PENDAHULUAN
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan,persalinan dan nifas
dalam satu tahun di bagi dengan jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama dengan persen
atau permil.
Tingginya AKI di Indonesia antara lain disebabkan oleh aborsi tidak aman .SKRT
1995,Memperkirakan bahwa aborsi tidak aman berkontribusi terhadap kematian ibu sebesar
11,1% atau 1 dari setiap 9 kematian ibu. Diduga angka sebenarnya bisa mencapai 30%
(Kompas2002).penelitian di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia memperkirakan bahwa
secara nasional ada 2 juta kasus aborsi setiap tahunnya (Utomo,2001)atau sekitar 70% dari
seluruh kasus aborsi di Asia Tenggara setiap tahunnya. Dengan perkataan lain, pada setiap
1000 perempuan berusia 15-49 tahun, ada sekitar 37 kasus aborsi per tahun.
Angka yang dihimpun dari Survay Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003
menunjukkan sekitar 15.000 ibu meninggal karena melahirkan setiap tahun atau 1.279 setiap
bulan atau 172 setiap pekan atau 43 orang setiap hari atau hampir 2 orang ibu meninggal setiap
jam.
1
mampu memelihara kehidupan yang sehat untuk meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Kegiatan tersebut merupakan bagian integral dari pembangunan nasional pada
umumnya dan pembangunan desa pada khususnya.
Namun, status kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama lingkungan dan
perilaku masyarakat. Oleh karnanya, kegiatan PKMD tidak terbatas dalam kegiatan diluar
kesehatan dan perbaikan mutu hidup masyarakat. Misalnya, kegiatan usaha bersama dalam
bentuk koperasi dan sebagainya. Pengembangan PKMD tidak terbatas pada daerah pedesaan
saja, tetapi juga meliputi masyarakat perkotaan yang berpenghasilan rendah. Kegiatan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pos pelayanan terpadu (posyandu) dan 5 program (
KIA, KB, GRI, imunisasi dan penanggulangan diare) juga merupakan salah satu bentuk dari
kegiatan PKMD.
Oleh karena PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan desa, sedangkan
wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa adalah lembaga ketahanan masyarakat
desa ( LKMD ), dengan sendirinya wdah kegiatan PKMD yang bersifat lintas sektoral dengan
sendirinya merupakan bagian dari tugas tim Pembina PKMD.
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemaantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus-
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang dimaksud
meliputi pelayanan ibu hamil, ibu versalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan,
keluarga berencana, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita.
2
1.4 Manfaat Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
Kegiatan PKMD dilaksanakan atas kesadaran dan melalui usaha swadaya masyarakat
melalui gotong royong dengan menggali dan menggunakan sumber dan potensi masyarakat
setempat. Setiap keputusan dalam rangka pelaksanaan kegiatan ditetapkan oleh masyarakat
sendiri melalui musyawarah mufakat. Pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan oleh tenaga yang
berasal dari masyarakat setempat dan dipilih oleh masyarakat sendiri. Tenaga tersebut
dipersiapkan terlebih dahulu sehingga pengetahuan sikap dan keterampilan sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan.
Bantuan dan dukungan pemerintah yang bersifat lintas program dan lintas sektoral baik
dalam bentuk latihan, maupun bahan-bahan atau peralatan selalu disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat agar tidak sampai menimbulkan ketergantungan. Dari berbagai kegiatan
masyarakat tersebut minimal ada satu unsur dari 8 primary health care.
4
Namun, status kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama lingkungan dan
perilaku masyarakat. Oleh karnanya, kegiatan PKMD tidak terbatas dalam kegiatan diluar
kesehatan dan perbaikan mutu hidup masyarakat. Misalnya, kegiatan usaha bersama dalam
bentuk koperasi dan sebagainya. Pengembangan PKMD tidak terbatas pada daerah pedesaan
saja, tetapi juga meliputi masyarakat perkotaan yang berpenghasilan rendah. Kegiatan
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pos pelayanan terpadu (posyandu) dan 5 program (
KIA, KB, GRI, imunisasi dan penanggulangan diare) juga merupakan salah satu bentuk dari
kegiatan PKMD.
Oleh karena PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan desa, sedangkan
wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa adalah lembaga ketahanan masyarakat
desa ( LKMD ), dengan sendirinya wdah kegiatan PKMD yang bersifat lintas sektoral dengan
sendirinya merupakan bagian dari tugas tim Pembina PKMD.
Masyarakat berasal dari bahasa Arab ‘‘musyarakat’’ yang berarti ikut serta atau
berpartisipasi. Beberapa ahli merumuskan tentang definsi masyarakat sebagai berikut.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki ciri
sebagai berikut ( Notoadmojo, 2003 ) :
5
1. Interaksi di antara sesama anggota masyarakat. Hubungan sosial dinamis yang
menyangkut hubungan perorangan atau kelompok untuk terjadinya interaksi sosial
harus memenuhi dua syarat, yaitu interaksi sosial dan komunikasi.
2. Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu. Wilayah yang ditempati masyarakat
menurut suatu keadaan geografi, sebagai tempat tinggal komunitas, dalam ruang
lingkup yang kecil ( RT/RW/desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, atau
bahkan negara. )
3. Saling bergantung. Masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling
bergantung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tiap anggota masyarakat
mempunyai keterampilan seusai dengan kemampuan dan profesi masing-masing.
Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar tetap berhasil dalam hidup.
4. Memiliki adat istiadat tertentu atau kebudayaan. Adat istiadat dan kebudayaan
diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, mencakup bidang yang
sangat luas, diantaranya tata cara berintegrasi antar-kelompok. Kelompok yang ada
dimasyarakat, apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata pencarian, sistem
kekerabatan, dan sebagainya.
5. Memiliki identitas bersama. Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang dapat
dikenali oleh anggota masyarakat lainnya. Hal ini penting untuk menopang kehidupan
dalam bermasyarakat yang lebih luas. Identitas kelompok dapat berupa lambang,
bahasa, pakaian, simbol-simbol tertentu dari perumahan, benda-benda seperti
pertanian, mata uang, senjata tajam, kepercayaan, dan sebagainya.
Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka akan pelayanan
kesehatan dan keperawatan diperlukan suatu mekanisme yang terencana dan terorganisasi
dengan baik. Berbagai istilah kegiatan sering digunakan dalam rangka
Dengan membicarakan kebidanan komunitas akan menyangkut komunitas wanita. Inti dari
sasaran kebidanan komunitas adalah kelompok ibu ( wanita ). Kaum ibu sesuai dengan
kodratnya mengalami masa hamil, melahirkanm menyusui bayi, mengasuh dan mendidik
anaknya. Sebagai wanita, ibu memiliki hak dan kewajiban di dalam bernegara dan berbangsa
6
untuk hidup sehat dan bekerja. Dalam konsep kebidanan ibu adalah sentral dari keluarga,
karena sasaran utama dari pelayanan kebidanan adalah ibu. Bila kita membahas kesehatan ibu
tidak akan terlepas dari pembicaraan masalah ibu dan sistem reproduksinya.
Tujuan pelayanan kebidanan komunitas adalah meningkatnya kesehatan ibu dan anak
balita di dalam keluarga sehingga terwujud keluarga sehat dan sejahtera di dalam komunitas
tertentu. Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan kelompok masyarakat
(komunitas). Pelayanan kebidanan komunitas pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan
oleh bidan untuk pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak di dalam keluarga dan
masyarakat. Pelayanan kebidanan komunitas mencakup upaya pencegahan lingkungan,
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, penyembuhan, serta pemulihan kesehatan.
Berdasarkan upaya tersebut, kegitan pelayanan komunitas yang dilakukan oleh bidan
adalah :
7
3. Dirumah tersedia kotak berisi obat-obat sederhana untuk pertolongan pertama
pada kecelakaan ( P3K )
4. Tinggal di rumah dan lingkungan yang sehat
5. Selalu memperhatikan perkembangan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Kelompok masyarakat di suatu komunitas juga menjadi sasaran pelayanan
kebidanan. Kelompok tersebut terdiri dari remaja, calon ibu, dan kelompok wanita.
Kegiatan terutama penyuluhan kesehatan. Kegiatan pelayanan ini dapat dilakukan
melalui organisasi sosial yang ada di masyarakat.
1. Posyandu
Dalam rangka menurunkan angka kematian bayi. Anak balita dan angka
kelahiran, dalam pelita dengan cara membina masyarakat untuk berusaha menolong
mereka sendiri dalam melaksanakan 5 program prioritas yang mempunyai dampak
besar dan menurunkan angka kematian bayi dan balita serta menurunkan angka
kelahiran. Lima program yang dimaksud adalah KIA,KB,gizi,imunisasi daan
penanggulangan diare. Baik angka kematian maupun angka kelahiran yang tinggi, pada
umunya dirasakan oleh masyarakat sebagai hal yang perlu ditanggulangi. Oleh karena
itu penyuluhan kesehatan yang intensif perlu dilakukan baik melalui media masa
maupun melalui penyuluhan kelompok dan perorangan. Pada tahap berikutnya
masyarakat dapat diyakinkan mengenai pentingnya mengadakan survei diri (community
self survey). Hasil dari survei diri diumumkan dalam suatu pertemuan di antara sektor
yang bersangkutan.
Sesuai dengan 10 program PKK, yang diantaranya terdapat aspek kesehatan dan
keluarga berencana, para ibu PKK dapat diikutsertakan sebagai penyelenggara 5
program terpadu di desa dalam bentuk pos pelayan terpadu (posyandu) di bawah asuhan
dan bimbingan Puskesmas yang bekerja sama dengan sektor yang berkaitan. Untuk
mengembangkan pendekatan kesehatan dalam wilayah kerjanya, dokter Puskesmas dan
stafnya dibekali pedoman perencanaan tingkan Puskesmas. Hal ini penting untuk
meningkatkan kesempurnaan berpikir secara analitik dan kreatif dalam melakukan
perencanaan di tingkat Puskesmas
8
Dalam melakukan bimbingan dan asuhan terhadap Posyandu di desa wilayah
kerjanya, Puskesmas tidak mengabaikan kegiatan yang selama ini telah berjalan. Oleh
karenanya, perlu diperhatikan jumlah tenaga dan pembagian waktu tenaga yang akan
ditugaskan untuk membina pos pelayanan terpadu tersebut. Dalam hal ini dapat
dipergunakan metode lokakarya, mini Puskesmas untuk mengadakan pembagian tugas
dan tanggung jawab diantara staf Puskesmas yang ada. Sesuai dengan keadaan dan
masalah setempat, jenis kegiatan dalam dalam pos pelayanan terpadu di desa ditambah
untuk disesuaikan terutama dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
2. Dana Wisma
Peran serta masyarakat akan diperluas sampai ketingkat keluarga dengan
sepuluh keluarga atau dasa wisma sebagai satuan untuk pembinaan dalam bidang
kesehatan secara swadaya. Salah seorang dari anggota keluarga kelompok
persepuluhan itu dipilih oleh mereka sendiri untuk dijadikan pimpinan dan pembina
atau penghubung. Bidan yang ditempatkan di desa akan membina pimpinan kelompok
persepuluhan tersebut secara berkala dan menerima rujukan masalah kesehatan dari
para anggota keluarga persepuluhan tersebut di dalam wilayah kerjanya.
3. Dana Sehat
Bentuk kegiatan peran serta masyarakat lainnya adalah penyelenggaraan dana
sehat. Dana sehat adalah upaya pemeliharaan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan yang dikumpulkan dan oleh
masyarakat berdasarkan semangat gotong royong, sera dikelola secara cermat dengan
prinsip asuransi. Cara menentukannya sebagai berikut.
1. Dilakukan pendekatan edukatif PKMD
2. Dapatkan kesepakatan masyarakat dan pimpinan desa tentang pengumpulan dana
untuk pembiayaan kesehatan. Dana ini diperoleh dari pengumpulan iuran berupa
uang atau barang yang diserahkan oleh peserta ( keluarga ). Dana dihimpun oleh
pengumpul yang ditunjuk setiap bulan atau setiap musim. Berdasarkan atas
keputusan rembuh desa ( musyawarah mufakat desa ), ditetapkan pengelola dana
sehat dan keperluannya.
3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan ditetapkan oleh pengelola/pengurus dan
wakil-wakil masyarakat peserta. Pelayanan kesehatan yang disediakan sebagai
jaminan adalah bersifat komprehensif. Walaupun ada tahap awalnya, berupa
pelayanan pengobatan dasar. Apabila dana telah memungkinkan, jenis pelayanan
9
dapat dikembangkan. Fasilitas pelayanan yang dipilih sebaiknya pada tahap
pemulaan adalah fasilitas pemerintah karena biayanya murah serta mutu
pelayanan cukup memadai.
4. Penyelenggaraan pelayanan dan pengelola dana sehat bersama-sama
merencanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya pemeliharaan
kesehatan masyarakat dengan persetujuan anggotanya
5. Pengawasan dan mekanisme koordinasi dilakukan oleh kepala desa/LKMD serta
oleh tim tingkat kecamatan. Untuk itu harus disusun ketentuan dalam suatu
anggaran dasar/amggaran rumah tangga. Organisasi dana sehat, yang pada
pokonya meliputi :
a. Kewajiban dan peserta
b. Prosedur memperoleh pelayanan kesehatan
c. Kewajiban pengelola (mis,laporan pertanggungjawaban kepada peserta)
6. Umpan balik penyelenggara pelayanan kepada pengelola dana sehat dan lain-lain
7. Agar dana itu efisien, dana yang terkumpul dapat digunakan juga untuk membeli
obat sederhana untuk mengobati penyakit ringan pada anggota kader yang
dilantik khusus ( Posyandu ). Asas kesepakatan rapat anggota, dana sehat dapat
juga dipakai untuk kelestarian Posyandu, seperti pemberian makanan tambahan
pada penimbangan balita dan kegiatan simpan pinjam asalkan tingkat
pengembangannya lepas, sehingga tidak menganggu pembiayaan pemeliharaan
kesehatan.
4. PENYULUHAN
10
Peran serta masyarakat adalah keikutsertaan individu, keluarga, kelompok masyarakat
dalam setiap gerakan upaya kesehatan juga merupakan tanggung jawab kesehatan diri,
keluarga, dan masyarakat. Peran serta masyarakat merupakan hal yang mutlak perlu karena
sistem yang dianut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah gotong royong. Upaya
kesehatan bukan oleh pemerintah saja. GBHN mengamanatkan agar dapat dikembangkan suatu
sistem kesehatan nasional yang semakin mendorong peningkatan peran masyarakat.
Tujuan pembinaan adalah terwujudnya upaya yang dilakukan oleh masyarakat secara
terorganisasi untuk meningkatkan kesehatan ibu,anak,dan keluarga. Untuk mencapai tujuan
tersebut berbagai upaya yang dilakukan bidan,seperti :Peningkatan peran pemimpin
dimasyarakat untuk mendorong dan mengarahkan masyarakat.
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan status/derajat kesehatan ibu, yaitu :
11
b. Cegah “3 terlambat” : terlambat menentukan diagnosis,terlambat mengambil
keputusan dalam melakukan tindakan, dan terlambat merujuk.
c. Cegah “4 terlalu” : terlalu tua untuk hamil dan melahirkan (usia >35 tahun ), terlalu
muda untuk hamil dan melahirkan, terlalu pendek tinggi badannya ( >145 cm ),
terlalu dekat jarak kehamilan (<2 tahun )
3. Meningkatkan peran suami, keluarga, dan masyarakat dan peningkatan pengetahuan
dan kesehatan.
2.2 Pemberdayaan Individu, Keluarga, dan Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak.
Pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-KIA) adalah alat manajemen
program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA disuatu wilayah
(puskesmas/kecamatan) secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat
dan tepat terhadap desa yang cakupan pelaynan KIA-nya masoh rendah (Depkes, 1994).
Tujuan umjum PWS-KIA, yaitu meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di tiap desa
secara terus-menerus. Tujuan khususnya:
1. Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai indikator, secara teratur
(bulanan) dan berkesinambungan 9tyerus-menerus) untuk tiap desa.
12
2. Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan pencapaian sebenarnya untuk
tiap desa.
3. Menentukan uruttan desa prioritas yang akan ditangani secara intesif berdasarkan
besarnya kesenjangan antara target dan pencapaian.
4. Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia dan yang
dapat digali.
5. Membangkitkan peran pamong setempat dalam pergerakkan sasaran dan mobilisasi
sumber daya.
B. BATASAN PEMANTAUAN
13
a. Minimal satu kali kontak pada trimester 1
b. Minimal satu kali kontak pada trimester 2
c. Minimal satu kali kontak pada trimester 3
7. Kunjungan neonatus (KN) adalah kontak neonatus dengan tenaga kesehatan minimal
dua kali.
a. Kunjungan pertama kali pada hari pertama dengan hari ketujuh (sejak 6 jam setelah
lahir)
b. Kunjungan kedua kali pada hari kedelapan sampai hari keduapuluh delapan)
c. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bukan merupakan kunjungan
neonatus
8. Cakupan akses adalahg persenatasie ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu
tertentu, yang pernah mendaoat pelayanan antenatal sesuai standar, paling sedikit satu
selama kehamilan. Cara menghitungnya adalah sebagai berikut: jumlah kunjungan
barub ibu hamil yang ada disuatu wilayah kerja dalam kurun waktu satu tahun,
dikalikan 100%.
9. Cakupan ibu hamil (cakupan K4) pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit
empat kali, yaoitu minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan
kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga. Cara mkenghitungnya adalah sebagai berikut:
jumlah ibu hamil yang telah menerima K4 dibagi jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun
waktu satu tahun, dikalikan 100%.
10. Sasaran ibu hamil adalah jumlah semua ibu hamil diwilayah dalam kurun waktu satu
tahun. Angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara:
a. Angka sebenarnya yang diperoleh dari accah jiwa
b. Angka perkiraan, menggunakan rumus:
1) Angka kelahiran kasar (CBR) X 1,1 X jumlah penduduk setempat; dengan
pengambilan angka CBR dari provinsi atau jika ada dari kabupaten setempat.
2) 3% x jumlah penduduk setempat.
11. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah persentase ibu bersalin
disuatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang ditolong persalinannya oleh tenaga
kesehatan. Cara menghitungnya adalah sebagai berikut: jumlah persalinan yang
ditolong oleh nakes (tidak tergantung pada tempat pelayanan) dibagi dengan seluruh
jumlah persalinan yang ada disuatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun) dikalikan
100%. Jumlah seluruh persalinan disuatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun dapat
dihitung dengan rumus sebgaai berikut:
14
a. Angka kelahiran kasar (CBR) x 1,05 x jumlah penduduk setempat dengan CBR
mengambil dari angka provinsi atau jika ada dari angka kabupaten setempat.
b. 2,8% x jumlah penduduk setempat.
12. Cakupan penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat adlah persentasi ibu hamil
berisiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi, dan kemudian dirujuk ke
puskesmas atau nakes dalam kurun waktu tertentu.
13. Cakupan ibu hami berisiko oleh tenaga kesehatan adalah persentasoi ibu hamil berisiko
yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh kader/dukun bayi yang telah
dipastikan oleh nakes, yuang kemudian ditindaklanjuti (dipantau secara intensif dan
ditangani sesuai kewenangan dan/atau dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi),
cara menghitungnya sebagai berikut: jumlah ibu hamil yang berisiko dirujuk oleh
dukun bayi dan kader dibagi dengan jumlah sasaran ibu hamil yang ada disuatu wilayah
dalam kurun waktu satu tahun, dikalikan 100%. Diperkirakan persentase ibu hamil
berisiko mencapai 15-20% dari seluruh ibu hamil.
14. Ibu hamil berisiko adalah ibu hamil yang memiliki faktor resiko dan risiko tinggi,
kecuali ibu hamil normal.
15. Cakupan kunjungan neonatus (KN) adalah persentase neonatus yang memperoleh
pelayanan kesehatan minimal 2 kali dari nakes 1 kali pada usia 0-7 hari dan 1 kali pada
usia 8-28 hari. Cara menghitungnya:jumlah kunjungan neonatus yang mendapatkan
pelayanan kesehatan oleh nakes minimal 2 kali dibagi dengan jumlah seluruh sasaran
bayi yang ada disuatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun, dikalikan 100%.
C. INDIKATOR PEMANTAUAN
Indikator pemantauan program KIA ysng dipakai untuk PWS-KIA meliputi indikator
yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA. Ditetapkan 6
indikator PWS-KIA:
1. Akses pelkayanan antenatal (cakupan K1). Indikator akses ini digunakan untuk
mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam
menggeroiakkan masyarakat. Rumus yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai
berikut:
Jumlah kunjunghan baru (K1) ibu hami dibagi jumlah sasaran ibu hamil dalam satu
tahun x 100%.
15
2. cakupan ibu hamil (cakupan K4). Dengan indikator ini, dapat dapat diketahui cakupan
pelayanan
antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang
ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil disuatu wilayah,
selain menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Jumlah kunjungan ibu hamil dibagi jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun x 100%.
3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Dengan indikator ini dapat diperkirakan
proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan
kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan secara
profesional. Rumus yang digunakan sebagai berikut: jumlah persalinan oleh tenaga
kesehatan dibagi jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahunx 100%.
4. Penjaringan (deteksi) ibu hamil berisiko oleh masyarakat. Dengan indikatorn ini dapat
diukur tingkat kemampuan dan peran serta masuyarkat dalam melakukan deteksi ibu
hamil berisiko disuatu wilayah. Rumus yang digunakan sebagai berikut: jumlah ibu
hamil yang berisiki yang dirujuk oleh dukun bayi/kader ke tenaga kesehatan dibagi
jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun x 100%.
5. Penjaringan (deteksi) ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan. Dengan indikator ini
dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh program KIA dan harus
ditindaklanjuti dengan intervensi secara intensif. Rumus yang digunakan sebagai
berikut: jumlah ibu hamil yang berisiko yang ditemukan oleh tenaga kesehatan dan atau
dirujuk oleh dukun bayi dan kader dibagi jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu
tahun x 100%.
6. Cakupan pelayanan neonatus (KN) oleh tenaga kesehatan. Dengan indikator in dapat
diketahui jangkauan dan kualitas pekayanankesehatan neonatus. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut: jumlah kunjungan neonatal yang mendapat
pelayanan kesehatan minimal 2 kali oleh tenaga kesehatan dibagi jumlah seluruh
sasaran ibu hamil dalam satu tahun x 100%.
D. GRAFIK PWS-KIA
PWS-KIA disajikan dalam bentuk grafik dalam tiap indikator yang dipakai juga
menggambarkan pencapaian tiap desa dalam tiap bulan. Dengan demikian, tiap bulan
dibuat 6 grafik: grafik cakupanj K1, grafik cakupan K4, grafik cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan, greafik penjaringan ibu hamil berisiko oleh masyarakat, grafik
penjaringan ibu hamil berisiko oleh tenaga kesehatan, dan grafik cakupan neonatus oleh
16
tenaga kesehatan. Semua itu dipakai untuk alat pemantauan program KIA, sedangkan
grafik cakupan K1 dan frafik cakupan K4, dapat dimanfaatkan juga unutk a;lat motivasi
dan komunikasi lintas sektor.
Penggambaran grafik
1. Menetukan terget rata-rata perbulan untuk menggambarkan skala pada grafik vertikal
(sumbu Y). misalnya, target cakupan ibu hami baru (cakupan K1) dalam satu tahun
ditentukan 90% (garis a), sasaran rata-rata setiap bulan: 90% dibagi 12 bulan=7,5%.
Dengan demikian sasaran pencapaian kumulatif sampai dengan bulan april
adalah(4x7,5% = 30%) (garis b).
2. Hasil perhitungan pencapaian kumulatif cakupan K1 sampai buan apri dimasukkan
dalam jalur % kumulatif secara berurutan sesuai peringkat. Pencapaian tertinggi
disebelah kiri dan terendah disebelah kanan, sedangkan pencapain untuk puskesmas
dimasukkan kedalam kolom terakhir.
3. Nama desa bersangkutan dituliskan dalam lajur desa, sesuai dengan cakupan kumulatif
masing-masing desa yang dituliskan pada butir b diatas.
4. Hasil perhitungan pencapain bulan ini (april) dan bulan lalu (maret) untuk tiasp desa
dimasukkan kedalam lajur masing-masing.
5. Gambar anak panah digunakan untuk mengisi lajur trend. Jika pencapaian cakuipan
bulan ini lebih besar dari cakupan bulan lau, digambar anak panah yang menunjuk ke
atas. Sebaliknya, untuk cakupan bulan ini yang lebih rendah dari cakupan bulan lalu,
digambarkan anak panah yang menunjuk kebawah, sedangkan untuk cakupan yang
tetap atau sama digambarkan dengan tanda (-).
Grafik PWS-KIA perlu dianalisa dan ditafsirkan, agar diketahui desa mana yang paling
memerlukan perhatian dan tindak lanjut yang perlu dilakukan.
Dari matriks diatas, dapat disimpulkan adanya 4 macam status cakupan desa, yaitu sebagai
berikut.
17
1. Status baik adalah desa dengan cakupan di atas target yang ditetapkan oleh bulan april
2007 dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang meningkat ayau tetap jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa-desa ini adalah desa A dan C. jika
keadaan tersebut berlanjut, desa-desa tersebut akan memcapai atau melebihi terget
tahunan yang ditentukan.
2. Status kurang adalah desa dengan cakupan diats target yang ditetapkan untuk bulan
april 2007 dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika
dibandingkan dengan cakupan bulan lalu. Desa dengan kategori adalah desa B, yang
perlu mendapatkan perhatian karena cakupan bulan lalu ini hanya 6%. Jika cakupan
terus menurun, desa tersebut tidak akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
3. Status cukup adalah dengan dengan cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk
bulan april 2007, dan mempunyai kecenderungan cakupanb bulanan yang meningkat
jka dibandingjan dengan cakupanb bulan lalu. Dengan dengan kategori adalah desa E,
yang perlu didorong agar cakupan bulanan selanjutnya tidak lebih kecil daripada
cakupan bulannan minimal. Jika keadaan tersebut dapat terlaksana, kemungkinan besar
desa ini akan mencapai target tahunan yang ditentukan.
4. Status buruk adalah cakupan dibawah target yang ditetapkan untuk bulan april 2007
dan mempunyai kecenderungan cakupan bulanan yang menurun jika dibandingkjan
cakupan bulanna yang lalu. Desa dalam kategori ini adalah desa D, yang perlu
diprioritaskan untuk pembinaan agar cakupan bulanan minimal agar dapat mengejar
kekurangan target sampai bulan april 2007 sehingga dapat pula mencapai target tahunan
yang ditentukan.
1. Bagi desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA perlu
dilanjutkan dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan.
2. Desa berstatus kurang, terutama yang berstatus buruk perlu diprioritaskan untuk
pembinaan selanjutnya. Perlu dilakukan analisis lebih mendalam serta dicari penyebab
18
rendahnya atau menurunnya cakupan bulanan hingga dapat diupayakan cara
penanganan masalah secara spesifik.
3. Intervensi dan kegiatan bersifat teknis (termasuk segi penyediaan logistic) harus
dibicarakan dalam mini lokakarya puskesmas dan rapat Dinas Kesehatan Dati II ( untuk
bantuan dari Dati II).
4. Intervensi dan kegiatan yang bersifat non teknis ( utnuk motivasi, penggerakan sasaran,
dan mobilisasi sumber daya di masyarakat) harus dibicarakan dalam rapat koordinasi
kecamatan.
F. PELEMBAGAAN PWS-KIA
Disamping itu telah diterbitkan pula surat edaran Mentri dalam negeri
No.44/1300/PUOD tanggal 10 April 1990, kepada se;uruh gubernur KDH dan semua
bupati/walikotamadya seluruh Indonesia untuk mendukung PWS. Dalam upaya pelembagaan
PWS-KIA dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.
19
dihadapi dapat dipahami bersama, terutama yang berkitan dengan motivasi dan
penggerakan penduduk sasaran.
Supervisi yang terarah dan berkelanjutan merupakan sistem pembinaan yang efektif bagi
pelembagaan PWS. Dalam pelaksanaannya, supervisi dilaksanakan dengan pengisian checklist
yang akan digunakan dalam supervisi di tingkat puskesmas dan kabupaten, untuk kemudian
dianalisis dan ditindaklanjuti.
Pengumpulan dan pengolahan data merupakan kegiatan pokok dari PWS-KIA. Data yang
dicatat per desa dan kemudian dikumpulkan tingkat puskesmas akan di laporka sesuai jenjang
administrasi. Jenis data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS-KIA adalah
sebagai berikut.
1. Data sasaran
a. Jumlah seluruh ibu hamil
b. Jumlah seluruh ibu bersalin
c. Jumlah seluruh bayi berusia kurang dari 1 bulan (neonatus)
d. Jumlah seluruh bayi
2. Data pelayanan
a. Jumlah K1
b. Jumlah K4
c. Jumlah ibu hamil beresiko yang dirujuk oleh masyarakat
d. Jumlah ibu hamil beresiko yang dilayani oleh tenaga kesehatan
e. Jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga professional
f. Jumlah bayi berusia kurang dari 1 bulan yang dilayani oleh tenaga kesehatan
minimal 2 kali.
Sumber data yang diperlukan untuk melaksanakan PWS-KIA umumnya berasal dari.
20
Data tingkat puseksmas dikumpulkan dan kemudian di olah laporan ini dikirimkan setiap
bulan, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikut. Dinas kesehatan Dati II membuat
rekapitulasi laporan puskesmas untuk dikirimkan keprovinsi selambat lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya. Selanjutnya provinsi membuat rekapitulasi laporan kebupaten untuk
dikirimkan kepusat. Laporan ini dikirimkan kepusat setiap triwulan, paling lambat satu bulan
triwulan tersebut berakhir.
1. Peningkatan pelayanan antenatal disemua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik
serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
2. Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujuakn kepada peningkatan oleh
tanaga professional secara berangsur.
3. Peningkatan deteksti dini resiko tinggi ibu hamil baik oleh tenaga kesehatan maupun di
masyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatan secara terus
menerus.
4. Peningkatan pelayanan neonatus (bayi berusia kurang dari 1 bulan ) dengan mutu yang
baik dan jangkauan yang setinggi-tingginya.
Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selasma
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku
pedoman pelayanan antenatal utnuk petugas puskesmas. Walaupun pelayanan antenatal
lengkapnya mencakup semua hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan
kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, intevensi dasar dan khusus (sesuai resiko
yang ada), dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal 5T untuk pelayanan
antenatal.
Ditetapkan pula bahwa ferkuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagi berikut:
21
Minimal 1 kali pada triwulan kedua
Minimal 2 kali pada triwulan ketiga
Pertolongan Persalinan
Dalam program KIA dikenal beberapa jenis tenaga yang memberikan pertolongan
persalinan kepada masyarakat. Jenis-jenis tenaga tersebut.
1. Tenaga professional dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan
(PKE), dan perawat-bidan
2. Dukun bayi
a. Terlatih, dukun bayi yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan
yang dinyatakan lulus
b. Tidak terlatih, dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau
dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
1. Sterilitas
2. Metode persalinan yang memenuhi persayaratan teknis medis
3. Merujuk kasus yang memerlukan tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Untuk menurunkan angka kematian ibu secara bermakna, kegiatan deteksi ibu hamil
beresiko perlu lebih digalakkan baik difasilitas pelayanan KIA maupun dimasyarakat. Dalam
rangka itulah deteksi ibu hamil beresiko perlu difokuskan kekeadaan yang menyebabkan
kematian ibu bersalin dirumah dengan pertolongan dukun bayi. Berikut ini adalah beberapa
faktor resiko pada ibu hamil.
22
Pelayanan Neonatus
Dewasa ini 45% kematian bayi terjadi pada usia kurang dari 1 bulan. Penyebab utama
kematian neonatus adalah tetanus neonatorum, gangguan yang timbul pada bayi berat lahir
rendah (BBLR) dan asfiksia. Upaya yang dilakukan untuk mencegah kematian neonatus
diutamakan pada pemeliharaan kehamilan sebaik mungkin, pertolongan persalinan 3 bersih
(bersih tangan penolong, alat pemotong tali pusat, dan alas tempat tidur) dan perawatan bayi
baru lahir yang adekuat termasuk perawatan tali pusat yang higenis.
Selain hal tersebut diatas, dilakukan pula upaya deteksi dini neonatus resiko tinggi agar
segera dapat diberikan pelayanan yang diperlukan. Resiko tinggi pada neonatus meliputi:
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan PKMD dilaksanakan atas kesadaran dan melalui usaha swadaya masyarakat
melalui gotong royong dengan menggali dan menggunakan sumber dan potensi masyarakat
setempat. Setiap keputusan dalam rangka pelaksanaan kegiatan ditetapkan oleh masyarakat
sendiri melalui musyawarah mufakat. Pelaksanaan pekerjaan dilaksanakan oleh tenaga yang
berasal dari masyarakat setempat dan dipilih oleh masyarakat sendiri. Tenaga tersebut
dipersiapkan terlebih dahulu sehingga pengetahuan sikap dan keterampilan sesuai dengan
kegiatan yang dilakukan.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak yang tentunya lebih dapat dipertanggung jawabkan.
24