Dyspepsia
Dyspepsia
PENDAHULUAN
Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut bagian
atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan bebagai keluhan yang dirasakan
di abdomen bagian atas. Diantaranya adalah rasa nyeri ataupun rasa terbakar di daerah
epigastrum (ulu hati), perasaan penuh atau rasa bengkak di perut bagian atas, sering
sendawa, mual, ataupun rasa cepat kenyang. Dispepsia sering juga dipakai sebagai
sinonim dari gangguan pencernaan (Herman, 2004).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dispepsia berasal dari Bahasa Yunani Dys berarti sulit dan pepsi berarti
pencernaan. Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan.
Dyspepsia adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari nyeri rasa tidak nyaman di
epigastrum, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang dan sering
bersendawa. Boiasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makan
makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun
kondisi emosional tertentu misalnya stress ( Wibawa, 2006 ).
Keluhan reflaks gastro esophagus klasik berupa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi
asam lambung, kini tidak lagi termasuk dyspepsia. (mansjoer, 2000). Pengertian
dyspepsia terbagi menjadi dua yaitu :
a. Dyspepsia organic
Bila tidak jelas penyebabnya, dyspepsia fungsional tampa disertai kelainan atau
gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi dan
endoskopi ( teropong saluran pencernaan).
2.1.1 Epidemiologi
Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak tidak jelas diketahui. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja mengalami nyeri
2
perut setiap minggu dan dalam penelitian lain juga dilaporkan berkisar 8% dari seluruh
anak dan remaja rutin memeriksakan tentang keluhan nyeri perut yang dialaminya ke
dokter.13
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sindrom adalah himpunan gejala
atau tanda yang terjadi serentak (muncul bersama-sama) dan menandai ketidaknormalan
tertentu. Sindrom merupakan kumpulan dari beberapa ciri-ciri klinis, tanda-tanda,
simtoma, fenomena, atau karakter yang sering muncul bersamaan.
3
Sebagai Alarm Symtom Dispepsia adalah :
Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang dirasakan yaitu
nyeri tajam dan menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih seperti
orang lapar. Nyeri epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan dan dapat
menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang atau hilang sementara sesudah
makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti mual, muntah,
bersendawa, dan kurang nafsu makan
(Hadi, 2005).
b. Gastritis
4
Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung. Penyebabnya oleh makanan atau obat-obatan yang mengiritasi
mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang berlebihan.
Gejala yang timbul seperti mual, muntah, nyeri epigastrum, nafsu makan
menurun, dan kadang terjadi perdarahan
(Sutanto, 2007).
2008).
d. Karsinoma
e. Pankreatitis
Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di
epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus menerus, seperti ditusuk-
tusukdan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari epigastrum kemudian menjalar ke
punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh perut dan terasa tegang
beberapa jam kemudian. Perut yang tegang menyebabkan mual dan kadang-
kadang muntah. Rasa nyeri di perut bagian atas juga terjadi pada penderita
pankreatitis kronik. Pada pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih,
5
melainkan disertai tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe
(Hadi, 2005).
g. Gangguan Metabolisme
Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih nobel dari Australia,
Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya bakteri yang bisa
hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini mengubah cara pandang ahli
dalam mengobati penyakit lambung.
2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,
dan endoskopi (Mansjoer, 2000). Menurut Friedman (2010) Beberapa hal yang
dianggap menyebabkan dispepsia
6
fungsional antara lain :
hiposekresi.
b. Dismotilitas Gastrointestinal
d. Psikologik
2.1.4 Etiologi
7
a. Adanya gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti
tukak gaster / duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: sepertiObat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS),
aspirin, beberapajenisantibiotik, digitalis, teofilindansebagainya.
c. Penyakit pada hepar, pankreas, sistembillier: hepatitis, pankreatitis,
kolesistitiskronik.
d. Penyakit sistemik seperti: diabetes melitus, penyakit tiroid, dan
penyakit jantung koroner.
Bersifat fungsional, yaitu: dispepsia yang terdapat kasus yang tidak di
apatkan adanya kelainan / gangguan organik yang dikenal sebagai
dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus.
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat organik dan
fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena terjadinya gangguan di
saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-
lain. Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis
dan faktor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Abdullah dan
Gunawan, 2012).
d. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung terasa
penuh atau bersendawa terus.
e. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,
seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini dapat
mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
8
f. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2011).
g. Pola makan
Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan
persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan (Rani, 2011).
Menurut Haapalahti (2004) dalam Susanti (2011) ditemukan ada pengaruh pola
makan terhadap dispepsia. Pola makan yang tidak teratur mungkin menjadi predisposisi
untuk gejala gastrointestinal yang menghasilkan hormon-hormon gastrointestinal yang
tidak teratur sehingga akan mengakibatkan terganggunya motilitas gastrointestinal.
2.1.6 Patofisiologi
a. Faktor Genetik
9
b. Faktor Psikososial
10
pada dispepsia fungsional, dimana terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang
merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal.11
e. Hipersensitivitas viseral
11
b. Nyeri hilang setelah makan
d. Nyeri episodik
gejala:
a. Mudah kenyang
c. Mual
d. Muntah
2.1.8 Diagnosis
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung
(Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor,
12
misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu
diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002).
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan
pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007).
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan
untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi
oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai
diagnostik sekaligus terapeutik.
13
3. Gastritis -- peradangan pada lambung yang bisa disebabkan karena adanya asam
lambung yang berlebihan ataupun adanya infeksi dari kuman H. Pilory
4. Ulkus peptikum -- suatu gambaran kerusakan mukosa sampai pada tingkat
serosa.
5. Kholelitiasis -- adanya batu yang menyumbat pada slura empedu
6. Gastroparesis -- kelainan keterlambatan pengosongan gaster
2.1.10 Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primordial
3. Pencegahan Sekunder
a. Diet mempunyai peran yang sangat penting, dasar diet tersebut adalah makan
sedikit berulang kali, makanan harus mudah dicerna, tidak merangsang
peningkatan asam lambung, dan bisa menetralisir asam HCL.
14
b. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida, antagonis reseptor H2,
penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI), sitoprotektif,
prokinetik, dan kadang dibutuhkan psikoterapi, atau psikofarma (obat anti
depresi atau cemas) untuk penderita yang berhubungan dengan faktor kejiwaan
seperti cemas, dan depresi (Redaksi, 2009).
c. Bagi yang berpuasa untuk mencegah kambuhnya sindrom disepsia, sebaiknya
menggunakan obat anti asam lambung yang bisa diberikan saat sahur dan
berbuka untuk mengontrol asam lambung selama berpuasa.
Berbeda dengan dispepsia organik, bila si penderita berpuasa kondisi
4. Pencegahan Tersier
2.1.11 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia, diambil dari ulkus peptikum,
yaitu perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus, dan perforasi
2.1.12 Penatalaksanaan
Pada pasien muda (usia kurang dari 40 tahun) dengan dispepsia tanpa disertai
gejala alarm dapat diobati secara empiris dengan penghambat pompa proton atau proton
pump inhibitors (PPI), dengan atau tanpa prokinetik selama 2-3 minggu. PPI harus
diberikan dalam dosis omeprazole atau rabeprazole (20 mg), atau lanzoprazole (30 mg),
atau pantoprazole atau esomeprazole (40 mg) perhari. Endoskopi dianggap tidak
diperlukan karena keganasan dalam kelompok ini relatif rendah. Pilihan lain adalah
15
dengan melakukan tes non-invasif terhadap H.Pylori (urea nafas atau antigen tinja) dan
mengobatinya sesuai hasil tes.
Prokinetik disarankan digunakan pada dispepsia tipe dismotilitas, antagonis reseptor dopamin:
metoklopramide, domperidon (10 mg TDS) dapat digunakan. Antidepresan amitriptilin 25 mg
menjelang tidur juga dapat membantu. Bila disertai kecemasan dapat juga diberi lorazepam.
Pengobatan untuk dispepsia fungsional masih belum jelas. Beberapa pengobatan
yang telah didukung oleh bukti ilmiah adalah : pemberantasan Hp, Itoprid, PPI, dan terapi
psikologi. Pengobatan yang belum didukung bukti adalah antasida, antispasmodik,
bismuth, terapi diet, terapi herbal, reseptor AH2, misoprostol, golongan prokinetik,
selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan antidepresan. Penanganan dispepsia
fungsional dapat dilakukan dengan non farmakologi dan farmakologi.
Pasien dengan dispepsia fungsional harus terlebih dahulu dipastikan mereka tidak
memiliki penyakit serius setelah penyelidikan minimum. Konsumsi, obat, terh berlebihan, rokok,
dan alkohol dapat menyebabkan gastritis sehingga harus dihindari. Diet seperti makan dalam
jumlah kecil namun sering, makan dengan sedikit air, makanan pedas (cabe) juga dapat membantu
penyembuhan.
a. Non farmakologi
b. Farmakologi
a. Antasida
16
b. Antikolinergik
c. Antagonis reseptor H2
d. PPI
e. Sitoprotektif
f. Golongan prokinetik
b. Famotidin
17
eleminasi 3 sampai 8 jam dan bioavaibilitas 40% sampai 50%. Metabolit utama
adalah famotidin S-oksida. Setelah dosis oral tunggal sekitar 25% dari dosis
ditemukan dalam bentuk asal di urin. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh
eliminasi dapat melebihi 20 jam.
Efek reseptor AH2 pada sekresi asam tergantung pada dosis dan
konsentrasi. Famotidin diberikan dengan dosis 0.5 mg/kgBB/dosis dua kali sehari
dengan dosis maksimal 40 mg/hari selama dua minggu.
Efek samping famotidin biasa ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit
kepala, pusing, konstipasi dan diare.
c. Sikofarmakoterapi
Terapi ini khususnya pada pasien dengan sindrom dispepsia fungsional, memberi
hasil yang cukup memuaskan terutama untuk mengurangi atau menghilangkan
gejala/keluhan. Pada kasus ini terapi dengan anti depresan atau anti anxietas dapat
membantu mengurangi gejala klinis.
Preparat dan dosis anti depresan yaitu sebagai berikut (Tarigan, 2003) :
a. Siklik antidepresan:
Anti depresan trisiklik yang pertama ditemukan adalah impramine dan memiliki
sedikit kegunaan. Digunakan sejak tahun 1950. Trisiklik seperti amitriptiline,
imipramine, trimipramine, dan dispramine dengan dosis 150-300 mg/hari.
Amoxapine dan trazodone dosis efektif secara klinis 150-600 mg/hari. Efek
samping yang sering dijumpai: sedasi, mulut kering, konstipasi dan hipotensi
postural.
MAOI memiliki kekurangan dimana pasien harus diet bebas tiramine, untuk
menghindari krisis hipertensi, yang disebut reaksi keju (“chese-reaction”).
18
Gambar 1.1 Penatalaksanaan Dispepsia
Dikutip sesuai aslinya dari: Gastroenterology and Hepatology: A Clinical
Handbook (2008)
19
2.1.13 Prognosis
Prognosis tidak diketahui, dan para pasien ini sebaiknya dipantau untuk
mengetahui kemungkinan timbulnya komplikasi seperti penyakit tukak peptik dan
esofagitis refluks (Schwartz, 2005).
20
KESIMPULAN
Dyspepsia adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari nyeri rasa tidak nyaman di
epigastrum, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang dan sering
bersendawa. Boiasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makan
makanan yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun
kondisi emosional tertentu misalnya stress.
Dengan pola makan yang teratur dan memilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan
yang berkadar tinggi, cabai, alcohol dan pantang merokok. Bila harus makan obat karna
sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala maka minum obat secara wajar dan tidak
menggangu fungsi lambung.
21
DAFTAR ISI
22
LAPORAN KASUS
Status Pasien
Nama : TRI RETNO WULANDARI
No.RM : 056876
Tanggal masuk : 31/07/2018
Dokter : dr. Bambang, Sp.PD
I. Identitas Pribadi
1. Nama pasien : TRI RETNO WULANDARI
2. Umur : 52 Tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Status : Menikah
5. Pekerjaan : IRT
6. Alamat : Jln. Pelita Desa Baru Perumahan VIII
7. Agama / Suku : Islam/Jawa
Keluhan Utama:
Mual dan muntah
Telaah :
Seorang perempuan datang ke RSU Putri Hijau dengan keluhan mual muntah
yang sudah dialami os kurang lebih 1minggu, mual tiap kali makan, isi
muntahannya adalah makanan yang baru saja di makan oleh os, nyeri ulu hati
yang sudah sering dirasakan oleh os dan memberat ketika terlambat makan, nyeri
tekan epigastrium (+), dada terasa terbakar, badan lemas, os tampak pucat, kedua
kaki terasa berat.
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita : DM
Riwayat Penyakit dalam Keluarga : Tidak Ada
Riwayat Penggunaan Obat : Metformin
Riwayat Alergi Obat : Tidak ada
23
Riwayat Pekerjaan :-
PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
1. Kesan Sakit : Sakit Sedang
2. Sensorium : Compos Mentis
3. Kuantitatif : GCS 15 ( Eye : 4, Motorik : 6, Verbal : 5 )
4. Nadi : 80 x/i
5. Pernafasan : 24 x/i
6. Temperatur : 36,3 °C
7. TekananDarah : 140/80 mmHG
B. Kulit
1. Sianosis :-
2. Ikterus :-
3. Pucat :-
4. Turgor : Dalam Batas Normal
5. Edema :-
6. Kesan : Dalam Batas Normal
D. Kepala : Normal
1. Wajah : Normal
2. Dismorfik : Tidak
E. Mata
1. Palpebra : Edema (-)
2. Konjungtiva : Pucat (-), Hyperemis (-), Sekret (-)
3. Sklera : Ikterus (-)
4. Pupil : Isokor (+)
24
5. Refleks Cahaya : +/+
G. Mulut
1. Bibir : Dalam Batas Normal
2. Gusi : Dalam Batas Normal
3. Palatum : Dalam Batas Normal
4. Lidah : Dalam Batas Normal
5. Tonsil : Dalam Batas Normal
6. Faring : Dalam Batas Normal
I. Leher
1. Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal
2. Kaku kuduk : Negatif
J. Thoraks
Paru
1. Inspeksi : Simetris kanan = kiri
2. Palpasi : Stem fremitus kedua lapang paru
3. Perkusi : Sonor kedua lapang paru
4. Auskultasi : Vesikular kedua lapang paru
Jantung
1. Auskultasi : BJ I & II Normal
K. Abdomen
1. Inspeksi : Soepel dan simetris, distensi (-)
25
2. Palpasi : Nyeri Tekan Epigastriu, (+), Ascites (-), Hepar
Lien dbn
3. Perkusi : Timpani
4. Auskultasi : Peristaltik (+) normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
26
2. EKG : dalam batas normal
DIAGNOSIS BANDING
1. DM Tipe II + Dyspepsia
2. Dyspepsia Fungsional
3. GERD
DIAGNOSIS
DM Tipe II + Dyspepsia
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. IVFD RL
2. Antasida 3x1
3. Ondan 1 Amp/8jam
4. ranitidine 1 amp/12jam
5. cetrorolac 1amp/12jam
27