Anda di halaman 1dari 7

Nama/Nim : Lia Ariani/1705095032

Kelas : BK-A 2017

Mata Kuliah : BK di SD

HASIL OBSERVASI (PENGAMATAN)

Waktu dan Tempat Observasi

Hari/Tanggal : Sabtu 04 Mei 2019

Tempat : SD Negeri 020 Tenggarong

Waktu : 09.30-11.00 WITA

Masalah yang ditemukan

Terdapat salah satu anak dari kelas 6, Anak tersebut berasal dari keluarga
anak jalanan, tanpa ayah yang pasti. Diketahui sejak kecil, anak tersebut telah diajari
untuk berbohong, menipu, dan tahan banting, (apa pun yang telah dilakukan jika
ketahuan harus berkata tidak). Anaknya bandel dalam diam. Apabila dinasihati atau
dimarahi guru karena kesalahannya, tidak pernah membantah atau berkomentar,
hanya tersenyum dan diam. Namun tidak pernah terjadi perubahan apa pun, tetap
mengulang kesalahan yang sama.
Kepada teman-temannya, ia melakukan provokasi supaya melakukan hal-hal
jelek, jika ketahuan guru, sangat pintar untuk memutarbalikkan fakta supaya terhindar
dari kesalahan. Hukuman kekerasan selalu dilakukan sang ibu jika terjadi
percekcokan. Selain itu, anak ini mudah sekali jatuh cinta kepada setiap laki-laki,
tidak pernah memilih dan menyeleksi baik sifat ataupun fisik. Bahkan terkesan sangat
murahan. Di kelas suka melamun, malas mengerjakan tugas-tugas, belajar, dan
mengikuti pelajaran. Terlihat secara nyata tidak pernah belajar.
Kemudian ditemukan juga siswa dikelas yang sama, yang dikeluarkan dari
sekolah karena kedapatan sudah hamil duluan sebelum waktunya, padahal hanya
beberapa bulan saja anak itu akan lulus dari sekolah tersebut

Analisis Masalah

Bagaiamana cara mengatasi yang tepat untuk membawa anak tersebut kejalan
yang baik sewajarnya sebagai pelajar tingkat SD hendaknya seorang guru BK melihat
permasalahan konseli di beberapa sisi apa yang menyebabkan siswa tersebut sampai
berbuat seperti itu disekolah dengan mengapa anak tersebut diajari untuk berbohong,
menipu, dan tahan banting, (apa pun yang telah dilakukan jika ketahuan harus berkata
tidak). Mengapa anaknya bandel dalam diam. Apabila dinasihati atau dimarahi guru
karena kesalahannya, tidak pernah membantah atau berkomentar, hanya tersenyum
dan diam. Namun tidak pernah terjadi perubahan apa pun, tetap mengulang kesalahan
yang sama. Kepada teman-temannya, ia melakukan provokasi supaya melakukan hal-
hal jelek, jika ketahuan guru, sangat pintar untuk memutarbalikkan fakta supaya
terhindar dari kesalahan. Hukuman kekerasan selalu dilakukan sang ibu jika terjadi
percekcokan. Selain itu, anak ini mudah sekali jatuh cinta kepada setiap laki-laki,
tidak pernah memilih dan menyeleksi baik sifat ataupun fisik. Bahkan terkesan sangat
murahan. Di kelas suka melamun, malas mengerjakan tugas-tugas, belajar, dan
mengikuti pelajaran. Terlihat secara nyata tidak pernah belajar.

Maka selain melihat dari berbagai sisi seperti dalam diri anak tersebut
konselor juga harus mengetahu bagaimana tripusat pendidikan dari anak (Lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat dan teman sebaya). Dalam
lingkungan keluarga konselor harus mengetahui bagaimana pola asuh orang tua
terhadap anaknya dirumah apakah penuh kasih sayang atau penuh tekanan, apa
alasannya orang tua dan dirinya menyuruh anaknya berbohong dan selalu membela
diri walaupun salah. Hal yang dilakukan konselor adalah melakukan konseling,
seperti yang kita ketahui sendiri konseling adalah layanan bantuan yang diberikan
oleh konselor atau guru BK yang memiliki sertifikat atau surat izin dalam
melaksanakan kegiatan tersebut secara face to face (tatap muka) untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi seoptimal mungkin, untuk dapat mengatasi masalah konseli
dan menyelesaikannya, seorang konselor harus memiliki data penunjang dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut.

Maka penulis mengambil suatu teori yang sudah lama yaitu dengan
pendekatan direktif yang tokoh sebagai pengembangnya adalah William Son, yang
sekarang telah berkembang menjadi berbagai pendekatan contohnya saja pendekatan
Client-Centered yang dimana teori ini memandang manusia itu dari lahir positif dan
memiliki kemampuan dan memiliki tanggung jawab dalam menyelesaikan
masalahnya. Dalam pendekatan direktif ini konselor melalui tahapan-tahapan, tahap-
tahap tersebut merupakan langkah-langkah konseling yang sudah ada tentu harus urut
dalam pelaksanaannya. Adapun langkah-langkah konseling ‘ciri dan faktor” (trait
and factor), adalah sebagai berikut:

1. Analisis (Analysis).Langkah ini merupakan langkah pengumpulan data atau


informasi tentang diri klien termasuk lingkungannya. Pengumpulan data yang
akurat biasanya dilakukan dengan menggunakan berbagai metode atau teknik
utamanya tes psikologis dan dari berbagai aspek kepribadian klien. Dengan
kata lain, pengumpulan data dilakukan secara integrative dan komprehensif.
2. Sintesis (Synthesis). Pada langkah ini, yang dilakukan konselor adalah
mensintesiskan data mana yang relevan dan berguna dan yang tidak, dengan
keluhan atau gejala yang muncul. Dalam membuat sintesis, konselor
memadukan, menyusun, dan merangkum data yang telah ada untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan diri individu klien.
3. Diagnosis (Diagnosis). Pada langkah ini konselor menetapkan atau
merumuskan kesimpulan tentang masalah klien serta latar belakang atau
sebab-sebabnya. Secara rinci yang dilakukan konselor, adalah:
 Melakukan identifikasi masalah secara deskriptif, misalnya: tergantung,
kekurangan informasi, konflik internal atau konflik dalam diri sendiri,
kecemasan dalam membuat pilihan, tidak ada masalah
 Menemukan sebab-sebab. Dalam hal ini biasanya mencari hubungan antara
masa lalu – masa kini – masa depan, karena dengan ini dapat diperoleh
kejelasan.
4. Prognosis (Prognosis). Pada langkah ini konselor memprediksi tentang
kemungkinan keberhasilan klien dari proses konseling, artinya memprediksi
tentang hasil yang dapat dicapai oleh klien dari kegiatan-kegiatannya selama
konseling, serta merumuskan bentuk bantuan yang sesuai.
5. Perlakuan (Treatment)atau konseling. Langkah ini merupakan langkah
usaha menerapkan metode sebab-akibat. Langkah ini merupakan inti dari
pelaksanaan konseling. Usaha-usaha pada langkah ini, yakni:
 Menciptakan atau meningkatkan hubungan baik antara konselor dengan
klien
 Menafsirkan data yang telah ada dan mengkomunikasikannya kepada klien
 Memberikan saran atau ide kepada klien, atau merencanakan kegiatan yang
dilakukan bersama klien
 Membantu klien dalam melaksanakan rencana kegiatan
 Jika perlu, menunjukkan kepada konselor atau ahli lain untuk memperoleh
diagnosis atau konseling dalam masalah yang lain.
6. Tindak lanjut (Follow-Up). Langkah ini merupakan langkah untuk
menentukan apakah usaha konseling dilakukan itu efektif atau tidak. Usaha-
usaha koneling yang dapat dilakukan pada langkah ini, adalah berusaha
mengetahui:
 Apakah klien telah melaksanakan rencana-rencana yang telah dirumuskan
atau belum
 Bagaimana keberhasilan pelaksanaan rencana-rencana itu
 Perubahan-perubahan apa yang perlu dibuat jika ternyata belum atau tidak
berhasil
 Melakukan rujukan (referral) jika perlu.
Ini juga berkaitan dengan teori Sue & Sue yang menyatakan bahwa seorang
konselor juga harus memiliki Sikap, Pengetahuan, Keterampilan dalam membantu
mengatasi hambatan-hambatan klien agar tidak salah menanganinya apalagi sampai
membuatt konseli tidak nyaman mendatangi ruang BK, dalam teori ini sebagai
individu, manusia diciptakan dengan mempunyai ciri yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian, manusia atau individu dapat dikenali oleh
orang lain dengan mengenal ciri ciri tertentu yang dimilikinya. Sebagai mahkluk
sosial, manusia merupakan bagian dari masyarakat di sekitarnya. Bagian lingkungan
terkecil yang mempengaruhi pola kehidupan manusia adalah keluarga (family).
Setelah itu, individu tersebut mulai melakukan interaksi dengan lingkungan yang
lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini mengartikan bahwa
seluruh tingkah laku manusia tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat yang ada di
sekelilingnya. Hal ini mengartikan pula bahwa individu tersebut hidup bersama
dalam suatu kelompok masyarakat tertentu. Dan bahwa manusia itu juga bersifat unik
antara individu satu dan individu yang lainnya berbeda masing-masing orang tersebut
Sikap yang harus dimiliki konselor ialah ia dapat bersikap mengetahui adanya
perbedaan yang mendasar antara dia dengan klien yang akan dibantunya. Selain itu,
konselor harus menyadari benar akan timbulnya konflik jika dia memberikan layanan
konseling kepada klien yang berbeda latar belakang sosial budayanya. Pengetahuan
yang perlu dimiliki oleh konselor lintas budaya adalah sisi sosio politik dan susio
budaya dari kelompok etnis tertentu. Semakin banyak latar belakang etnis yang
dipelajari oleh konselor, maka semakin baragam pula masalah klien yang dapat
ditangani. Pengetahuan konselor terhadap nilai nilai budaya yang ada di masyarakat
tidak saja melalui membaca buku atau hasil penelitian saja, tetapi dapat pula
dilakukan dengan cara melakukan penelitian itu sendiri. Hal ini akan semakin
mempermudah konselar untuk menambah pengetahuan mengenai suatu budaya
tertentu. Keterampilan, konselor lintas budaya harus selalu mengembangkan
keterampilan untuk berhubungan dengan individu yang berasal dari latar belakang
etnis yang berbeda. Dengan banyaknya berlatih untuk berhubungan dengan
masyarakat luas, maka konselor akan mendapatkan keterampilan (perilaku) yang
sesuai dengan kebutuhan. Misal, konselor banyak berhubungan dengan orang jawa,
maka konselor akan belaiar bagaimana berperilaku sebagaimana orang Jawa. jika
konselor sering berhubungan dengan orang Minangkabau, maka konselor akan
belajar bagaimana orang Minangkabau berperilaku.
Kemudian menghadapi anak yang masih sd sudah terjadi yang namanya seks
bebas pranikah Pada era globalisasi sekarang ini yang dirasakan berjalan semakin
cepat seiring dengan diikutinya peningkatan kemajuan teknologi yang memberikan
nilai tambah dengan mudahnya mengakses segala informasi yang ada, hal ini
memiliki dampak terhadap pola kehidupan masyarakat dari berbagai kalangan
terutama remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja seharusnya mulai belajar
memikul tanggung jawab sebagai seorang remaja yang mampu berpikir dan bertindak
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Namun dengan adanya arus
modernisasi pada era ini yang memberikan kemudahan bagi remaja untuk mengakses
segala informasi dan seluk beluk mengenai hal-hal yang berbau dengan seks bebas.
Keluarga yang pada dasarnya mempunyai peranan nuntuk membentuk perkembangan
dan kepribadian serta sebagai pengontrol bagi anaknya untuk dapat memberikan
batasan-batasan dalam menjalani kehidupan sosial mulai semakin terkikis dengan
masuknya era modernisasi.
Hal ini lah yang menjadi penyebab penulis meneliti mengenai perilaku seks
pranikah dikalangan remaja yang dimana kejadian dan fenomena ini banyak terdapat
di daerah penulis sendiri, hal yang menjadikan dasar mengapa hal ini terjadi ialah
dengan kurang tanggapnya pada diri orang tua mengenai pentingnya aturan-aturan
bagi remajanya, mengakibatkan remaja merasa bebas untuk menerima segala
informasi yang di dapat dari luar baik hal tersebut mengarahkan ke hal yang negatif
seperti melakukan seks bebas. Dengan ditunjang adanya pendukung seperti di
sediakannya handphone internet yang anak pada zaman dahulu pun tidak merasakan
apalagi menggunakannya, bahkan ditayangkan-tayangan yang menjurus pada seks
bebas dan banyaknya video porno yang beredar semakin meyakinkan remaja untuk
meniru hal tersebut. Seks bebas yang dilakukan oleh remaja bisa dikatakan bukanlah
suatu kenakalan lagi, melainkan suatu hal yang dianggap wajar dan telah menjadi
kebiasaan di daerah penulis sendiri yaitu di Desa Mangkurawang Tenggarong.
Tren pacaran para remaja rata-rata dimulai pada usia 15-17 tahun. Perilaku
pacaran yang tidak sehat dapat menjadi awal perilaku seksual yang menyimpang,
Rasa saling menyayangi satu sama lain merupakan hal yang wajar. Namun itu
memiliki batasannya, beda halnya yang terjadi di desa tersebut terdapat beberapa
remaja yang sudah hamil duluan atau sudah melakukan hubungan seksual sebelum
menikah. Bahkan banyak pasangan suami istri yang masih muda yang sama sekali
belum siap untuk menjadi orang tua, kebanyakan orang tua di desa tersebut lebih
memilih menikahkan anaknya dari pada anaknya terus-terusan berpacaran atau
bahkan sudah hamil lebih baik di nikah kan saja dari pada menjadi aib keluarga,
namun hal tersebut tidak dibarengi dengan perhatian atau kontrol orang tua kepada
anak. Akan tetapi masih banyak juga orang tua yang sangat memperhatikan anaknya,
tetapi anaknya sendiri yang tetap membangkang apa yang diberitahukan oleh orang
tuanya, setiap malam banyak terdapat remaja-remaja yang dengan bebasnya
nongkrong-nongkrong di pinggir jalan sambil menghisap rokok dan tak jarang
meminum minuman keras warga sudah memberi tau namun tetap saja mereka
berkumpulan sampai larut malam, di sekumpulan remaja tersebut juga terdapat
perempuan-perempuan yang ikut juga menongkrong disinilah kesepatan remaja-
remaja tersebut untuk berpacaran yang seharusnya perempuan pada malam hari
berada di rumah.
Perilaku ini lah yang bisa saja menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang
yaitu seks bebas, dalam hal ini Bronfenbrenner (1977) kemudian mengajukan suatu
perspektif yang disebutnya ekologi perkembangan manusia. Teori ekologi merupakan
sebuah teori yang menekankan pada pengaruh lingkungan dalam perkembangan
setiap individu. Teori ekologi memandang bahwa perkembangan manusia
dipengaruhi oleh konteks lingkungan. Hubungan timbal balik antara individu dengan
lingkungan akan membentuk tingkah laku individu tersebut. Informasi lingkungan
tempat tinggal anak akan menggambarkan, mengorganisasi, dan mengklarifikasi efek
dari lingkungan yang bervariasi. Berofenbrenner menyebutkan adanya lima sistem
lingkungan berlapis yang saling berkaitan, Maka perilaku yang penulis teliti
merupakan hasil dari proses dalam suatu sistem berkepanjangan yang berasal dari
luar individu. Yang pertama mikrosistem yang paling dekat dengan lingkungan
individu yaitu keluarga, teman-teman sebaya dan lingkungan tempat tinggal. Yang
dimana banyak terdapat komunikasi yang kurang antara anak dan orang tuanya
komunikasi sangat diperlukan dalam keluarga selain memberikan hubungan yang
baik, komunikasi juga memberikan kehangatan. Dengan adanya komunikasi, orang
tua dapat memahami kemauan dan harapan anak, demikian pula sebaliknya. Sehingga
akan tercipta adanya saling pengertian dan akan sangat membantu di dalam
memecahkan atau mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi anaknya,
kemudian teman-teman sebaya atau pergaulan, dalam pergaulan terkadang dianggap
sebagai orang tua kedua bagi remaja karena remaja lebih memilih berinteraksi dengan
teman sebayanya dalam hal ini teman sebaya dapat membawa seseorang kearah yang
positif dan maupun kepada hal yang negatif, terkadang juga remaja akan lebih mudah
terpengaruh dengan temannya dalam mencoba sesuatu yang belum pernah dicobanya.
Contohnya saja dalam kejadian ini adalah teman-teman lelaki yang berkumpul
dengan menghisap rokok, ada teman yang sudah memiliki pacar lebih dahulu pada
kita, kemudian pengaruh dari media massa dari tontonan yang ditunjukan oleh teman
kita sendiri yang memperlihatkan tontonan atau menonton film kebudayaan barat
yang dimana mereka melihat perilaku seks itu menyenangkan dan dapat diterima
dilingkungannya.
Kemudian dari hal tersebutlah kaum remaja mulai meniru pada pola
kehidupan mereka sehari-hari Dalam kasus ini konselor tidak boleh menjustifikasi
kepada remaja bahwa perilaku atau kejadian yang terjadi hal yang sudah biasa
dialami remaja yang dimana siswa tersebut mulai berani untuk berpacaran dan
kedapatan menyimpan video maupun buku porno, konselor harus memperhatikan
dengan baik bahwa perilaku yang dianggap biasa bisa sangat mempengaruhi sekali
bagi perkembangan remaja itu sendiri, alangkah baiknya konselor dapat memberikan
pemahaman mengenai bagaimana caranya menggunakan media dengan baik dan
benar, sehingga tidak terdapat anak yang bisa membuka hal-hal yang tidak baik, anak
mampu menyaring informasi yang didapatnya melalui media tersebut dan konselor
juga menyalurkan kegiatan-kegiatan positif yang ada disekolah sesuai dengan minat
dan bakatnya masing-masing. Selain itu Peran orang tua dalam mengatasi kenakalan
remaja sangatlah penting karena orang tua/ keluarga adalah salah satu lingkungan
yang harus selalu dijaga baik secara keharmonisan, serta komunikasi.sehingga
membuat kenyamanan bagi para remaja, orang tua memahamkan kepada anaknya
mengenai hal-hal yang harus dilakukannya dan yang mana tidak, dan terus
mengawasi dan mengenalkan mengenai bahayanya seks bebas.

Anda mungkin juga menyukai