Anda di halaman 1dari 30

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Keuangan
Sektor Publik yang diampu oleh Budi S. Purnomo, SE, MM, M.Si (2454)

Oleh
Ghia Giovani (1003038)
Elsa Syefira Qhoirunnisa (1003039)
Ria Maria (1005888)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR

Penulis mengucap syukur kepada Allah swt. atas penyertaan-Nya dalam


penulisan makalah yang berjudul “PENGUKURAN KINERJA SEKTOR
PUBLIK” sehingga makalah yang kami tulis ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah ini ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen
Keuangan Sektor Publik.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini. Pihak-
pihak tersebut adalah:
1. Budi S. Purnomo, SE, MM, M.Si. selaku dosen mata kuliah Manajemen
Keuangan Sektor Publik atas kesempatan dan saran yang diberikan dalam
penulisan makalah ini.
2. Keluarga serta teman-teman yang telah memberikan dukungan.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya.
Dengan segala kerendahan hati, kami pun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami memohon maaf
sebelumnya atas segala kekurangan yang ada dalam makalah ini serta jika ada
pembahasan yang tidak tepat. Kami mengharapkan kritik dan saran guna
memperbaiki makalah ini. Kami juga berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Bandung, September 2013

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1

B. Tema Sentral .................................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengukuran Kinerja ..................................................................................... 3

B. Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja ............................................................................... 4

C. Manfaat Pengukuran Kinerja ......................................................................................... 4

D. Prinsip-prinsip Pemilihan Pengukuran Kinerja ............................................................. 5

E. Skala Pengukuran ........................................................................................................... 6

F. Siklus Pengukuran Kinerja ............................................................................................ 7

G. Informasi yang Digunakan untuk Pengukuran Kinerja ................................................. 7

BAB III PEMBAHASAN

A. Peranan Indikator Kinerja dalam Pengukuran Kinerja .................................................. 15

B. Indikator Kinerja dan Pengukuran Value For Money .................................................... 17

C. Pengukuran Value For Money ....................................................................................... 19

D. Pengembangan Indikator Value For Money .................................................................. 20

ii
iii

E. Langkah-langkah Pengukuran Value For Money .......................................................... 21

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 26


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kinerja satuan organisasi/kerja banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini,


terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan.
Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas
pelayanan yang dilakukan. Walaupun anggaran rutin dan pembangunan yang
dikeluarkan oleh pemerintah semakin membengkak, nampaknya masyarakat
belum puas atas kualitas jasa maupun barang yang diberikan.
Di samping itu, selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan
dari satuan organisasi/kerja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya
sulit untuk dilakukan secara objektif. Kesulitan ini disebabkan belum pernah
disusun suatu sistem pengukuran kinerja yang dapat menginformasikan
tingkat keberhasilannya.
Kesulitan lain adalah pengukuran tingkat kinerja satuan organisasi/kerja
lebih ditekankan kepada kemampuannya dalam menyerap anggaran. Dengan
kata lain, satuan organisasi/kerja akan dinyatakan berhasil apabila menyerap
100% anggaran pemerintah, walaupun hasil maupun dampak yang dicapai
dari pelaksanaan program tersebut masih berada jauh di bawah standar. Oleh
karena itu, sudah mendesak untuk disusun suatu sistem pengukuran kinerja
yang dapat memberikan informasi atas efektivitas dan efisiensi pencapaian
kinerja satuan organisasi/kerja.
Selama tiga dekade terakhir, belum pernah dikembangkan suatu standar
pengukuran kinerja satuan organisasi/kerja yang dapat memberikan informasi
kepada pimpinan, apakah satuan organisasi/kerja tersebut telah melaksanakan
tugasnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Dengan kata lain,
terjadi jurang yang sangat luas antara perencanaan satuan organisasi/kerja
dengan pengukuran kinerja atas perencanaan tersebut. Karenanya, perlu
dikembangkan suatu model pengukuran kinerja yang membantu memberikan

1
2

informasi apakah program yang dilaksanakan sesuai dengan rencana. Hal ini
juga sekaligus mengubah paradigma lama bahwa satuan organisasi/kerja yang
sukses dinilai atas keberhasilan penyerapan anggaran, dan bukan atas
pencapaian tujuan yang pada akhirnya memuaskan masyarakat banyak.
Untuk dapat menjawab pertanyaan akan tingkat keberhasilan satuan
organisasi/kerja, maka seluruh aktivitasnya harus dapat diukur. Pengukuran
tersebut tidak semata-mata pada masukan (input) dari kegiatan tetapi lebih
ditekankan kepada keluaran, manfaat, dan dampak dari kegiatan tersebut bagi
masyarakat. Dengan kata lain, sistem pengukuran kinerja yang merupakan
elemen pokok dari laporan akuntabilitas satuan organisasi/kerja akan
mengubah paradigma pengukuran keberhasilan. Selama ini, keberhasilan
suatu satuan organisasi/kerja lebih ditekankan kepada kemampuannya dalam
menyerap sumber daya (terutama anggaran) sebanyak-banyaknya, walaupun
hasilnya sangat mengecewakan.
Melalui pengukuran kinerja, keberhasilan satuan organisasi/kerja akan
lebih dilihat dari kemampuannya, berdasarkan sumber daya yang dikelolanya,
untuk mencapai hasil sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya.

B. Tema Sentral

Dalam makalah ini, penulis akan secara khusus membahas pengukuran

kinerja dan value for money yang disertai dengan indikator, langkah-langkah

pengukuran, serta pengembangannya di satuan organisasi/kerja pemerintah.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Pengukuran Kinerja


Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja sektor
publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor
publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan
nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada
tujuan dan sasaran program unit kerja yangn pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
memberikan layanan kepada masyarakat.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber
daya dan pembuatan keputusan.
3. Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk
menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan
kepada masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau selalu
ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari
pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada
indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara
komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang
dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output, maka ukuran

3
4

finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena
itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.

B. Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja


Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and
bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

C. Manfaat Pengukuran Kinerja


Berikut ini adalah manfaat dari pengukuran kinerja:
1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk
menilai kinerja manajemen.
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk memonitor dan mengawasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan
kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward
and punishment).
5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi.
6. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah
terpenuhi.
7. Membantu memahami kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
5

D. Prinsip-prinsip Pemilihan Ukuran Kinerja


Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih
ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan skema indikator:
Evaluasi kembali ukuran yang Informasi kinerja tetap dibutuhkan oleh
ada manajemen. Apabila skema indikator
kinerja sudah tidak berfungsi, maka
manajemen akan mengembangkan skema
baru.
Mengukur kegiatan yang Kinerja selalu berorientasi hasil. Ukuran
penting, tidak hanya hasil hasil sering diformulasikan dalam rasio
keuangan. Pencapaian hasil akan
menunjukkan adanya permasalahan. Hasil
tersebut tidak akan menunjukkan
diagnosis hasil.
Pengukuran harus mendorong Pembagian proses pengukuran
tim kerja yang akan mencapai menciptakan lingkungan tim kerja yang
tujuan aktivitasnya diarahkan pada pencapaian
tujuan organisasi.
Pengukuran harus merupakan Agar efektif, sistem pengukuran harus
perangkat yang terintegrasi, diciptakan sebagai perangkat terintegrasi
seimbang dalam penerapannya yang diperoleh dari strategi perusahaan.
Sebagian besar perusahaan berusaha
meminimalkan biaya, meningkatkan
kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan
produksi, dan menciptakan pengembalian
investasi yang wajar.
Pengukuran harus memiliki Ukuran internal yang umum dipakai
fokus eksternal jika dalam sebuah organisasi perbandingan
memungkinkan kinerja dari tahun ke tahun. Suatu
perbandingan tertentu dapat dilakukan ke
6

tingkatan mikro: divisi, departemen,


kelompok, bahkan individu.

E. Skala Pengukuran
Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a) Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah
tingkatannya karena dengan skala ini obyek pengukuran hanya dapat
dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang sama, yang berbeda dengan
kelompok lain. Kelompok-kelompok atau golongan tidak dibedakan
berdasarkan tingkatan, karena kelompok yang satu tidak dapat dikatakan
lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari pada kelompok yang lain,
tetapi hanya sekedar berbeda.
b) Skala Ordinal
Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada skala
nominal karena selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala
nominal, yaitu dapat mengolongkan obyek dalam golongan yang
berbeda, skala ordinal juga mempunyai kelebihan dari skala nominal,
yaitu bahwa golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala ordinal ini
dapat dibedakan tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan dapat
dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
c) Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit pengukuran
yang sama, sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang lain, atau
antara satu golongan dengan golongan yang lain dapat diketahui.
d) Skala rasio
Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena
skala ini mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di
bawahnya. Skala rasio memiliki titik nol yang sebenarnya yang berarti
bahwa apabila suatu obyek diukur dengan skala rasio dan berada pada
titik nol, maka gejala atau sifat yang diukur benar-benar tidak ada.
7

F. Siklus Pengukuran Kinerja


Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:
1. Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses
penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan
dan sasaran, kebijakan, program operasional dan kegiatan/aktivitas.
2. Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan
setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah adalah untuk aktivitas
yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang diproses.
3. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga
langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan
dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data
yang tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data
pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang
dapat dimengerti dan bermanfaat.
4. Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas
indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih
penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator masukan
(inputs) dan keluaran (outputs).
5. Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan
ukuran kinerja tersedian secara efektif merupakan tantangan selanjutnya.
Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk memotivasi
tindakan dalam organisasi.

G. Informasi yang Digunakan Untuk Pengukuran Kinerja


a) Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada
anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan
menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual
dengan anggaran yang dianggarkan.
Analisis varians secara garis besar berfokus pada :
8

1. Varians pendapatan (revenue varians)


Varians pendapatan adalah semua penerimaan dalam bentuk
peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
2. Varians pengeluaran (expenditure variance)
 Varians belanja rutin
Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang disediakan
untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang sifatnya lancar dan
terus menerus yang dimaksudkan untuk menjaga kelemahan
roda pemerintahan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.
 Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure
variance)
Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya
cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah
aset atau kekayaanpemerintah, dan selanjutnya akan menambah
anggaran rutin untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Setelah dilakukan analisis varians, maka tahap selanjutnya dilakukan
identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusuri
varians tersebut hingga level manajemen paling bawah.

b) Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap
kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja
yang komprehensif dan banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi
dewasa ini adalah Balanced Scorecard. Metode Balanced
Scorecard merupakan pengukuran kinerja organisasi berdasarkan aspek
finansial dan juga aspek nonfinasial. Balanced Scorecard dinilai cocok
untuk organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya
menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif
dan nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang
menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun
9

pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan


(Mahmudi, 2007). Pengukuran dengan metode ini melibatkan empat
aspek, antara lain :
1. Perspektif finansial (financial perspective)
Perspektif finansial menjadi perhatian dalam balanced
scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari
konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh
pengambilan keputusan. Aspek keuangan menunjukkan apakah
perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan dari strategi
memberikan perbaikan yang mendasar. Pengukuran kinerja
keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan
bisnis, yaitu:
 Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus kehidupan
perusahaan dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan
terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk
mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas produksi,
menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung
hubungan global, serta membina dan mengembangkan
hubungan dengan pelanggan.
 Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih
melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan
tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini, perusahaan
mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika memungkinkan.
 Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-
benar menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak
ada lagi investasi besar, baik ekspansi pembangunan
kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan
perbaikan.
2. Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)
10

Dalam perspektif ini, perhatian perusahaan harus ditujukan


pada kemampuan internal untuk peningkatan kinerja produk, inovasi,
dan teknologi dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif ini,
peran riset pasar sangat besar. Perspektif pelanggan memiliki dua
kelompok pengukuran, yaitu:
 Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen
pengukuran, yaitu:
1) Pangsa Pasar (market share) : pangsa pasar ini
menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah
unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu diungkapkan dalam
bentuk jumlah pelanggan uang yang dibelanjakan atau
volume satuan yang terjual.
2) Retensi Pelanggan (Customer Retention) : menunjukkan
tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan
hubungan dengan pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan
dengan mengetahui besarnya presentase pertumbuhan bisnis
dengan pelanggan yang ada saat ini.
3) Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition) : pengukuran ini
menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu
menarik pelanggan baru memenangkan bisnis baru. Akuisisi
ini dapat diukur dengan membandingkan banyaknya jumlah
pelanggan baru di segmen yang ada.
4) Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) : pengukuran
ini berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan
terkait dengan kriteria spesifik dalam value proportion.
 Customer Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja
yang terdapat pada Core value proportion didasarkan pada
atribut sebagai berikut:
1) Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau
jasa, harga, dan kualitas. Perusahaan harus
11

mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas


produk atau jasa yang ditawarkan.
2) Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan
mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa
puas atau produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.
3) Image and reputation membangun image dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang
dijanjikan.
3. Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiency)
Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis
utama yaitu:
1) Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan,
proses inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana
efisiensi dan efektifitas serta ketepatan waktu dari proses inovasi
ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses
penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. Proses inovasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
 Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian
dasar dan terapan.
 Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
2) Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing
organisasi bisnis, lebih menitikberatkan pada efisiensi proses,
konsistensi, dan ketepatan waktu dari barang dan jasa yang
diberikan kepada pelanggan.
3) Pelayanan Purna Jual
Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal
adalah dilakukannya pengukuran terhadap pelayanan purna jual
kepada pelanggan. Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup
12

penting dalam proses bisnis internal, karena pelayanan purna


jual ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pelanggan.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth
perspective).
Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya
suatu organisasi bisnis untuk terus mempertahankan karyawannya,
memantau kesejahteraan karyawan, dan meningkatkan pengetahuan
karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan
karyawan akan meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk
berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif diatas dan
tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
organisasi merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang
istimewa dalam tiga perspektif Balanced Scorecard.
5. Perspektif/Faktor yang Dinilai Misi atau Visi
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk
variabel kunci.Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan
faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan organisasi.
Karakteristik variabel kunci, yaitu :
1) Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan
organisasi
2) Sangat volatile (mudah berubah) dan dapat berubah dengan
cepat
3) Perubahannya tidak dapat diprediksi
4) Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
5) Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun
melalui ukuran antara (surrogate). Sebagai contoh, kepuasan
masyarakat tidak dapat diukur secara langsung akan tetapi dapat
dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan
demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci.
Contoh Variabel Kunci:
13

Dinas/Unit Kerja Variabel Kunci


Rumah Sakit dan Tingkat hunian kamar (kamar yang dipakai : jumlah total
hotel kamar yang tersedia)
Klinik Kesehatan Jumlah pelannggan (masyarakat) yang dilayani per hari
Perusahaan KWH yang terjual
Listrik Negara
Perusahaan Jumlah pulsa yang terjual
Telekomunikasi
Perusahaan Air Jumlah debit air yang terjual
Minum
DLLAJ Jumlah alat angkutan umum
Paid seats/capacity seats
Pekerjaan Umum Panjang jalan yang dibangun/diperbaiki
Panjang jalan yang disapu/dibersihkan
Kepolisian Jumlah kriminalitas yang tertangani
Jumlah kecelakaan/pelanggaran lalu lintas
Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani
DPR/DPRD Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang
tertangani
Jumlah rapat yang dilakukan
Jumlah undang-undang atau perda yang dihasilkam
Jumlah peserta rapat per total anggota
Dipenda Jumlah pendapatan yang terkumpul

Agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut ini


merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya
dengan segera.
Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin
memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap
14

pengukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas


pengukuran kinerja akan dilakukan.
2) Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan
(on-going process)
3) Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif.
Proses ini merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk
selalu berupaya memperbaiki kinerja.
4) Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi
Organisai harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan
besarnya organisasi, budaya, visi, tujuan, dan struktur organisasi.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Peranan Indikator Kinerja dalam Pengukuran Kinerja


Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang
telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor
keberhasilan utama organisasi (critical success factors) dan indikator kinerja
kunci (key performance indicator).
Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan
kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi
manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan non-
finansial pada kondisi waktu tertentu.
Indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat
dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun
non-finansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator
ini digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kinerja.
Komponen yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :
a) Biaya pelayanan (cost of service)
Indikator biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit
cost), misalnya biaya per unit pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki,
jumlah ton sampah yang terangkut, biaya per siswa). Beberapa pelayanan
mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya karena output yang
dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe
pelayanan yang diberikan. Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator
kinerja produksi misalnya belanja per kapita.
b) Penggunaan (utilization)
Indikator ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public
demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik
sedangkan pengukurannya berupa volume absolut atau presentase

15
16

tertentu, misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain yaitu


rata-rata jumlah penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja
ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas
kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur.
c) Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)
Indikator ini merupakan indikator yang paling sulit diukur karena
menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Contohnya yaitu
perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.
d) Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan atau
peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan
dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
e) Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat secara
langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi
masyarakat (need assessment) dapat juga digunakan untuk menetapkan
indikator kepuasan. Namun, dapat juga digunakan indikator proksi
misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut
memerlukan kerjasama antar unit kerja.
Contoh Pengembangan Indikator Kinerja:
Dinas/Unit Kerja Indikator Kinerja
Rumah Sakit Biaya total rata-rata rawat jalan per pasien yang
masuk
Biaya rata-rata pelayanan medis dan paramedis per
pasien yang masuk
Biaya rata-rata pelayanan umum (non-klinis) per
pasien yang masuk
Penggunaan fasilitas
Rata-rata masa tinggal pasien di rumah sakit
Jumlah pasien rata-rata per bed per tahun
17

Rasio antara pasien baru dengan pasien lama yang


masuk kembali
Proporsi tingkat hunian
Klinik Kesehatan Jumlah pelanggan yang dilayani per hari per jumlah
total penduduk untuk wilayah tertentu
Pekerjaan Umum Panjang jalan yang dibangun atau diperbaiki/total
panjang jalan
Panjang jalan yang disapu atau dibersihkan/total
panjang jalan
Kondisi jalan
Keamanan jalan (road safety)
Kepolisian % Jumlah kriminalitas yang tertangani/Jumlah
kriminalitas yang terdeteksi/tercatat
% Penurunan jumlah kecelakaan atau pelanggaran
lalu lintas
% Jumlah pengaduan masyarakat yang
tertangani/Jumlah total pengaduan masyarakat yang
masuk
DPR/DPRD % Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang
tertangani/Jumlah total aspirasi yang masuk
Jumlah rapat yang dilakukan per bulan/tahun
Jumlah peraturan yang dihasilkan per bulan/tahun
% Jumlah peserta rapat per total anggota
Dispenda % Jumlah pendapatan yang terkumpul/potensi

B. Indikator Kinerja dan Pengukuran Value for Money


Menurut Mahmudi (2005:97) dalam bukunya Manajemen Kinerja
Sektor Publik menyatakan karakteristik indikator kinerja sebagai berikut:
a) Sederhana dan mudah dipahami,
b) Dapat diukur,
18

c) Dapat dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan


angka,
d) Dikaitkan dengan standar atau target kinerja,
e) Berfokus pada costumer service, kualitas, dan efisiensi, dan
f) Dikaji secara teratur.
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor
publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu ekonomi, efisiensi,
dan efektivitas.
Value for money merupakan inti dari pengukuran kinerja pada
organisasi pemerintah. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah
dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur output
karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output berwujud tetapi
lebih banyak berupa intangible output. Untuk dapat mengukur kinerja
pemerintah, maka perlu diketahui indikator-indikator kinerja sebagai dasar
penilaian kinerja. Mekanisme yang diperlukan untuk menentukan indikator
kinerja, antara lain :
1. Sistem perencanaan dan pengendalian
Meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi jaminan
bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh
bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang
didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan, serta
tanggungjawab.
2. Spesifikasi dan standarisasi
Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan
menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan
bahwa spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian.
3. Kompetensi teknis dan profesionalisme
Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan
standarisasi yang ditetapkan maka diperlukan personel yang memiliki
kompetensi teknis dan professional dalam bekerja.
4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar
19

Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan


hukuman (reward and punishment) yang bersifat finansial, sedangkan
mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang
menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan
sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (alat
pembinaan).
5. Mekanisme sumber daya manusia
Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk
memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
Peran indikator kinerja bagi pemerintah antara lain :
a) Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi
b) Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan
c) Sebagai masukan untuk menentukan skema insensif manajerial
d) Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan
pilihan
e) Untuk menunjukkan standar kinerja
f) Untuk menunjukkan efektivitas
g) Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya
yang paling baik untuk mencapai target sasaran
h) Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial
untuk dilakukan penghematan biaya.

C. Pengukuran Value for Money


Kriteria pokok manajemen publik didasari atas: ekonomi, efisiensi,
efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Dengan tujuan yang
dikehendaki masyarakat mencakup pertanggungjawaban atas
pelaksanaan value for money, yaitu: ekonomis (hermat cermat) dalam
pengadaan dan alokasi sumberdaya, efisiensi (berdaya guna) dalam
penggunaan sumberdaya, serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai
tujuan atau sasaran.
20

Untuk mengukur kinerja organisasi dapat dilakukan secara


obyektif digunakanlah indikator kinerja, yang idealnya terkait paada efisiensi
biaya dan kualitas pelayanan.

D. Pengembangan Indikator Valur for Money


Peran indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi sebagai
pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Indikator value for money dibagi
menjadi dua bagian, yaitu: indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisisensi),
dan indikator kualitas pelayanan (efektifitas). Indikator kinerja harus dapat
dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal dan juga akan membantu
pemerintah dalam proses pengambilan keputusan anggaran dan dalam
mengawasi kinerja anggaran.
Tiga pokok bahasan dalam indikator value for money:
1) Ekonomi
Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of
input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan
jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang
dimungkinkan (spending less).
2) Efisiensi
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitasnya.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan
antara output yang dihasilakn terhadap input yang digunakan (cost of
output), dan dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja
tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya (spending well).
3) Efektifitas
Pada dasarnya berhubungan erat dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan (hasil guna). Kegiatan operasional dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan
(spending wisely).
21

Dari uraian diatas, value for money sangat berkaitan. Ekonomi


membahas masukan (input), efisiensi membahas masukan (input) dan
keluaran (output), dan efektifitas membahas mengenai keluaran (output) dan
dampak (outcome). Dan hubungan nya dapat digambarkan sebagai berikut:

Indikator efektifitas biaya (Cost-Effectiveness)


Indikator efisiensi dan efektifitas harus digunakan secara bersama-
sama. Karena disatu pihak mungkin pelaksanaanya sudah
dilakukan secara ekonomis dan efisien akan tetapi output yang
dihasilkan tidak sesuai target. Sedang dipihak lain, program
dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi tidak dicapai
dengan cara ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif dan
efisien maka program tersebut dikatakan cost-effectivenness.

E. Langkah-langkah Pengukuran Value for Money


a) Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang
dipergunakan dan merupakan ukuran relatif.
b) Pengukuran Efisiensi
Efisiensi dapat diukur dengan rasio antara output dengan input.
Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi
dalam bentuk relatif, karena efisiensi diukur dengan membandingkan
keluaran dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan
cara:
 Meningkatkan output pada tingkat input yang sama
 Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada
proporsi peningkatan input.
 Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
 Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada
proporsi penurunan output.
c) Pengukuran Efektifitas
22

Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi


mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan,
maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif.
d) Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap
masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output,
karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya
terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas output dan
dampak yang dihasilkan (Smith, 1996)
e) Estimasi Indikator Kinerja
Estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan :
1. Kinerja tahun lalu
Digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi indikator
kinerja. Karena merupakan perbandingan bagi unit untuk melihat
seberapa besar kinerja yang telah dilakukan. Disamping itu, terdapat
time lag antara aktivitas yang telah dilakukan dengan dampak yang
timbul dari aktivitas tersebut. Dampak yang timbul pada tahun
sekarang dapat dirasakan pada tahun yang akan datang.
2. Expert Judgement
Digunakan karena kinerja tahun lalu yang sangat berpengaruh
terhadap kinerja berikutnya. Teknik ini menggunakan pengetahuan
dan pengalaman dalam mengestimasi indikator kinerja. Expert
judgement digunakan untuk melakukan estimasi kinerja. Selain itu,
dari segi biaya juga tidak terlalu mahal. Tetapi mempunyai
kelemahan yaitu sangat tergantung pada pandangan subyektif para
pengambil keputusan. Dampak dari pencapaian kinerja tidak secara
otomatis dapat dikatakan bahwa unit tersebut mengalami
peningkatan kinerja.
3. Trend
Digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja karena
adanya pengaruh waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja.
23

4. Regresi
Regresi dilakukan untuk menentukan seberapa besar pengaruh
variabel-variabel independen mampu mempengaruhi variabel
dependen.
f) Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja
Langkah awal dalam membuat indikator kinerja ekonomi, efisiensi,
dan efektivitas adalah memahami operasi dalam menganalisis kegiatan
dan program yang akan dilaksanakan. Terdapat dua jenis kebijakan
yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan untuk mengatur alokasi
sumber daya input untuk dikonversi menjadi output melalui satu atau
beberapa proses konversi atau operasi.
Hasil kebijakan ada tiga jenis, yaitu: output, akibat, dampak, dan
distribusi manfaat. Output yang diproduksi diharapkan akan memberikan
sejumlah akibat dan dampak yang positif tehadap tujuan program. Hal ini
disebut dengan outcome program.
Apabila ukuran outcome tidak bersedia dan ukuran efektivitas suatu
program yang dapat dikuantifikasi tidak dapat ditentukan, maka perlu
dikembangkan ukuran kinerja antara. Karena ukuran kinerja pengganti
tidak dapat mengukur secara tepat dalam pencapaian program. Terlalu
banyak perhatian terhadap ukuran pengganti tersebut dapat menyebabkan
perilaku disfungsional pada manajer dan pengambilan keputusan.
Contoh indikator kinerja di Perguruan Tinggi

Pertimbangan Input
Input Mahasiswa - Latar belakang sosial ekonomi
- Latar belakang budaya
Sumber Daya - Jumlah dosen
- Fasilitas
Indikator Proses
Staf - Kualitas dosen
- Tingkat perpindahan dosen
24

Perkuliahan - Frekuensi temu kelas dan konsultasi


- Rasio dosen
Kurikulum - Mata kuliah utama
- Mata kuliah pilihan
Daya Dukung Pendidikan - Forum-forum ilmiah
- Saran olahraga
Organisasi - Manajemen perguruan tinggi
- Organisasi mahasiswa
Mutually - Tingkat ekspektasi dosen
- Tingkat tanggung jawab mahasiswa
Indikator Output
Mahasiswa - Sikap dan perilaku masasiswa
- Tingkat kehadiran dan ketidakhadiran
Dosen - Tingkat kehadiran dan ketidakhadiran
- Keterlambatan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran
kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi. Pengukuran
kinerja dilakukan melalui lima tahapan, yaitu perencanaan strategi,
penciptaan indikator kinerja, mengembangkan sistem pengukuran kinerja,
penyempurnaan ukuran, dan pengintegrasian dengan proses manajemen.
Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja meliputi informasi
finansial dan non-finansial dengan indikator value for money dibagi menjadi
dua bagian, yaitu: indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisisensi), dan
indikator kualitas pelayanan (efektifitas).
Langkah-langkah dalam pengukuran value for money yaitu sebagai
berikut:
a. Pengukuran Ekonomi
b. Pengukuran Efisiensi
c. Pengukuran Efektifitas
d. Pengukuran Outcome
e. Estimasi Indikator Kinerja
f. Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja

25
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:


Erlangga.
Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nordiawan, Deddi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Teknik Pengukuran Kinerja di Lingkungan Departemen Agama. Tersedia:
http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/TekPengukuranKinerja.pdf
Ulum, Ihyaul. 2012. Audit Sektor Publik. Jakarta: Bumi Aksara.

26

Anda mungkin juga menyukai