Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Cidera kepala adalah cidera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan
otak. Cidera kepala adalah gangguan neurologic yang paling sering terjadi dan
gangguan neurologik yang serius di antara gangguan neurologik dan merupakan
proporsi epidemik sebagai akibat kecelakaan di jalan raya (Smeltzer & Bare 2002).
Cidera otak berat atau COB adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada otak secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi
(Price, 1995). Cedera otak berat merupaka keadaan dimana struktur lapisan otak
mengalami cedera berkaitan dengan edema, hyperemia, hipoksia dimana pasien tidak
dapat mengikuti perintah, dengan GCS < 8 dan tidak dapat membuka mata.

B. PENYEBAB
Cidera kepala paling sering akibat dari trauma. Mekanisme terjadinya cidera
kepala berdasarkan terjadinya benturan terbagi menjadi beberapa menurut Nurarif dan
Kusuma (2013) yaitu sebagai berikut:
a. Akselerasi : Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang
yang diam kemudian dipukul atau dilempari batu.
b. Deselerasi : Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala
yang terbentur benda padat.
c. Akselerasi-deselerasi : Terjadi pada kcelakaan bermotor dengan kekerasan fisik antara
tubuh dan kendaraan yang berjalan
d. Coup-counter coup : Jika kepala terbentur dan menyebabkan otak bergerak dalam ruang
intracranial dan menyebabkan cedera pada area yang berlawanan dengan yang terbentur
dan area yang pertama terbentur
e. Rotasional : Benturan yang menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang
mengakibatkan meregang dan robeknya pembuluh darah dan neuron yang memfiksasi
otak dengan bagian dalam tengkorak

C. TANDA DAN GEJALA


Menurut Mansjoer (2008) tanda dan gejala dan beratnya cidera kepala dapat
diklasifikasikan berdasarkan skor GCS yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
a. Cidera kepala ringan dengan nilai GCS = 14-15 : Klien sadar, menuruti perintah tetapi
disorientasi, tidak kehilangan kesadaran, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang,
klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, klien dapat menderita laserasi, dan
hematoma kulit kepala.
b. Cidera kepala sedang dengan nilai GCS = 9-13 : klien dapat atau bisa juga tidak dapat
menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang
diberikan, amnesia pasca trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda
Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal), dan kejang.
c. Cidera kepala berat dengan nilai GCS ≤ 8. : Penurunan kesadaran secara progresif,
tanda neurologis fokal, cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium,
kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam, disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma
intrakrania dan edema serebral. Perdarahan intrakranial dapat terjadi karena adanya
pecahnya pembuluh darah pada jaringan otak. Lokasi yang paling sering adalah lobus
frontalis dan temporalis. Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada
sisi lainnya (countrecoup).
D. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportif
dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2) Berikan O2 dan monitor
3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari 90
mmHg.
4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
5) Stop makanan dan minuman
6) Imobilisasi
7) Kirim kerumah sakit.
b. Perawatan di bagian Emergensi
1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk mempertahankan
tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan
sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan sebagai
fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan.
3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan posis
trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk menambah
drainase vena.
4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90 mmHg
dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan tekanan intra
kranial.
5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah
ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP).
6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena phenitoin
tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama atau
keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk mempertahankan
tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial dan metabolisme otak.
Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah
sistolik. Manitol dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan
memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk
kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi
cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6
cmH2O, dapat digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah
sistoliknya diatas 90 mmHg.
2. Diuretik Osmotik
3. Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.
4. Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi,
perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv.
5. Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial,
dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan
oksigen.
6. Antiepilepsi
7. Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh berlebihan dari 50
(Dilantin) mg/menit.
8. Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok sinoatrial,
sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.Fungsi : Untuk mencegah terjadinya
kejang pada awal post trauma.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan Laboratorium
Adapun pemeriksaan laboratorium darah yang berguna pada kasus cedera kepala yaitu
:
a) Hemoglobin sebagai salah satu fungsi adanya perdarahan yang berat
b) Leukositosis untuk salah satu indikator berat ringannya cedera kepala yang
terjadi.
c) Golongan Darah persiapan bila diperlukan transfusi darah pada kasus perdarahan
yang berat.
d) GDS memonitor agar jangan sampai terjadi hipoglikemia maupun hiperglikemia.
e) Fungsi Ginjal memeriksa fungsi ginjal, pemberian manitol tidak boleh dilakukan
pada fungsi ginjal yang tidak baik.
f) Analisa Gas Darah PCO2 yang tinggi dan PO2 yang rendah akan memberikan
prognosis yang kurang baik, oleh karenanya perlu dikontrol PO2 tetap > 90
mmHg, SaO2 > 95 % dan PCO2 30-50 mmHg. Atau mengetahui adanya masalah
ventilasi perfusi atau oksigenisasi yang dapat meningkatkan TIK.
g) Elektrolit adanya gangguan elektrolit menyebabkan penurunan kesadaran.
h) Toksikologi mendeteksi obat yang mungkin menimbulkan penurunan kesadaran.

2) Pemeriksaan Radiologi
a) CT Scan adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran,
mengidentifikasi adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
b) Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran cairan
otak akibat oedema, perdarahan, trauma.
c) EEG (Electro Encephalografi) memperlihatkan keberadaan/perkembangan gelombang
patologis.
d) MRI (Magnetic Resonance Imaging) mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya
daerah infark, hemoragik.
e) Sinar X mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
f) Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) untuk menentukan apakah pasien
trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
a) Data yang perlu dikaji
a. Identitas Klien: untuk mengkaji status klien (nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, alamat, pekerjaan, status perkawinan)
b. Riwayat kesehatan: diagnosa medis, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat kesehatan terdahulu terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi,
imunisasi, kebiasaan/pola hidup, obat-obatan yang digunakan, riwayat penyakit
keluarga
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan (11 pola Gordon)
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi): kepala, mata, telinga,
hidung, mulut, leher, dada, abdomen, urogenital, ekstremitas, kulit dan kuku,
dan keadaan lokal.
Perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai
aspekuntuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan cidera otak
berat dan trauma pada abdomen, sehingga dapat ditemukan masalah-masalah
yang ada pada klien. Prinsip umum yang dapat dilakukan untuk mengkaji
permasalahan pada pasien yaitu dengan B6:
a. Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinankarena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Trauma tumpul pada abdomen dapat menimbulkan munculnya
pembengkakan organ intraabdomen sehingga terjadi kompresi diafragma
yang dapat menimbulkan frekuensi pernapasan meningkat.
b. Blood:Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia). Kerusakan jaringan vaskuler pada abdomen dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan masif sehingga terjadi potensial
komplikasi perdarahan intraabdomen.
c. Brain :Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan
pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori)
2. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
4. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagusmenyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
7. Pemeriksaan GCS

8. Pengkajian saraf kranial :


d. Bladder : Pada cidera kepala dan abdomen sering terjadi gangguan berupa
retensi, inkontinensia urin, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi
alvi.
f. Bone :Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.
Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan
dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot
antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat
saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi
penurunan tonus otot.
f. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium

1. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kompresi diafragma, ekspansi paru tidak maksimal
c) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret
d) Ketidakseimbangan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan kesadaran dan mual muntah yang
terus menerus
e) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,
penekanan reseptor nyeri
f) Resiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
jaringan kulit, otot, dan laserasi pembuluh darah
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan perfusi NOC: Tissue Perfusion: NIC: 1. Mengetahui status sirkulasi
jaringan serebral Cerebral Circulatory Precaution perifer dan adanya kondisi
berhubungan dengan Kriteria hasil: 1. Kaji sirkulasi perifer secara abnormal pada tubuh
penurunan aliran 1. menunjukkan perfusi komprehensif (nadi perifer, edema,
darah ke otak jaringan membaik TD dalam CRT, warna, dan suhu ekstremitas) 2. Mengetahui adanya perubahan
batas normal, tidak ada 2. Kaji kondisi ekstremitas meliputi akibat gangguan sirkulasi
keluhan sakit kepala. kemerahan, nyeri, atau perifer
2. Tanda-tanda vital stabil pembengkakan 3. Menghindari cedera untuk
3. Tidak menunjukkan adanya 3. Hindarkan cedera pada area dengan meminimalkan luka
gangguan perfusi meliputi perfusi yang minimal 4. Posisi trendelenberg akan
disorientasi, kebingungan, 4. Hindarkan klien dari posisi meningkatkan TIK sehingga
maupun nyeri kepala trendelenberg yang meningkatkan memperparah kondisi klien
TIK 5. Mengurangi penekanan agar
5. Hindarkan adanya penekanan pada perfusi tidak terganggu
area cedera 6. Obat-obatan untuk
6. Pertahankan cairan dan obat-obatan meningkatkan sattus perfusi
sesuai program 7. Mengurangi kecemasan
7. Health education tentang keadaan keluarga
dan kondisi pasien kepada keluarga 8. Membantu mempercepat
8. Kolaborasi pemberian terapi kesembuhan klien
medikamentosa

2 Pola napas tidak Respiratory status : Ventilation Respiratory monitoring


efektif berhubungan Status sistem pernapasan : 1. Monitor kecepatan, frekuensi, 1. Mengetahui kondisi pernapasan
dengan kerusakan ventilasi kedalaman dan kekuataan ketika pasien
neuromuskuler Pola napas pasien adekuat pasien bernapas 2. Mengetahui keadaaan paru dan
ditandai dengan: 2. Monitor hasil pemeriksaan rontgen jantung pasien
1. Pasien bernapas tanpa dada 3. Mengetahui suara napas pasien
kesulitan 3. Monitor suara napas pasien
2. Menunjukkan perbaikan 4. Kaji dan pantau adanya perubahan 4. Mengetahui kondisi pasien
pernapasan dalam pernapasan untuk menentukan intervensi
3. Paru-paru bersih pada 5. Monitor sekret yang dikeluarkan selanjutnya sesuai indikasi
pemeriksaan auskultasi oleh pasien 5. Untuk memantau kondisi
4. Kadar PO2 dan PCO2 6. Health education tentang keadaan pasien (suara napas pasien)
dalam batas normal dan kondisi pasien kepada keluarga untuk menentukan intervensi
7. Kolaborasi pemberian terapi sesuai indikasi
medikamentosa 6. Mengurangi kecemasan
keluarga
7. Membantu penyembuhan klien
3 Ketidakefektifan NOC : NIC :
bersihan jalan napas 1. Respiratory status : Airway suction
berhubungan dengan Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Menjaga kebersihan oral
akumulasi sekret 2. Respiratory status : Airway suctioning mencegah penumpukan sputum
patency 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan 2. Mengetahui ada tidaknya
3. Aspiration Control sesudah suctioning. sputum
Kriteria Hasil : 3. Informasikan pada klien dan 3. Informed consent tindakan
1. Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning 4. Menampung O2 sebagai
efektif dan suara nafas yang 4. Minta klien nafas dalam sebelum cadangan
bersih, tidak ada sianosis dan suction dilakukan. 5. O2 masih ada untuk pernapasan
dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan menggunakan 6. Mencegah infeksi
mengeluarkan sputum, nasal untuk memfasilitasi suksion 7. Memberikan waktu pasien
mampu bernafas dengan nasotrakeal untuk istirahat
mudah, tidak ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril setiap 8. Mengetahui status oksigen
2. Menunjukkan jalan nafas melakukan tindakan pasien
yang paten (klien tidak 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan 9. Mencegah hipoksia yang
merasa tercekik, irama nafas, napas dalam setelah kateter berlebihan
frekuensi pernafasan dalam dikeluarkan dari nasotrakeal
rentang normal, tidak ada 8. Monitor status oksigen pasien
suara nafas abnormal) 9. Hentikan suction dan berikan
3. Mampu mengidentifikasikan oksigen apabila pasien
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan menunjukkan bradikardi,
nafas peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management 1. Membuat jalan napas paten
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik 2. Memposisikan yang nyaman
chin lift atau jaw thrust bila perlu untuk ventilasi
2. Posisikan pasien untuk 3. Mengetahui status respirasi
memaksimalkan ventilasi pasien adekuat atau tidak
3. Identifikasi pasien perlunya 4. Membantu jalan napas supaya
pemasangan alat jalan nafas buatan paten
4. Pasang mayo bila perlu 5. Membantu mengeluarkan
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu sputum
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau 6. Mencegah penumpukan sputum
suction didalam paru
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya 7. Mengetahui adanya suara
suara tambahan tambahan
8. Lakukan suction pada mayo 8. Mencegah jalan napas tidak
9. Berikan bronkodilator bila perlu buntu
10. Berikan pelembab udara kassa 9. Vasodilatasi paru
basah NaCl lembab 10. Mencegah gesekan yang
11. Atur intake untuk cairan berlebihan
mengoptimalkan keseimbangan. 11. Menjaga balance cairan
12. Monitor respirasi dan status O2 12. Mengetahui status oksigen
pasien
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
pemenuhan 1. Nutritional Status : Food and Nutrition Management
kebutuhan nutrisi Fluid Intake 1. Pasang pipa lambung sesuai 1. Memenuhi kebuthan nutrisi
kurang dari Kriteria Hasil : indikasi, periksa posisi pipa pasien
kebutuhan tubuh 1. Adanya peningkatan berat lambung setiap akan memberikan 2. Untuk mencegah terjadinya
berhubungan dengan badan sesuai dengan tujuan makanan regurgitasi dan aspirasi
penurunan kesadaran 2. Berat badan ideal sesuai 2. Tinggikan bagian kepala tempat 3. Mengetahui jumlah intake
dengan tinggi badan tidur setinggi 30 derajat harian pasien
3. Catat makanan yang masuk
3. Mampu mengidentifikasi 4. Kaji cairan gaster, muntahan 4. Mengetahui adanya tidaknya
kebutuhan nutrisi 5. Health education tentang diet perdarahan gastrointestinal
4. Tidak ada tanda tanda dengan keluarga 5. Meningkatkan pengetahuan
malnutrisi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam keluarga
5. Tidak terjadi penurunan berat pemberian diet yang sesuai dengan 6. Memenuhi kebutuhan nutrisi
badan yang berarti kondisi pasien harian pasien

5 Nyeri akut NOC : NIC : a. Membantu dalam menentukan


berhubungan dengan - Pain level Pain Management status nyeri pasien dan menjadi
terputusnya - Pain control a. Kaji karakteristik pasien secara data dasar untuk intervensi dan
kontinuitas jaringan - Comfort level PQRST monitoring keberhasilan
Kriteria hasil: b. Lakukan manajemen nyeri sesuai intervensi
a. Mampu mengontrol nyeri skala nyeri misalnya pengaturan b. Meningkatkan rasa nyaman
(tahu penyebab nyeri, mampu posisi fisiologis dengan mengurangi sensasi
menggunakan teknik c. Ajarkan teknik relaksasi seperti tekan pada area yang sakit
nonfarmakologi untuk nafas dalam dan distraksi pada saat c. Hipoksemia lokal dapat
mengurangi nyeri) rasa nyeri datang (jika pasien sadar menyebabkan rasa nyeri dan
b. Melaporkan bahwa nyeri dan kooperatif) peningkatan suplai oksigen
berkurang dengan d. Beri manajemen sentuhan berupa pada area nyeri dapat
menggunakan manajemen pemijatan ringat pada area sekitar membantu menurunkan rasa
nyeri nyeri nyeri
c. Mampu mengenali nyeri e. Kolaborasi dengan pemberian d. Meningkatkan respon aliran
(skala, intensitas, frekuensi analgesik secara periodik darah pada area nyeri dan
dan tanda nyeri) merupakan salah satu metode
d. Menyatakan rasa nyaman pengalihan perhatian
setelah nyeri berkurang e. Mempertahankan kadar obat
dan menghindari puncak
periode nyeri
DAFTAR RUJUKAN

Bulechek, Gloria M., et al. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition.
Mosby Elsevier.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius
FK UI.

Moorhead, Sue., et al. Tanpa tahun. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2012. Nursing Diagnosis Definitions and Classification. Wiley-Blackwell.


LAPORAN PENDAHULUAN

COB

Di IGD Rs.Lavalet

Oleh :

Audina Zefa Fabela

NIM. P17211186032

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis

Oleh :
Audina Zefa Fabela
NIM. P17211186032
Telah diperiksa dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Preseptor Lahan Preseptor Akademik

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai