PENDAHULUAN
Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu
iskemik miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya
berguna untuk mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun
patogenesa angina mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada
umumnya dapat dibedakan 3 tipe angina:
1
pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner
yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas
disertai penurunan aliran darah arteri koroner.
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)
Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina
dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner
pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat
berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina
stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat
maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard
yang mempunyai ciri tersendiri.
Penderita ATS yang dirawat di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta dalam
periode waktu antara 1 Oktober 1985 sampai 1 Oktober 1987. Dari 114
penderita ATS yang dirawat dalam periode waktu tersebut, terdapat 48
penderita yang memenuhi persyaratan penelitian, terdiri dari 43 laki-laki dan 5
wanita dengan usia antara 43-67 tahun. Kriteria diagnosis ATS adalah angina
pertama kali, angina kresendo, angina saat istirahat dan angina sesudah Infark
Miokard Akut (IMA) tanpa disertai perubahan enzim dan elektrokardiogram
dari IMA. Ketentuan lain adalah adanya perubahan sementara gambaran
elektrokardiogram, yaitu segmen ST, gelombang T atau keduanya sewaktu
angina. Penelitian meliputi 3 fase, yaitu fase akut, rawat dan tindak lanjut.
Setiap kasus mengikuti ketiga fase tersebut. Rangkaian fase akut dan fase rawat
merupakan lama perawatan rumah sakit. Lama fase tindak lanjut: 6-30 bulan
dengan rata-rata: 17.23 ± 6.45 bulan.
2
1.2 Rumusan Masalah
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jantung
2.1.1 Anatomi Jantung
Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan
tangan. Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah
dengan kontraksi ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat
ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di
bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi sebagai pompa. Dinding
yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian kanan dan kiri
dinamakan septum.
4
Batas-batas jantung:
Kanan : vena cava superior (VCS), atrium kanan, vena cava inferior (VCI)
Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis
dan parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus
jantung. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai
kedua atrium dan ventrikel. Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan
somatik, stimulasi aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi
sebagai nyeri.
5
2.1.2 Fisiologi Jantung
a. Sirkulasi Sistemik
b. Sirkulasi Pulmonal
6
masuk ke aorta untuk dialirkan ke seluruh tubuh (dan dimulai lagi sirkulasi
sistemik) .
Jadi, secara ringkas, aliran darah dalam sistem sirkulasi normal manusia adalah :
Darah dari atrium kiri → melalui katup mitral ke ventrikel kiri → aorta ascendens
– arcus aorta – aorta descendens – arteri sedang – arteriole → capillary bed →
venule – vena sedang – vena besar (v.cava superior dan v.cava inferior) → atrium
kanan → melalui katup trikuspid ke ventrikel kanan → arteri pulmonalis →
paruparu → vena pulmonalis → atrium kiri
7
2.1.4 Katup Jantung
i. Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila
katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju
ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran
darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup.
ii. Katup Pulmonal
Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis
sesaat setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan
jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat
katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel
kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga
memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonal
8
iii. Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri
menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada
saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
iv. Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada
saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali
kedalam ventrikel kiri.
9
2.2 Angina Pektoris Tidak Stabil
10
c) Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ini adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena
spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI).
d) Inflamasi dan/atau infeksi
Inflamasi bisa disebabkan oleh/berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak,
ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak sehingga terjadi
SKA.
e) Faktor atau keadaan pencetus
Faktor ini merupakan faktor sekunder dari kondisi pencetus diluar
arteri koroner. Penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang
menyebabkan terbatasnya perfusi miokard, dan biasanya pasien ini
menderita angina stabil
11
d. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
12
c. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah
terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Trombosis akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
e. Perdarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS.
Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis
pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan
kerusakan artikel, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan
trombus pembuluh darah.
13
total kolesterol dan peningkatan LDL disertai penurunan HDL, juga
berhubung dengan pertambahan umur.
2. Jenis kelamin
Pria mempunyai risiko lebih besar dan kecenderungan mendapat
serangan lebih awal dalam kehidupannya kalau dibandingkan wanita.
Setelah menopause, estrogen tidak melindungi wanita, maka angka
kematian pada wanita akibat penyakit jantung koroner meningkat
c. Genetik
Studi mengenai genom berhasil mengidentifikasi SNPs (single
nucleotide polymorphism) berkaitan dengan peyakit jantung koroner,
infark miokard atau keduanya. Gen Ch9p21 SNP adalah gen yang
berperan dalam terjadinya penyakit jantung koroner dan infark
miokard. Anak dari orang tua dengan penyakit jantung koroner lebih
berpotensi terkena penyakit jantung. Baik pria atau wanita yang
memiliki minimum satu orang tua yang memiliki penyakit jantung
koroner beresiko 1,4 - 1,6 kali untuk terkena penyakit jantung koroner.
2. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
a) Merokok
Rokok mengandung zat kimia seperti nikotin, karbon monoksida,
ammonia, formaldehida, tar dan lain-lain. Bahan aktif utama adalah
nikotin yang memberi efek akut dan tar memberi efek kronis.
Nikotin menyebabkan efek simpatomimetik pada sistem
kardiovaskuler seperti takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol,
meningkatkan noradrenalin dalam plasma, meningkatkan tekanan
darah, cardiac output naik, dan meningkatkan konsumsi oksigen
sehingga menyebabkan penyempitan aterosklerotik, penempelan
platelet dan menurunkan HDL.
b) Kadar Lemak Yang Abnormal (Kolestrol danTrigliserida)
Kolesterol adalah salah satu komponen lemak tubuh yang sangat
penting bagi sel yang sehat. Bila tubuh mengakumulasikannya
dalam jumlah banyak, maka kolesterol akan deposit ke dinding
14
pembuluh darah dan menghambat aliran darah. Ini akan
meningkatkan resiko serangan jantung.
Kolesterol terdiri dari HDL (high density lipoprotein) dan LDL
(low density lipoprotein). HDL berperan membawa kadar lemak
yang tinggi ke dalam jaringan hati untuk dimetabolisme dan
diekskresi dari tubuh. LDL berperan membawa kolesterol ke
jaringan, termasuk arteri koroner. Komponen lain adalah
trigliserida. Kadarnya selalu berpasangan dengan kadar HDL yang
rendah 30. Rasio non-HDL kolesterol, trigliserida dan total
kolesterol dengan HDL kolesterol lebih berhubungan dengan
resiko penyakit jantung koroner dibandingkan dengan hanya LDL
kolesterol.
c) Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi meningkatkan kerja jantung dan
menyebabkan dinding jantung menjadi kaku dan tebal yang
menyebabkan jantung tidak bekerja dengan baik dan
meningkatkan resiko serangan jantung, stroke dan gagal ginjal.
Terdapat dua patofisiologi bagaimana hipertensi menyebabkan
penyakit jantung koroner. Teori pertama adalah, hipertensi
menyebabkan kerusakan pada endotel yang menybabkan
senyawa vasodilator tidak keluar dan membuat penumpukan
oksigen reaktif serta penumpukan faktor -faktor inflamasi yang
mendukung aterosklerosis, trombosis dan penyumbatan
pembuluh darah. Teori kedua, hipertensi menyebabkan
peningkatan afterload yang mengakibatkan hipertropi dari
ventrikel kiri yang menybabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen miokardium dan penurunan aliran darah koroner 32.
Orang dengan hipertensi memiliki resiko 3 kali lebih besar untuk
terkena penyakit jantung koroner dibanding dengan orang yang
normotensi.
15
d) Aktivitas fisik yang kurang
Berat badan berlebihan akan meningkatkan kerja jantung karena
meningkatkan jumlah tahanan perifer total sehingga tekanan
darah menjadi tinggi 18. Ini menyebabkan penebalan dinding
ventrikel sehingga meningkatkan massa pada ventrikel terutama
ventrikel kiri. Obesitas juga dapat meningkatkan kadar
kolesterol dan trigliserida serta menurunkan kadar HDL
Aktivitas fisik yang kurang dapat meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner sebanyak 2 kali lipat dan dapat
memperburukkan faktor-faktor resiko yang lain seperti tekanan
darah, kadar kolesterol, trigliserida yang tinggi, diabetes dan
berat badan 18. Seseorang dengan aktivitas fisik sedang yang
intensif selama 150 menit/minggu dan tambahan 300
menit/minggu akan menurunkan resiko penyakit jantung
koroner sebesar 14% dibanding dengan orang yang tidak
melakukan aktivitas fisik.
e) Berat badan berlebihan (obesitas dan overweight)
Obesitas abdominal atau sentral, dapat diukur melalui berat
badan dan juga lingkar pinggang. Obesitas sentral dapat
menyebabkan berbagai hal seperti peningkatan kadar insulin dan
resistensi insulin (diabetes melitus) dimana insulin bisa
menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan
mempengaruhi retensi garam. Berat badan berlebihan akan
meningkatkan kerja jantung karena meningkatkan jumlah
tahanan perifer total sehingga tekanan darah menjadi tinggi 18.
Ini menyebabkan penebalan dinding ventrikel sehingga
meningkatkan massa pada ventrikel terutama ventrikel kiri 37.
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan
trigliserida serta menurunkan kadar HDL.
Peningkatan 10kg berat badan akan meningkatkan tekanan sistol
sebesar 3mmHg dan tekanan diastol sebesar 2,5mmHg (Artham,
16
et al., 2009) dan setiap peningkatan IMT sebesar 4kg/m²
meningkatkan resiko terkena penyakit jantung iskemik sebesar
26%.
f) Diabetes melitus
Kadar gula dalam darah yang tinggi menyebabkan peningkatan
plak ateromatous pada arteri 18. Kematian pasien diabetes
melitus sering disebabkan serangan sindroma koroner akut
dibandingkan dengan yang tidak memiliki diabetes melitus
dapat meningkatkan resiko menjadi penyakit jantung sebesar 2 kali
lipat .
17
A. Presentasi klinik.
Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa:
a. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit.
Dialami oleh sebagian besar pasien (80%)
b. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society. Terdapat pada 20% pasien.
c. Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif
atau kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi
makin berat; PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM
KORONER AKUT 15 minimal kelas III klasifikasi CCS.
d. Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2
minggu setelah infark miokard.
Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen,
terutama pada wanita dan kaum lanjut usia. Keluhan yang paling
sering dijumpai adalah awitan baru atau perburukan sesak napas saat
aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan tersebut
presentasi dari SKA adalah sifat keluhan, riwayat PJK, jenis
kelamin, umur, dan jumlah faktor risiko tradisional.
Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai
riwayat PJK, terutama infark miokard, berpeluang besar merupakan
presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada seorang pria berumur
lanjut (>70 tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah
suatu SKA. Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada
seseorang tanpa karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil
merupakan presentasi dari SKA (Tabel 3).
B. Pemeriksaan fisik.
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan
diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu,
pemeriksaan fisik jika digabungkan dengan keluhan angina
(anamnesis), dapat menunjukkan tingkat kemungkinan keluhan
nyeri dada sebagai representasi SKA (Tabel 3).
18
Elektrokardiogram. Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10
menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan,
perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat
membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan
penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau
pemantauan terus-menerus.
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara
lain:
1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai
dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Non diagnostik
4. Normal
19
diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada keadaan di
mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang nondiagnostik dan
marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat sugestif SKA,
maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan EKG ulang
tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
C. Marka jantung.
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam
diagnosis NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung
tersebut akan terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan
troponin I/T untuk diagnosis NSTEMI harus digabungkan dengan
kriteria lain yaitu keluhan angina dan perubahan EKG. Diagnosis
NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Dalam
menentukan kapan marka jantung hendak diulang seyogyanya
mempertimbangkan ketidakpastian dalam menentukan awitan
angina. Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut. Kadar
troponin pada pasien infark miokard akut meningkat di dalam darah
20
perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan menetap sampai 2
minggu. Peningkatan ringan kadar troponin biasanya menghilang
dalam 2 hingga 3 hari, namun bila terjadi nekrosis luas, peningkatan
ini dapat menetap hingga 2 minggu (Gambar 2).
Mengingat troponin I/T tidak terdeteksi dalam darah orang sehat,
nilai ambang peningkatan marka jantung ini ditetapkan sedikit di
atas nilai normal yang ditetapkan oleh laboratorium setempat.
Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,
peningkatan kadar troponin juga dapat terjadi akibat:
1. Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2. Miokarditis
3. Dissecting aneurysm
4. Emboli paru
5. Gangguan ginjal akut atau kronik
6. Stroke atau perdarahan subarakhnoid
7. Penyakit kritis,
terutama pada sepsis Apabila pemeriksaan troponin tidak
tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan
meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya
saat 12 jam, dan menetap sampai 2 hari.
21
D. Pemeriksaan Noninvasif.
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat
memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan
berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau
akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat
iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu,
diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati
hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui
pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan
ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang
gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin
bagi pasien tersangka SKA. Stress test seperti exercise EKG
yang telah dibahas sebelumnya dapat membantu menyingkirkan
diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa
nyeri, EKG istirahat normal dan marka jantung yang negatif.
22
koroner disertai perekaman EKG dan abnormalitas gerakan
dinding regional seringkali memungkinkan identifikasi lesi yang
menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas antara lain
eksentrisitas, batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang
kabur, dan filling defect yang mengesankan adanya trombus
intrakoroner.
23
24
8. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner
A. Anti Iskemia
a. Penyekat Beta (Beta blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya
konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak
diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-
ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut
ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup
memadai dibandingkan injeksi.
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau
NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia,
dan selama tidak terdapat indikasi kontra. penyekat beta oral
hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama. Penyekat beta juga
diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel
kiri selama tidak ada indikasi kontra. penyekat beta pada pasien
dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang datang
dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi
Kilip ≥III. Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam
praktek klinik dapat dilihat pada tabel 12.
PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT
25
Tabel 12. Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
b. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir
diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium
berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah
koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
i. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan
dalam fase akut dari episode angina.
ii. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada
berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5
menit sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra.
iii. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten,
gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama
UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena
tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti
26
menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau
angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).
iv. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah
sistolik 30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat
(<50x/ menit), takikardi tanpa gejala gagal jantung atau
infark ventrikel kanan.
v. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah
mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24
jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi
nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan.
27
Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya
memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam
mengatasi keluhan angina.
a) CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi
gejala bagi pasien yang telah mendapatkan nitrat dan
penyekat beta.
b) CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien
NSTEMI dengan indikasi kontra terhadap penyekat beta.
c) CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat
dipertimbangkan sebagai pengganti terapi penyekat beta
d) CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina
vasospastik
e) Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-
release) tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi
dengan penyekat beta.
Tabel 14. Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA
D. Antiplatelet
a. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi
kontra dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka
panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang
diberikan
28
b. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin
sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan
kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan
berlebih.
c. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole)
diberikan bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin
dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada
pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus
peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam
faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta
konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid.
d. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen
dalam 12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan
kecuali ada indikasi klinis.
e. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan
risiko kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya
peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg,
dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan
tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini
juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan
clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan).
f. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah
300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari.
g. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis
loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP)
direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor.
h. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg
setiap hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada
pasien yang dilakukan
29
i. IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat
reseptor ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-
emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan
penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis
memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian iskemik
yang tinggi.
j. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk
diberikan (atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG
begitu dianggap aman.
k. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID
(penghambat COX2 selektif dan NSAID non-selektif)
30
risiko perdarahan rendah. Agen ini tidak disarankan diberikan
secara rutin sebelum angiografi atau pada pasien yang mendapatkan
DAPT yang diterapi secara konservatif
F. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin.
i. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien
yang mendapatkan terapi antiplatelet.
ii. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko
perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-
keamanan agen tersebut.
iii. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil
keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang
diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan.
iv. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah
fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi
ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan
penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP.
v. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk
pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila
fondaparinuks tidak tersedia.
vi. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70
detik atau heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya
(dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila
fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia .
vii. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien
dipulangkan dari rumah sakit.
viii. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan.
31
Tabel 16. Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA
32
i. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka
panjang, kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes
mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK).
ii. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua
penderita selain seperti di atas (Kelas IIa-B). Pilih jenis dan
dosis inhibitor ACE yang telah direkomendasikan
berdasarkan penelitian yang ada.
iii. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien
infark mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan
mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, dengan atau
tanpa gejala klinis gagal jantung
I. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor
hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus
diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka
yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai
sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk
mencapai kadar kolesterol LDL
33
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 ANAMNESE
a. Keluhan Utama : Nyeri Dada Kiri
b. Telaah :
Os datang bersama istrinya datang ke Rumah Sakit Putri Hijau
karena mengeluhkan nyeri dada secara tiba tiba pada saat sedang
bersantai bersama bersama keluarganya, os mengaku dadanya
seperti tertimpa benda berat, dan juga nyerinya menjalar dari dada
kiri kemudian ke lengan kiri kemudian menjalar lagi ke punggung
kiri. Nyeri dirasakan os selama ≥ 20 menit. Os tidak mengeluhkan
mual dan muntah, BAK normal, BAB normal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT (-)
Riwayat DM (+)
Riwayat minum OAT : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit kuning : disangkal
Riwayat penyakit asam urat : disangkal
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan : tidak jelas
34
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak jelas
Riwayat spondilosis : disangkal
35
ICS VI Linea axilaris anterior Sinistra
Auskultasi : Aukultasi :
Suara pernapasan : bronkial Bunyi jantung :
Suara tambahan : ronkhi halus I : Penutupan katub mitral dan tricuspid
(+/+) (normal)
II : Penutupan katub aorta danpulmonal
(normal)
HR : 68x/i
Abdomen
o Inspeksi : Dalam Batas Normal
o Palpasi : nyeri ulu hati (-)
o Perkusi : tymphani
o Auskultasi : Peristaltik normal
Ekstremitas Atas dan Bawah
Akral Hangat, Oedem tungkai : - / -
Hitungjenis :
36
Neutrofil 82,71 43.50-73.50%
37
P: <34U/L
EKG 10 - 02 - 2019
38
FOTO RONTGEN
1.5 DIAGNOSIS
Unstable Angina Pectoris DD NStemi
1.6 TERAPI
• Bedrest
• O2 8-10 L/i >
• IVFD NaCl 20 gtt/i
• ISDN 1tab sublingual 3x5
• Aspirin 320mg/4x80mg dikunyah saat serangan
• CPG 4 x 75 mg
• Fuosemide 1x40mg
39
1.7 EDUKASI
1. Istirahat
2. Berikan instruksi spesifik tentang obat dan efek sampingnya
3. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stress
4. Batasi atau tidak mengkonsumsi alkohol
5. Jika mengalami obesitas turunkan berat badan hingga kisaran normal
6. Anjurkan pada klien untuk menghentikan atau mengurangi aktifitas
selama ada serangan dan istirahat
7. Menjalani diet yang sesuai anjuran dokter
8. Olahraga secara teratur
9. Kontrol tekanan darah teratur.
40
BAB IV
KESIMPULAN
ATS adalah suatu sindrom klinik yang berbahaya dan merupakan tipe
angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark ataupun kematian. Pengenalan
klinis ATS termasuk patosiologi, faktor risiko untuk terjadinya IMA serta perjalan
penyakitnya perlu diketahui agar dapat dilakukan pengobatan yang tepat ataupun
usaha pencegahan agar tidak terjadi imfark miokard. Pengobatan bertujuan untuk
mempepanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup baik secara medikal maupun
pembedaan. Prinsipnya menambah suplai O2 ke daerah iskemik atau mengurangi
kebutuhan O2. Pencegahan terhadap faktor risiko terjadinya angina pekrotis lebih
penting dilakukan dan sebaiknya dimulai pada usia muda seperti menghindarkan
kegemukan, menghindarkan stress, diet rendah lemak, aktifitas fisik yang tidak
berlebihan dan tidak merokok.
SARAN
Saran dari penulis agar setiap orang bisa menjaga kesehatannya dengan
baik dan rajin berolah raga serta mengurangi konsumsi makanan yang berlemak
dan tinggi akan kadar kolestrol, agar tidak terjadi obesitas yang menyebabkan
penumpukan plaq lemak di pembuluh darah.
41