Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini masih
tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan limbah sampah
plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Manusia
memang dianugerahi Panca Indera yang membantunya mendeteksi berbagai hal yang
mengancam hidupnya. Namun di dalam dunia modern ini muncul berbagai bentuk ancaman
yang tidak terdeteksi oleh panca indera kita, yaitu berbagai jenis racun yang dibuat oleh
manusia sendiri.
Lebih dari 75.000 bahan kimia sintetis telah dihasilkan manusia dalam beberapa puluh tahun
terakhir. Banyak darinya yang tidak berwarna, berasa dan berbau, namun potensial
menimbulkan bahaya kesehatan. Sebagian besar dampak yang diakibatkannya memang
berdampak jangka panjang, seperti kanker, kerusakan saraf, gangguan reproduksi dan lain-
lain.
Sifat racun sintetis yang tidak berbau dan berwarna, dan dampak kesehatannya yang
berjangka panjang, membuatnya lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dengan gangguan
yang langsung bisa dirasakan oleh panca indera kita.
Hal ini terlebih dalam kasus sampah, di mana gangguan bau yang menusuk dan
pemandangan (keindahan/kebersihan) sangat menarik perhatian panca indera kita. Begitu
dominannya gangguan bau dan pemandangan dari sampah inilah yang telah mengalihkan
kita dari bahaya racun dari sampah, yang lebih mengancam kelangsungan hidup kita dan
anak cucu kita.
B. Tujuan
Mengetahui bahaya racun racun dari sampah
Saat ini sampah telah banyak berubah. Setengah abad yang lalu masyarakat belum banyak
mengenal plastik. Mereka lebih banyak menggunakan berbagai jenis bahan organis. Di masa
kecil saya (awal dasawarsa 1980), orang masih menggunakan tas belanja dan membungkus
daging dengan daun jati. Sedangkan sekarang kita
berhadapan dengan sampah-sampah jenis baru, khususnya berbagai jenis plastik.
Sifat plastik dan bahan organis sangat berbeda. Bahan organis mengandung bahan-bahan
alami yang bisa diuraikan oleh alam dengan berbagai cara, bahkan hasil penguraiannya
berguna untuk berbagai aspek kehidupan.
Sampah plastik dibuat dari bahan sintetis, umumnya menggunakan minyak bumi sebagai
bahan dasar, ditambah bahan-bahan tambahan yang umumnya merupakan logam berat
(kadnium, timbal, nikel) atau bahan beracun lainnya seperti Chlor. Racun dari plastik ini
terlepas pada saat terurai atau terbakar.
Penguraian plastik akan melepaskan berbagai jenis logam berat dan bahan kimia lain yang
dikandungnya. Bahan kimia ini terlarut dalam air atau terikat di tanah, dan kemudian masuk
ke tubuh kita melalui makanan dan minuman.
Sedangkan pembakaran plastik menghasilkan salah satu bahan paling berbahaya di dunia,
yaitu Dioksin. Dioksin adalah salah satu dari sedikit bahan kimia yang telah diteliti secara
intensif dan telah dipastikan menimbulkan Kanker. Bahaya dioksin sering disejajarkan
dengan DDT, yang sekarang telah dilarang di seluruh dunia. Selain dioksin, abu hasil
pembakaran juga berisi berbagai logam berat yang terkandung di dalam plastik.
C. Perumusan Masalah
Apakah yang di maksud dengan sampah??
Apa saja bagian – bagian sampah??
Bagaimana dampak sampah bagi kehidupan??
Bagaimana bahaya sampah plastic bagi?? kesehatan dan lingkungan??
Bagaimana cara mengurangi sampah??
apa yang di maksud dengan prinsip produksi bersih??
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ( PEMBAHASAN )
A. Pengertian Sampah
Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa
atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan
manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”.
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah Lingkungan untuk
Manajemen, Ecolink, 1996).
Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa
dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi
sampah yang dihasilkan dari:
1. Rumah tangga
2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.
3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik,
puskesmas
4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5. Industri
6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian à
Sampah Organik
sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering).
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan
bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll.
Sampah Anorganik
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak
bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik
dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,
sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis
ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng
Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan
karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang
seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka dimasukkan ke
dalam kelompok sampah anorganik.
B. Dampak Sampah bagi Manusia dan lingkungan
Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga
sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan
perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun
seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit.
Dampak bagi kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak
terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi
berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
- Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah
dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah
(haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan
sampahnya kurang memadai.
- Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
- Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu
penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam
pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
- Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal
akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari
sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air.
Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini
mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke
dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain
berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.
Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi
- Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena
sampah bertebaran dimana-mana.
- Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
- Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk
mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas).
- Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan
dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
- Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai,
seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan
sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal
ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan dan diperbaiki.
C. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan
NETIZEN à Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai
saat ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan
limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit
dikelola.
Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas kantong
plastik itu benar-benar terurai. Namun yang menjadi persoalan adalah dampak negatif
sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga.
Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara terdekomposisi
atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama. Saat terurai,
partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah.
Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi
kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara
sebagai dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain
memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu
depresi.
Kantong plastik juga penyebab banjir, karena menyumbat saluran-saluran air, tanggul.
Sehingga mengakibatkan banjir bahkan yang terparah merusak turbin waduk.
Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik digunakan di dunia tiap tahunnya.
Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka, dapat membukus permukaan bumi setidaknya
hingga 10 kali lipat! Coba anda bayangkan begitu fantastisnya sampah plastik yang sudah
terlampau menggunung di bumi kita ini. Dan tahukah anda? Setiap tahun, sekitar 500 milyar
– 1 triliyun kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang
menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya (coba kalikan dengan jumlah penduduk
kotamu!) Lebih dari 17 milyar kantong plastik dibagikan secara gratis oleh supermarket di
seluruh dunia setiap tahunnya. Kantong plastik mulai marak digunakan sejak masuknya
supermarket di kota-kota besar.
Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan gas rumah
kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan
14 juta pohon setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi. Pada tahap
pembuangan di lahan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik mengeluarkan gas rumah
kaca.
D. Usaha Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif
pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah
lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan lingkungan yang baru.
Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap
yang membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan.
Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan urug saniter (sanitary
landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume
sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang
memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai
kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula.
Dalam hal ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat
untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam
penggunaan lahan. Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah
reduksi volume secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan
tersebut adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan
insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan reduksi
volume residu yang tersisa ( fly ash dan bottom ash ) dibandingkan dengan volume sampah
semula.
Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk berupa gas buang
COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus
dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan
masalah pertumbuhan.
Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan
sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang
mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran.
Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan
sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang
begitu saja harus diubah. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu
pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara
pengurangan produk-produk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara
keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam
kerangka siklus ekologis.
E. Prinsip-prinsip Produksi Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam
keseharian, misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu:
Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material yang kita
pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang
dihasilkan.
Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai
kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini
dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa
didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri
non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah logam,
merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah menjadi sampah,
untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut.
Replace ( Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang
hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita
hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong
keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena
kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan ( sustainable development ),
saat ini mulai dikembangkan penggunaan pupuk organik yang diharapkan dapat mengurangi
penggunaan pupuk kimia yang harganya kian melambung. Penggunaan kompos telah
terbukti mampu mempertahankan kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu retensi air
dalam tanah, serta mampu memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan
dalam proses adsorpsi humus oleh tanaman.
Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik juga harus diikuti dengan
kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif bagi para petani yang hendak
mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan pupuk kompos, akan mendorong
petani lainnya untuk menjalankan sistem pertanian organik. Kelangkaan dan makin
membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk mengembangkan sistem pertanian organik.
F. Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan masalah
sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah
Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini
memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan sumber dan perubahan paradigma yang
pada gilirannya memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah.
Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan,
pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah
dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid, policy) pengelolaan
sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah.]
Kebijakan pengelolaan sampah harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena mempunyai
cakupan nasional. Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi :
Penetapan instrumen kebijakan:
instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang-
undang dan hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan lingkungan
instrumen ekonomik: penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi
beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan disinsentif) dan
pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang menghasilkan sampah, serta
melakukan uji dampak lingkungan
Mendorong pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-
use), dan mendaur-ulang (recycling) sampah, dan mengganti (replace);
Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan;
Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah:
Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan lokasi penanganan
akhir sampah;
penetapan lokasi pengolahan akhir sampah;
luas minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah;
penetapan lahan penyangga.
G. Kompos, Alternatif Problem Sampah
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase
bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif
penanganan yang sesuai. Pengomposan dapat mengendalikan bahaya pencemaran yang
mungkin terjadi dan menghasilkan keuntungan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa bahan tambahan.
Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologis
dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir berupa bahan yang cukup
bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan dapat dilakukan secara bersih dan tanpa
menghasilkan kegaduhan di dalam maupun di luar ruangan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa digunakan Activator
Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective
Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost).
Keunggulan dari proses pengomposan antara lain teknologinya yang sederhana, biaya
penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah dalam jumlah yang banyak
(tergantung luasan lahan).
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk
dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan
dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan
pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan
udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk
kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat
kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos
yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur
lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah
petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan,
dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah
industri pertanian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses.
Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah,
yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak.
Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam
dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi.
Emisi biasa dikaitkan dengan polusi.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri
(dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah
sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Upaya yang dilakukan pemerintah
dalam usaha mengatasi masalah sampah yang saat ini mendapatkan tanggapan pro dan
kontra dari masyarakat adalah pemberian pajak lingkungan yang dikenakan pada setiap
produk industri yang akhirnya akan menjadi sampah. Industri yang menghasilkan produk
dengan kemasan, tentu akan memberikan sampah berupa kemasan setelah dikonsumsi oleh
konsumen. Industri diwajibkan membayar biaya pengolahan sampah untuk setiap produk
yang dihasilkan, untuk penanganan sampah dari produk tersebut. Dana yang terhimpun
harus dibayarkan pada pemerintah selaku pengelola IPS untuk mengolah sampah kemasan
yang dihasilkan. Pajak lingkungan ini dikenal sebagai Polluters Pay Principle. Solusi yang
diterapkan dalam hal sistem penanganan sampah sangat memerlukan dukungan dan
komitmen pemerintah. Tanpa kedua hal tersebut, sistem penanganan sampah tidak akan lagi
berkesinambungan.
Tetapi dalam pelaksanaannya banyak terdapat benturan, di satu sisi, pemerintah memiliki
keterbatasan pembiayaan dalam sistem penanganan sampah. Namun di sisi lain, masyarakat
akan membayar biaya sosial yang tinggi akibat rendahnya kinerja sistem penanganan
sampah. Sebagai contoh, akibat tidak tertanganinya sampah selama beberapa hari di Kota
Bandung, tentu dapat dihitung berapa besar biaya pengelolaan lingkungan yang harus
dikeluarkan akibat pencemaran udara ( akibat bau ) dan air lindi, berapa besar biaya
pengobatan masyarakat karena penyakit bawaan sampah ( municipal solid waste borne
disease ), hingga menurunnya tingkat produktifitas masyarakat akibat gangguan bau sampah.
B. saran – saran
Cara pengendalian sampah yang paling sederhana adalah dengan menumbuhkan kesadaran
dari dalam diri untuk tidak merusak lingkungan dengan sampah. Selain itu diperlukan juga
kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan, walaupun kadang
harus dihadapkan pada mitos tertentu. Peraturan yang tegas dari pemerintah juga sangat
diharapkan karena jika tidak maka para perusak lingkungan akan terus merusak sumber
daya.
Keberadaan Undang-Undang persampahan dirasa sangat perlukan. Undang-Undang ini akan
mengatur hak, kewajiban, wewenang, fungsi dan sanksi masing-masing pihak. UU juga akan
mengatur soal kelembagaan yang terlibat dalam penanganan sampah. Menurut dia, tidak
mungkin konsep pengelolaan sampah berjalan baik di lapangan jika secara infrastruktur tidak
didukung oleh departemen-departemen yang ada dalam pemerintahan.
Demikian pula pengembangan sumber daya manusia (SDM). Mengubah budaya masyarakat
soal sampah bukan hal gampang. Tanpa ada transformasi pengetahuan, pemahaman,
kampanye yang kencang. Ini tak bisa dilakukan oleh pejabat setingkat Kepala Dinas seperti
terjadi sekarang. Itu harus melibatkan dinas pendidikan dan kebudayaan, departemen agama,
dan mungkin Depkominfo.
Di beberapa negara, seperti Filipina, Kanada, Amerika Serikat, dan Singapura yang
mengalami persoalan serupa dengan Indonesia, sedikitnya 14 departemen dilibatkan di
bawah koordinasi langsung presiden atau perdana menteri.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Penerbit Yayasan Idayu. Jakarta
Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 1998. Laporan Neraca Kualitas
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI
Jakarta. Jakarta
Djuwendah, E., A. Anwar, J. Winoto, K. Mudikdjo. 1998. Analisis Keragaan Ekonomi dan
Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan, Kasus di Kotamadya DT II Bandung Provinsi
Jawa Barat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

A. Latar Belakang

Lingkungan yang asri adalah idaman setiap orang. Lingkungan yang sehat adalah hak
setiap insan. Tidak satupun makhluk hidup di dunia ini rela tempat hidupnya dikotori
(dicemari). Namun apa yang terjadi sekarang ini? Harapan untuk hidup sehat
hanyalah harapan, jika tidak diimbangi dengan perilaku yang ramah lingkungan.
Sampah ada dimana-mana, pencemaranpun tak terhindarkan. Baik pencemaran tanah,
air maupun udara.
Sampah merupakan masalah yang tak akan ada habisnya, karena selama kehidupan
ini masih ada maka sampah pasti akan selalu diproduksi. Produksi sampah sebanding
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin bertambah banyak jumlah
penduduk, semakin meningkatlah sampah akan diproduksi. Seperti yang pernah kita
saksikan di televisi beberapa saat lalu, bagaimana kondisi teluk Jakarta saat ini?
“Pulau Sampah” itulah sebutannya. Bahkan beberapa tahun yang lalu pernah terjadi
meledaknya tumpukan sampah dari sebuah TPA yang membawa korban. Dan
tergenangnya beberapa daerah akibat bertumpuknya sampah karena pembuangan
sampah ke bantaran sungai yang disusul dengan datangnya musim penghujan saat ini.
Sekarang bagaimana solusinya?
Di dalam sampah sebenarnya tersimpan banyak energi. Jika kita mau mengelola
sampah dengan serius dan dengan cara yang baik dan benar maka sampah bukanlah
masalah. Sampah bahkan dapat menghasilkan sesuatu yang dapat kita manfaatkan dan
mendatangkan penghasilan(uang).
Mengelola sampah sebenarnya tidaklah sulit. Melalui suatu pembiasaan menjadi suatu
kebiasaan dan budaya. Untuk menciptakan kebiasaan hidup bersih dan sehat memang
harus kita awali sejak dini, dimana dari kebiasaan itu akan terciptalah budaya untuk
hidup bersih dan sehat.

B. Rumsan Masalah

1. Bagaimana cara Metoda Pembuangan ?


2. Bagaimana Metode Daur-ulang sampah ?
3. Bagaimana cara Metode penghindaran dan pengurangan sampah?
4. Apakah itu Pendidikan dan Kesadaran tentang sampah?
5. Apakah Manfaat pengelolaan sampah?
6. Bagaimna Bencana sampah yang tidak dikelola dengan baik?

C. Tujuan

Tujuan umum tentang pembuatan makalah ini adalah bagaimana pembaca mampu
mengetahui tentang masalah sampah dan solusi mengatasi sampah tersebut.

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah agar selalu ingat akan bahaya yang
ditimbulkan oleh sampah dan harus selalu menjaga kebersihan lingkungan termasuk
lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat serta tidak membuang sampah
sembarangan

BAB II
PEMBAHASAN

Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-


ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada
material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk
mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan
sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam . Pengelolaan sampah
bisa melibatkan zat padat,cair,gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus
untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara
berkembang , berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda
juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak
berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan
industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan
sampah berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat sampah , tanah yg
digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area. Pengelolaan sampah merupakan
proses yang diperlukan dengan dua tujuan: mengubah sampah menjadi material yang
memiliki nilai ekonomis mengolah sampah agar menjadi material yang tidak
membahayakan bagi lingkungan hidup.

A. Metoda Pembuangan

1. Penimbunan darat

Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk


membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan
ini biasanya dilakukan di tanah yg ditinggalkan , lubang bekas pertambangan , atau
lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yg di desain dan di kelola
dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah.
Sedankan penimbunan darat yg tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan berbagai masalah lingkungan , diantaranya angin berbau sampah ,
menarik berkumpulnya Hama , dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain
dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di
bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah)
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode
pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik.Sampah
biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya , dan ditutup
untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai
sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang
terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara
pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.

2. Pembakaran/pengkremasian sampah

Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian


dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi baisa disebut
"Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan abu.
Pengkremasian dilakukan oleh perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal
ini bsia dilakukan untuk sampah padat , cari maupun gas. Pengkremasian dikenal
sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa jenis sampah berbahaya,
contohnya sampah medis (sampah biologis). Pengkremasian adalah metode yang
kontroversial karena menghasilkan polusi udara.
Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang dimana tanah begitu terbatas
,karena fasilitas ini tidak membutuhkan lahan seluas penimbunan darat.Sampah
menjadi energi (Waste-to-energy=WtE) atau energi dari sampah (energy-from-waste
= EfW) adalah terminologi untuk menjelaskan samapah yang dibakar dalam tungku
dan boiler guna menghasilkan panas/uap/listrik.Pembakaran pada alat kremasi
tidaklah selalu sempurna , ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang
keluar cerobongnya. Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan
dihasilkan di dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran.
Dilain pihak , pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik ,
contoh di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede Bage di sekitar kota Bandung.

B. Metode Daur-ulang

Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan
kembali disebut sebagai daur ulang.Ada beberapa cara daur ulang , pertama adalah
mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan
yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang
terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.

1. Pengolahan kemabali secara fisik.


Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang , yaitu mengumpulkan dan
menggunakan kembali sampah yang dibuang , contohnya botol bekas pakai yang
dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari
sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus),
atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum , kaleng baja
makanan/minuman, Botol HDPE dan PET , botol kaca , kertas karton, koran, majalah,
dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur
ulang.Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah,
karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis
bahannya.

2. Pengolahan biologi

• Pengkomposan.

Material sampah organik , seperti zat tanaman , sisa makanan atau kertas , bisa diolah
dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah
pengkomposan.Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas
methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green
Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik
rumah tangga , seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong
khusus untuk di komposkan.

• Pemulihan energy

Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara
menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya
menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi
mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai
menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari
turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang
berhubungan , dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin
oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi.
Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat , gas, dan
cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan
menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti
karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk
mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara
karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan
listrik dan uap.

C. Metode penghindaran dan pengurangan

Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah
terbentuk , atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan
termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai , memperbaiki barang yang rusak ,
mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas
belanja katun menggantikan tas plastik ), mengajak konsumen untuk menghindari
penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tissue) ,dan mendesain produk
yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh,
pengurangan bobot kaleng minuman).

D. Konsep pengelolaan sampah

Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam


penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum,
banyak-konsep yang digunakan adalah:

Diagram dari hirarki limbah.


• Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada " 3 M " mengurangi sampah,
menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi
pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki
limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah.
Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-
produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
• Perpanjangan tanggungjawab penghasil sampah / Extended Producer Responsibility
(EPR).(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi
semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup
(termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung
jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas
seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan
yang manufaktur, impor dan / atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab
atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.
• prinsip pengotor membayar - prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana
pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan
pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk
membayar sesuai dari pembuangan

E. Pendidikan dan Kesadaran

Pendidikan dan kesadaran di bidang pengelolaan limbah dan sampah yang semakin
penting dari perspektif global dari manajemen sumber daya. Pernyataan yang
Talloires merupakan deklarasi untuk kesinambungan khawatir dengan skala dan
belum pernah terjadi sebelumnya kecepatan dan degradasi lingkungan, dan penipisan
sumber daya alam. Lokal, regional, dan global polusi udara; akumulasi dan distribusi
limbah beracun, penipisan dan kerusakan hutan, tanah, dan air; dari penipisan lapisan
ozon dan emisi dari "rumah hijau" gas mengancam kelangsungan hidup manusia dan
ribuan lainnya hidup spesies, integritas bumi dan keanekaragaman hayati, keamanan
negara, dan warisan dari generasi masa depan. Beberapa perguruan tinggi telah
menerapkan Talloires oleh Deklarasi pembentukan pengelolaan lingkungan hidup dan
program pengelolaan sampah, misalnya pengelolaan sampah di universitas proyek.
Universitas pendidikan kejuruan dan dipromosikan oleh berbagai organisasi, misalnya
WAMITAB Chartered dan Lembaga Manajemen dari limbah.
F. Manfaat pengelolaan sampah

a) Penghematan sumber daya alam


b) Penghematan energi
c) Penghematan lahan TPA
d) Lingkungan asri (bersih, sehat, nyaman)

G. Bencana sampah yang tidak dikelola dengan baik

1. Longsor tumpukan sampah


2. Sumber penyakit
3. Pencemaran lingkungan

Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah
meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya
daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya
usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang
besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan
sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan
teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif
terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam
pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah
kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1)
sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa sayuran, sisa daging,
daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa
bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3)
bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat kimia
dan agen penyakit yang berbahaya.

Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai program
yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
pengelolaan sampah. Program Adipura misalnya pada tahun 2007 telah mampu mengantarkan
Provinsi Bali menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan kota di Bali telah berhasil
mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun telah mendapat adipura bukan berarti tidak terdapat
permasalahan sampah, Apresiasi pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan
pengelolaan sampah sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi
sumberdaya. Mencermati penomena di atas maka sangat diperlukan model pengelolaan sampah yang
baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan perdesaan yang bersih dan hijau di Provinsi
Bali.

BAB II
PEMBAHASAN

B. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH


Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan
lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media
berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara
menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara,
air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran
dan yang lainnya ( Aswar, 1986).

Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari
Kota Denpasar, yaitu pada tahun 2002 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang
bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik.
Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2006, jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 2.200
m3/hari (Tim Kota Sanitasi Kota Denpasar, 2007). Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran,
dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya: (1) sosial politik, yang
menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran APBD untuk
pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah
serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, (2) Aspek Sosial Demografi yang meliputi sosial
ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga, (3) Sosial Budaya
yang menyangkut keberadaan dan interaksi antarlembaga desa/adat, aturan adat (awig-awig),
kegiatan ritual (upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial
yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang apatis, (4) keberadan lahan untuk tempat
penampungan sampah, (5) finansial (keuangan), (6) keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), dan (5) kordinasi antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan
(sampah).

Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam
upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut hasil penelitian
Nitikesari (2005) faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat
sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang
persampahan dan penegakan hukumnya. Tingkat partisipasi masyarakat perkotaan (Kota Denpasar)
dalam menangani sampah secara mandiri masih dalam katagori sedang sampai rendah, masyarakat
masih enggan melakukan pemilahan sampah.

Sampah semakin hari semakin sulit dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi
masyarakat, pengembangan teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif
untuk memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat lain.

B. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI

Berdasarkan data SLHD Bali (2005) tampak bahwa pada saat ini sampah sulit dikelola karena
berbagai hal, antara lain:
a. Cepatnya perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk mengelola
dan memahami porsoalan sampah,
b. Menigkatnya tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang
sampah
c. Meningkatnya biaya operasional pengelolaan sampah
d. Pengelolaan sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan pencemaran
udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e.Ketidakmampuan memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan mempercepat
menjadi sampah.
f. Semakin sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
g. Semakin banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan
sampah.
h. Sulitnya menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
i. Sulitnya mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan memelihara
kebersihan.
j. Pembiayaan yang tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola
oleh pemerintah.

Penanganan sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-
sumbernya, seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan di
TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah dilengkapi jarring ke
TPA. Bagi daerah-daerah yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat sarana dan
prasara yang terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara swakelola dengan beberapa jenis
bantuan fasilitas pengangkutan. Bagi Usaha atau kegiatan yang menghasilkan sampah lebih dari 1
m3/hari diangkut sendiri oleh pengusaha atau bekerjasama dengan pihak lainnya seperti
desa/kelurahan atau pihak swasta. Penanganan sampah dari sumber-sumber sampah dengan cara
tersebut cukup efektif.
Beberapa usaha yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti
telah dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang. Ini ternyata sebagai
matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan. Terhadap sampah yang mudah busuk telah
dilakukan usaha pengomposan. Namun usaha tersebut masih menyisakan sampah yang harus
dikelola yang memerlukan biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa sampah di TPA sampai
saat ini masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator atau pembakaran di tempat
terbuka dan open dumping dengan pembusukan secara alami. Hal ini menimbulkan permasalahan
baru bagi lingkungan, yaitu pencemaran tanah, air, dan udara.

Pengelolaan sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1. Penyusunan Peraturan daerah (Perda) tentang pemilahan sampah
2. Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti misalnya tempat-tempat wisata, pasar,
terminal, jalan-jalan protokol, kelurahan, dan lain sebagainya
3. Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan umum
4. Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang dan konsumen untuk berpola produksi
dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan
5. Memberikan tekanan kepada produsen untuk bersedia menarik (membeli) kembali dari masyarakat
atas kemasan produk yang dijualnya, seperti bungkusan plastik, botol, alluminium foil, dan lain lain.
6. Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan sampah sekala kecil, bisa dimulai dari tingkat
desa/kelurahan ataupun kecamatan, termasuk dalam hal penggunaan teknologi daur ulang,
komposting, dan penggunaan incenerator.
7. Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8. Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi masyarakat untuk lebih menyukai produk-
produk yang berasal dari daur ulang.
9. Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu
10. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah, LSM, Perguruan Tinggi
untuk peningkatan kapasitas pengelolan limbah perkotaan
11. Melakukan evaluasi dan monitoring permasalahan persampahan dan pengelolaannya, kondisi TPA
dari aspek lingkungan, pengembangan penerapan teknologi yang ramah lingkungan
12. Optimalisasi pendanaan dalam pengelolaan sampah perkotaan, pengembangan sistem pendanaan
pengelolaan sampah
13. Konsistensi pelaksanaan peraturan perundangan tentang persampahan dan lingkungan hidup.
14. Meningkatkan usaha swakelola penanganan sampah terutama sampah yang mudah terurai
ditingkat desa/kelurahan
15. Memberikan fasilitasi, dorongan, pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam upaya
meningkatkan pengelolaan sampah.

Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam
usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi. Pengelolaan sampah
dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta
dapat memberikan manfaat lain.

C. MODEL PENGELOLAAN MASALAH SAMPAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN


Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 5 UU Pengelolan Lingkungan Hidup
No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk
mendapatkan hak tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan
pengusaha berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian fungsi lingkungan,
mencegah dan menaggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Terkait dengan ketentuan
tersebut, dalam UU NO. 18 Tahun 2008 secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12
dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan
lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan,
pengelolaan dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial budaya
daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi kewajiban dan hak setiap
orang baik secara individu maupun secara kolektif, demikian pula kelompok masyarakat pengusaha
dan komponen masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah dalam upaya untuk
menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik, bersih, dan sehat.

Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah
dilaksanakan antara lain adalah:
1. Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses dekomposisi
dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang cukup stabil untuk digunakan di lahan
pertanian tanpa pengaruh yang merugikan (Haug, 1980). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008)
menemukan bahwa pengomposan dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu
menghasilkan kompos yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan pH,
C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan dengan pengomposan secara
konvensional.
2. Teknologi Pembuatan Pupuk Kascing
3. Pengolahan sampah menjadi listrik. Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan telah
melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada
teknologi dalam suatu Badan Bersama yaitu SARBAGITA. Teknologi yang direncanakan yaitu
teknologi GALFAD (gasifikasi landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah dengan
pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat
memberikan manfaat lain.
4. Pengelolaan sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di
lokasi sumber sampah seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki
ruang pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan pengolahan sampah
secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan memberikan manfaat lebih baik terhadap
lingkungan serta dapat mengurangi beban TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat
di Kota Denpasar masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Nitikesari, 2005).
5 . Pengelolaan sampah berbasis masyarakat
1) Berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman
kota yang ada di Desa Seminyak, Sanur Kauh dan Sanur Kaja, dan Desa Temesi Gianyar, yaitu:
masalah pengadaan lahan untuk lokasi devo, terbatasnya peralatan teknologi dan perawatannnya,
terbatasnya dana untuk perekrutan tenaga kerja baru yang memadai, produksi kompos yang masih
rendah, sulit dan terbatasnya pemasaran kompos sehingga secara ekonomi pengelola cendrung
mengalami defisit.
2) Model pengelolaan sampah pemukiman kota yang berbasis sosial kemasyarakatan dapat
dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek karakteristik sosial dan budaya masyarakat,
aspek ruang (lingkungan), volume, dan jenis sampah yang dihasilkan.

Pola pengelolaan sampah berbasis masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu)
dari berbagai elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain yang
terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan subjek pembangunan, khususnya
dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Undang-Undang tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti
membuang sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang tidak
sesaui dengan persyaratan teknis, serta melakukan penanganan sampah dengan pembuangan
terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun
setelah berlakunya UU No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model pengelolaan sampah
perkotaan harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan seperti pemerintah
daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat perkotaan lebih banyak berasal
dari pemukiman (Desa Pakraman dan Dinas), sedangkan di perdesaan umumnya masih sangat erat
kaitannya dengan keberadaan kawasan persawahan dengan kelembagaan subak yang mesti
dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada karakteristik perkotaan dan perdesaan serta
karakteristik sampah yang ada di kawasan tersebut.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maka
diperlukan model pengelolaan sampah yang baik dan tepat untuk dikembangkan di perkotaan dan
perdesaan sehingga kualitas kesehatan, kualitas lingkungan dapat ditingkatkan serta sampah dapat
menjadi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Model hendaknya melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan dan memperhatikan
karakteristik sampah, karakteristik perkotaan atau perdesaan serta keberadaan sosial-budaya
masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah


Nitikesari, Putu Ening. 2005. Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Sampah
Secara Mandiri di Kota Denpasar. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Denpasar.
PPLH UNUD. 2005. Laporan Pengkajian Penyusunan Pedoman Dan Kriteria Adipura
Regional Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-Nusra.
Denpasar.
Bapedalda Provinsi Bali dan PPLH UNUD. 2005. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali.
Denpasar.
PPLH UNUD. 2007. Kajian Sosial Kemasyarakatan Model Pengelolaan Sampah Di Lingkungan
Pemukiman Perkotaan Di Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan PUSREG
Bali-Nusra. Denpasar.
Wahyu W., L.G. 2008. Studi Kualitas Hasil dan Efektivitas Pengomposan Secara Konvensional Versus
Modern di TPA Temesi- Gianyar Bali. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai