TINJAUAN PUSTAKA Keratitis

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

TINJAUAN PUSTAKA

KERATITIS

I. PENDAHULUAN
Permasalahan terkait kesehatan mata di Indonesia cukup banyak dimulai
dari kelainan kongenital pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga
tingginya angka kebutaan di Indonesia. Keratitis atau peradangan pada kornea
adalah permasalahan mata yang cukup sering dijumpai mengingat lapisan
kornea merupakan lapisan yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar
sehingga rentan terjadinya trauma ataupun infeksi.

Keratitis adalah peradangan pada salah satu dari kelima lapisan


kornea.Peradangan tersebut dapat terjadi di epitel, membran Bowman, stroma,
membran Descemet, ataupun endotel. Peradangan juga dapat melibatkan lebih
dari satu lapisan kornea. Pola keratitis dapat dibagi menurut distribusi,
kedalaman, lokasi, dan bentuk. Berdasarkan distribusinya, keratitis dibagi
menjadi keratitis difus, fokal, atau multifokal. Berdasarkan kedalamannya,
keratitis dibagi menjadi epitelial, subepitelialm stromal, atau endotelial. Lokasi
keratitis dapat berada di bagian sentral atau perifer kornea, sedangkan
berdasarkan bentuknya terdapat keratitis dendritik, disciform, dan bentuk
lainnya.

Gambar 1. Gambaran fluoresensi keratisis superfisial1


9
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
A. Anatomi Kornea

Gambar 2 Anatomi kornea3

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran


11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi
1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D)
dari total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik. Sumber nutrisi kornea berasal dari difusi
glukosa dari pembuluh darah limbus, aqueous dan air mata. Kornea superfisial
juga memperoleh oksigen langsung dari atmosfer. Kornea mendapatkan
persarafan sensoris. Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang
seragam, avaskuler dan deturgensinya.2
Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung
saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan
konjungtiva. Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama dari
percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V (trigeminus). Seluruh
lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh
Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 2,3
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan

10
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:4,5

Gambar 3. Skema lapisan kornea13

1. Epitel
 Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membrana Bowman

11
 Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.

4. Membrana Descement
 Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.

5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longusberjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi
endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1

12
B. Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa”
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan
kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada
kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin
merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah adalah pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aquous dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
percabangan pertama (oftalmika) dan nervus kranialis V (trigeminus).
Transparansi kornea disebabkan karena beberapa faktor diantaranya karena
kornea tidak mempunyai zat tanduk, pembuluh darah, struktur dan susunan
jaringan relatif homogen dan teratur. Permukaan kornea dikelilingi oleh cairan ,
agar mampu menahan cairan pada tingkat tertentu maka dibagian depan kornea
terdapat epitel dan dibagian belakang diliputi endotel, yang berfungsi memompa
cairan keluar kornea apabila berlebihan.
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea
sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta
tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral
kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.7

13
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel
akan kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang
terdapat pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4

III. DEFINISI KERATITIS


Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan
menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis
(atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.

IV. EPIDEMIOLOGI
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara
5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 2010
adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia. Perbandingan laki-laki dan
perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan
predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma, pemakaian
lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak

yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang

menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak baik, dan
kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

V. ETIOLOGI

14
Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap
awal. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan keratitis. Penyebab paling
sering adalah virus herpes simplex tipe. Selain itu penyebab lain adalah
kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing
yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap
kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan
penggunaan lensa kontak yang kurang baik.
Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus, koagulase-negatif
Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus pneumonia, dan
spesies Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat adalah keratitis
bakteri yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak memerlukan kultur
bakteri. Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas diindikasikan untuk
ulkus kornea dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral kornea, mencapai
daerah stroma.8
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa,
dan Moarxella.9

VI. PATOFISIOLOGI

Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh


lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.9
Epitel adalah barrier yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke
dalam kornea.Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang avaskuler dan
lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan organisme
yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus pneumonia
adalah merupakan bacteriapatogen kornea, patogen-patogen yang lain

15
membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang immunokompromis
untuk dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak
sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin.
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang
akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan) dan selanjutnya agen
pathogen akan menginvasi seluruh kornea. Hasilnya stroma akan mengalami
atropi dan melekat pada membarana descement yang relatif kuat dan akan
menghasilkan descematocele yang dimana hanya membarana descement yang
intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement
terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforate dan
merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan
gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan menjadi lunak.7

VII. PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA KORNEA


Penyembuhan luka merupakan proses fisiologis yang terdiri atas rentetan
kejadian yang rumit pada jaringan ikat. Tujuan penyembuhan luka adalah untuk
mengembalikan anatomi dan fungsi organ atau jaringan secepat dan sesempurna
mungkin. Penyembuhan dapat memerlukan waktu tahunan, dan dapat
menyebabkan scar dengan tingkatan yang beragam. Beberapa tahapan reaksi
mengikuti luka, fase inflamasi akut, regenerasi/penyembuhan, dan kontraksi:2

 Fase inflamasi akut, dapat terjadi pada beberapa menit sampai jam.
Bekuan darah terbentuk sebagai respon pada jaringan aktivator. Neutrofil
dan cairan masuk ke ekstraselusar space. Makrofag memakan debris

16
jairngan yang rusak, pembuluh darah baru mulai terbentuk, dan fibroblast
mulai memproduksi kolagen.
 Regenerasi adalah proses penggantian jaringan yang hilang, proses ini
terjadi hanya pada jaringan yang terdiri atas sel-sel yang berkembang (e.g
epitelium) yang selalu membelah seumur hidup. Penyembuhan adalah
proses restrukturisasi jaringan oleh jaringan granulasi yang matur menjadi
jaringan sikatrik.
 Akhirnya, kontraksi menyebabkan jairngan yang mengalami penyembuhan
menyusut sehingga sikatrik semakin kecil daripada jaringan yang sehat
disekitarnya.

Gambar 4. Proses penyembuhan luka2


17
Penyembuhan stroma kornea terjadi secara avaskular. Tidak seperti
jaringan yang lain, penyembuhan pada kornea terjadi karena jairngan fibrous
dibandingkan pembelahan jaringan fibrovaskular. Aspek avaskular pada
penyembuhan luka kornea sangat penting pada keratoplasti sebagaimana pada
fotorefraktif keratectomy, LASIK, LASEK, dan operasi refraktif kornea yang
lain.2

Setelah terjadinya luka pada sentral kornea, neutrofil dibawa ke daerah luka
oleh airmata, dan tepi luka mulai membengkak. Faktor penyembuhan yang
berasal dari pembuluh darah tidak ditemukan. Matrik glicosaminoglikan, yaitu
keratan sulfate dan konroitin sulfat, merusak pinggiran luka. Fibroblas dari
stroma mulai diaktivasi, akhirnya migrasi melewati luka, menimbun kolagen
dan fibronektin. Bila pinggiran luka terpisah, jarak tersebut tidak sepenuhnya
terisi dengan proliferasi fibroblas, dan menyebabkan sebagian cekungan.2

Kedua epitel dan endotelium sangat baik pada penyembuhan luka di


sentral. Jika epitel tidak menutupi luka dalam beberapa hari, proses
penyembuhan stroma sangat terbatas dan lemah. Growth faktor dari epitelium
menstimulasi dan melanjutkan penyembuhan. Sel endotel akan menyilang
melewati kornea posterior. Sebagian sel digantikan selama proses mitosis.
Endotelium membentuk lapisan baru di bawah membran descement. Bila jarak
luka tidak ditutupi membran descement, fibroblas struma akan terus membelah
hingga bilik mata depan, atau luka di posterior dapat tetap terbuka secara
permanen. Jaringan fibrin kolagen akan digantikan kolagen yang lebih kuat pada
beberapa bulan kemudian. Membran tidak beregenerasi saat dilakukan insisi
atau mengalami kerusakan. Pada ulcus, permukaannya ditutupi oleh epitelium,
tapi sedikit yang hilang digantikan jaringan ikat.2

VIII. KLASIFIKASI KERATITIS


Keratitis dapat dibagi kepada dua, keratitis superfisial dan keratitis
profunda. Pada keratitis superfisial, dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan

18
parut dan keratitis profunda atau interstitial,yang mengenai lapisan dalam
kornea, sembuh dan meninggalkan jaringan parut. 11

Menurut Khurana, keratitis atau keratitis tanpa ulkus dapat dibagi dua :
keratitis superficial dan keratitis profunda (deep keratitis).Keratitis superficial
dapat dibagi dua, keratitis superficial difus dan keratitis superfisial pungtata.11

1. Keratitis Superfisial
Keratitis superfisial sering disebabkan oleh trauma, yang tidak melebihi
jaringan membrane Bowman’s.manifestasi klinis dari keratitis jenis ini
adalah nyeri, epifora, bhlepharospasm, konjungtivitis, penurunan visus dan
pembengkakan kelopak mata atas. 5
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pewarnaan
kornea , inspeksi luka dengan mikroskop operasi dan jika perlu,
pemeriksaan radiologi dengan Ct scan.5

a) Keratitis superfisial difus


Pada keratitis jenis ini, biasanya kornea tampak jernih,dan ada tampak
seperti debu-debu warna keabu-abuan. Erosi epitel bisa terjadi di mana-
mana saja tetapi jika tidak dirawat, bisa menimbulkan ulkus kornea.
Pengobatannya adalah dengan antibiotik tetes mata seperti tobramycin
atau gentamycin setiap 2-4 jam.11

Gambar 5. Keratitis superfisial4


b) Keratitis superfisial pungtata
19
Keratitis superfisial pungtata ditandai dengan lesi yang banyak dan
bercak-bercak halus pada daerah superfisial. Kausa utama keratitis ini
adalah virus, seperti herpes zoster, adenovirus dan keratokonjungtivitis
epidemik.11

Gambar 6. Morfologi keratitis.14

20
2. Keratitis interstitial/profunda
Keratitis interstitial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai
dengan neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis
parenkimatosa. Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi,
kelopak meradang, akit dan menurunnya visus. Pada keratitis ini, keluhan
bertahan seumur hidup.4
Pengobatan pada keratitis ini tergantung jenis penyebabnya,
bakteri,virus,jamur atau trauma.4

Keratitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologi :

1. Keratitis Bakterial
Setiap bakteri seperti Streptococci,Stapylococci, Pseudomonas,dan
Haemophilus dapat menyebabkan infeksi pada kornea. 4
Pada keratitis bakterial, akan terdapat keluhan kelopak mata lengket
setiap bangun pagi. Mata sakit silau, merah,berair dan penglihatan yang
berkurang. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pemakaian lensa
kontak dengan pemakaian lama.4

Gambar 7. Hipopion pada keratitis bakterial4

2. Keratitis Jamur

21
Keratitis jamur lebih jarang dibandingkan kerattis bacterial. Dimulai
oleh suatu trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian
tumbuh-tumbuhan.4
Kebanyakan jamur disebabkan oleh Fusarium, Filamentous, yeast,
Candida dan Aspergillus.4
Keluhan baru timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian.
Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat, berair, penglihatan
menurun dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrat kelabu, disertai
hipopion, peradangan, ulserasi superfisial dan satelit bila terletak di
dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel denga plak
tampak bercabang-cabang,gambaran satelit pada kornea, dan lipatan
descemet.4
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH
10% terhadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa.4

Gambar 8. Keratitis jamur4

3. Keratitis virus
Virus yang menginfeksi kornea termasuklah virus yang menginfeksi
saluran nafas seperti adenovirus dan semua yang menyebabkan demam.
Virus herpes simpleks dapat menyebabkan keratitis, demikian juga virus
herpes zoster.4
Kelainan pada kornea didapatkan sebagai keratitis pungtata uperfisial
memberikan gambaran seperti infiltrate halus bertitik-titik pada dataran
depan kornea yang dapat terjadi pada penyakit herpes simpleks, herpes
zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma.4
22
4. Keratitis alergi
Pada keratitis alergi, biasanya sering kambuh pada waktu-waktu tertentu
dalam setahun.Merupakan penyakit rekuren, dan terjadi bilateral. Pasien
umumnya mengeluh gatal, ada riwayat alergi dalam keluarga atau pada
pasien sendiri. Biasanya didapatkan pada musim panas dan sering
mengenai anak laki-laki sebelum berumur 14 tahun.4

Gambar 9. Keratitis alergi4

5. Defisiensi vitamin
Biasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu
dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya.
Kornea melunak dan sering terjadi perforasi.4

Gambar 10.keratitis akibat defisiensi vitamin A.4

6. Kerusakan N.V (nervus trigeminus)


23
Jika nervus yang mempersarafi kornea terputus karena trauma, tindakan
bedah peradangan atau karena sebab apapun, kornea akan kehilangan
kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi
yaitu reflex berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada
pemeriksaan fluorescein akan menghasilkan daerah-daerah dengan
berupa berupa bercak terbuka.4
7. Idiopatik

IX. GEJALA KLINIS


Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada pasien
yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis. Pasien dapat mengeluhkan
adanya pengeluaran air mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi
benda asing, iritasi okuler dan blefarosspasma dan kadang juga di temukan
hypopion pada kamera anterior.4
Oleh karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan
cahaya, lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur,
terutama ketika lesinya berada dibagian central.7
Pada keratitis superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi epithelia
multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi didapatkan). Lesi
epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata superfisial berupa kumpulan
bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval atau bulat dan cenderung
berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada kornea tersebut tidak tampak
apabila di inspeksi secara langsung, tetapi dapat dilihat dengan slitlamp ataupun
loup setelah diberi flouresent.7
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi
tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes simpleks.
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi
reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.6

X. DIAGNOSIS

24
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi
inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.6
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea.Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea.Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites.Dapat menjadi
reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan
fluorescein terutama terlihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema
ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi
partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel
radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula
dari stroma lalu ke epitel kornea.6,7
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien
tidak memiliki kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa
pergerakan lensa kontak dan defect kornea pada slit lamp. Minta pasien
melepaskan lensa kontak jika mampu, dapat menggunakan satu tetes
proparacaine atau anestesi topikal lain untuk membuka mata agar dapat
diperiksa secara koperatif.7
Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan
memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap
papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan
reaksi pada ruang anterior mata.7
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat.Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa.Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam
pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah

25
loup dan dengan iluminasi yang terang.Pemeriksaan harus melihat jalannya
refleksi cahaya sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh
kornea. Dengan cara ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea
dapat terlihat.7
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan air
mata yang berlebihan.Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya
pada daerah sentral.Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik
berwarna abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini,
tergantung faktor penyebabnya.5
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat
anestetik (benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine),
maupun dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit.
Floresens akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang
berbentuk makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran
akan lesi yang tidak berbekas melalui film air mata (negative staining).
Floresens yang terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi
ke dalam strauma kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.2

XI. DIAGNOSIS BANDING


1. Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin
banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel
baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus kornea yaitu ulkus kornea
sentral dan marginal atau perifer.1
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes
simpleks. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah
Streptokokkus alfa hemolitik, Streptokokkus aureus, Moraxella
likuefasiens, Pseudomonas aeruginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes
sp., Streptokokkus beta hemolitik, dll. Pada ulkus kornea yang
disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epite yang dikelilingi

26
leukosit polimorfnuklear. Bila infeksi disebabkan virus, akan terlihat
reaksi hipersensitivitas disekitarnya.1
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan
descement reaksi jaringan uvea, berupa hipopion, hifema dan sinekia
posterior. Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membuat
diagnosa kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus
yang memakai larutan KOH.1

2. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupibelakang kelopak dan bola mata.Konjungtivitis
menunjukkan gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat
dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak
membengkak dan mata terasa seperti ada benda asing.
Ulkus kornea dapat diadiagnosis banding dengan konjungtivitis dilihat
dari gejala mata merah yang terjadi.Pada konjungtivitis kornea
masih jernih dan terang sehingga tidakada gangguan visus yang berbeda
dengan ulkus kornea dimana terjadi kekeruhan lensa.

3. Uveitis
Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea. Uveitis bisa disebabkan
oleh infeksi bakteri, virus,jamur, parasite dan rickettsia uveitis.
Gejalanya samaseperti keratitis,ada nyeri,fotofobia, lakrimasi,
blefarospame, penurunan visus dan mata merah. Yang membedakan
keratitis dan uveitis adalah pada uveitis, sering terjadi hipopion, yaitu
endapan pus akibat keratic precipitate(KP) dan adanya sinekia anterior
atau posterior, yaitu perlengketan di bilik mata depan atau belakang. Hal
ini bisa menyebabkan kelainan pada tekanan intraokular, sama ada
menigkat atau menurun tekanannya.pada uveitis juga, adanya flare, yaitu
sel-sel radang yang tertumpuk di bilik mata depan. 4,12

4. Keratomikosis

27
Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea oleh jamur.Biasanya
dimulai oleh suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun
dan bagian-bagian tumbuhan. Setelah beberapa hari pasien akan merasa
sakit hebat pada mata dan silau.1
Keratomikosis dapat didiagnosis banding dengan ulkus kornea karena
menujukkan gambaran yang sama pada kornea. Untuk mendiagnosis
keratomikosis perlu dilakukan pemerikasaan KOH dimana diharapkan
pada kerokan kornea ditemukan adanya hifa.1

XII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin
sangatlah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara permanen.
Diagnosis dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi langkah-
langkah berikut:1
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan
dengan mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan
inokulasi media kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak
yang digunakan juga harus diambil dan di kultur untuk memastikan
sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang
diambil untuk mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.

XIII. PENATALAKSANAAN
Terapi awal yang digunakan pada keratitis superfisial adalah dengan
trifluorothymidine 1% tetes (Viroptic) 9 kali sehari atau vidarabine 3% ointment
(Vira-A) 5 kali sehari pada mata yang terinfeksi. Jika ada fotofobia, bisa
ditambahkan agen cyclopegic (seperti scopolamine 0,25% TID) untuk
mengurangkan spasme iris dan memberikan lebih kenyamanan kepada pasien.
Pada area yang terlibat secara ekstensif, dipertimbangkan untuk dilakukan
debridemen pada epitelium yang terlibat setelah diberikan agen antivirus dengan

28
menggunakan aplikator cotton-tip yang steri atau intrumen yang separa tajam di
bawah pengaruh anestesi propacaine topikal.8
Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial seringkali
adekuat pada kasus-kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat mengurangi sisa
produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka tidak hanya
bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas dan dilusi
dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk
membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.7
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan
viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada
pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat
pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi
digunakan karena waktu retensinya yang panjang.4
Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan
pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di
kornea hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat
mencapai titik kenyamanan.4
Terapi pembedahan, emergency keratoplasty diindikasikan untuk
mengobati suatu descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah
nekrosis yang luas dan memerlukan flap konjungtiva untuk mempercepat
penyembuhan. Stenosis atau penyumbatan dari sistem lakrimal yang lebih
rendah yang mungkin mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi melalui
pembedahan.1Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan
tes resistansi untuk mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera
melakukan terapi empiris pada agen patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak
berespon dengan pengobatan mungkin agen patogen tersebut belum
diidentifikasi secara positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang
dianjurkan dokter, agen patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah
keratitis ini tidak disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut:

29
1.Herpes simplex virus, 2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langkah
seperti 4. Nocardia atau mycobacteria.1

Tabel 1. Pilihan terapi Keratitis sesuai penyebab14

XIV. KOMPLIKASI
Komplikasi keratitis dapat berupa :1
1. Hipopion: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati,
jaringan uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan
PMNLs bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi
sebelumnya sekiranya jejas terjadi melebihi epitel, melewati stroma.
Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan
leukoma.
 Leukoma : distroma . Denganmatatelanjang bisadilihat
 Makula disubepitel. Dengan senter bisadilihat
 Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan loop bisa dilihat
30
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis
dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior
membran kornea, Kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus
5. Perforasi
XV. PROGNOSIS
Dengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat
sembuh dengan sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum
prognosis dari keratitis superfisialkarena tidak terdapat jaringan parut ataupun
vaskularisasi dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan
prognosis dalam hal visus pada pasien dengan keratitis herpetika sangat baik.
Jika infeksi mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan mesti dilakukan
untuk menyingkirkan infeksi.1,10

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.
2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
2. Ilyas S. Ilmu penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010.
3. K.Weng Sehu et all. Opthalmic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
7. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong,R. A. Gangwani,LesterW. H. Yu,and Jimmy S. M.
Lai.New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of
Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012
10. Ann M. Keratitis. AccesedMay 18th, 2015
11. AK Khurana. Comprehensive Opthalmology. 4thed. New Age
International(P) Limited Publisher. 2007.
12. E. Erica. Keratitis Achantamoeba, December 2nd, 2014.
13. Dua HS et al. Dua’s layer: Its discovery, characteristics and application.
Secoir. 2014.
14. Eva PR, Witcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology 17th
edition. 2007.

32

Anda mungkin juga menyukai