Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK KARDIOGENIK

A. Definisi
Syok merupakan suatu keadaan patofisiologis yang terjadi bila oxygen
delivery (DO2) ke mitokondria sel di seluruh tubuh manusia tidak mampu memenuhi
kebutuhan oxygen consumption (VO2). Sebagai respon terhadap pasokan oksigen
yang tidak cukup ini, metabolisme energi sel menjadi anaerobik. Menurut John
Collins Warren, syok merupakan berhentinya keadaan sesaat dari kematian. Secara
patofisiologis, syok merupakan gangguan sirkulasi akibat kurangnya oksigen kedalam
jaringan.
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan
perfusi sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga
menyebabkan hipoksia jaringan. Istilah syok kardiogenik ini pertama sekali
disampaikan oleh Stead (1942) dimana saat itu dilaporkan 2 orang pasien yang
disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung (shock of cardiac
origin)”. Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok kardiogenik.
Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya hipoperfusi sistemik
yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume intravaskular yang
adekuat. Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang
berkepanjangan dengan batasan/cut-off points tekanan darah sistolik untuk syok
kardiogenik adalah < 90 mmHg selama sekurangnya 30-60 menit atau mean arterial
pressure < 30 mmHg dari baseline dengan indeks kardiak yang berkurang (< 2,2
L/menit/m2) dan tekanan baji kapiler paru (pulmonary capillary wedge
pressure/PCWP) > 15 mmHg, (Harahap, dkk 2013).
Syok kardiogenik adalah syok yang terjadi akibat tidak berfungsinya jantung
untuk mengalirkan darah ke jaringan yang mengakibatkan curah jantung menjadi
kecil atau berhenti.

B. Etiologi
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang
terjadi pada jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, disfungsi katup,
aritmia, penyakit jantung koroner, komplikasi mekanik. Karena besarnya angka
kejadian ACS, maka ACS pun menjadi etiologi terhadap syok kardiogenik yang
paling dominan pada orang dewasa. Selain itu, banyak pula kasus syok kardiogenik
yang terjadi akibat medikasi yang diberikan, contohnya pemberian penyekat beta dan
penghambat ACE yang tidak tepat dan tidak terpantau pada kasus ACS. Pada anak-
anak penyebab tersering adalah miokarditis oleh karena infeksi virus, kelainan
congenital dan konsumsi bahan-bahan yang toksik terhadap jantung Secara fungsional
penyebab syok kardiogenik dapat dibagi menjadi 2 yakni kegagalan Jantung kiri dan
kegagalan Jantung kanan. Penyebab-penyebab kegagalan jantung kiri antara lain :
1. Disfungsi sistolik yakni, berkurangnya kontraktilitas miokardium.
Penyebab yang paling sering adalah infark miokard akut khususnya infark
anterior. Penyebab lainnya adalah hipoksemia global, penyakit katup, obat-obat
yang menekan miokard (penyekat beta, penghambat gerbang kalsium, serta obat-
obat anti aritmia), kontusio miokard, asidosis respiratorius, kelainan metabolic
(asidosis metabolic, hipofosfatemia, hipokalsemia), miokarditis severe,
kardiomiopati end-stage, bypass kardiopulmonari yang terlalu lama pada operasi
pintas jantung, obat-obatan yang bersifat kardiotoksin (mis. Doxorubicin,
adriamycin).
2. Disfungsi diastolik. Hal ini dapat terjadi akibat meningkatnya kekakuan ruang
ventrikel kiri. Selain itu dapat pula terjadi pada tahap lanjut syok hipovolemik dan
syok septik. Hal-hal yang dapat menyebabkannya antara lain : iskemik, hipertrofi
ventrikel, kardiomiopati restriktif, syok hipovolemik dan syok septik yang
berlama-lama, kompresi eksternal akibat tamponade jantung
3. Peningkatan afterload yang terlalu besar. Hal ini dapat terjadi pada keadaan
stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, koarktasio aorta, hipertensi maligna.
4. Abnormalitas katup dan struktur jantung. Hal ini dapat terjadi pada keadaan mitral
stenosis, endokarditis, regurgitasi mitral dan aorta, obstruksi yang disebabkan oleh
atrial myxoma atau thrombus, ruptur ataupun disfungsi otot-otot papilaris, ruptur
septum dan tamponade.
5. Menurunnya kontraktilitas jantung.
Hal ini terjadi pada keadaan, infark ventrikel kanan, iskemia, hipoksia dan asidosis.
Kegagalan ventrikel kanan dapat disebabkan oleh berbagai peristiwa antara lain:
1. Peningkatan afterload yang terlalu besar misalnya, emboli paru, penyakit
pembuluh darah paru (hipertensi arteri pulmonalis dan penyakit oklusif vena),
vasokonstriksi pulmonal hipoksik, tekanan puncak akhir ekspirasi, fibrosis
pulmonaris, kelainan pernafasan saat tidur, PPOK.
2. Artimia. Ventrikel takiaritmia sering berkaitan dengan syok kardiogenik.
Sementara bradiaritmia dapat menyebabkan atau memperburuk syok yang
disebabkan oleh etiologi lain. Sinus takikardia dan takiaritmia atrial dapat
menyebabkan hipoperfusi dan memperburuk syok.

C. Tanda-tanda klinis syok kardiogenik


Pasien dengan syok kardiogenik biasanya datang dengan adanya tanda-tanda
- Hipotensi td <90 mmHg,
- Heart rate >100
- Nadi cepat dan lemah
- Penurunan bunyi jantung
- Nyeri dada
- Disaritmia akibat penurunan oksigen ke jantung
- Takipnea
- Penurunan curah jantung
- Peningkatan SVR
- Sianosis
- Diaforesis (mandi keringat)
- Ekstremitas dingin
Hipoperfusi sistemik, termasuk perubahan status mental, kulit dingin, dan/atau
oliguria. Keberadaan ronchi basah basal (rales) yang merupakan penanda adanya
edema paru, bisa ada namun bisa juga tidak. Edema paru tidak ditemukan pada
30% pasien-pasien syok kardiogenik melalui pemeriksaan auskultasi dan
radiografi toraks. Pengukuran tekanan darah dengan cara biasa sering tidak akurat
pada keadaan syok, oleh karena itu penentuan tekanan darah intra-arterial lebih
tepat dimonitor dengan kanula intra-arterial. Harahap dkk, 2013
Dalam menangani pasien syok kardiogenik hal pertama yang dilakukan adalah
memberikan bantuan hidup dasar (BLS). Menurut AHA 2010 (American Heart
Association) BLS merupakan dasar untuk menyelamatkan pasien tanda utama henti
jantung atau cardiac arrest dan mengaktifkan sistem kegawatdaruratan serta
melakukan CPR (Cardiopulmonary resuscitation) secara dini.
D. Patofisiologi
Syok kardiogenik terjadi apabila jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk
memadai curah jantung, disfungsi dapat terjadi pada distol atau diastol akibat dari
obstruksi. Atau pengisian jantung dapat diakibatkan oleh kardiomiopati hipertropik
yang diakibatkan buruknya preload, regurgitasi atau cacat katup, temponade atau
fibrosis perikardium, dan aritmia parah yang mengakibatkan rendahnya preload dan
penurunan kontraktilitas merupakan bentuk yang paling sering dari syok kardiogenik,
namun bagian lain dari sistem sirkulasi juga ikut bertanggung jawab terhadap
gagalnya mekanisme kompensasi. Kebanyakan abnormalitas ini sifatnya reversibel
sehingga bagi pasien-pasien yang selamat, fungsi jantung mungkin masih dapat
dipertahankan.
Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok
kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume
serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi oleh
peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen
seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun demikian gabungan dari rendahnya
curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan berkurangnya
perfusi jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner
dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi miokardium,
dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan
peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika
disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya. Meningkatnya
tekanan pengisian ventrikel kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel
kanan, misalnya pada gagal infark luas ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya
sebuah penelitian SHOCK trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok
malahan disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya
respon inflamasi sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada
infark miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin
menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO
sehingga menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya perfusi
koroner dan sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik yang
juga ditandai dengan adanya vasodilatasi sistemik.

E. Komplikasi
 Cardiopulmonary arrest
 Disritmia
 Gagal multisistem organ
 Stroke
 Tromboemboli
F. Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan
kerusakan pola.
2. ECG
Mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel
hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
3. Ultrasonografi
dapat menjadi panduan dalam manajemen cairan. Pada pasien yang bernafas
spontan, vena kava inferior yang kolaps saat respirasi menandakan adanya
dehidrasi. Sedangkan jika tidak maka status cairan intravaskular adalah euvolume.
4. Angiografi arteri koroner : perlu dilakukan segera pada pasien dengan iskemik
atau infark miokard yang mengalami syok kardiogenik. Angiografi penting untuk
menilai anatomi arteri koroner dan tindakan revaskularisasi segera jika diperlukan.
Pada kasus dimana ditemukan kelainan yang luas pada angiografi, maka respon
kompensasi berupa hiperkinetik tidak dapat berlangsung akibat beratnya
aterosklerosis arteri koroner. Penyebab tersering syok kardiogenik adalah infark
miokard yang luas atau infark yang lebih kecil pada pasien yang sebelumnya telah
mengalami dekompensasi ventrikel kiri
5. Rontgen dada
Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan
pulmonal
6. Scan Jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
7. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi
arteri koroner.
8. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
9. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
10. AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan
peningkatan tekanan karbondioksida.
11. Enzim jantung
Meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark
miokard (Kreatinin fosfoki nase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase
Laktat/LDH, isoenzim LDH)

G. Penatalaksanaan Medis
1. Meningkatkan O2 ke miokardium
Jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilaukkan intubasi.
Peningkatan O2 melalui oksigen 8-15 liter permenit dengan menggunakan masker
untuk mempertahankan PO2 70-120 mmHg
2. Melakuka intubasi atau ventilator mekanik
3. Mempertahakan hematokrit >30% untuk kebutuhan O2 miokardium
4. Mengatasi rasa nyeri yang timbul akibat infark akut dengan pemberian anlgetik
narkotik (morfin)
5. Melakukan koreksi ganggaun elektrolit dan keseimbangan asam basa yang terjadi
6. Melakukan reperfusi dengan trombolitik
7. Pemberian medikamentosa yang bersifat :
- Inotropik : mempengaruhi kontraktilitas miokardium
- Cronotropik : mempengaruhi frekuensi denyut jantung
- Dromotropik : mempengaruhi kecepatan hantaran impils
- Vasopresor :
8. Melakuka intraaortik ballon pum (IABP) apabila medikamentosa tidak mampu
mengatasi syok kardiogenis
9. Monitoring hemodinamik secara invasif (kateterisasi Swan-Ganz) sangat
bermanfaat untuk mengeksklusi penyebab dan jenis syok. Pemeriksaan
hemodinamik pada syok kardiogenik adalah PCWP lebih dari 18 mmHg dan
indeks kardiak < 2,2 L/mnt/m2. Meningkatnya tekanan pengisian jantung kanan
tanpa adanya peningkatan PCWP, menandakan infark pada ventrikel kanan jika
disertai dengan kriteria dari EKG. Meningkatnya saturasi darah pada ventrikel dan
atrium kanan merupakan diagnostik suatu ruptur septum ventrikel

H. Penanganan suportif
Manajemen awal berupa resusitasi cairan bila dijumpai hipovolemia dan hipotensi,
kecuali dijumpai adanya edema paru. Pemasangan jalur vena sentral dan arteri,
katetrisasi Swan- Ganz, serta pulse oksimeter perlu dilakukan. Oksigenasi dan
proteksi jalan nafas merupakan hal yang penting di awal penanganan khususnya pada
kondisi hipoksemia (SpO2 <90% atau PaO2 < 60 mmHg), oksigen dapat diberikan
mulai dari 40-60% selanjutnya dapat dititrasi sampai SpO2 > 90%. Jika diperlukan,
intubasi jalan nafas dan ventilasi mekanik dapat dilakukan. Selain itu monitoring
tekanan darah juga harus dilakukan
Hipovolemia dapat terjadi pada kasus syok kardiogenik misalnya dengan riwayat
penggunaan diuretik atau jika ada muntah. Pemberian terapi pengganti cairan harus
dipantau dengan pemeriksaan PCWP, saturasi oksigen arteri (SaO2), tekanan arteri
sistemik, serta curah jantung. Pemberian challenge volume intravaskular yakni saline
isotonik sebanyak sekurangnya 250 mL dalam 10 menit dapat dilakukan sebelum
tindakan kateterisasi pada jantung kanan jika tidak ada bukti bendungan paru pada
pemeriksaan fisik maupun rontgen torak serta pasien tidak dalam keadaan distres
pernafasan Pada beberapa kondisi dukungan cairan yang lebih besar kadang-kadang
diperlukan misalnya pada syok kardiogenik akibat infark ventrikular kanan, dimana
tekanan pengisian yang tinggi diperlukan untuk memaksimalkan aliran ke ventrikel
kiri. Infark pada ventrikel kanan dapat disangkakan jika dijumpai gambaran infark
inferior, lapangan paru bersih pada pemeriksaan auskultasi serta syok. Pemberian
cairan dalam jumlah banyak diindikasikan dalam kasus ini sepanjang tidak dijumpai
peningkatan tekanan vena jugularis/sentral.
Pasien yang datang dengan overload cairan dan edema paru kardiogenik tanpa adanya
hipotensi dapat diterapi dengan diuretik, morfin, suplemen oksigenm serta
vasodilator.

Anda mungkin juga menyukai