BAB II Lapkas Stroke Iskemik
BAB II Lapkas Stroke Iskemik
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 STROKE
II. 1. 1 Definisi
II. 1. 2 Epidemiologi
Insidens serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per
tahun. Insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Konsekuensinya,
dengan semakin panjangnya angka harapan hidup, termasuk di Indonesia, akan
semakin banyak pula kasus stroke dijumpai. Perbandingan antara penderita pria
dan wanita hampir sama (Hankey, 2002). Prevalensi stroke berkisar 5-12 per 1000
penduduk (Hankey, 2002). MacDonald et al. (2000) yang meneliti prevalensi dari
berbagai jenis penyakit susunan saraf menemukan prevalensi stroke sebesar 800
per 100.000 penduduk.
5
II. 1. 3 Klasifikasi
Ada beberapa macam klasifikasi stroke. Salah satu yang sering
digunakan adalah klasifikasi modifikasi Marshall, yang membagi stroke atas
(Misbach, 1999) :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Redarahan subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebro-basiler
6
Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerotik
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah, melalui proses
aterosklerosis (Rudianto, 2010).
II. 1. 3. 1. 2 Epidemiologi
7
persentase penderita penyakit stroke terendah adalah Papua yaitu 2.3%. Estimasi
penderita penyakit stroke tertinggi berdasarkan kelompok usia yaitu usia 75 tahun
keatas dengan persentase 43.1% diikuti usia 65 – 74 tahun dengan persentase
33.2% sebagai urutan kedua tertinggi dan usia 55 – 64 tahun dengan persentase
24% sebagai urutan ketiga tertinggi usia penderita penyakit stroke. Urutan
terendah penderita penyakit stroke adalah usia remaja yaitu 15 – 24 tahun dengan
persentase 0.2%. Sedangkan estimasi penderita penyakit stroke berdasarkan jenis
kelamin, laki – laki menempati urutan pertama dengan persentase 7.1% dan
diikuti urutan kedua yaitu perempuan dengan persentase 6.8% (Depkes RI, 2013).
Secara kasar, setiap hari ada 2 orang yang mengalami serangan
stroke dan diperkirakan hampir setengah juta penduduk Indonesia berisiko tinggi
terserang stroke setiap tahun, sedangkan jumlah yang meninggal mencapai
125.000 jiwa (Rasyid, 2007). Stroke iskemik merupakan jenis stroke yang
tersering didapatkan, yaitu mencakup 80 – 85% dari semua jenis stroke.
II. 1. 3. 1. 3 Etiologi
Stroke iskemik bisa disebabkan oleh berbagai macam problem
yang bisa dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu masalah-masalah pembuluh
darah, jantung dan substrat darah itu sendiri.
8
Polyarteritis nodosa Paradoxic embolus
Granulomatous angiitis Atrial myxoma
Syphilitic arteritis Prosthetic heart valves
AIDS
Diseksi arteri karotis
atau vertebralis infark
lakuner
Drug abuse
Migren
Sindrom
moyamoya
Trombosis
sinus atau
vena
9
B. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
RIND merupakan suatu gejala neurologis yang akan menghilang antara
>24 jam sampai dengan 21 hari.
C. Progressing stroke atau stroke in – evolution
Progressing stroke merupakan kelainan atau defisit neurologis yang
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
D. Completed stroke atau stroke komplet
Stroke komplet merupakan kelainan neurologis yang sudah menetap dan
tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan sistem pembuluh darah
A. Sistem carotis
B. Sistem verterobasiler
3. Menurut klasifikasi uji coba The National Institute of Neurological Disorder
Stroke Part III (NINDS III), berdasarkan penyebabnya stroke iskemik dibagi
menjadi 4 golongan
A. Aterotrombotik
Aterotrombotik terjadi di pembuluh darah yang besar. Stroke
aterotrombotik adalah stroke yang terjadi karena adanya sumbatan di
pembuluh darah besar di otak oleh karena adanya gumpalan atau plak
yang terbentuk akibat proses aterosklerotik (pengerasan arteri). Stroke
oleh karena trombosis ini merupakan stroke yang paling sering terjadi,
yaitu hampir 40% dari seluruh jenis stroke. Plak aterosklerotik tersebut
akan menyumbat suatu pembuluh darah tertentu di otak yang pada
akhirnya daerah otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan
nutrisi tersebut menjadi kekurangan nurtrisi dan oksigen yang disebut
dengan iskemia dan akhirnya menjadi daerah mati atau infark. Plak
aterosklerotik biasanya menyumbat pembuluh darah besar di sekitar leher
ataupun di dasar otak. Hambatan atau sumbatan yang terjadi di pembuluh
darah yang cukup besar tersebut biasanya akan menghasilkan stroke
iskemik yang luas di otak (daerah infark yang luas). Proses aterosklerotik
itu sendiri dipercepat oleh berbagai faktor seperti hipertensi, diabetes,
10
hiperkolesterol, dan faktor – faktor lainnya. Sering dikatakan bahwa
aterosklerosis terjadi oleh karena penimbunan lipid (lemak) berikut
kolesterol, yang diselipkan di bawah lapisan intima dari pembuluh darah
oleh arus darah. Proses ini dipercepat oleh hiperkolesterolemiadan beban
terhadap dinding pembuluih darah akibat hipertensi. Plak aterosklerotik
sering dijumpai di kelokan – kelokan atau percabang arteri besar, seperti
arteri karotis leher. Penyempitan yang disebabkan oleh plak atau bekuan
aterosklerotik itu bisa mencapai 80 – 90% dari diameter pembuluh darah,
tanpa menimbulkan gangguan pada daerah yang diperdarahi arteri yang
bersangkutan. Namun, arteri – arteri yang sudah mempunyai plak
aterosklerotik itu cenderung mendapat komplikasi yang berupa trombosis.
Sumbatan karena bekuan darah atau yang disebut thrombus sering terjadi
di malam hari pada saat kita sedang tidur atau tidak beraktivitas. Pasien
biasanya baru menyadari bahwa mereka mengalami kelemahan anggota
badan satu sisi pada saat pasien bangun. Gejala kelemahan tersebut
biasanya akan semakin memburuk dalam beberapa hari ke depan,
kemudian stabil, baru mengalami perbaikan setelah kurang lebih 7 hari
kemudian. Gambaran CT scan atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)
pada otak menunjukkan adanya infark di kortikal, serebellum, batang
otak, atau subkortikal yang berdiameter lebih dari 1,5 mm dan potensinya
berasal dari aterosklerosis arteri besar.
B. Kardioemboli
Stroke kardioemboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya
gumpalan darah atau bekuan darah yang berasal dari jantung, dan
kemudian terbawa arus darah sampai ke otak, kemudian menyumbat
pembuluh darah di otak. Stroke karena kardioemboli terjadi sekitar 20%
dari seluruh kasus stroke. Bekuan darah dari jantung ini biasanya
terbentuk akibat beberapa hal, seperti misalnya denyut jantung yang tidak
teratur (fibrilasi atrium), kelainan katup jantung, infeksi di dalam jantung,
dan juga pembedahan atau operasi jantung.
Sumber embolus yang berasal dari jantung terdiri dari :
11
a.) Risiko tinggi
- Prostetik katup mekanik
- Mitral stenosis dengan atrial fibrilasi
- Atrial appendage thrombus
- Sick sinus syndrome
- Infark miokard baru ( < 4 minggu)
- Trombus ventrikel kiri
- Kardiomiopati dilatasi
- Segmen ventrikel kiri akinetik
- Atrial myxoma
- Infeksi endocarditis
b.) Risiko sedang
- Prolapsus katup mitral
- Kalsifikasi annulus mitral
- Mitral stenosis tanpa fibrilasi atrial
- Turbulensi atrial kiri
- Aneurisma septal atrial
- Paten foramen ovale
- Atrial flutter
- Lone atrial fibrillation
- Katup kardiak bioprostetik
- Trombotik endokarditis non – bakterial
- Gagal jantung kongesif
- Segmen ventrikel kiri hipokinetik
- Infark miokard ( > 4 minggu, < 6 bulan)
C. Lakunar
Stroke lakunar adalah stroke yang terjadi pada pembuluh – pembuluh
darah kecil yang ada di otak. Sering disebut juga oklusi arteri kecil,
dimana pasien harus mempunyai satu gejala klinis sindrom lacunar dan
tidak mempunyai gejala gangguan disfungsi kortikal serebral. Terjadi
12
pada sekitar 20% kasus dari seluruh jenis stroke. Stroke lakunar ini
disebabkan oleh adanya sebuah lesi atau luka yang kecil, yang berbatas
jelas berukuran kurang lebih 1,5 cm yang biasanya terletak di daerah
subkortikal, kapsula interna, batang otak, dan serebelum (otak kecil).
Stroke lakunar ini berkaitan kuat dengan hipertensi dan juga dihubungkan
dengan perubahan mikrovaskular yang timbul karena hipertensi kronis
dan diabetes mellitus.
Penyumbatan pada pembuluh darah kecil ini biasanya tidak memberikan
dampak stroke yang parah. Pasien biasanya mempunyai gambaran CT
scan atau MRI (Manetic Resonance Imaging) otak normal atau infark
lakunar dengan diameter < 1,5 mm di daerah batang otak atau subkortikal.
D. Stroke akibat dari penyebab lainnya
a.) Serebral vasculitis
b.) Serebral hipoperfusi
c.) Gangguan darah
d.) Peradangan
e.) Infeksi
II. 1. 3. 1. 5 Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah
satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme trombosis yang menyumbat
arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli.
Penelitian tentang patofisiologi stroke dimulai dengan meneliti
perubahan aliran darah otak di tingkat makrosirkulasi otak dan melakukan
penelitian mendalam mengenai aspek perubahan seluler maupun subseluler akibat
iskemi otak.
13
Gangguan Aliran Darah Otak
Glutamat meningkat K+ keluar dan ion Na+masuk kedalam sel Laktat asidosis
Fosfolipid membran
Lipoksigenase
-Prostaglandin
14
fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke
perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh
suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion
area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke
iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali.
Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah
penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach,2007)
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap, yaitu (Sjahrir,2003):
Tahap 1 :
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 :
a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
15
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, terdiri dari :
A. Hipertensi
Hipertensi merupakan satu dari beberapa faktor risiko stroke.
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi bila tekanan darah sistolik
hampir mencapai atau diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastol
mencapai atau diatas 90 mmHg (JNC, 2003). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, adanya penyelidikan berbagai klinis dan meta –
analisis menunjukkan bahwa dengan mengendalikan hipertensi akan
mengurangi risiko terjadinya stroke (Ardelt, 2009). Hipertensi atau
tekanan darah tinggi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah
dimana pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang mengalir
ke otak pun akan berkurang. Dengan adanya pengurangan aliran darah
ke otak, maka otak akan kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama
kelamaan jaringan otak akan mati (Brown, 2000). Tekanan darah yang
terus meningkat secara perlahan akan merusak dinding pembuluh
darah dengan memperkeras arteri dan mendorong tebentuknya bekuan
darah dan aneurisme yang pada akhirnya akan menyebabkan stroke
terutama pada orang yang berusia diatas 45 tahun (Rudianto, 2010).
B. Hiperkolesterol
Hiperkolesterol adalah suatu kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. Kolesterol di dalam tubuh diperoleh dari hasil sistesis
di dalam hati. Bahan bakunya diperoleh dari karbohidrat, protein, atau
lemak (Almatsier, 2006). Kadar kolesterol total yang normal adalah
kurang dari 200. Ada 2 jenis lipoprotein yaitu High Density
Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL). Kadar HDL
yang normal adalah lebih dari 50 untuk perempuan dan 40 untuk laki –
laki. Sedangkan kadar LDL yang normal adalah kurang dari 100.
Semakin tinggi kadar HDL seseorang maka semakin baik karena HDL
mengangkat kolesterol dari sel – sel untuk kembali ke liver. Namun
LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya plak pada
pembuluh darah.
16
Kondisi seperti ini lama kelamaan akan mengganggu aliran darah,
termasuk aliran darah ke otak karena terjadi pembentukan plak
aterosklerosis pada pembuluh darah. Seperti yang diketahui, plak
atersklerosis ini bertanggung jawab pada proses terjadinya stroke
karena sumbatan (Almatsier, 2006).
C. Obesitas
Obesitas sudah terbukti merupakan faktor penting dalam hubungannya
dengan hipertensi dan diabetes walaupun belum ada penelitian yang
menunjukkan bahwa dengan pengurangan berat badan dapat
mengurangi risiko stroke, namun pengurangan berat badan dapat
mengurangi tekanan darah, meningkatkan kadar HDL, dan
menurunkan kadar trigliserida atau lemak dalam darah (Ardelt, 2009).
Untuk menentukan apakah seseorang mengalami obesitas, dapat
dilakukan perhitungan dengan menilai dari Indeks Massa Tubuh (IMT)
yang merupakan hasil penghitungan dari :
IMT = Berat badan (kg) / Tinggi badan (m²)
Tabel II.2 : Kriteria IMT
Kriteria IMT
Berat badan kurang < 18,5
Normal 18,5 – 22,9
Pre Obes 23 – 24,9
Obes I 24,9 – 29,9
Obes II > 30
Sumber : WHO (2000)
17
Table II.3 : Ukuran lingkar pinggang
Normal Obesitas
Perempuan < 80 cm > 80 cm
Laki - laki < 90 cm > 90 cm
Sumber : Adams (2011)
Cara mengukur lingkar pinggang sebaiknya diukur pada pertengahan
antara batas bawah iga dan krista iliaka dengan menggunakan ukuran
pita secara horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan kedua tungkai
dilebarkan 20 – 30 cm. Subjek kemudian diminta untuk tidak menahan
perutnya dan diukur memakai pita dengan tegangan pegas yang
konstan (WHO).
D. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl atau kadar
glukosa darah puasa > 140 mg/dl (National Diabetes Data Group and
WHO). Diabetes menyebabkan perubahan pada sistem pembuluh darah
dan berperan dalam proses aterosklerosis yang pada akhirnya akan
menyebabkan stroke. Pada orang dengan diabetes, darah menjadi lebih
kental dan beban pada dinding pembuluh darah menjadi lebih besar
sehingga dikhawatirkan lebih mudah tersumbat, terutama di pembuluh
darah yang kecil seperti di otak dan jantung. Tingkat keparahan stroke
pada diabetes tergantung dengan sekelompok faktor yang disebut
metabolik sindrom, dikarakteristikkan dengan adanya resistensi
insulin, hyperinsulinemia, hiperglikemi, arterial hipertensi, obesitas,
dan dislipidemia. Semua faktor tersebut akan meningkatkan kerusakan
vascular, tidak hanya akan meningkatkan risiko stroke, tetapi juga
akan meningkatkan keparahan suatu penyakit (Asfandiyarova, 2006).
Untuk menentukan apakah seseorang menderita diabetes, dapat
digunakan kriteria sebagai berikut :
- Ada gejala khas atau klasik seperti rasa ingin makan yang
berlebihan (polifagi), rasa ingin minum yang berlebihan
18
(polidipsi), dan buang air kecil yang terlalu sering (poliuri). Ketiga
hal tersebut dikenal dengan sebutan Trias Klasik DM. Gejala
tambahan dapat berupa kesemutan, gatal, dan mata kabur.
- Kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl (glukosa darah
puasa diperiksa dengan sebelumnya puasa kurang lebih 10 – 12
jam).
- Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl,
selama tes toleransi glukosa oral.
E. Penyakit Jantung
Penyakit jantung seperti infark miokard dan jantung koroner menjadi
faktor risiko terbesar terjadinya penyakit stroke karena jantung
merupakan pusat aliran darah di tubuh. Jika pusat pengaturan darah
mengalami kerusakan, maka aliran darah pun menjadi terganggu,
termasuk aliran darah menuju ke otak. Gangguan aliran darah itu dapat
mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun bertahap (Brown,
2009). Pada orang yang menderita kelainan pada katup jantung oleh
karena fungsi jantung yang terganggu, akan timbul embolus atau
gumpalan darah. Embolus tersebut akan berjalan mengikuti peredaran
darah hingga ke otak, dan menyumbat di sana karena ukuran diameter
pembuluh darah di otak sangat kecil, sehingga terjadilah stroke
iskemik.
F. Pil KB
Pil KB diketahui dapat meningkatkan tekanan darah serta
menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga mudah membentuk
bekuan atau gumpalan dalam pembuluh darah yang dapat
meningkatkan risiko terkena stroke iskemik.
G. Merokok
Merokok bukan hanya merupakan faktor risiko stroke, melainkan juga
merupakan faktor risiko penyakit jantung coroner dan penyakit –
penyakit lainnya. Seperti yang diketahui, asap rokok mengandung
lebih dari seribu macam zat kimia berbahaya seperti ter, nikotin,
19
karbonmonoksida, dan sebagainya. Merokok menyebabakan aliran
darah di dalam tubuh menjadi lebih lambat, sehingga darah lebih
mudah menggumpal, dan mendorong terjadinya aterosklerosis pada
pembuluh darah otak, jantung, dan tungkai (Rudianto, 2010). Dari
berbagai penelitian diketahui orang – orang yang merokok mempunyai
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi disbanding orang – orang
yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan
pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku.
Akibat dari pembuluh darah yang menjadi sempit dan kaku, terjadi
gangguan aliran darah (Brown, 2000). Ada dua jenis perokok, yaitu
perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif adalah orang yang
benar – benar atau secara langsung menghisap rokok, sedangkan
perokok pasif adalah orang – orang yang tidak menghisap rokok secara
langsung , tetapi menghisap asap rokok dari perokok aktif. Bahaya
perokok pasif lebih tinggi dibandingkan dengan perokok aktif. Bahkan
dikatakan bahwa menghirup asap rokok secara tidak langsung
(perokok pasif) dapat meningkatkan risiko stroke sampai hampir 80%.
H. Konsumsi Alkohol
Risiko stroke pada peminum alcohol tergantung pada berapa banyak
alkohol yang dikonsumsi. Keracunan alkohol akut merupakan faktor
yang dapat memunculkan stroke pada orang muda, baik stroke
trombotik maupun perdarahan subarachnoid (Misbach, 2011).
I. Kualitas tidur
Meskipun kualitas tidur seseorang tidak berhubungan langsung dengan
faktor risiko stroke, tetapi kualitas tidur memiliki keterkaitan dengan
terjadinya hipertensi, dimana hipertensi merupakan faktor risiko
terjadinya stroke. Menurut Journal of the American Heart Association,
telah ditemukan bahwa penurunan durasi tidur mengakibatkan
gangguan metabolic dan endokrin yang sangat berpengaruh mengatur
20
regulasi tekanan darah sehingga apabila terjadi gangguan akan
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (Javaheri et al, 2008).
Tidur dapat mengubah fungsi sistem sraf otonom baik simpatis
maupun parasimpatis yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Pada
saat tidur normal, akan terjadi penurunan tekanan darah relatif sekitar
10 – 20 % dibandingkan dengan saat kita dalam keadaan sadar
(Calhoun, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Gottlieb et al (2006)
juga melaporkan bahwa hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan
darah tidak jauh berbeda antara laki – laki dan perempuan.
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, terdiri dari :
A. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Stroke dapat
menyerang siapa saja mulai dari anak – anak sampai dewasa. Insiden
stroke meningkat dengan bertambahnya usia. Tidak ada patokan
mengenai usia berapa seseorang rawan terkena stroke, namun biasanya
stroke menyerang seseorang yang berusia diatas 65 tahun sehingga
sering dianggap sebagai penyakit monopoli orang tua. Namun stroke
pada masa sekarang ini memiliki kecenderungan diderita oleh
kelompok usia muda ( < 40 tahun ). Hal ini terjadi karena adanya
perubahan gaya hidup kaum muda perkotaan modern, seperti
mengkonsumsi makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar -
lemak tinggi, kebiasaan merokok, minuman beralkohol, kerja
berlebihan, kurang berolahraga, dan stress (Junaidi, 2006).
B. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah.
Insiden stroke 1,25 kali lebih besar pada laki - laki dibanding pada
perempuan. Hal tersebut dihubungkan dengan kadar esterogen yang
ada pada perempuan yang mampu memproteksi pembuluh darah dari
aterosklerosis (Yastroki, 2012).
21
C. Ras
Ras seseorang dapat mempengaruhi faktor risiko terjadi stroke. Orang
berkulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang berkulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.
Pada tahun 2004 di Amerika, terdapat penderita stroke pada laki – laki
yang berkulit putih sebesar 37,1% dan pada laki – laki yang berkulit
hitam sebesar 62,9%, sedangkan pada perempuan yang berkulit putih
sebesar 41,3% dan pada perempuan berkulit hitam sebesar 58,7%
(AHA, 2014).
D. Genetik (keturunan)
Stroke dapat disebabkan oleh faktor keturunan karena faktor risiko
terjadinya stroke seperti hipertensi dan diabetes mellitus umumnya
menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Stroke pada anak –
anak sangat jarang terjadi, dan bila terjadi biasanya dihubungkan
dengan kelainan pembuluh darah bawaan sejak lahir atau kongenital,
dan karena trauma (Rudianto, 2010).
22
kesulitan dalam menyusun kata – kata atau melakukan pekerjaan sehari – hari
seperti berdiri, berjalan, mengambil gelas, pensil, sendok dan garpu, atau
menjatuhkan apa yang dipegang. Gangguan lain berupa ketidakmampuan
mengontrol buang air kecil dan besar, kehilangan kemampuan untuk merasakan,
mengalami kesulitan untuk menelan dan bernapas. Gejala awal lainnya termasuk,
hilangnya kekerasan otot, seperti jari – jari dan tungkai yang terkulai, kaki
menjadi kaku, dan kehilangan koordinasi gerakan.
Secara umum, gejala dan tanda stroke terdiri dari :
23
- Penglihatan yang terganggu, sebagian lapang pandang tidak
terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap
atau ganda sesaat
- Kelopak mata sulit untuk dibuka atau dalam keadaan jatuh
- Gangguan pendengaran berupa tuli satu telinga
- Menjadi lebih sensitif (mudah menangis, marah, dan tertawa)
- Selalu ingin tidur
- Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi
dengan baik, sempoyongan, atau terjatuh
- Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri (koma)
Gejala – gejala tersebut diatas tergantung dari daerah otak mana yang
mengalami gangguan. Secara garis besar, otak terdiri dari 3 bagian besar
(Junaidi, 2006) yaitu :
1. Otak besar
Otak besar berhubungan dengan fungsi intelektual yang lebih tinggi,
fungsi bicara, integrasi sensori informasi, dan pengontrolan gerakan
halus.
2. Otak kecil
Otak kecil berfungsi untuk mengatur koordinasi gerakan dan
keseimbangan tubuh.
3. Batang otak
Batang otak mengendalikan berbagai fungsi dasar organ, seperti
koordinasi gerakan mata, menjaga keseimbangan, kesadaran, mengatur
pernafasan, dan fungsi jantung (tekanan darah).
Menurut Rudianto (2010), ada perbedaan gejala dan tanda dari stroke yang
melibatkan otak kanan dan otak kiri. Kedua bagian otak ini dibagi menjadi sisi
dominan dan non – dominan dilihat dari fungsi penggunaan sehari – hari. Untuk
orang Indonesia, otak dominan adalah otak kiri dan otak non – dominan adalah
otak kanan, dikarenakan sehari – hari kita biasa menggunakan tangan kanan untuk
bekerja dan menulis. Namun, ada juga orang – orang tertentu dengan otak
24
dominan kanan dan mengerjakan kegiatan sehari – hari dengan sisi tubuh sebelah
kiri lebih dominan yang biasa kita sebut kidal (kebot). Bagian otak kanan
mengendalikan sisi tubuh sebelah kiri dan bagian otak kiri mengendalikan sisi
tubuh sebelah kanan, sehingga bila yang terkena stroke adalah sisi kanan dari
otak, maka sisi tubuh yang mengalami kelumpuhan adalah sisi kiri tubuh,
demikian juga sebaliknya.
25
penderita memahami pembicaran orang lain, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat.
- Kesulitan mengerjakan suatu urutan pekerjaan yang sederhana
sekalipun (apraxia)
II. 1. 3. 1. 8 Diagnosa
Derajat kesadaran
0 = kesadaran penuh (compos mentis)
1 = setengah sadar (somnolen)
2 = koma
Skor muntah
0 = tidak ada
1 = ada
Skor nyeri kepala
0 = tidak ada
1 = ada
Skor adanya ateroma
0 = tidak ada
1 = salah satu atau lebih : diabetes, angina, penyakit pembuluh darah
26
Setelah didapatkan nilai hasil akhirnya, maka cocokkan dengan tabel berikut
Tabel II.4 : Skor Stroke Siriraj
Skor stroke Siriraj Interpretasi
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d 1 Diperlukan CT Scan
Skor < -1 Stroke iskemik (infark)
Sumber : Rudianto (2010)
A. Pemeriksaan Fisik
27
dinilai sebagai derajat 0. Untuk menilai hemiparesis histerik atau tenaga
orang yang depresif dan tidak kooperatif hendaknya dilakukan tes dari
Hoover.
3. Penilaian tonus otot
Penilaian tonus otot dilakukan dengan menggerakkan otot secara pasif
pada sendi siku dan lutut. Adanya hipertonia ringan sesisi tidak akan
diketahui bila penilaian tonus otot dilakukan pada anggota gerak secara
sendiri – sendiri. Tetapi dengan menggerakkan kedua lengan secara
simultan namun berselingan dalam hal fleksi dan ekstensi, perbedaan
ringan derajat tonus otot antara kedua lengan dapat diketahui. Pada
penilaian tonus otot tungkai dengan cara simultan diperlukan bantuan
orang lain. Suster dapat melakukan gerakan fleksi dan ekstensi tungkai kiri
penderita sedangkan dokter melakukan tindakan yang serupa pada sisi
kanan dan menilai tonus tungkai kanan.
4. Penilaian refleks tendon
Kecermatan dalam penilaian refleks tendon ditentukan oleh teknik
membangkitkan refleks tendon. Sering dilupakan bahwa penilaian refleks
tendon bersifat penilaian banding. Maka sikap anggota gerak kedua sisi
harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus berintensitas
yang sama pula apabila dikehendaki hasil perbandingan yang dapat
dipercaya.
5. Refleks patologi
Pada sisi yang hemiparetik dapat dijumpai refleks patologi. Refleks
patologi yang dapat dibangkitkan pada tangan adalah refleks Tromner –
Hoffman, Leri dan Mayer. Refleks Tromner – Hoffman yang positif tidak
selalu menunjuk pada gangguan jaras piramidalis. Refleks patologik yang
dapat dibangkitkan di kaki adalah refleks Babinski, Chaddock,
Oppenheim, Gordon, Schaeffer, dan Gonda. Bila refleks Babinski dan
Chaddock telah terbukti ada atau usaha berkali – berkali untuk
membangkitkan refleks Babinski dan Chaddock tidak menghasilkan
jawaban yang positif, maka secara praktis tidaklah perlu untuk melakukan
28
tindakan pemeriksaan untuk membangkitkan refleks patologis lainnya.
Refleks Babinski dan Chaddock merupakan refleks yang dapat dipercaya
penuh.
B. Pemerikssaan Penunjang
1. Computerised Tomography Scanning (CT scan)
Diagnosis jenis patologi stroke dapat ditentukan dengan gold standard
menggunakan CT scan kepala karena memiliki sensitifitas yang tinggi
untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral atau stroke iskemik
(Rasad, 2005).
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Jika pada pemindaian CT scan tidak menunjukkan adanya sumbatan atau
kerusakan, akan dilakukan pemotretan dengan MRI atau pencitraan getaran
magnetis, atau dengan Positron Emission Tomography (PET), yang
mampu mendeteksi kelainan yang lebih detail. Tes tersebut biasanya
segera dilakukan karena dalam sebulan tanda otak yang terserang akan
hilang (Junaidi, 2006).
3. Transcranial Doppler Ultrasound (TCD)
Sebuah systematic review menyimpulkan bahwa Doppler USG memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang sangat tinggi untuk mendiagnosis stenosis
arteri karotis 70 – 90% pada pasien dengan tanda iskemik teritori arteri
karotis ipsilateral (Scottish Intercolegiate Guidesline Network, 2008).
TCD dapat digunakan untuk melihat aliran pembuluh darah, velositas,
stenosis, atau vasospasme dan untuk menilai kolateral (Gofir, 2009).
4. Echocardiography
Merupakan tes pilihan untuk mengidentifikasi emboli serebral yang
berasal dari jantung atau aorta. Transtorakal Echocardiography (TTE)
akan memberikan informasi mengenai bagian anterior jantung termasuk
ventrikel kiri, katub mitral dan aorta. Transesophageal Echocardiography
(TEE) lebih baik dalam memberikan informasi bagian posterior yaitu
atrium kiri, septum intratrial dan arkus aorta (Feske, 2004).
29
5. Kadar Glukosa Darah
Ada beberapa cara untuk memeriksa kadar glukosa darah yaitu :
- Tes Glukosa Darah Puasa, dengan mengukur kadar glukosa darah setelah
tidak mengkonsumsi apa pun kecuali air putih selama 8 jam
- Tes Glukosa Darah Sewaktu, disebut juga kadar glukosa acak, dilakukan
kapan saja, dikatakan normal jika tidak lebih dari 200mg/dL
(Guyton dan Hall, 2008).
II. 1. 3. 1. 9 Penatalaksanaan
30
dari zat-zat yang berada di dalam platelet yang berinteraksi dengan
reseptor membran seperti adenosine diphosphate (ADP),
prostaglandin D2, prostaglandin E2 dan serotonin. Dan kelompok
ketiga yaitu zat-zat yang berada di dalam platelet dan berinteraksi
dengan platelet yaitu prostaglandin endoperoksida dan tromboxane
A2 (TXA2), ion kalsium (Katzung, 2003). Obat antiplatelet telah
direkomendasikan untuk pengobatan stroke dan transient ischemic
attack untuk mengurangi resiko stroke berulang dan kejadian
vaskular lainnya. Berdasarkan prosedur penatalaksanaan pemberian
obat antiplatelet sebagai pilihan dapat digunakan aspirin,
clopidogrel, dipyridamole dengan aspirin (Hills dkk, 2007). Aspirin
merupakan obat antiplatelet yang pertama digunakan untuk
mencegah stroke. Akan tetapi dua dekade terakhir beberapa jenis
obat antiplatelet lainnya dan kombinasi antara obat antiplatelet
telah dievaluasi untuk digunakan dalam memperbaiki keefektifan
dan keamanan dari penggunaan aspirin (O’Donnel dkk, 2008).
Beberapa percobaan penelitian telah dilakukan untuk menilai
efikasi dari pengobatan dengan antiplatelet, terutama penggunaan
aspirin untuk mencegah kejadian vaskular. The Antiplatelet
Trialists Collaboration (APTC) termasuk dalam meta-analisis
untuk menentukan efek dari obat antiplatelet dengan berbagai jenis
obat antiplatelet pada populasi dengan resiko vaskular. Berdasarkan
17 percobaan penelitian ditemukan pengobatan dengan antiplatelet
mengurangi kejadian stroke, infark miokard dan kematian akibat
gangguan vaskular (Sacco dkk, 2000).
b) ASPIRIN
Kimia
Aspirin merupakan prototipe dari prostaglandin tromboxane A2
31
Farmakokinetik
Aspirin diabsorbsi sebanyak 100 % dengan bioavailabilitasnya 68
%. Waktu paruh aspirin selama 15 menit dan dieliminasi di ginjal
bergantung pada pH. Ikatan protein plasma 50-80 %, makin tinggi
dosis, makin rendah ikatan protein plasma (Sigit, J.I, 2003).
Cara Kerja
Aspirin menghambat sintesis tromboxane A2 (TXA2) di dalam
32
Efek Samping
Efek samping dari penggunaan aspirin adalah rasa tidak enak di
perut, mual dan perdarahan saluran cerna, ruam kulit, purpura dan
alopesia (Blann, A.D dkk, 2003), (Dewoto, 2007).
Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian aspirin dibagi menjadi dua yaitu absolut
pada kondisi ulkus gastrointestinal yang aktif, hipersensitivitas dan
trombositopenia. Sedangkan yang relatif yaitu adanya riwayat
ulkus atau dispepsia, penyakit dengan perdarahan dan pemberian
warfarin (Blann, A.D dkk, 2003).
c) CILOSTAZOL
Kimia
Cilostazol merupakan 6-[4-(1-cyclohexyl-1H-tetrazol-5-yl)butoxy]-
3, 4-dihydro-2-(1H)-quinolinone dapat meningkatkan siklik AMP
intraselular dengan menghambat hidrolisis phospodiesterase tipe
IIII (Lee dkk, 2003).
Farmakokinetik
Cilostazol secara cepat diabsorbsi dan mencapai puncak
konsentrasi plasma dalam waktu 2,4 jam setelah pemberian secara
oral. Dan kebanyakan cilostazol berikatan dengan protein 95-98%,
yang paling utama adalah albumin. Berdasarkan studi in vitro pada
sitokrom P450, cilostazol di metabolisme di hati melalui sitokrom
P450. (Yoo dkk,2010)
Cara Kerja
Cilostazol menghambat phospodiesterase 3, meningkatkan
konsentrasi cAMP dan akibatnya adalah menghambat agregasi
platelet. Obat ini juga memiliki efek vasodilator yang menghambat
proliferasi otot polos vaskular dan melindungi dinding vaskular
serta endothelium (Shinohara dkk, 2010). Dan yang terbaru
cilostazol juga menghambat lipopolisakarida yang dapat
33
menginduksi apoptosis pada sel endothelium. Berdasarkan hasil
observasi cilostazol memiliki efek neuroproteksi ( Lee dkk, 2003).
d) CLOPIDOGREL
Kimia
Clopidogrel merupakan turunan dari derivat thienopyridine yang
menghambat agregasi platelet (Katzung, 2003).
Farmakokinetik
Clopidogrel dengan waktu paruh obat selama 8 jam dan biasanya
dieliminasi melalui feses atau ginjal (Sigit, J.I, 2003).
Cara Kerja
Clopidogrel secara kompetitif dan ireversibel menghambat
adenosine diphospate (ADP) P2Y12 reseptor. Adenosine
diphosphate yang berikatan dengan PY1 reseptor menginduksi
perubahan ukuran platelet dan kelemahan serta agregasi platelet
yang sementara (Nguyen, 2005). Tidak seperti aspirin obat ini tidak
memiliki efek terhadap metabolisme prostaglandin (Katzung,
2003).
Penggunaan Dosis dan Terapeutik
Pada beberapa percobaan dilaporkan efikasi penggunaan
clopidogrel dalam pencegahan transient ischemic attack, stroke dan
unstable angina pectoris. Efek antithrombotik dari clopidogrel
tergantung kepada dosis, didalam 5 jam setelah pemberian secara
oral dosis awal clopidogrel 300 mg, aktivitas platelet sebanyak
80% dapat dihambat. Dosis 75 mg merupakan maintenance dose ,
dimana dapat mencapai inhibisi platelet maksimum. Durasi efek
antiplatelet 7-10 hari (Katzung, 2003).
Efek Samping
Memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
ticlopidine yaitu supresi sumsum tulang belakang yaitu neutropenia
(Katzung, 2003) (Blann, A.D. dkk, 2003) dan thrombotic
thrombocytopenia purpura pada beberapa kasus (Katzung, 2003).
34
Kontraindikasi
Clopidogrel kontraindikasi diberikan pada gangguan hati berat,
kecenderungan perdarahan dan pada wanita hamil (Sigit, J.I, 2003).
II. 1. 3. 1. 10 Prognosis
Apabila gejala dan tanda stroke yang dialami berlangsung agak
lama, misalnya satu minggu, namun menunjukkan kemajuan pesat selama
perbaikan, maka kemungkinan besar pasien akan pulih sempurna. Bila setelah dua
minggu pasien masih mengalami gejala – gejala berat, pasien perlu tinggal lebih
lama di rumah sakit, semakin lama kondisi koma, maka semakin kecil
kemungkinan sembuh secara total. Sekitar 50% penderita yang mengalami
kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya bisa kembali memenuhi
kebutuhan dasarnya sendiri. Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit saat
menjalani pengobatan. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan
cenderung akan terus menetap (Junaidi, 2006).
35
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Kliwon
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : PNS
Nomor : 057901
36
II.ANAMNESIS
Keluhan utama : kebas pada bagian kaki sampai pinggang dan tangan sebelah kiri
selama 2 minggu
Riwayat Pengobatan :-
Riwayat Alergi :-
III.PEMERIKSAAN FISIK
2. Tanda-tanda vital :
3. Status Generalisata
Kepala : Normocephali
37
Mata : Refleks Cahaya (+/+), Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Thorak :
Abdomen :
IV.PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
2. Rangsang meningeal :
38
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
Dextra Sinitra
Normosmia + +
Hiposmia - -
Anosmia - -
Kakosmia - -
Dextra Sinitra
Normal + +
Menyempit - -
Hemianopsia - -
Scotoma - -
Dextra Sinitra
Gerakan bola mata + +
Nistagmus - -
Stabismus - -
39
Pupil Isokor Isokor
Lebar 3 mm 3 mm
Dextra Sinitra
Gerakan bola mata + +
Diplopia Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Motorik
Membuka dan menutup mulut +
Palpasi otot masseter dan temporalis +
Kekuatan gigitan +
Menggerakan rahang +
Sensorik
Kulit +
Selaput lendir +
Refleks kornea +
Refleks masseter +
40
f. Nervus VI (N. Abducens)
Dextra Sinitra
Pergerakan bola mata ke + +
lateral
Motorik
Mimik wajah Asimetris
Kerut kening Simetris
Menutup mata Dalam batas normal
Mengangkat alis Dalam batas normal
Memperlihatkan gigi Simetris
Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah depan Tidak dilakukan pemeriksaan
Auditorius
Tes rinne Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes weber Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes swabach Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Tinnitus -
Nistagmus -
41
Vertigo -
Dextra Sinitra
Mengangkat bahu + Lemah
Menoleh kepala + +
Lidah
- Tremor -
- Atrofi -
Ujung lidah sewaktu istirahat Dalam batas normal
Ujung lidah sewaktu dijulurkan Dalam batas normal
42
5. Pemeriksaan Motorik :
Trofi : eutrofi
Tonus otot : normotonus
Kekuatan :
6. Pemeriksaan sensorik :
7. Pemeriksaan koordinasi
8. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks fisiologis :
Dextra Sinistra
Biceps ++ +++
Triceps ++ +++
43
Brachioradialis ++ +++
Patella ++ +++
Achilles ++ +++
b. Reflek patologis :
Babinski : -/-
Hoffman : -/-
Tromner : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Oppenhein : -/-
Gonda : -/-
Schaefer : -/-
c. Fungsi vegetatif :
BAK : normal
BAB : normal
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Hemoglobin 14,42 gr/dl
Leukosit 35,35/ mm3
Trombosit 261,700/ul
Hematokrit 42,5 %
Hitung jenis leukosit
Eosinofil 2,88 %
Basofil 0,46 %
Neutrofil 49,85 %
Limfosit 35,35 %
44
Monosit 11,45 %
Kimia Klinik
Bilirubin Total 0,44 mg/dl
Bilirubin Direk 0,18 mg/dl
SGOT 13 mg/dl
SGPT 27 mg/dl
Ureum 26 mg/dl
Kreatinin 1,2 mg/dl
Asam Urat 7,3 mg/dl
Glukosa Sewaktu 128 mg/dl
45
CT Scan kepala tanpa kontras potongan axial dengan interval slice 10 mm :
Jaringan lunak ekstracalvaria dan os. Calvana masih memberikan bentuk dan
denitas yang normal.
46
Conci :
Foto : EKG
VI. SCORING
Siriraj
2,5 x 0 = 0
2 x 0 (muntah) = 0
2 x 0 (nyeri kepala) = 0
0,1 x 90 = 9
3x0=0
Hemiparese Sinistra
47
VIII. DIAGNOSA ANATOMI
Subkorteks
X. DIAGNOSA BANDING
Hemiparese sinistra ec dd 1. Stroke iskemik
2. Stroke hemoragik
XI. DIAGNOSA KERJA
XII.PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa:
Mecobalamin 2x500 mg
Inj. Citicoline 500 mg 1 amp/ 12 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
Perilax 2x1
Betahistin 2x6 mg
Candesartan 1x16 mg
XIII.PROGNOSIS
48
BAB IV
PEMBAHASAN
49
T : 36,50c Scan untuk menetapkan secara pasti letak
Sensorium : CM dan penyebab dari stroke.
Peningkatan TIK :
muntah menyembur (-
), nyeri kepala (-)
Refleks Fisiologis :
B/T : ++/++ +++/+++
APR/KPR :
++/++ +++/+++
Refleks Patologis :
H/T : -/- -/-
Babinski : -/- -/-
Kekuatan Motorik :
ESD55555/55555
EID55555/55555
ESS44444/44444
EIS44444/44444
3 - Mecobalamin Penanganan penderita stroke iskemik
2x500 mg bergantung pada tahap perkembangannya.
- Inj. Citicoline 500 Pada fase akut meliputi hemodilusi, anti
mg 1 amp/ 12 jam koagulan, kontrol terhadap edema otak,
- Inj. Ranitidine 1 antagonis kalsium, pentosifilin.
amp/ 12 jam Pada fase pasca akut meliputi fisioterapi,
- Perilax 2x1 obat-obatan dan anti konvulsan.
- Betahistin 2x6 mg
- Candesartan 1x16
mg
50
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Penatalaksanaan
Mecobalamin 2x500 mg
Inj. Citicoline 500 mg 1 amp/ 12 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/ 12 jam
Perilax 2x1
Betahistin 2x6 mg
Candesartan 1x16 mg
51