapat dilihat terdapat:
1. Satu titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 7
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 9
Kriteria-kriteria tersebut menandakan bahwa proses
tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH pada carbon
active filter II, seperti ditunjukkan pada Lampiran 11 , yaitu
6,87, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu
6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,30, dan LCL sebesar 6,43. Hal
ini berarti pH berada pada kisaran 6,43 sampai 7,30, dengan
rata – rata pH 6,87.
Grafik kendali R untuk pH pada carbon active filter II
menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik
yang memenuhi kriteria nomor (1), yaitu pada sampel 9. Nilai
UCL sebesar 1,09, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi
pH berada pada kisaran 0 sampai 1,09, dengan rata – rata pH
0,43.

Keterangan :
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)

Gambar 12. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada CF2

Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan


menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Carbon active filter, tidak berfungsi dengan baik, sehingga
operator harus melakukan backwash. 2) Kondisi mesin
sebelum carbon active filter II, tidak bekerja dengan
maksimal, sehingga kandungan pH masih tetap bervariasi.
3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan kalibrasi
pada alat belum maksimal, sehingga QC harus melakukan
kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai dengan
kenyataan.

5) Grafik Kendali pH Setelah Melewati Filter Cartridge (SC)

Grafik kendali untuk pH setelah melewati filter


cartridge, disajikan pada Gambar 13. Pada grafik kendali rata
– rata, dapat dilihat terdapat :
1. Empat titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 5, 9, 15, 16
2. Tiga titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel
5, 11, 17

Keterangan :
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)

Gambar 13. Grafik kendali X-bar dan R pH Air Pada SC


Kriteria-kriteria tersebut menandakan bahwa proses
tidak terkendali, meskipun demikian nilai x pH setelah
melewati filter cartridge seperti ditunjukkan pada Lampiran
12 yaitu 6,98, masuk dalam standar yang ditetapkan
perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai UCL sebesar 7,22, dan LCL
sebesar 6,73. Hal ini berarti pH berada pada kisaran 6,73
sampai 7,22, dengan rata – rata pH 6,98.
Grafik kendali R untuk pH setelah melewati filter
cartridge menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar
0,62, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi pH berada
pada kisaran 0 sampai 0,62, dengan rata – rata pH 0,24.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau
tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian
filter tersebut. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang
disebabkan kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC
harus melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai
dengan kenyataan.

6) Grafik Kendali pH pada Mesin Filler

Grafik kendali untuk pH pada mesin filler, disajikan


pada Gambar 14. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat
proses tidak berada dalam pengendalian, karena terdapat satu
titik memenuhi kriteria nomor (5), yaitu pada sampel 11,
meskipun demikian, nilai x pH pada mesin filler, seperti
ditunjukkan pada Lampiran 13 , yaitu 7,04, masuk dalam
standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 6,5 – 8,5. Nilai
UCL sebesar 7,36, dan LCL sebesar 6,72. Hal ini berarti pH
berada pada kisaran 6,72 sampai 7,36, dengan rata – rata pH
7,04.
Grafik kendali R untuk pH pada mesin filler
menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik
yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2. Nilai
UCL sebesar 0,80, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi
pH berada pada kisaran 0 sampai 0,80, dengan rata – rata pH
0,31.

Keterangan :
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)

Gambar 14. Grafik kendali X-bar dan R pH Air pada Filler

Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan


menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Mesin filler merupakan tahapan terakhir dari
proses produksi AMDK, sehingga apabila proses produksi
masih tidak terkendali, maka variasi penyebab khususnya
dapat berupa, 1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik
atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan
penggantian filter tersebut. 2) Mesin-mesin sebelumnya tidak
berfungsi dengan maksimal, sehingga kandungan pH masih
bervariasi. 3) Bahan baku yang memiliki kandungan pH yang
bervariasi. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus
melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai
dengan kenyataan.
Pada Gambar 9, 10, 11, 12, 13, dan 14, dapat
disimpulkan rata-rata pH sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan, meskipun terlihat bahwa proses
produksi masih tidak terkendali, sekaligus menandakan
bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses
produksi. Berdasarkan hal tersebut, pihak perusahaan harus
menghilangkan variasi penyebab khusus itu agar membawa
proses kedalam pengendalian statistikal.
Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi
sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca,
terutama pada musim hujan sehingga memiliki kandungan
pH yang bervariasi, oleh karena itu bagian QC, harus
melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku air
tersebut, jika pH tetap tidak sesuai standar maka dilakukan
laporan kepada pihak PDAM. 2) Mesin,seperti carbon active
filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan baik,
sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter
Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat,
sehingga operator harus melakukan penggantian filter
tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
kalibrasi pada alat belum maksimal, sehingga QC harus
melakukan kalibrasi dengan benar agar nilai pH sesuai
dengan kenyataan.
b. Grafik Pengendali Kekeruhan (Turbidity)

1) Grafik Kendali Kekeruhan Air pada Tank Penampungan


Bahan Baku (BB)

Grafik kendali untuk kekeruhan pada tank


penampungan bahan baku disajikan pada Gambar 15.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis
tengah (pada sisi yang sama)

Gambar 15. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan air pada BB

Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat :


1. Lima titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel
9, 10, 11, 17, 18.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel
20
3. Sembilan titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada
sampel 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 18, 20.
4. Enam titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada
sampel 11, 16, 17, 18, 19, 20.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses
tidak terkendali meskipun demikian, nilai x kekeruhan pada
tank penampungan bahan baku, seperti ditunjukkan pada
Lampiran 14, yaitu 0,38, masuk dalam standar yang
ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL
sebesar 0,63, dan LCL sebesar 0,12. Hal ini berarti kekeruhan
berada pada kisaran 0,12 sampai 0,63, dengan rata – rata
kekeruhan 0,38.
Grafik kendali R untuk kekeruhan pada tank
penampungan bahan baku menunjukkan proses tidak
terkendali, karena adanya satu titik yang memenuhi kriteria
nomor (1) yaitu pada sampel 4. Nilai UCL sebesar 0,64, dan
LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada
kisaran 0 sampai 0,64, dengan rata – rata kekeruhan 0,25.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi
cuaca terutama pada musim hujan dimana kekeruhan air
meningkat, sehingga bagian QC harus melakukan
pengecekan dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika
kekeruhan tetap tidak sesuai standar maka dilakukan laporan
kepada pihak PDAM. 2) Tanki penampungan bahan baku
yang belum dikuras, sehingga air dalam tanki menjadi keruh,
oleh karena itu operator, harus rutin melakukan pengurasan
pada tanki. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
daya fungsi alat sudah tidak maksimal atau kesalahan dari
petugas QC, sehingga metode dari pengujian harus lebih
dipahami agar tingkat dari kekeruhan air yang diuji sesuai
dengan kenyataan. 4) Kebersihan ruang pengujian masih
kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-debu
ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang
mengakibatkan tingkat kekeruhan air yang diuji menjadi
bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan.

2) Grafik Kendali Kekeruhan pada Carbon active filter I


(CF1)

Grafik kendali untuk kekeruhan pada Carbon Active


Filter I disajikan pada Gambar 16.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 16. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada CF I

Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat :


1. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 20.
2. 11 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3,
5, 6, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 20.
3. 11 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4,
5, 6, 7, 11, 12, 16, 17, 18, 19, 20.
4. 13 titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada sampel 8,
9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses
tidak terkendali meskipun demikian, nilai x kekeruhan pada
carbon active filter I, seperti ditunjukkan pada Lampiran 15 ,
yaitu 0,37, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan
yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,57, dan LCL
sebesar 0,16. Hal ini berarti kekeruhan berada pada kisaran
0,16 sampai 0,57, dengan rata – rata kekeruhan 0,37.
Grafik kendali R untuk kekeruhan pada carbon active
filter I menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya
dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 10 dan 12. Nilai UCL sebesar 0,52, dan LCL sebesar
0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0
sampai 0,52, dengan rata – rata kekeruhan 0,20.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Carbon Active Filter, tidak berfungsi dengan baik,
sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar
balikan arus air. 2) Kondisi bahan baku yang memiliki variasi
tingkat kekeruhan. 3) Terjadi kesalahan pengujian, atau
kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang
diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada
didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan
menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan.
3) Grafik Kendali Kekeruhan pada Ressin Filter (RF)
Grafik kendali untuk kekeruhan pada Ressin Filter
disajikan pada Gambar 17.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 17. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada RF

Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat :

1. 12 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 1,


2, 8, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 19, 20.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel
20.
3. 16 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 2,
3, 4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
4. 10 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4,
5, 6, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada
sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian nilai x kekeruhan pada ressin
filter, seperti ditunjukkan pada Lampiran 16 , yaitu 0,30,
masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks.
2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,44, dan LCL sebesar 0,15. Hal
ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,15 sampai 0,44,
dengan rata – rata kekeruhan 0,30.
Grafik kendali R untuk kekeruhan pada ressin filter
menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya tiga titik
yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 9, 10,
dan 11. Nilai UCL sebesar 0,36, dan LCL sebesar 0. Hal ini
berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,36,
dengan rata – rata kekeruhan 0,14.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Mesin, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator
harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air.
2) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan ruang
pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar
oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan,
yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi bervariasi
dan tidak sesuai dengan kenyataan.

4) Grafik Kendali Kekeruhan pada Carbon Active Filter II


(CF2)

Grafik kendali untuk kekeruhan pada carbon active filter


II disajikan pada Gambar 18.
Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat :
1. 11 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2,
8, 9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel
20.
3. 14 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3,
4, 5, 6, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
4. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada
sampel 5, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada
sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 18. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada CF2

Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak


terkendali. Nilai x kekeruhan pada carbon active filter II,
seperti ditunjukkan pada Lampiran 17, yaitu 0,28, masuk
dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks. 2,5
NTU. Nilai UCL sebesar 0,42, dan LCL sebesar 0,13. Hal ini
berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,13 sampai 0,42,
dengan rata – rata kekeruhan 0,28.
Grafik kendali R untuk kekeruhan pada carbon active
filter II menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya
dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 9 dan 11. Nilai UCL sebesar 0,37, dan LCL sebesar 0.
Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0
sampai 0,37, dengan rata – rata kekeruhan 0,14.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Mesin carbon active filter II, tidak berfungsi dengan baik,
sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar
balikan arus air. 2) Terjadi kesalahan pengujian, atau
kebersihan ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang
diuji tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada
didalam ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan
menjadi bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan.

5) Grafik Kendali Kekeruhan Setelah Melewati


Filter Cartridge (SC)

Grafik kendali untuk kekeruhan setelah melewati filter


cartridge disajikan pada Gambar 19. Pada grafik kendali rata
– rata, dapat dilihat terdapat :
1. 12 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2,
8, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel
20.
3. 12 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3,
5, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
4. 10 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4,
5, 6, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada
sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 19. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada SC

Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak


terkendali, meskipun demikian nilai x kekeruhan setelah
melewati filter cartridge, seperti ditunjukkan pada Lampiran
18, yaitu 0,27, masuk dalam standar yang ditetapkan
perusahaan yaitu maks. 2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,40,
dan LCL sebesar 0,14. Hal ini berarti kekeruhan berada pada
kisaran 0,14 sampai 0,40, dengan rata – rata kekeruhan 0,27.
Grafik kendali R untuk kekeruhan setelah melewati
filter cartridge menunjukkan proses tidak terkendali, karena
adanya dua titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu
pada sampel 10 dan 11. Nilai UCL sebesar 0,34, dan LCL
sebesar 0. Hal ini berarti variasi kekeruhan berada pada
kisaran 0 sampai 0,34, dengan rata – rata kekeruhan 0,13.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau
tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian
filter tersebut. 2) Mesin-mesin sebelumnya tidak berfungsi
dengan maksimal dalam melakukan penyaringan terhadap
kekeruhan. 3) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan
ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji
tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam
ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi
bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan.

6) Grafik Kendali Kekeruhan pada Mesin Filler

Grafik kendali untuk kekeruhan pada mesin filler


disajikan pada Gambar 20. Pada grafik kendali rata – rata,
dapat dilihat terdapat :
1. 10 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 2,
8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (2) yaitu pada sampel
20.
3. 10 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 2,
9, 10, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
4. 10 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 4,
5, 6, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20.
5. Enam titik memenuhi kriteria nomor (8) yaitu pada
sampel 15, 16, 17, 18, 19, 20.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian nilai x kekeruhan pada mesin
filler, seperti ditunjukkan pada Lampiran 19, yaitu 0,23,
masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu maks.
2,5 NTU. Nilai UCL sebesar 0,40, dan LCL sebesar 0,06. Hal
ini berarti kekeruhan berada pada kisaran 0,06 sampai 0,40,
dengan rata – rata kekeruhan 0,23.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(2) Sembilan titik berturut-turut berada pada sisi yang sama dari garis tengah
(5) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)
(6) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(8) Delapan titik berturut-turut berada pada lebih dari 1-sigma dari garis tengah

Gambar 20. Grafik kendali X-bar dan R kekeruhan Air pada Filler

Grafik kendali R untuk kekeruhan pada mesin filler


menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya 2 titik
yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10 dan
11. Nilai UCL sebesar 0,43, dan LCL sebesar 0. Hal ini
berarti variasi kekeruhan berada pada kisaran 0 sampai 0,43,
dengan rata – rata kekeruhan 0,17.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produk. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1)
Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat,
sehingga operator harus melakukan penggantian filter
tersebut. 2) Ruang filler, tidak steril, sehingga air yang keluar
dari mesin menjadi tercemar oleh debu-debu yang ada
diruangan. 3) Terjadi kesalahan pengujian, atau kebersihan
ruang pengujian masih kurang, sehingga air yang diuji
tercemar oleh debu-debu ataupun kotoran yang ada didalam
ruangan, yang mengakibatkan tingkat kekeruhan menjadi
bervariasi dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Pada Gambar 15, 16, 17, 18, 19, dan 20, dapat
disimpulkan rata-rata kekeruhan sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan, tetapi terlihat bahwa proses produksi
masih tidak terkendali, sekaligus menandakan bahwa terdapat
variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi
penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku
yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca terutama pada musim
hujan dimana kekeruhan akan meningkat, sehingga bagian
QC harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan
baku air tersebut, jika turbidity tetap tidak sesuai standar
maka dilakukan laporan kepada pihak PDAM. 2) Tanki
penampungan bahan baku yang belum dikuras, sehingga air
dalam tanki menjadi keruh, oleh karena itu operator, harus
rutin melakukan pengurasan pada tanki. 3) Terjadi kesalahan
pengujian, yang disebabkan daya fungsi alat sudah tidak
maksimal atau kesalahan dari petugas QC, sehingga metode
dari pengujian harus lebih dipahami agar tingkat dari
kekeruhan air yang diuji sesuai dengan kenyataan.
4) Mesin,seperti carbon active filter I, atau ressin filter tidak
berfungsi dengan baik, sehingga operator harus melakukan
backwash. 5) Filter Catridge tidak berfungsi dengan baik
atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan
penggantian filter tersebut. 6) Kebersihan ruang pengujian
masih kurang, sehingga air yang diuji tercemar oleh debu-
debu ataupun kotoran yang ada didalam ruangan, yang
mengakibatkan tingkat kekeruhan air yang diuji menjadi
bervariasi. 7) Ruang filler, tidak steril, sehingga air yang
keluar dari mesin menjadi tercemar oleh debu-debu yang ada
diruangan.

c. Grafik Pengendali Total Dissolved Solid (TDS) dalam Air


1) Grafik Kendali TDS Air pada Tank Penampungan Bahan
Baku (BB)
Grafik kendali untuk TDS pada tank penampungan
bahan baku disajikan pada Gambar 21. Pada grafik kendali
rata – rata, dapat dilihat terdapat :
1. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 1, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 19.
2. Sembilan titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada
sampel 3, 4, 9, 10, 17, 19.
3. Empat titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada
sampel 4, 6, 7, 15.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada tank
penampungan bahan baku, seperti ditunjukkan pada
Lampiran 20 , yaitu 62,16, masuk dalam standar yang
ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar
65,28, dan LCL sebesar 59,04. Hal ini berarti TDS berada
pada kisaran 59,04 sampai 65,28, dengan rata – rata TDS
62,16.
Grafik kendali R untuk TDS pada tank penampungan
bahan baku menunjukkan proses tidak terkendali, karena
adanya 3 titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 11, 17, 20. Nilai UCL sebesar 7,85, dan LCL sebesar
0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai
7,85, dengan rata – rata TDS 3,05.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)

Gambar 21. Grafik Kendali X-bar dan R TDS Air pada BB

Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan


menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Kondisi sumber air baku yang dipengaruhi oleh kondisi
cuaca, sehingga bagian QC harus melakukan pengecekan
dengan baik pada bahan baku air tersebut, jika TDS tetap
tidak sesuai standar maka dilakukan laporan kepada pihak
PDAM. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau
kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam
pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian
TDS sesuai dengan kenyataan.

2) Grafik Kendali TDS pada Carbon Active Filter I (CF1)

Grafik kendali untuk TDS pada carbon active filter I


disajikan pada Gambar 22.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)

Gambar 22. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada CF1

Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat terdapat :


1. 3 titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 3,
10, 17.
2. 3 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 3,
18, 20.
3. 1 titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel 20.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada carbon
active filter I, seperti ditunjukkan pada Lampiran 21 , yaitu
62,68, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu
50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 65,68, dan LCL sebesar 59,69.
Hal ini berarti TDS berada pada kisaran 59,69 sampai 65,68,
dengan rata – rata TDS 62,68.
Grafik kendali R untuk TDS pada carbon active filter I
menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya satu titik
yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 12.
Nilai UCL sebesar 7,53, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti
variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 7,53, dengan rata –
rata TDS 2,93.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1)
Mesin carbon active filter, tidak berfungsi dengan baik,
sehingga operator harus melakukan backwash atau pemutar
balikan arus air. 2) Kondisi bahan baku yang memiliki variasi
zat padat terlarut. 3) Terjadi kesalahan pengujian, yang
disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak
maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode
dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari
pengujian TDS sesuai dengan kenyataan.

3) Grafik Kendali TDS pada Ressin Filter (RF)

Grafik kendali untuk TDS pada ressin filter disajikan


pada Gambar 23. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat
terdapat :
1. Lima titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel
1, 4, 9, 10, 16.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel
10.
3. Tiga titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel
4, 5, 15.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian, nilai x TDS pada ressin filter,
seperti ditunjukkan pada Lampiran 22 , yaitu 62,51, masuk
dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l.
Nilai UCL sebesar 64,79, dan LCL sebesar 60,23. Hal ini
berarti TDS berada pada 60,23 sampai 64,79, dengan rata –
rata TDS 62,51.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)

Gambar 23. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada RF


Grafik kendali R untuk TDS pada ressin filter
menunjukkan proses tidak terkendali, karena adanya dua titik
yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel 10, 20.
Nilai UCL sebesar 5,73, dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti
variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai 5,73, dengan rata –
rata TDS 2,23.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Mesin, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator
harus melakukan backwash atau pemutar balikan arus air.
2) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya
fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari
pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih
dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan
kenyataan.

4) Grafik Kendali TDS pada Carbon Active Filter II (CF2)

Peta kendali untuk TDS pada carbon active filter II


disajikan pada Gambar 24. Pada peta kendali rata – rata,
dapat dilihat terdapat :
1. Satu titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada sampel
10.
2. Satu titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel
17.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada carbon
active filter II, seperti ditunjukkan pada Lampiran 23 , yaitu
62,19, masuk dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu
50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar 67,53, dan LCL sebesar 56,86.
Hal ini berarti TDS berada pada 56,86 sampai 67,53, dengan
rata – rata TDS 62,19.
Grafik kendali R untuk TDS pada carbon active filter II
menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 13,42,
dan LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada
kisaran 0 sampai 13,42, dengan rata – rata TDS 5,21.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)

Gambar 24. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada CF2

Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan


menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Mesin, tidak berfungsi dengan baik, sehingga operator
harus melakukan backwash. 2) Terjadi kesalahan pengujian,
yang disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak
maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode
dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari
pengujian TDS sesuai dengan kenyataan.
5) Grafik Kendali TDS Setelah Melewati Filter Cartridge
(SC)

Grafik kendali untuk TDS setelah melewati filter cartridge


disajikan pada Gambar 25. Pada grafik kendali rata – rata,
dapat dilihat terdapat satu titik memenuhi kriteria nomor (1)
yaitu pada sampel 10. Kriteria tersebut menandakan bahwa
proses tidak terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada
setelah melewati filter cartridge, seperti ditunjukkan pada
Lampiran 24 , yaitu 61,68, masuk dalam standar yang
ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l. Nilai UCL sebesar
65,90, dan LCL sebesar 57,46. Hal ini berarti TDS berada
pada 57,46 sampai 65,90, dengan rata – rata TDS 61,68.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah

Gambar 25. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada SC

Grafik kendali R untuk TDS pada setelah melewati


filter cartridge menunjukkan proses tidak terkendali, karena
adanya satu titik yang memenuhi kriteria nomor (1) yaitu
pada sampel 10.Nilai UCL sebesar 10,62, dan LCL sebesar 0.
Hal ini berarti variasi TDS berada pada kisaran 0 sampai
10,62, dengan rata – rata TDS 4,13.
Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau
tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian
filter tersebut. 2) Mesin–mesin sebelumnya yang tidak
bekerja dengan maksimal sehingga munculnya variasi TDS.
3) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan oleh daya
fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan dari
pertugas QC, sehingga metode dalam pengujian harus lebih
dipahami, agar hasil dari pengujian TDS sesuai dengan
kenyataan.

6) Grafik Kendali TDS pada Mesin Filler

Grafik kendali untuk TDS pada mesin Filler disajikan


pada Gambar 26. Pada grafik kendali rata – rata, dapat dilihat
terdapat :
1. Delapan titik memenuhi kriteria nomor (1) yaitu pada
sampel 1, 2, 3, 5, 10, 12, 14, 16.
2. 10 titik memenuhi kriteria nomor (5) yaitu pada sampel 2,
3, 4, 5, , 10, 12, 17, 19, 20.
3. Tiga titik memenuhi kriteria nomor (6) yaitu pada sampel
4, 5, 6, 11, 12, 20.
Kriteria – kriteria tersebut menandakan bahwa proses tidak
terkendali, meskipun demikian nilai x TDS pada mesin Filler,
seperti ditunjukkan pada Lampiran 25 , yaitu 62,25, masuk
dalam standar yang ditetapkan perusahaan yaitu 50-90 mg/l.
Nilai UCL sebesar 63,71, dan LCL sebesar 60,79. Hal ini
berarti TDS berada pada 60,79 sampai 63,71, dengan rata –
rata TDS 62,25.
Grafik kendali R untuk TDS pada mesin Filler
menunjukkan proses terkendali. Nilai UCL sebesar 3,67, dan
LCL sebesar 0. Hal ini berarti variasi TDS berada pada
kisaran 0 sampai 3,67, dengan rata – rata TDS 1,43.

Keterangan:
(1) Satu titik berada pada zona lebih dari 3 sigma dari garis tengah
(5) Empat dari lima titik berada pada zona lebih dari 1 sigma dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
(6) Dua dari tiga titik berada pada zona lebih dari 2 sigma dari garis tengah (pada
sisi yang sama)

Gambar 26. Grafik kendali X-bar dan R TDS Air pada Filler

Proses produksi terlihat masih tidak terkendali, dan


menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam
proses produksi. Variasi penyebab khusus dapat berupa,
1) Filter cartridge tidak berfungsi dengan baik atau
tersumbat, sehingga operator harus melakukan penggantian
filter tersebut. 2) Terjadi kesalahan pengujian, yang
disebabkan oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak
maksimal, atau kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode
dalam pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari
pengujian TDS sesuai dengan kenyataan.
Pada Gambar 21, 22, 23, 24, 25 dan 26, dapat
disimpulkan rata-rata TDS sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan, tetapi terlihat bahwa proses produksi
masih tidak terkendali, sekaligus menandakan bahwa terdapat
variasi penyebab khusus dalam proses produksi. Variasi
penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi sumber air baku
yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga bagian QC
harus melakukan pengecekan dengan baik pada bahan baku
air tersebut, jika TDS tetap tidak sesuai standar maka
dilakukan laporan kepada pihak PDAM . 2) Mesin,seperti
carbon active filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan
baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter
Cartridge tidak berfungsi dengan baik atau tersumbat,
sehingga operator harus melakukan penggantian filter
tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau
kesalahan dari pertugas QC, sehingga metode dalam
pengujian harus lebih dipahami, agar hasil dari pengujian
TDS sesuai dengan kenyataan.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengendalian mutu pada proses produksi


AMDK di PT Sinar Bogor QUA, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada proses produksi, air baku akan diproses melalui beberapa tahap filtrasi
yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan kekeruhan serta melalui proses
sterilisasi (ozonisasi dan ultra violet).
2. Pengendalian mutu pada PT SBQUA terbagi menjadi empat tahap yaitu
pengendalian mutu bahan baku, pengendalian mutu dalam proses,
pengendalian mutu produk jadi, dan pengendalian mutu kemasan. Agar
kualitas air tetap terjamin, PT. SBQUA dilengkapi dengan laboratorium QC
(Quality Control) yang cukup memenuhi syarat untuk melakukan pengujian
fisik, kimia dan mikrobiologi. AMDK yang diuji di laboratorium PT.SBQUA
secara berkala akan dilakukan perbandingan dengan pengujian kembali di
laboratorium yang sudah terakreditasi.
3. Pada diagram sebab akibat diperoleh faktor – faktor yang mempengaruhi mutu
dari AMDK, yaitu bahan baku, mesin / alat, kemasan, lingkungan, metode,
dan karyawan.
4. Pada grafik kendali pH, turbidity, TDS, dapat disimpulkan rata-rata pH,
turbidity,TDS tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan,
meskipun terlihat bahwa proses produksi masih tidak terkendali, sekaligus
menandakan bahwa terdapat variasi penyebab khusus dalam proses produksi.
Berdasarkan hal tersebut, pihak perusahaan harus menghilangkan variasi
penyebab khusus itu agar membawa proses kedalam pengendalian statistikal.
Variasi penyebab khusus dapat berupa, 1) Kondisi Bahan Baku. 2)
Mesin,seperti carbon active filter I, atau ressin filter tidak berfungsi dengan
baik, sehingga operator harus melakukan backwash. 3) Filter Cartridge tidak
berfungsi dengan baik atau tersumbat, sehingga operator harus melakukan
penggantian filter tersebut. 4) Terjadi kesalahan pengujian, yang disebabkan
oleh daya fungsi alat uji yang sudah tidak maksimal, atau kesalahan metode
dari pertugas QC. 5) Lingkungan yang tidak steril dan bersih.
Saran

Saran yang dapat diberikan adalah :


1. Pengendalian terhadap kekeruhan air harus lebih ditingkatkan, karena batas
grafik kendali menunjukkan banyak titik yang berada diluar batas kendali,
namun demikian tingkat kekeruhan air masih berada dalam standar perusahaan
dan SNI.
2. Kebersihan dan sterilisasi dari lingkungan harus dijaga, untuk menghindari
timbulnya kekeruhan pada air.
3. Pengurasan pada tanki penampungna bahan baku, harus rutin dilakukan
sehingga air yang berada dalam tanki tersebut tidak menjadi keruh.
4. Pengecekan mesin dan penggantian filter pada cartridge harus rutin dilakukan,
agar kinerja dari mesin dan filter tersebut tetap stabil.
5. Pengecekan terhadap alat uji lebih ditingkatkan, serta metode pengujian yang
digunakan harus lebih dipahami, sehingga parameter mutu yang diuji memiliki
hasil yang sesuai dengan kenyataan.
6. Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai pengendalian mutu AMDK
SBQUA, dengan menggunakan diagram pareto, dan analisis kemampuan
proses.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Meivita, dkk. 2004. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Preferensi


Konsumen Produk Air Minum Dalam Kemasan Di Bogor, Jurnal Teknik
Industri Pertanian:13(3) : 97-107
Ariani, Dorothea Wahyu. 2002. Manajemen Kualitas, Pendekatan Sisi Kualitatif.
Depdiknas, Jakarta
--------------------------------. 2003. Pengendalian Kualitas Statistik (pendekatan
kuantitatif dalam manajemen kualitas). Penerbit Andi, Yogyakarta.
Assauri, Sofyan. 1998. Manajemen Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta
Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Crocker, Olga L, et al. 2004. Gugus Kendali Mutu Pedoman, partisipasi dan
produktivitas. Bumi Aksara. Jakarta.
DH. Supari. 2001. Manajemen Produksi dan Operasi Agribisnis Hortikultura. PT
Elex Media Komputindo.Jakarta
Fauza, Siti Aulyatunnisa. 2005. Pengendalian Proses Produksi Chicken Stick
Dengan Menggunakan Statistical Process Control (SPC) Studi Kasus di
PT Charoen Pokphand Indonesia. Skripsi pada Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fazriyah, Reni Puspa. 2005. Analisis Pengendalian Mutu Pada Proses Produksi
Permen Chocfuls Di PT. Cadbury Indonesia-Jakarta . Skripsi pada
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Figenbaum,A.V. 1996. Kendali Mutu Terpadu. Erlangga, Jakarta
Gasperz, Vincent, 2001. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
---------------------, 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Handoko, T. Hani. 1989. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE,
Yogyakarta.
Kompas. Omzet Penjualan AMDK Diperkirakan Naik 20 Persen.
www.kompas.com/kompas-cetak/ 0505/02/ekonomi/1722807.htm - 41k –
[Maret 2006]
Liana, Adi dan Yandra Arkeman. 2002. Pengendalian Kualitas Pada Proses
Produksi Kertas Medium Di PT Indah Kiat Pulp & Paper Serang Mill,
Jurnal Teknik Industri Pertanian:12(1) : 27-36
MinumIsi Ulang, Dibutuhkan dan Dipersoalkan
http://aplcare.com/news/aplnews/detail.asp?num=17q6 [Februari 2006]
Montgomery,Douglas C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik.Gajah
Mada Univ.Pres, Yogyakarta.
Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Prawirosentono, Suyadi. 2004. Filosofi Baru Tentang Manajemen Mutu Terpadu,
Total Quality Management Abad 21 Studi Kasus Dan Analisis Kiat
Membangun Bisnis Kompetitif Bernuansa "Market Leader". Bumi Aksara,
Jakarta.
Sembiring, JJ Amstrong. Fenomena Air Bersih.
http://www.sekitarkita.com/comments.php?id=154_0_7_0_C. [1 Juni 2006]
Standar Nasional Indonesia. 1996. Air Minum Dalam Kemasan. Dewan
Standarisasi Nasional.
Suara Karya. Air Minum Isi Ulang Tercemar Bakteri Coliform
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=62313 Air [Februari
2006]
Sucitra, Jalu Ambar. 2005. Manajemen Pengendalian Mutu Sosis Di CV. Fiva
Food and Meat Supply – Bekasi. Skripsi pada Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suprihatin, Dr Ir. 2004. Keamanan Air Minum Isi Ulang


www.kompas.com/kompas-cetak/ 0401/07/inspirasi/785616.htm - 41k –
[Februari 2006]

Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2004. Perkembangan Perusahaan Air Minum


(PAM). Badan Pusat Statistik, Bogor.
Taufan, Muhammad. 2004. Analisis Pengendalian Mutu dan Kemampuan Proses
Pada Produksi Teh Celup Sariwangi (Studi Kasus di PT Sariwangi A.E.A
Citeureup-Bogor. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tedjakusuma, R. 2003. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Konsumen Dalam Pembelian Air Minum Mineral Di Kotamadya
Surabaya, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial :15(1) : 65-74
Trisyulianti, Erlin, dkk. 2003 .Desain Sistem Pakar Untuk Interpretasi Bagan
Kendali Mutu Pakan, Jurnal Teknik Industri Pertanian:15(1) : 17-27
Wibisono, L dan I Gede Agung Yudana. Mencari Mutu Air Kemasan.
http://www.indomedia.com/intisari/2001/Jun/air_udara.htm. [Februari
2006]
Yamit, Zulian,Drs,M.Si. 2004. Manajemen Kualitas Produk & Jasa. Ekonosia,
Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar nilai koefisien dalam perhitungan batas-batas grafik kendali X
dan R

Koefisien Koefisien Untuk


Ukuran Untuk Koefisien Untuk Menduga
Contoh Batas Batas Kontrol R Simpangan
Kontrol Baku, s X-Bar
(n) A2 D3 D4 D2

2 1,880 0 3,267 1,128


3 1,023 0 2,574 1,693
4 0,729 0 2,282 2,059
5 0,577 0 2,114 2,326
6 0,483 0 2,004 2,534
7 0,419 0,076 1,924 2,704
8 0,373 0,136 1,864 2,847
9 0,337 0,184 1,816 2,970
10 0,308 0,223 1,777 3,078
11 0,285 0,256 1,744 3,173
12 0,266 0,283 1,717 3,258
13 0,249 0,307 1,693 3,336
14 0,235 0,328 1,672 3,407
15 0,223 0,347 1,653 3,472
16 0,212 0,363 1,637 3,532
17 0,203 0,378 1,622 3,588
18 0,194 0,391 1,608 3,640
19 0,187 0,403 1,597 3,689
20 0,180 0,415 1,585 3,735
21 0,173 0,425 1,575 3,778
22 0,167 0,434 1,566 3,819
23 0,162 0,443 1,557 3,858
24 0,157 0,451 1,548 3,895
25 0,153 0,459 1,541 3,931

Sumber : Gaspersz (2003)


Lampiran 2. Total pemakaian air dan total produksi AMDK PT. SBQUA pada
bulan Januari hingga April 2006

Total Pemakaian Air Bulan Januari-April 2006 PT SBQUA

Bulan 3
Pemakaian Air (M )
Januari 84,048
Februari 88,365
Maret 110,26
April 99,670
Total 382,343

Total Pemakaian Air (meter kubik)

120 110,26 99,67


100 84,048 88,365

Meter Kubik 80
60
40
20

0
Bulan

Januari Februari Maret April


Lampiran 2. Total pemakaian air dan total produksi AMDK PT. SBQUA pada
bulan Januari hingga April 2006 (lanjutan)

Total Produksi AMDK Bulan Januari-April 2006 PT SBQUA

Bulan Produksi (unit)


Januari 3.010
Februari 3.201
Maret 4.093
April 4.011
Total 14.315

Total Produksi AMDK

5000
4093 4011
Total Produksi (unit) 4000 3201
3010

3000

2000

1000

0
Bulan

Januari Februari Maret April


84

Lampiran 3. Proses Produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) SBQUA

CARBON RESSIN CARBON FILTER CARTRIDGE


PUMP ACTIVE FILTER ACTIVE
FILTER FILTER
QC QC QC QC

QC

Keterangan : OZON OZON


GENERATOR PUMP
QC = Quality Control UV REAC-
TOR
QC

FILTER CARTRIDGE

PENCUCIAN GALLON FILLER


Lampiran 4. Prosedur Pengujian Mutu Air

a. Petugas QC mengambil sampel air pada lokasi pengujian yang akan diukur.
b. Air tersebut diisi ke dalam erlenmeyer
c. Air yang telah diambil, diuji apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan. Karakteristik yang diuji adalah pH, TDS, turbidity, suhu, total
chlorine dan free chlorine, dengan cara sebagai berikut :
1). Analisa derajat keasaman (pH)
Nilai pH dalam perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air. Penyimpangan dalam pH pada air minum akan mempengaruhi
pertumbuhan mikroba didalam air dan perubahan rasa pada air.
Alat yang digunakan dalam pengujian pH adalah pH meter, dan
erlenmeyer, sedangkan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah
buffer pH 7,0, dan air sampel yang diuji.
Pertama – tama dilakukan kalibrasi pH meter, dengan cara menuangkan
buffer pH 7,0 kedalam erlenmeyer, lalu masukkan pH meter kedalam
erlenmeyer tersebut hingga mencapai angka 7,0. Setelah selesai

dikalibrasi, selanjutnya pH meter dimasukkan kedalam erlenmeyer yang


berisi air sampel yang diuji. Standar pH yang ditetapkan perusahaan
adalah 6,5 – 8,5.
2). Analisa Total Dissolved Solid (TDS)
TDS merupakan zat yang terlarut dalam air seperti mineral – mineral yang
terdapat pada air. Alat yang digunakan dalam pengujian TDS adalah TDS
meter, dan erlenmeyer, sedangkan bahan yang digunakan dalam pengujian
adalah air sampel yang diuji. Cara pengujian TDS sama dengan cara
pengujian pH tetapi tidak dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Standar
TDS yang ditetapkan perusahaan adalah 50-90 mg/l.
3). Analisa Turbidity (kekeruhan)
Kekeruhan didalam air disebabkan oleh adanya zat – zat tersuspensi
seperti lumpur, zat organik, dan zat – zat halus lainnya. Turbidity akan
mengakibatkan perubahan warna dari air. Alat yang digunakan dalam
pengujian turbidity adalah turbiditimeter, cuvet, dan tissue, sedangkan
Lampiran 4. Prosedur Pengujian Mutu Air (Lanjutan)

bahan yang digunakan dalam pengujian adalah air sampel yang diuji. Air
sampel yang diuji dimasukkan kedalam cuvet sampai batas 10 ml, lalu
keringkan luarnya dengan menggunakan tissue. Perusahaan menetapkan
persyaratan turbidity sebesar maks. 2,5 NTU.
4). Analisa Suhu
Suhu diukur dengan menggunakan termometer, dengan batas maksimum
yang ditetapkan perusahaan sebesar 30° C. Suhu yang tinggi akan
mengakibatkan pertumbuhan bakteri dalam air.
5). Analisa Total Chlorine
Pemeriksaan total chlorine dilakukan minimal sebulan sekali. Alat yang
digunakan dalam pengujian total chlorine adalah turbiditimeter, cuvet, dan
tissue, sedangkan bahan yang digunakan dalam pengujian adalah air
sampel yang diuji dan regent total chlorine. Regent total chlorine
dimasukkan ke cuvet, lalu masukkan air yang diuji sampai batasan 10 ml,
kemudian warna air akan berubah menjadi merah muda. Gunakan tissue
untuk membersihkan luar cuvet. Masukkan cuvet kedalam turbiditimeter.
6). Analisa Free Chlorine
Pemeriksaan free chlorine sama dengan total chlorine, hanya regent yang
digunakan adalah regent free chlorine.
Lampiran 5. Cara – Cara Pengujian Mikrobiologi

a. Pembuatan media
Alat: Gelas piala. Pengaduk, kompor listrik, tabung reaksi sebanyak 15,
tabung durham, plastik tahan panas, Otoklaf.
Bahan : Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) sebanyak ± 4,5 gr , air
steril ± 110 ml
Cara : BGLBB dimasukkan kedalam gelas piala lalu campur dengan air steril,
dan dipanaskan dikompor listrik (warna akan berubah menjadi hijau), sampai
tercampur rata dan mendidih. Setelah itu didinginkan sebntar hingga uapnya
menghilang.Tuang ±9 ml cairan tersebut kedalam tabung reaksi sebanyak 11
tabung, untuk tabung reaksi yang diperiksa sebagai media yaitu 9 tabung akan
dimasukkan tabung durham kedalamnya. Sisanya yang tidak dipakaikan
tabung durham disebut blanco. Dari penjelasan diatas
diperoleh 9 tabung reaksi sebagai media, 3 tabung reaksi sebagai blanco, dan 3
tabung reaksi terakhir diisi oleh air steril. Seluruh tabung reaksi tersebut
ditutup dan ditaruh pada gelas piala, agar tutup tidak terlepas maka gelas piala
tersebut dipakaikan plastik tahan panas dan diikat, lalu dimasukkan kedalam
autoclaf selama ±15 menit, setelah itu dinginkan.
b. Cara melakukan sampling
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan sampling :
1) Sebelum masuk dalam ruang laboratorium, pakaian dan tangan harus
bersih (semprot tangan dengan alkohol 70%)
2) Semprot seluruh ruangan dengan alkohol 70%
3) Petugas QC memakai masker, ketika melakukan sampling
4) Mengambil sampel atau menuangkan, agar selalu dekat dengan lampu
spirtus
Setelah hal – hal tersebut dipenuhi, pemeriksaan bakteri e-coli bisa
dilakukan. Setelah pemeriksaan dilakukan, tabung – tabung tersebut
disimpan dalam incubator selama 2x24 jam. Hasil dari pemeriksaan baru
bisa diketahui setelah 2x24 jam.
Lampiran 6. Standar Mutu Gallon SBQUA

1. Bahan : Poly carbonat (food grade)


2. Berat : 750 gr – 780 gr
3. Volume : 19,500 liter – 20,000 liter
4. Dimensi : mulut luar : 55,00 mm – 55,65 mm
mulut dalam : 45,50 mm – 45,25 mm
tinggi : 490 mm – 495 mm
tebal dinding : 0,5mm – 0,6 mm
5. Warna : Dasar, body, leher, dan mulut gallon berwarna biru standar (tidak
buram dan tidak gelap)

6. Permukaan : - tidak cacat


: - memiliki jenis kulit jeruk pada bagian bahu, bawah, dan
body lekukan keluar
- bagian dasar : - ada logo pabrik
- bulan dan tahun
- kode material
7. Drop test : - samping drop test pada ketinggian 0,5 meter
- posisi horizontal / vertikal 1x tidak pecah

Beberapa jenis cacat yang tidak boleh ada :


a. Tidak Bocor
b. Mata ikan
c. Berambut panjang dari bottom
d. Botol goyang pada waktu diberdirikan
e. Kotor oli pet atau minyak
f. Parting line kasar
g. Botol terdapat garis – garis tajam
h. Bintik hitam (black spot)
i. Body botol tebal tipis
j. Clearity tidak bagus/buram
Lampiran 6. Standar Tutup Gallon SBQUA (Lanjutan)

1. Material : PP atau DEI


2. Berat : 11 gr – 13 gr
3. Volume : 19 liter – 20 liter
4. Warna : biru cerah, tidak buram
5. Bukaan : mudah dibuka/disobek
6. Kuping bukaan : bersekat (tidak polos)

7. P. Kuping bukaan : 12 mm – 15 mm
8. L.Kuping bukaan : 7,5 mm – 9,0 mm
9. Tutupan : mudah ditutup, tidak sobek/licin
10. Kebocoran : tidak menetes/bocor

Beberapa cacat yang tidak boleh ada :


a. Tidak sobek
b. Warna tidak merata
c. Berambut (sisa bahan)
d. Kotor oli / minyak
Lampiran 7. Instruksi Kerja Pencucian Gallon dan Gallon Berlumut:

Instruksi kerja pencucian gallon :


1. Gallon kotor atau gallon yang baru datang dipisahkan dari gallon yang
berlumut. Gallon yang berlumut akan diberi perlakuan khusus.
2. Gallon yang tidak berlumut diberi sabun khusus untuk pencucian gallon
(teepol) kemudian dicuci dengan mesin rinser sambil disikat bagian luarnya.
3. Setelah dirinser, gallon disemprot dan disiram dengan air produk
4. Pencucian dilanjutkan dengan menggunakan air panas
5. Gallon bersih siap masuk ke ruang filler, kemuadian dibilas dengan air
produk.
Instruksi kerja pencucian gallon berlumut :
1. Gallon berlumut direndam dalam larutan HCl selama 1 hingga 2 malam
2. Bagian yang berlumut disikat dengan sikat khusus
3. Setelah disikat, HCl dibuang, dibilas kemudian dicuci dengan detergen khusus
untuk pencucian gallon (teepol)
4. Langkah selanjutnya sama dengan instruksi kerja pencucian gallon diatas
Lampiran 8. pH Air pada Tank Penampungan Bahan Baku

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 6,50 6,50 7,30 7,30 6,50 6,77 0,80
2. 6,50 6,40 6,40 6,50 6,40 6,43 0,10
3. 7,20 7,30 6,60 7,30 6,60 7,03 0,70
4. 6,60 7,40 7,40 7,40 6,60 7,13 0,80
5. 6,80 6,60 7,30 7,30 6,60 6,90 0,70
6. 7,00 7,30 7,30 7,30 7,00 7,20 0,30
7. 7,10 7,10 6,70 7,10 6,70 6,97 0,40
8. 6,60 6,80 6,80 6,80 6,60 6,73 0,20
9. 6,40 6,50 6,40 6,50 6,40 6,43 0,10
10. 6,30 6,40 6,80 6,80 6,30 6,50 0,50
11. 6,50 6,70 6,50 6,70 6,50 6,57 0,20
12. 7,00 6,90 6,60 7,00 6,60 6,83 0,40
13. 7,10 7,10 7,00 7,10 7,00 7,07 0,10
14. 7,30 7,20 7,20 7,30 7,20 7,23 0,10
15. 7,50 7,30 7,40 7,50 7,30 7,40 0,20
16. 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 0,00
17. 6,60 6,80 6,50 6,80 6,50 6,63 0,30
18. 6,80 6,90 7,10 7,10 6,80 6,93 0,30
19. 6,90 6,20 6,50 6,90 6,20 6,53 0,70
20. 7,00 6,80 7,40 7,40 6,80 7,07 0,60
X double bar R bar
6,84 0,38

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 6,84 CL = 0,38
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 6,84 + (1,023 ) 0,38 = (2,574 ) 0,38
= 7,22 = 0,97
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 6,84 - (1,023 ) 0,38 = (0 ) 0,38
= 6,46 =0
Lampiran 9. pH Air pada Carbon Active Filter I

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 7,20 7,00 6,70 7,20 6,70 6,97 0,50
2. 7,00 6,40 7,30 7,30 6,40 6,90 0,90
3. 7,20 7,10 6,70 7,20 6,70 7,00 0,50
4. 7,20 7,30 7,50 7,50 7,20 7,33 0,30
5. 7,10 6,70 7,40 7,40 6,70 7,07 0,70
6. 7,10 7,10 6,40 7,10 6,40 6,87 0,70
7. 7,10 7,00 6,70 7,10 6,70 6,93 0,40
8. 7,10 7,00 7,10 7,10 7,00 7,07 0,10
9. 6,90 6,20 6,80 6,90 6,20 6,63 0,70
10. 6,80 6,50 7,10 7,10 6,50 6,80 0,60
11. 6,80 6,80 6,70 6,80 6,70 6,77 0,10
12. 7,10 7,00 7,10 7,10 7,00 7,07 0,10
13. 6,80 6,90 7,30 7,30 6,80 7,00 0,50
14. 6,80 6,90 7,10 7,10 6,80 6,93 0,30
15. 7,20 7,30 7,30 7,30 7,20 7,27 0,10
16. 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 6,40 0,00
17. 6,60 6,50 6,70 6,70 6,50 6,60 0,20
18. 6,90 6,60 7,00 7,00 6,60 6,83 0,40
19. 6,70 6,90 7,00 7,00 6,70 6,87 0,30
20. 7,00 7,10 6,90 7,10 6,90 7,00 0,20
X double bar R bar
6,92 0,38

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 6,92 CL = 0,38
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 6,92 + (1,023 ) 0,38 = 7,30 = (2,574 ) 0,38
LCL = X double bar - A2 R bar = 0,98
= 6,92 - (1,023 ) 0,38 LCL = D3 R bar
= 6,53 = (0 ) 0,38
=0
Lampiran 10. pH Air pada Ressin Filter

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 7,0 6,7 6,6 7,00 6,60 6,77 0,40
2. 7,2 6,9 6,9 7,20 6,90 7,00 0,30
3. 7,0 7,3 6,5 7,30 6,50 6,93 0,80
4. 7,0 6,6 6,7 7,00 6,60 6,77 0,40
5. 7,1 6,7 7,2 7,20 6,70 7,00 0,50
6. 7,0 7,2 7,2 7,20 7,00 7,13 0,20
7. 7,0 7,2 7,2 7,20 7,00 7,13 0,20
8. 7,4 7,2 7,3 7,40 7,20 7,30 0,20
9. 6,8 6,4 7,0 7,00 6,40 6,73 0,60
10. 6,9 7,0 7,1 7,10 6,90 7,00 0,20
11. 6,7 7,0 6,7 7,00 6,70 6,80 0,30
12. 7,1 6,6 7,4 7,40 6,60 7,03 0,80
13. 6,9 7,1 7,2 7,20 6,90 7,07 0,30
14. 6,9 6,9 7,1 7,10 6,90 6,97 0,20
15. 7,2 7,1 7,1 7,20 7,10 7,13 0,10
16. 6,8 6,5 6,5 6,80 6,50 6,60 0,30
17. 6,6 6,7 7,1 7,10 6,60 6,80 0,50
18. 7,0 6,9 6,5 7,00 6,50 6,80 0,50
19. 6,7 6,7 7,0 7,00 6,70 6,80 0,30
20. 6,9 7,1 6,6 7,10 6,60 6,87 0,50
X double bar R bar
6,93 0,38

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 6,93 CL = 0,38
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 6,93 + (1,023 ) 0,38 = (2,574 ) 0,38
= 7,32 = 0,98
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 6,93 - (1,023 ) 0,38 = (0 ) 0,38
= 6,54 =0
Lampiran 11. pH Air pada Carbon Active Filter II

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 7,0 7,0 6,7 7,00 6,70 6,90 0,30
2. 7,0 6,5 7,2 7,20 6,50 6,90 0,70
3. 7,0 6,6 7,1 7,10 6,60 6,90 0,50
4. 6,7 7,0 6,9 7,00 6,70 6,87 0,30
5. 6,8 6,9 7,2 7,20 6,80 6,97 0,40
6. 6,9 6,9 7,1 7,10 6,90 6,97 0,20
7. 6,6 6,6 6,1 6,60 6,10 6,43 0,50
8. 6,4 7,0 7,0 7,00 6,40 6,80 0,60
9. 6,4 6,0 7,3 7,30 6,00 6,57 1,30
10. 6,7 6,6 7,0 7,00 6,60 6,77 0,40
11. 6,7 7,0 7,2 7,20 6,70 6,97 0,50
12. 6,7 6,9 7,0 7,00 6,70 6,87 0,30
13. 7,2 7,1 7,4 7,40 7,10 7,23 0,30
14. 6,9 6,9 7,2 7,20 6,90 7,00 0,30
15. 6,9 7,0 7,2 7,20 6,90 7,03 0,30
16. 6,5 6,6 6,9 6,90 6,50 6,67 0,40
17. 6,8 6,9 6,1 6,90 6,10 6,60 0,80
18. 7,1 7,1 7,0 7,10 7,00 7,07 0,10
19. 6,9 7,1 7,0 7,10 6,90 7,00 0,20
20. 6,9 6,8 6,9 6,90 6,80 6,87 0,10
X double bar R bar
6,87 0,43

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 6,87 CL = 0,43
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 6,87 + (1,023 ) 0,43 = (2,574 ) 0,43
= 7,30 = 1,09
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 6,87 - (1,023 ) 0,43 = (0 ) 0,43
= 6,43 =0
Lampiran 12. pH Air Setelah Melewati Filter Catridge

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 7,1 7,2 6,9 7,20 6,90 7,07 0,30
2. 6,9 6,9 7,1 7,10 6,90 6,97 0,20
3. 7,2 7,2 7,1 7,20 7,10 7,17 0,10
4. 7,0 6,8 7,1 7,10 6,80 6,97 0,30
5. 7,3 7,3 7,2 7,30 7,20 7,27 0,10
6. 6,9 7,1 7,0 7,10 6,90 7,00 0,20
7. 6,9 7,0 7,1 7,10 6,90 7,00 0,20
8. 7,1 7,1 7,1 7,10 7,10 7,10 0,00
9. 6,8 6,8 6,4 6,80 6,40 6,67 0,40
10. 6,8 7,0 7,0 7,00 6,80 6,93 0,20
11. 6,6 7,1 6,6 7,10 6,60 6,77 0,50
12. 7,2 6,7 7,2 7,20 6,70 7,03 0,50
13. 6,9 7,0 7,2 7,20 6,90 7,03 0,30
14. 7,0 6,8 7,2 7,20 6,80 7,00 0,40
15. 7,2 7,4 7,3 7,40 7,20 7,30 0,20
16. 6,5 6,5 6,7 6,70 6,50 6,57 0,20
17. 6,7 6,8 6,9 6,90 6,70 6,80 0,20
18. 6,9 7,0 7,0 7,00 6,90 6,97 0,10
19. 6,9 7,0 7,0 7,00 6,90 6,97 0,10
20. 6,9 7,1 6,8 7,10 6,80 6,93 0,30
X double bar R bar
6,98 0,24

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 6,98 CL = 0,24
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 6,98 + (1,023 ) 0,24 = (2,574 ) 0,24
= 7,22 = 0,62
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 6,98 - (1,023 ) 0,24 = (0 ) 0,24
= 6,73 =0
Lampiran 13. pH Air pada Mesin Filler

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 7,1 7,4 7,2 7,40 7,10 7,23 0,30
2. 6,6 7,2 6,4 7,20 6,40 6,73 0,80
3. 6,9 7,2 7,1 7,20 6,90 7,07 0,30
4. 7,2 7,0 6,6 7,20 6,60 6,93 0,60
5. 7,3 7,1 7,4 7,40 7,10 7,27 0,30
6. 7,0 7,1 7,1 7,10 7,00 7,07 0,10
7. 7,0 7,1 7,1 7,10 7,00 7,07 0,10
8. 7,0 7,3 7,3 7,30 7,00 7,18 0,30
9. 6,5 6,9 6,8 6,90 6,50 6,73 0,40
10. 6,4 7,0 7,1 7,10 6,40 6,83 0,70
11. 6,8 6,7 6,9 6,90 6,70 6,80 0,20
12. 7,3 6,8 7,2 7,30 6,80 7,10 0,50
13. 7,1 7,0 7,7 7,70 7,00 7,27 0,70
14. 7,3 7,2 7,2 7,30 7,20 7,23 0,10
15. 7,2 7,1 7,2 7,20 7,10 7,17 0,10
16. 6,9 7,0 7,1 7,10 6,90 7,00 0,20
17. 6,8 6,9 6,9 6,90 6,80 6,87 0,10
18. 7,0 7,2 7,0 7,20 7,00 7,07 0,20
19. 7,1 7,2 7,2 7,20 7,10 7,17 0,10
20. 7,0 7,0 6,9 7,00 6,90 6,97 0,10
X double bar R bar
7,04 0,31

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 7,04 CL = 0,31
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 7,04 + (1,023 ) 0,31 = (2,574) 0,31
= 7,36 = 0,80
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 7,04 - (1,023 ) 0,31 = (0 ) 0,31
= 6,72 =0
Lampiran 14. Kekeruhan Air pada Tank Penampungan Bahan Baku

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 0,18 0,10 0,25 0,25 0,10 0,18 0,15
2. 0,08 0,33 0,28 0,33 0,08 0,23 0,25
3. 0,37 0,22 0,32 0,37 0,22 0,30 0,15
4. 0,32 0,82 0,13 0,82 0,13 0,42 0,69
5. 0,24 0,21 0,31 0,31 0,21 0,25 0,10
6. 0,30 0,41 0,39 0,41 0,30 0,37 0,11
7. 0,46 0,24 0,31 0,46 0,24 0,34 0,22
8. 0,52 0,66 0,48 0,66 0,48 0,55 0,18
9. 0,52 0,57 0,99 0,99 0,52 0,69 0,47
10. 1,38 1,98 1,54 1,98 1,38 1,63 0,60
11. 0,94 1,21 0,70 1,21 0,70 0,95 0,51
12. 0,31 0,17 0,06 0,31 0,06 0,18 0,25
13. 0,21 0,55 0,33 0,55 0,21 0,36 0,34
14. 0,24 0,09 0,08 0,24 0,08 0,14 0,16
15. 0,19 0,14 0,15 0,19 0,14 0,16 0,05
16. 0,10 0,30 0,15 0,30 0,10 0,18 0,20
17. 0,09 0,10 0,12 0,12 0,09 0,10 0,03
18. 0,00 0,10 0,05 0,10 0,00 0,05 0,10
19. 0,14 0,30 0,41 0,41 0,14 0,28 0,27
20. 0,19 0,10 0,24 0,24 0,10 0,18 0,14
X double bar R bar
0,38 0,25

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 0,38 CL = 0,25
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 0,38 + (1,023 ) 0,25 = (2,574 ) 0,25
= 0,63 = 0,64
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 0,38 - (1,023 ) 0,25 = (0 ) 0,25
= 0,12 =0
Lampiran 15. Kekeruhan Air pada Carbon active filter I

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 0,14 0,23 0,44 0,44 0,14 0,27 0,30
2. 0,12 0,25 0,12 0,25 0,12 0,16 0,13
3. 0,19 0,16 0,14 0,19 0,14 0,16 0,05
4. 0,14 0,30 0,41 0,41 0,14 0,28 0,27
5. 0,29 0,19 0,13 0,29 0,13 0,20 0,16
6. 0,23 0,18 0,22 0,23 0,18 0,21 0,05
7. 0,28 0,27 0,18 0,28 0,18 0,24 0,10
8. 0,50 0,60 0,52 0,60 0,50 0,54 0,10
9. 0,86 0,87 1,10 1,10 0,86 0,94 0,24
10. 1,41 1,67 2,13 2,13 1,41 1,74 0,72
11. 0,85 1,10 0,98 1,10 0,85 0,98 0,25
12. 0,36 0,92 0,05 0,92 0,05 0,44 0,87
13. 0,26 0,28 0,15 0,28 0,15 0,23 0,13
14. 0,11 0,12 0,32 0,32 0,11 0,18 0,21
15. 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,00
16. 0,10 0,11 0,11 0,11 0,10 0,11 0,01
17. 0,08 0,13 0,14 0,14 0,08 0,12 0,06
18. 0,00 0,05 0,03 0,05 0,00 0,03 0,05
19. 0,14 0,23 0,44 0,44 0,14 0,27 0,30
20. 0,10 0,11 0,11 0,11 0,10 0,11 0,01
X double bar R bar
0,37 0,20

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 0,37 CL = 0,20
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 0,37 + (1,023 ) 0,20 = (2,574 ) 0,20
= 0,57 = 0,52
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 0,37 - (1,023 ) 0,20 = (0 ) 0,20
= 0,16 =0
Lampiran 16. Kekeruhan Air pada Ressin Filter

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 0,11 0,14 0,15 0,15 0,11 0,13 0,04
2. 0,05 0,16 0,04 0,16 0,04 0,08 0,12
3. 0,10 0,21 0,19 0,21 0,10 0,17 0,11
4. 0,19 0,22 0,19 0,22 0,19 0,20 0,03
5. 0,22 0,13 0,22 0,22 0,13 0,19 0,09
6. 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,19 0,00
7. 0,30 0,33 0,14 0,33 0,14 0,26 0,19
8. 0,49 0,53 0,49 0,53 0,49 0,50 0,04
9. 0,53 0,59 1,00 1,00 0,53 0,71 0,47
10. 1,37 1,79 1,39 1,79 1,37 1,52 0,42
11. 0,81 0,99 0,56 0,99 0,56 0,79 0,43
12. 0,32 0,18 0,03 0,32 0,03 0,18 0,29
13. 0,20 0,16 0,17 0,20 0,16 0,18 0,04
14. 0,11 0,05 0,13 0,13 0,05 0,10 0,08
15. 0,10 0,14 0,09 0,14 0,09 0,11 0,05
16. 0,11 0,14 0,09 0,14 0,09 0,11 0,05
17. 0,10 0,22 0,13 0,22 0,10 0,15 0,12
18. 0,20 0,16 0,13 0,20 0,13 0,16 0,07
19. 0,11 0,14 0,14 0,14 0,11 0,13 0,03
20. 0,00 0,12 0,09 0,12 0,00 0,07 0,12
X double bar R bar
0,30 0,14

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 0,30 CL = 0,14
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 0,30 + (1,023 ) 0,14 = (2,574 ) 0,14
= 0,44 = 0,36
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 0,30 - (1,023 ) 0,14 = (0 ) 0,14
= 0,15 =0
Lampiran 17. Kekeruhan Air pada Carbon Active Filter II

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 0,07 0,28 0,33 0,33 0,07 0,23 0,26
2. 0,14 0,12 0,07 0,14 0,07 0,11 0,07
3. 0,20 0,08 0,14 0,20 0,08 0,14 0,12
4. 0,14 0,16 0,15 0,16 0,14 0,15 0,02
5. 0,22 0,15 0,06 0,22 0,06 0,14 0,16
6. 0,19 0,31 0,24 0,31 0,19 0,25 0,12
7. 0,26 0,28 0,17 0,28 0,17 0,24 0,11
8. 0,41 0,45 0,44 0,45 0,41 0,43 0,04
9. 0,55 0,52 0,92 0,92 0,52 0,66 0,40
10. 1,43 1,66 1,45 1,66 1,43 1,51 0,23
11. 0,85 1,04 0,55 1,04 0,55 0,81 0,49
12. 0,31 0,11 0,01 0,31 0,01 0,14 0,30
13. 0,18 0,15 0,15 0,18 0,15 0,16 0,03
14. 0,14 0,18 0,16 0,18 0,14 0,16 0,04
15. 0,02 0,10 0,03 0,10 0,02 0,05 0,08
16. 0,04 0,08 0,00 0,08 0,00 0,04 0,08
17. 0,03 0,10 0,05 0,10 0,03 0,06 0,07
18. 0,05 0,15 0,15 0,15 0,05 0,12 0,10
19. 0,14 0,10 0,01 0,14 0,01 0,08 0,13
20. 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
X double bar R bar
0,28 0,14

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 0,28 CL = 0,14
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 0,28 + (1,023 ) 0,14 = (2,574 ) 0,14
= 0,42 = 0,37
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 0,28 - (1,023 ) 0,14 = (0 ) 0,14
= 0,13 =0
Lampiran 18. Kekeruhan Air Setelah Melewati Filter Catridge

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 0,08 0,22 0,26 0,26 0,08 0,19 0,18
2. 0,13 0,09 0,00 0,13 0,00 0,07 0,13
3. 0,13 0,14 0,20 0,20 0,13 0,16 0,07
4. 0,20 0,22 0,19 0,22 0,19 0,20 0,03
5. 0,24 0,15 0,13 0,24 0,13 0,17 0,11
6. 0,23 0,19 0,18 0,23 0,18 0,20 0,05
7. 0,29 0,34 0,14 0,34 0,14 0,26 0,20
8. 0,47 0,49 0,49 0,49 0,47 0,48 0,02
9. 0,50 0,59 0,66 0,66 0,50 0,58 0,16
10. 1,26 1,68 1,30 1,68 1,26 1,41 0,42
11. 0,80 0,93 0,54 0,93 0,54 0,76 0,39
12. 0,36 0,21 0,05 0,36 0,05 0,21 0,31
13. 0,20 0,16 0,13 0,20 0,13 0,16 0,07
14. 0,11 0,06 0,13 0,13 0,06 0,10 0,07
15. 0,09 0,09 0,13 0,13 0,09 0,10 0,04
16. 0,04 0,05 0,01 0,05 0,01 0,03 0,04
17. 0,10 0,12 0,05 0,12 0,05 0,09 0,07
18. 0,06 0,12 0,13 0,13 0,06 0,10 0,07
19. 0,10 0,05 0,01 0,10 0,01 0,05 0,09
20. 0,00 0,10 0,00 0,10 0,00 0,03 0,10
X double bar R bar
0,27 0,13

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 0,27 CL = 0,13
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 0,27 + (1,023 ) 0,13 = (2,574 ) 0,13
= 0,40 = 0,34
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 0,27 - (1,023 ) 0,13 = (0 ) 0,13
= 0,14 =0
Lampiran 19. Kekeruhan Air pada Mesin Filler

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 0,00 0,05 0,26 0,26 0,00 0,10 0,26
2. 0,00 0,08 0,05 0,08 0,00 0,04 0,08
3. 0,09 0,18 0,08 0,18 0,08 0,12 0,10
4. 0,08 0,11 0,24 0,24 0,08 0,14 0,16
5. 0,20 0,20 0,01 0,20 0,01 0,14 0,19
6. 0,15 0,18 0,18 0,18 0,15 0,17 0,03
7. 0,24 0,22 0,14 0,24 0,14 0,20 0,10
8. 0,40 0,41 0,39 0,41 0,39 0,40 0,02
9. 0,44 0,53 0,67 0,67 0,44 0,55 0,23
10. 1,19 1,90 1,49 1,90 1,19 1,53 0,71
11. 0,78 0,88 0,21 0,88 0,21 0,62 0,67
12. 0,27 0,04 0,06 0,27 0,04 0,12 0,23
13. 0,16 0,15 0,05 0,16 0,05 0,12 0,11
14. 0,10 0,10 0,00 0,10 0,00 0,07 0,10
15. 0,08 0,08 0,07 0,08 0,07 0,08 0,01
16. 0,00 0,05 0,02 0,05 0,00 0,02 0,05
17. 0,05 0,10 0,00 0,10 0,00 0,05 0,10
18. 0,05 0,10 0,01 0,10 0,01 0,05 0,09
19. 0,04 0,05 0,00 0,05 0,00 0,03 0,05
20. 0,00 0,05 0,01 0,05 0,00 0,02 0,05
X double bar R bar
0,23 0,17

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 0,23 CL = 0,17
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 0,23 + (1,023 ) 0,17 = (2,574 ) 0,17
= 0,40 = 0,43
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 0,23 - (1,023 ) 0,17 = (0 ) 0,17
= 0,06 =0
Lampiran 20. TDS Air pada Tank Penampungan Bahan Baku

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 68,5 66,0 66,0 68,50 66,00 66,83 2,50
2. 63,0 63,0 64,0 64,00 63,00 63,33 1,00
3. 65,0 65,0 65,0 65,00 65,00 65,00 0,00
4. 65,0 65,0 65,0 65,00 65,00 65,00 0,00
5. 66,0 59,0 60,0 66,00 59,00 61,67 7,00
6. 65,0 63,0 63,0 65,00 63,00 63,67 2,00
7. 63,0 64,0 64,0 64,00 63,00 63,67 1,00
8. 59,5 59,5 58,0 59,50 58,00 59,00 1,50
9. 58,0 60,0 59,0 60,00 58,00 59,00 2,00
10. 60,0 59,0 56,0 60,00 56,00 58,33 4,00
11. 68,0 73,0 62,0 73,00 62,00 67,67 11,00
12. 62,5 63,0 63,0 63,00 62,50 62,83 0,50
13. 64,0 64,0 64,0 64,00 64,00 64,00 0,00
14. 64,0 64,0 64,0 64,00 64,00 64,00 0,00
15. 64,0 64,0 63,0 64,00 63,00 63,67 1,00
16. 52,0 56,0 56,0 56,00 52,00 54,67 4,00
17. 52,0 60,0 59,0 60,00 52,00 57,00 8,00
18. 62,5 64,0 63,0 64,00 62,50 63,17 1,50
19. 59,0 53,0 55,0 59,00 53,00 55,67 6,00
20. 62,0 70,0 63,0 70,00 62,00 65,00 8,00
X double bar R bar
62,16 3,056

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 62,16 CL = 3,05
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 62,16 + (1,023 ) 3,05 = (2,574 ) 3,05
= 65,28 = 7,85
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 62,16 - (1,023 ) 3,05 = (0 ) 3,05
= 59,04 =0
Lampiran 21. TDS Air pada Carbon Active Filter I

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 64,0 67,0 66,0 67,00 64,00 65,67 3,00
2. 64,0 63,0 64,0 64,00 63,00 63,67 1,00
3. 65,0 70,0 64,0 70,00 64,00 66,33 6,00
4. 64,0 65,0 65,0 65,00 64,00 64,67 1,00
5. 65,0 63,0 63,0 65,00 63,00 63,67 2,00
6. 62,0 66,0 63,0 66,00 62,00 63,67 4,00
7. 62,5 65,0 64,0 65,00 62,50 63,83 2,50
8. 64,0 60,0 60,0 64,00 60,00 61,33 4,00
9. 63,0 62,0 59,0 63,00 59,00 61,33 4,00
10. 56,5 56,5 57,0 57,00 56,50 56,67 0,50
11. 65,0 63,0 62,0 65,00 62,00 63,33 3,00
12. 62,0 70,0 63,0 70,00 62,00 65,00 8,00
13. 63,0 64,0 64,0 64,00 63,00 63,67 1,00
14. 65,0 64,0 64,0 65,00 64,00 64,33 1,00
15. 64,0 64,0 64,0 64,00 64,00 64,00 0,00
16. 59,0 60,0 64,0 64,00 59,00 61,00 5,00
17. 60,0 59,0 56,0 60,00 56,00 58,33 4,00
18. 60,0 60,0 61,0 61,00 60,00 60,33 1,00
19. 63,0 64,0 60,0 64,00 60,00 62,33 4,00
20. 62,5 60,0 59,0 62,50 59,00 60,50 3,50
X double bar R bar
62,68 2,93

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 62,68 CL = 2,93
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 62,68 + (1,023 ) 2,93 = (2,574 ) 2,93
= 65,68 = 7,53
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 62,68 - (1,023 ) 2,93 = (0 ) 2,93
= 59,69 =0
Lampiran 22. TDS Air pada Ressin Filter

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 64,0 65,0 66,0 66,00 64,00 65,00 2,00
2. 64,0 63,0 63,5 64,00 63,00 63,50 1,00
3. 64,0 64,0 64,0 64,00 64,00 64,00 0,00
4. 64,0 66,0 65,0 66,00 64,00 65,00 2,00
5. 64,0 63,0 63,0 64,00 63,00 63,33 1,00
6. 62,0 64,5 63,0 64,50 62,00 63,17 2,50
7. 62,0 62,5 64,0 64,00 62,00 62,83 2,00
8. 61,0 61,0 62,0 62,00 61,00 61,33 1,00
9. 59,0 59,0 59,0 59,00 59,00 59,00 0,00
10. 65,0 56,0 57,0 65,00 56,00 59,33 9,00
11. 65,0 64,0 63,0 65,00 63,00 64,00 2,00
12. 61,0 63,0 63,0 63,00 61,00 62,33 2,00
13. 62,0 64,0 64,0 64,00 62,00 63,33 2,00
14. 65,0 64,0 64,0 65,00 64,00 64,33 1,00
15. 62,0 64,0 64,0 64,00 62,00 63,33 2,00
16. 59,0 56,0 55,0 59,00 55,00 56,67 4,00
17. 64,0 61,0 62,0 64,00 61,00 62,33 3,00
18. 64,0 65,0 64,0 65,00 64,00 64,33 1,00
19. 62,0 61,0 61,0 62,00 61,00 61,33 1,00
20. 65,0 61,0 59,0 65,00 59,00 61,67 6,00
X double bar R bar
62,51 2,23

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 62,51 CL = 2,23
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 62,51 + (1,023 ) 2,23 = (2,574 ) 2,23
= 64,79 = 5,73
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 62,51 - (1,023 ) 2,23 = (0 ) 2,23
= 60,23 =0
Lampiran 23. TDS Air pada Carbon Active Filter II

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 62,0 71,0 65,0 71,00 62,00 66,00 9,00
2. 62,0 64,0 63,0 64,00 62,00 63,00 2,00
3. 62,0 74,0 61,0 74,00 61,00 65,67 13,00
4. 61,0 70,0 63,0 70,00 61,00 64,67 9,00
5. 62,0 61,0 65,0 65,00 61,00 62,67 4,00
6. 60,0 68,0 61,0 68,00 60,00 63,00 8,00
7. 59,0 62,0 62,0 62,00 59,00 61,00 3,00
8. 69,0 59,0 62,0 69,00 59,00 63,33 10,00
9. 59,5 61,0 57,0 61,00 57,00 59,17 4,00
10. 57,0 55,0 58,0 58,00 55,00 56,67 3,00
11. 58,0 63,0 65,0 65,00 58,00 62,00 7,00
12. 60,5 69,0 62,0 69,00 60,50 63,83 8,50
13. 60,0 62,0 62,0 62,00 60,00 61,33 2,00
14. 71,0 64,0 62,0 71,00 62,00 65,67 9,00
15. 64,0 64,0 62,0 64,00 62,00 63,33 2,00
16. 59,0 59,0 56,0 59,00 56,00 58,00 3,00
17. 60,0 59,0 56,0 60,00 56,00 58,33 4,00
18. 60,0 61,0 61,0 61,00 60,00 60,67 1,00
19. 65,0 65,0 64,0 65,00 64,00 64,67 1,00
20. 62,0 60,0 61,0 62,00 60,00 61,00 2,00
65,0 60,0 61,0 65,00 60,00 62,00 5,00
X double bar R bar
62,19 5,21

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 62,19 CL = 5,21
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 62,19 + (1,023 ) 5,21 = (2,574 ) 5,21
= 67,53 = 13,42
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 62,19 - (1,023 ) 5,21 = (0 ) 5,21
= 56,86 =0
Lampiran 24. TDS Air Setelah Melewati Filter Catridge

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 61,0 62,0 65,0 65,00 61,00 62,67 4,00
2. 61,0 64,0 63,0 64,00 61,00 62,67 3,00
3. 62,0 74,0 61,0 74,00 61,00 65,67 13,00
4. 61,0 68,0 63,0 68,00 61,00 64,00 7,00
5. 62,0 61,0 65,0 65,00 61,00 62,67 4,00
6. 60,0 64,0 61,0 64,00 60,00 61,67 4,00
7. 59,0 60,0 62,0 62,00 59,00 60,33 3,00
8. 59,0 59,0 67,0 67,00 59,00 61,67 8,00
9. 60,0 61,0 57,5 61,00 57,50 59,50 3,50
10. 56,0 55,0 57,0 57,00 55,00 56,00 2,00
11. 57,0 63,0 60,0 63,00 57,00 60,00 6,00
12. 60,0 61,0 62,0 62,00 60,00 61,00 2,00
13. 60,0 62,0 62,0 62,00 60,00 61,33 2,00
14. 70,0 63,0 62,0 70,00 62,00 65,00 8,00
15. 64,0 64,0 62,0 64,00 62,00 63,33 2,00
16. 60,0 61,0 61,0 61,00 60,00 60,67 1,00
17. 64,0 64,0 65,0 65,00 64,00 64,33 1,00
18. 61,0 59,0 60,0 61,00 59,00 60,00 2,00
19. 64,0 59,0 60,0 64,00 59,00 61,00 5,00
20. 61,0 59,0 60,0 61,00 59,00 60,00 2,00
X double bar R bar
61,68 4,13

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range

CL = 61,68 CL = 4,13
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 61,68 + (1,023 ) 4,13 = (2,574 ) 4,13
= 65,90 = 10,62
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 61,68 - (1,023 ) 4,13 = (0 ) 4,13
= 57,46 =0
Lampiran 25. TDS Air pada Mesin Filler

No X1 X2 X3 MAX MIN X bar R


1. 65,0 66,0 63,5 66,00 63,50 64,83 2,50
2. 65,0 64,0 63,0 65,00 63,00 64,00 2,00
3. 64,0 65,0 63,0 65,00 63,00 64,00 2,00
4. 63,0 63,0 64,0 64,00 63,00 63,33 1,00
5. 64,0 65,0 65,0 65,00 64,00 64,67 1,00
6. 65,0 63,0 63,0 65,00 63,00 63,67 2,00
7. 62,5 62,0 63,0 63,00 62,00 62,50 1,00
8. 63,0 60,5 61,0 63,00 60,50 61,50 2,50
9. 61,0 61,0 61,0 61,00 61,00 61,00 0,00
10. 58,0 58,0 56,5 58,00 56,50 57,50 1,50
11. 60,0 62,0 62,0 62,00 60,00 61,33 2,00
12. 61,0 60,0 61,0 61,00 60,00 60,67 1,00
13. 63,0 63,0 63,0 63,00 63,00 63,00 0,00
14. 64,0 64,0 64,0 64,00 64,00 64,00 0,00
15. 62,0 63,0 63,0 63,00 62,00 62,67 1,00
16. 59,0 60,0 60,0 60,00 59,00 59,67 1,00
17. 61,0 61,0 61,0 61,00 61,00 61,00 0,00
18. 64,0 65,0 62,0 65,00 62,00 63,67 3,00
19. 61,0 60,0 62,0 62,00 60,00 61,00 2,00
20. 63,0 60,0 60,0 63,00 60,00 61,00 3,00
X double bar R bar
62,25 1,43

Peta Kontrol X-Bar Peta Kontrol Range


CL = 62,25 CL = 1,43
UCL = X double bar + A2 R bar UCL = D4 R bar
= 62,25 + (1,023 ) 1,43 = (2,574 ) 1,43
= 63,71 = 3,67
LCL = X double bar - A2 R bar LCL = D3 R bar
= 62,25 - (1,023 ) 1,43 = (0 ) 1,43
= 60,79 =0

Anda mungkin juga menyukai