Anda di halaman 1dari 7

OUTLINE

PT Bukit Asam.Tbk

A. Lingkungan

1. Dampak Negatif Kabut Asap

Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di beberapa tempat di


Sumatera dan Kalimantan sudah dalam kondisi mengkhawatirkan dan merugikan.
Tak hanya berdampak buruk bagi lingkungan, kabut asap juga menjadi ancaman
serius bagi kesehatan.
Dampak akibat gangguan asap bagi kesehatan adalah menyebabkan iritasi
mata, hidung, dan tenggorokan, menyebabkan reaksi alergi, peradangan dan
mungkin juga infeksi. Kabut asap memperburuk penyakit asma dan penyakit paru
kronis lainnya sehingga mengurangi kemampuan kerja paru dan menyebabkan
mudah lelah serta sulit bernapas.
Bagi lansia dan anak-anak berpenyakit kronis, dengan kondisi daya tahan
tubuh yang rendah akan lebih rentan untuk mendapat gangguan kesehatan. Bahan
polutan asap dapat menjadi sumber polutan di air bersih dan makanan yang tidak
terlindungi. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) jadi lebih mudah terjadi.
Orang dengan gangguan paru dan jantung, lansia, dan anak-anak akan lebih
mudah mengalami ganguan kesehatan akibat kabut asap dibandingkan orang lain.
Berikut tips untuk melindungi diri dari risiko gangguan kabut asap; hindari
atau kurangi aktivitas di luar rumah atau gedung dan gunakan masker. Minum air
putih lebih banyak dan lebih sering. Jangan merokok, beristirahat yang cukup.
Lindungi penampungan air minum dan makanan. Mencuci buah-buahan sebelum
dikonsumsi.

2. PTBA Gelar WorkshopPengendalian Pencemaran Air dan Pengelolaan


Limbah B3

PT Bukit Asam (Persero) Tbk atau PTBA berupaya agar selalu dapat
harmonis bersama alam dalam segala aktivitas usaha yang dilakukannya.
Workshop yang bertemakan “Pengendalian Pencemaran Air dan Pengelolaan
Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3)” digelar di ruang Auditorium Gedung
Serba Guna PTBA, Tanjung Enim pada Jumat (31/07). Acara ini merupakan
upaya untuk meningkatkan kesadaran seluruh pegawai PTBA dan para mitranya
dalam pengendalian pencemaran air dan pengelolaan limbah B3.
Workshop ini dihadiri oleh 200 peserta yang merupakan berasal dari
satuan-satuan kerja di lingkup Unit Pertambangan Tanjung Enim (UPTE) PTBA,
anak-anak perusahaan, serta para mitra kontraktor. Workshop memberikan
pemahaman terhadap dasar-dasar hukum serta cara-cara pengendalian pencemaran
air serta pengelolaan limbah B3 hingga dapat memeberikan dampak sekecil-
kecilnya bagi lingkungan. Para peserta secara umum sudah mengetahui materi
bahasan dan bagaimana melaksanakannya. Namun acara ini juga berperan untuk
mengingkatkan dan meningkatkan kesadaran serta inovasi agar memiliki
pengelolaan limbah yang lebih baik.
Upaya ini mendapatkan apresiasi positif dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHH). Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. PTBA memahami bahwa
setiap aktivitas yang dilakukan akan menghasilkan limbah. Meminimalisir
dampak limbah atau mengendalikan terjadinya pencemaran lingkungan akan
mengurangi dampak sosial dan kesehatan. Hasil workshop ini akan
disosialisasikan kepada seluruh pegawai PTBA.

3. Polusi di sekitar forn peambanga PT Bukit Asam


Berhari-hari, warga dan rumahnya di Kelurahan Batu Serampok,
Kecamatan Panjang, Bandar Lampung, terpaksa mendatangi kantor perwakilan
PT Bukit Asam (BA) di Tarahan, Lampung, Senin (14/9). Mereka menuntut
tanggung jawab perusahaan terkait banyaknya debu warna hitam dari bangunan
BUMN batubara ini.
Sejumlah warga yang menjadi korban debu PTBA ini, meminta pihak
perusahaan bertanggung jawab dan memerhatikan nasib korban yang terkena
penyakit akiba menghirup debu yang keluar dari bangunan PTBA di Panjang.
"Kami minta debunya dihentikan, dan perusaaan bertanggung jawab karena sudah
banyak yang menderita peyakit karena debu tersebut," kata Ria, warga Batu
Serampok, Senin (14/9).
Menurut dia, sejak berdiri bangunan PTBA di kawasan pemukiman
penduduk, warga terpaksa "menghirup" udara tidak sehat selama bertahun-tahun.
Setelah banyak warga yang menderita penyakit ISPA, batu, pilek, dan gatal-gatal,
warga terpaksa mendatangi kantor PTBA.
Mujio, warga lainnya, juga menyatakan debu yang terbang di pemukiman mereka
berasal dari bangunan milik PTBA. Warga yang beraktivitas sehari-hari di
lingkungan kelurahan sudah tidak nyaman lagi untuk hidup sehat.
"Kami minta PTBA dengan apapun caranya. Hentikan debu yang merusak
kesehatan warga kami. Kami minta pertanggung jawaban perusahaan, karena
sudah banyak yang sakit seperti TBS dan sesak nafas," katanya.
Sayangnya, pihak PTBA belum bersedia dikonfirmasi, terkait keluhan warga yang
menghirup debu hitam dari batubara selama betahun-tahun ini.

B. Limbah perusahaan
4. Dari Limbah Batubara, Menjadi Beton Ramah Lingkungan

Kabar gembira datang dari dunia ilmu pengetahuan yang telah menemukan
cara untuk memanfaatkan limbah batubara menjadi produk yang sangat
bermanfaat bahkan ramah lingkungan. Pusat Inovasi Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Badan Kerja Sama Internasional Jepang
(JICA) dan Hakko Industry Co, Ltd memanfaatkan limbah batubara menjadi
bahan baku beton. Beton itu mempunyai kekuatan dan waktu pematangan lebih
cepat dan ramah lingkungan daripada beton konvensional.
Sebagaimana diketahui, batubara menjadi sumber utama pengadaan sumber energi
listrik nasional yang murah dan efisien, namun kekurangannya adalah menjadi
salah satu sumber polusi dan limbah yang berbahaya bagi lingkungan.
Namun kini, limbah tersebut bisa dimanfaatkan tanpa merusak lingkungan.
Malah, sebaliknya, hasil pengolahannya akan ramah lingkungan. Beton ini bisa
dimanfaatkan untuk membangun jalan-jalan nasional dan berbagai macam
infrastruktur, baik gedung, taman serta infrastruktur lain yang menggunakan
bahan dasar beton. Beton ini ramah lingkungan dan bisa menyerap air. Sehingga,
tidak lagi ada genangan-genangan air yang berdampak pada kelancaran lalu lintas,
kecelakaan, bahkan kerusakan jalan.
Tidak hanya itu, beton ini sangat cocok dengan wilayah Indonesia yang
sering menjadi langganan bencana alam, baik gempa bumi maupun tsunami.
Indonesia termasuk dalam lingkungan cincin api (ring of fire) yang memiliki
potensi bencana alam cukup tinggi. Indonesia memiliki sekitar 240 gunung
merapi, 70 di antaranya masih aktif.
Menurut Kepala Pusat Inovasi LIPI, Nurul Taufiq Rochman, sebagaimana
dikutip oleh koran-jakarta.com (23/7), bangunan dengan beton ramah lingkungan
ini jika terjadi gempa tidak akan menelan korban jiwa selayaknya beton-beton
pada umumnya ketika jatuh atau menimpa manusia yang ada di bawahnya.
Beton ini sudah diterapkan untuk membangun beberapa infrastruktur di Jepang
yang rawan akan terjadinya gempa bumi. “Di Jepang, beton ini biasa
dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur beton penahan ombak karena
kekuatannya sangat terjamin dan membangun taman-taman karena beton ini tidak
panas jika diinjak dengan kaki telanjang,” ujar Nurul.
Lebih Rapi Kelebihan lain beton ini terlihat dari tingkat kerapihan dan
bentuknya. Dengan kata lain, dari setiap paving block dari beton-beton ini sangat
diperhatikan. Jika dimanfaatkan dalam pembangunan taman, setiap paving block
dari beton ini bisa diwarnai sesuai dengan keinginan.
Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI Bambang Subiyanto mengatakan, untuk membuat
beton yang ramah lingkungan tersebut, bahan bakunya semuanya ada di
Indonesia. Dengan memanfaatkan limbah dari produksi Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) di seluruh wilayah Indonesia. “Artinya, beton ini menjadi
semacam solusi dalam penanganan limbah batubara yang ada dan bisa
dimanfaatkan dalam pembangunan infrastruktur, ” imbuhnya.
Lebih lanjut Bambang menuturkan dalam waktu dekat ini LIPI akan
menjajaki peluang-peluang kerja sama dengan sejumlah PLTU, seperti PLTU di
Pacitan, Pangandaran, Sukabumi, dan produksi-produksi yang ada di daerah lain
yang memakai batubara sebagai bahan bakunya. Saat ini, PLTU di Pacitan sudah
mengundang LIPI untuk membuat pabrik beton ramah lingkungan di dalam
lingkungan pabrik PLTU-nya.
“Dalam sehari limbah abu dasar (bottom ash) yang mereka keluarkan
sebanyak 250 ton limbah. Limbah abu terbang (fly ash) 200-1000 ton per hari.
Bayangkan limbah dari hasil pembakaran batubara itu mau dibuang ke mana kalau
tidak kita manfaatkan,” katanya.
Direktur Penelitian dan Pengembangan Hakko Co. Ltd. Yoshihide Wada
menjelaskan, proyek yang dilakukan JICA dan LIPI telah berjalan dalam
memproduksi beton ramah lingkungan dari bahan baku asal Indonesia dengan
menggunakan teknologi Hakko Industry Co. Ltd..
“Kami sangat berharap kegiatan ini dapat membantu menyebarluaskan
produk ramah lingkungan kepada masyarakat Indonesia melalui pengenalan
terhadap karakteristik produk yang diproduksi di Indonesia,” katanya.
Proses Pembuatan Soal bahan baku dan proses pembuatannya, Karunia
Mita Sekar Cahyani, Project Manager PT Nano Tech Inovasi Indonesia (tenan
LIPI) mengatakan kalau dari namanya saja sudah jelas diketahui bahwa beton
ramah lingkungan ini terbuat dari hasil pemanfaatan limbah batubara dari
produksi pembangkit listrik tenaga uap, yaitu abu dasar (bottom ash), kemudian
semen, air tawar, zat adiktif (YHR) dan pewarna jika diperlukan. “Biasanya, kalau
kami pesan bottom ash, juga terkandung fly ash. Jadi, untuk kandungan airnya,
disesuaikan dengan kebutuhannya,” katanya.
Untuk proses pembuatanya, dari total keseluruhan campuran, dibutuhkan
40-60 persen bottom ash, sedangkan zat adiktifnya 2-5 persen, dan komposisi
airnya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Biasanya, untuk mengetahui
komposisi airnya, kurang atau lebih, maka bahan yang telah dicampur tersebut
kami genggam pakai tangan. “Untuk 36 kg bottom ash dibutuhkan 1,5-10 liter air.
Intinya tergantung kondisi, tidak ada patokan,” katanya.
Untuk proses pembuatannya, semua bahan tadi dicampur dengan mixer
beton atau truk molen. Setelah dipastikan semua tercampur dengan merata, maka
dimasukkan ke dalam proses cetakan sesuai dengan ukuran dan bentuk. “Tak lama
setelah itu, barulah beton tersebut bisa dipergunakan dalam pembangunan
infrastruktur di Indonesia,” katanya.

Anda mungkin juga menyukai