Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien. Apoteker berperan dalam memberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terkait terapi pengobatan yang dijalani pasien, mengarahkan pasien untuk melakukan pola hidup sehat sehingga mendukung agar keberhasilan pengobatan dapat tercapai, dan melakukan monitoring hasil terapi pengobatan yang telah dijalankan oleh pasien serta melakukan kerja sama dengan profesi kesehatan lain yang tentunya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (ISFI, 2000). Pelayanan kefarmasian mulai berubah orientasinya dari drug oriented menjadi patient oriented. Perubahan paradigma ini dikenal dengan nama pharmaceutical care atau asuhan pelayanan kefarmasian. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan pola pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Pola pelayanan ini bertujuan mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional yaitu efektif, aman, bermutu dan terjangkau bagi pasien (Depkes RI, 2008). Hal ini meningkatkan tuntutan terhadap pelayanan farmasi yang lebih baik demi kepentingan dan kesejahteraan pasien. Asuhan kefarmasian merupakan komponen dari praktik kefarmasian yang memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien untuk menyelesaikan masalah terapi pasien, terkait dengan obat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Kemenkes RI, 2011). Akibat dari perubahan paradigma pelayanan kefarmasian, apoteker diharapkan dapat melakukan peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta sikap sehingga diharapkan dapat lebih berinteraksi langsung terhadap pasien. Adapun pelayanan kefarmasian tersebut meliputi pelayanan swamedikasi terhadap pasien, melakukan pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, maupun pelayanan terhadap perbekalan farmasi dan kesehatan, serta dilengkapi dengan pelayanan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap pasien serta melakukan monitoring terkait terapi pengobatan pasien sehingga diharapkan tercapainya tujuan pengobatan dan memiliki dokumentasi yang baik (Depkes RI, 2008). Definisi Asuhan Kefarmasian Menurut American Society of Hospital Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and Strand, 1990). Outcome yang dimaksud adalah (Heppler and strand, 1990): 1. Merawat penyakit. 2. Menghilangkan atau menurunkan gejala. 3. Menghambat atau memperlama proses penyakit. 4. Mencegah penyakit atau gejala. Fungsi Asuhan Kefarmasian Fungsi dari asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah (Heppler and strand, 1990): 1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat. 2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat. 3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat. 4. Implementasi dari asuhan kefarmasian di rumah sakit dapat dilakukan pada pasien rawat jalan melalui informasi, konseling, dan edukasi untuk obat bebas dan obat yang diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur, buku edukasi, pembuatan buku riwayat pengobatan pasien, serta jadwal minum obat. Untuk pasien rawat inap melalui informasi dan konseling pasien masuk/keluar, DIS (Drug Information Service), TDM (Terapeutic Drug Monitoring), TPN (Total Parenteral Nutrition), Drug-Therapy Monitoring, Drug Therapy Management, dan sebagainya. Assesment Bertemu dengan Pasien Menetapkan hubungan terapi Meperoleh Informasi yang Menetapkan siapa pasien anda relevan dari pasien dengan cara memepelajari alasan untuk menemui, demografi pasien, pengobatan dan informasi klinis lainnya. Membuat keputusan terapi Menetapkan kebutuhan obat rasional menggunakan pasien yang dijumpai (indikasi, Pharmacotherapy work up efektifitas, keamanan, kepatuhan), identifikasi DRP. Care Plan Menetapkan tujuan terapi Memilih intervensi yang tepat untuk : resolusi DRP Menghargai goal terapi Mencegah Masalah terapi obat
Membuat jadwal follow-up Menetapkan jadwal secara tepat
evaluation dan klinis bagi pasien Follow-up Menetapkan bukti klinik/lab Evaluasi efektifitas pasien outcome terbaru dan farmakoterapi Evaluation membandingkan terhadap tujuan terapi yang ditetapkan sebagai efektifitas terapi obat Menetapkan bukti klinis/lab Evaluasi keamanan adverse effect untuk menetapkan keamanan terapi farmakoterapi obat Menetapkan kepatuhan pasien Status dokumen klinis dan Membuat keputusan perubahan dalam famakoterapi sebagaimana yang diatur dalam yang diperlukan terapi obat Menilai pasien untuk DRP Identifikasikan DRP terbaru dan terbaru penyebabnya Jadwalkan evaluasi selanjutnya Sediakan perawatan lanjutan
Metode Asuhan Kefarmasian
Metode asuhan kefarmasian adalah sebagai berikut: 1. Metode SOAP (Subjective, Objectif, Assesment, Plan) a. Subjective dari metode SOAP adalah data-data yang dirasakan oleh pasien yang bersifat subjektif misalnya sakit kepala, sesak nafas dan lain-lain. Data tentang apa yang dirasakan pasien atau apa yang dapat diamati tentang pasien merupakan gambaran apa adanya mengenai pasien yang dapat diperoleh dengan cara mengamati, berbicara, dan merespon dengan pasien. b. Objective adalah data-data yang bersifat objektif dan bisa dibuktikan atau diukur dengan angka dan data tertentu misalnya hasil pemeriksaan SGPT, SGOT, tekanan darah,gula darah, respitory rate dan lain sebagainya. Atau dapat juga dikatakan riwayat pasien yang terdokumentasi pada catatan medik dan hasil berbagai uji dan evaluasi klinik misalnya, tanda-tanda vital, hasil test lab, hasil uji fisik, hasil radiografi, CT scan, ECG, dan lain-lain. c. Assesment adalah penilaian dari 8 DRP (Drug Related Problem) atau masalah terkait obat yang menggambarkan suatu keadaan, dimana menilai adanya ketidaksesuaian pengobatan dalam mencapai terapi yang sesungguhnya. Misalnya apakah dosisnya kurang atau lebih dan ada tidak indikasi yang belum diobati misalnya pasien merasa pusing tapi tanpa ada obat pusing atau tekanan darahnya tinggi tapi belum ada obat yang untuk menurunkan tekanan darahnya dan lain sebagainya, ada juga obat tanpa indikasi misalnya pasien mendapatkan paracetamol tanpa ada indikasi penggunaan paracetamol yang tepat selain itu juga perlu diperhatikan penggunaan obat yang kurang tepat misalnya pasien arthirits reumathoid mendapatkan aspirin dengan dosis 500mg, tapi pasien mempunyai ulkus peptik maka perlu penilaian apakah aspirin tersebut cocok untuk pasien tersebut dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Selain itu reaksi obat yang tidak dikehendaki apakah pasien mempunyai suatu alergi tertentu atau adakah potensi reaksi obat yang tidak dikehendaki yang potensial muncul pada pasien atau reaksi obat yang aktual yang sudah muncul. Selain itu juga interaksi obat perlu mendapatkan perhatian pada pasien, dengan obat akan memungkinkan menimbulkan masalah misalnya saja pada pasien dengan antihipertensi dan NSAID itu akan memunculkan interaksi dan masih banyak lainnya. Selain itu apakah pasien gagal mendapatkan obat itu perlu diperhatikan misalnya pada pasien miskin perlu diperhatikan bagaimana cara pasien supaya tetap mendapatkan obat jika pasien menderita penyakit-penyakit yang mutlak membutuhkan obat dan tidak putus obat seperti pada kasus pasien TB paru. d. Plan adalah tindak lanjut dari assesment atau penilaian yang sudah kita lakukan misalnya ada masalah di pasien gagal mendapatkan obat, dosis berlebih, interaksi obat serta indikasi tanpa obat. Hal-hal yang akan dilakukan terhadap pasien,meliputi treatment yang diberikan,termasuk obat yang harus dihindari,parameter pemantauan (terapi dan toksisitas) dan endpoint therapy informasi pada pasien. Kita dapat membuat rencana terkait hal tersebut misalnya jika gagal mendapatkan obat kira-kira faktor apa yang menyebabkan hal ini terjadi, apakah obatnya terlalu mahal atau seperti apa misalnya. jika obat terlalu mahal kita bisa menyarankan mengganti dengan generik ataupun membeli setengahnya dahulu, jika dosisnya berlebih kita bisa mengatur supaya dosis diturunkan serta jikaada interaksi bisa diatur misalnya jadwal penggunaan obat atau memanajemen efekyang mungkin timbul. Selain itu juga bisa melakukan monitoring terkait terapi yang berjalan misalnya monitoring efektivitas apakah obat-obat tersebut sudah efektif dalam mengendalikan asam uratnya ataupun interaksi obat ada tidak yang menimbulkan makna klinis dan berbahaya serta ada tidaknya efek sampinga tau ADR yang muncul. ADR ini yang perlu diperhatikan adalah ADR yang bersifat aktual dan potensial terjadi dan bagaimanacara mengatasinya. karena satu obat bisa memiliki ratusan efek samping maka yang perlu diperhatikan adalah efek samping yang sering terjadi misalnya adalah efek samping sedasi atau ngantuk pada penggunaan chlorpheneramin maleat dan efek samping yang membahayakan misalnya terjadinya steven johnson syndrome. serta memonitor faktor resiko yang dimiliki oleh pasien misalnya konsumsi gula pada pasien diabetes. 2. Metode PAM ( Problem, Assesment/Action, Monitoring) a. Problem Problem yaitu mengumpulkan dan menginterpretasikan semua informasi yang relevan utk mengidentifikasikan masalah yang aktual dan potensial. b. Assesment/Action Action berupa upaya untuk mengatasi problem –problem tersebut secara efektif, menetapkan dan melaksanakan semua tindakan yang perlu dilakukan. c. Monitoring Monitoring merupakan pemantauan terhadap problem klinik, nutrisi psikososial yang sesuai dengan kondisi pasien (home care). 3. Metode FARM (Finding, Assessment, Resolution, Monitoring) a. Finding Finding atau temuan klinis menunjukan apakah suatu masalah terkait obat potensial atau mungkin terjadi atau memang sudah terjadi. Terdiri dari data demografis pasien seperti nama, usia, jenis kelamin dan semua temuan subjektif maupun objektif terkait. b. Assessment Assesment atau penilaian masalah meliputi bagaimana, derajat, tipe, dan signifikansi masalah, terdapat proses berpikir yang sampai pada kesimpulan atau penilaian bahwa masalah terkait obat memang ada atau tidak dan apakah intervensi atau pemantauan aktif diperlukan atau tidak. c. Resolution Resolution atau penyelesaian masalah terkait rekomendasi farmasi tentang usulan untuk mengatasi masalah terkait obat dengan pertimbangan semua alternatif pilihan terapi baik terapi farmakologi maupun non farmakologi. d. Monitoring Monitoring ditujukan untuk pemantauan endpoint dan outcomes untuk memberikan jaminan pengobatan dapat memberikan hasil yang optimal bagi pasien. Parameter pemantauan untuk menilai efikasi termasuk perbaikan atau hilangnya tanda tanda gejala dan abnormalitas yang tadinya ada pada pasien. Strategi untuk Melakukan Asuhan Kefarmasian Strategi untuk melakukan asuhan kefarmasian adalah sebagai berikut: 1. Rawat Inap a. Ikut berperan aktif melakukan visite/kunjungan ke pasien, baik secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan lain untuk mengamati kondisi pasien secara langsung. b. Melakukan penilaian/evaluasi informasi dari data subjektif dan objektif yang telah dikumpulkan untuk menetapkan masalah pasien. c. Melakukan penilaian rasionalitas pengobatan. d. Mengidentifikasi potensi terjadinya efek samping obat. e. Mengidentifikasi adanya Adverse Drug Reaction (ADR) - Mengkonfirmasi ADR yang muncul ke dokter yang membuat Resep. - Mengusulkan rekomendasi kepada dokter terkait ADR yang terjadi. - Mendokumentasikan solusi rekomendasi yang di usulkan kepada dokter. f. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Terapi a) Menilai efektifitas pengobatan - Melakukan wawancara langsung kepada pasien untuk menanyakan kondisi pasien setelah diberi terapi. - Menilai tingkat keberhasilan terapi dengan melihat hasil tes laboratorium setelah pemberian terapi. b) Efek Samping Obat - Menilai secara teoritis obat-obat yang dicurigai menimbulkan efek samping ke pasien, bertanya langsung ke pasien apakah ada keluhan baru setelah di berikan terapi. - Memberikan rekomendasi penanganan efek samping obat kepada dokter, seperti penghantian obat apabila efek samping tidak dapat ditoleransi dan dapat membahayakan pasien, atau memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman. - Bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam pencegahan atau penanganan apabila terjadi efek samping obat. c) Memberikan perhatian lebih kepada pasien yang menggunakan terapi obat dengan indeks terapi sempit, misalnya penggunaan digoksin dan obat antiepilepsi. g. Mendokumentasikan semua kegiatan dalam data medik pasien ataupun rekam pengobatan pasien. h. Memberikan KIE kepada pasien ataupun keluarga pasien - Memberikan pemahaman kepada pasien tentang pentingnya kepatuhan minum obat demi kesembuhan dirinya sendiri. - Memberikan arahan kepada keluarga pasien untuk selalu memberikan support (untuk memberikan dukungan moril kepada pasien). 2. Rawat Jalan a. Melakukan penilaian/evaluasi informasi dari data subjektif dan objektif yang telah dikumpulkan untuk menetapkan masalah pasien. b. Melakukan penilaian rasionalitas peresepan. c. Mengidentifikasi potensi terjadinya efek samping obat. d. Mengidentifikasi adanya masalah terkait obat (Drug Related Problem) - Mengkonfirmasi DRP yang muncul ke dokter yang membuat Resep. - Mengusulkan rekomendasi kepada dokter terkait ADR yang terjadi. - Mendokumentasikan solusi rekomendasi yang di usulkan kepada dokter. e. Melakukan Monitoring dan Evaluasi pengobatan - Menilai efektifitas pengobatan: melakukan wawancara langsung kepada pasien untuk menanyakan kondisi pasien setelah diberi terapi apabila pasien kembali ke apotek untuk menebus obat. - Efek Samping Obat : melakukan wawancara langsung saat pasien kembali ke apotek untuk menanyakan apakah ada keluhan baru setelah di berikan obat. f. Memberikan rekomendasi penanganan efek samping obat kepada dokter, seperti penghentian obat apabila efek samping tidak dapat ditoleransi dan dapat membahayakan pasien, atau memberikan alternative pengobatan lain yang lebih aman. g. Mendokumentasikan ke dalam rekam pengobatan pasien. h. Memberikan KIE. Memberikan informasi kepada pasien tentang tata cara penggunaan obat yang meliputi aturan pakai, dosis, penyimpanan obat serta efek samping yang mungkin muncul dari penggunaan obatnya. 3. Swamedikasi a. Membangun hubungan professional antara farmasis dengan pasien. b. Mencari solusi dari masalah yang dialami pasien. c. Memilih terapi yang sesuai dengan keluhan pasien berdasarkan efektifitas, kecocokan, kepraktisan biaya dan keamanan (untuk kasus-kasus penyakit ringan). d. Memberikan informasi kepada pasien tentang tata cara penggunaan obat yang meliputi aturan pakai, dosis, penyimpanan obat serta efek samping yang mungkin muncul dari penggunaan obatnya. e. Melakukan pengawasan yaitu tindak lanjut kepada penderita seperti menelepon penderita 2 hari setelah pemberian obat antibiotic, atau menghubungi penderita hipertensi (apabila pasien memang sering menkonsumsi obat tersebut sesuai peresepan dokter) 7 hari setelah pemberian obat untuk menentukan efek samping obat yang merugikan. f. Merekomendasikan pasien untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter, apabila pengobatan dengan swamedikasi tidak efektif (sakit masih berlanjut lebih 3 hari.