Makalah Kebudayaan Andrian
Makalah Kebudayaan Andrian
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang pluralisme dengan berbagai kebudayaan.
Kebudayaan sebagai hasil budidaya manusia merupakan sesuatu yang unik untuk ditelaah
dan dipelajari. Didalam kebudayaan terdapat banyak hal yang dapat digali berbagai
manfaatnya. Sebagai orang Jawa yang kaya akan hasil budaya sudah seharusnya bangga
terhadap kebudayaan yang dimiliki , namun apa yang terjadi, para generasi penerus pada era
globalisasi ini cenderung menyukai budaya – budaya barat. Padahal apabila diteliti, langsung
atau tidak langsung kebudayaan itu merupakan suatu kekayaan yang patut dilestarikan. Selain
itu, masyarakat Jawa sendiri saat ini sudah jarang sekali yang melakukan tradisi yang sudah
turun- temurun. Hanya beberapa saja yang masih percaya dan mengadakan tradisi tersebut,
itupun hanya dilakukan oleh orang –orang terdahulu yang masih kental dengan adat Jawa.
Apalagi dengan masuknya budaya barat yang tidak sedikit telah menggeser berbagai
kebiasaan yang merupakan kebudayaan asli orang Jawa. Jika kebudayaan barat ini terus
mempengaruhi budaya masyarakat jawa, bisa dipastikan lama kelamaan kebudayaan kita
akan punah. Jika para orang tua, sesepuh saja enggan melestarikan, apalagi dengan para
remaja. Hal ini menimbulkan keprihatinan dan menarik minat penulis untuk meneliti tentang
kebudayaan terutama tradisi slametan membangun rumah.
Didalam kebudayaan orang Jawa, Slametan adalah versi jawa dari apa yang
barangkali merupakan upacara keagamaan yang paling umum didunia; ia melambangkan
kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut serta didalamnya. Handai-taulan, tetangga, rekan
sekerja, sanak keluarga, arwah setempat, nenek moyang yang sudah mati dan dewa-dewa
yang hampir terlupakan, semuanya duduk bersama mengelilingi satu meja dan karena itu
terikat kedalam suatu kelompok social tertentu yang diwajibkan untuk tolong-menolong dan
bekerja sama. Slametan dapat diadakan untuk memenuhi semua hajat orang sehubungan
dengan suatu kejadian yang ingin diperingati. Kelahiran, perkawinan, kematian, pindah
rumah, panen, ganti nama,sakit, tetapi tuan rumah selalu takkan melupakan agar seseorang
yang bisa membaca doa terdapat juga disitu.
Seperti yang diuraikan diatas, slametan merupakan suatu kebiasaan yang sarat akan
makna seperti slametan membangun rumah. Slametan membangun rumah adalah suatu
upacara yang dilakukan sebelum memasang atau menaikkan molo. Ini dilakukan agar tidak
terjadi peristiwa- peristiwa yang tidak diinginkan selama membangun rumah. Upacara ini
diikuti para anggota keluarga, tetangga, kerabat, dan sesepuh desa. Dalam prosesi ini
biasanya tuan rumah menyediakan berbagai hidangan dengan uba rampe dan lauk pauk
lengkap. Selain itu, ada juga sesaji yang diletakkan pada atas rumah. Sesaji ini antara lain
pisang raja satu tandan, tebu, padi, kelapa, bendera warna merah, dan selendang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka muncul berbagai masalah yang peneliti
rumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk dan prosesi acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri,
Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo?
2. Apa saja perlengkapan acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri, Kecamatan
kalibawang, Kabupaten Kulon Progo?
3. Apa fungsi dari acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri, Kecamatan
kalibawang, Kabupaten Kulon Progo?
C. Identifikasi Masalah
Masalah – masalah yang muncul peneliti identifikasikan sebagai berikut :
1. Perhitungan hari ( petungan ) mengenai pembangunan rumah menurut orang Jawa
2. Pelaksanaan acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri, Kecamatan
kalibawang, Kabupaten Kulon Progo
3. Fungsi acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri, Kecamatan kalibawang,
Kabupaten Kulon Progo
4. Rangkaian kegiatan ( prosesi ) acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri,
Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri, Kecamatan
kalibawang, Kabupaten Kulon Progo antara lain :
1. Mendeskripsikan bagaimana bentuk dan prosesi acara slametan membangun rumah di
desa Banjarasri, Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo
2. Mendeskripsikan perlengkapan yang diperlukan dalam acara slametan membangun
rumah di desa Banjarasri, Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo
3. Mendeskripsikan fungsi dari acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri,
Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo
F. Metode Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang
Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada prosesi slametan
sambatan membangun rumah.
b. Penentuan Informan
Untuk menentukan informan digunakan konsep Spradley ( 1997 : 61) dan Benard
,1994 : 166 ) yang prinsipnya menghendaki seorang informan itu harus paham terhadap
budaya yang dibutuhkan ( Suwardi Endraswara, 2006 : 203 ).
Dalam penelitian slametan membangun rumah ini peneliti memilih informan-informan
yang cukup mengerti akan upacara tradisi slametan membangun rumah. Para informan
tersebut yaitu pemilik rumah (Sumarsono), pekerja (Sumino, Yadi) , tetangga dekat
(Wijo)
.
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara.( Esti Ismawati, 2011 : 97 ).
Peneliti sebelum mengumpulkan data di lapangan dengan teknik wawancara, sebaiknya
menyusun daftar pertanyaan sebagai pedoman di lapangan. Namun daftar pertanyaaan
bukanlah sesuatu yang bersifat ketat, dapat mengalami perubahan sesuai kondisi di lapangan.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap pemilik rumah, tetangga rumah
dan pekerja ( tukang ). Adapun daftar poko pertanyaan ialah mengenai prosesi , makna
simbolik serta fungsi dari slametan sambatan rumah.
Adapun teknik wawancara yang digunakan ialah wawancara semi terstruktur. Dalam
semi terstruktur, meskipun interview sudah diarahkan oleh sejumlah daftar pertanyaan tidak
tertutup kemungkinan memunculkan pertanyaan baru yang idenya muncul secara spontan
sesuai dengan konteks pembicaraan yang dilakukan.
2. Teknik Observasi
Observasi adalah kegiatan pengamatan terhadap suatu objek dengan menggunakan
seluruh alat indera manusia yakni melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan
pengecap. Ini yang dinamakan observasi langsung. Didalam penelitian, observasi dapat
dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara dan sebagainya.
3. Teknik Dokumentasi
Dokumentasi adalah alat pengumpulan data denagn cara menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku, majalah, dokumen, peraturan –peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya.
Adapun alat untuk mendokumentasi dalam penelitian ini ialah menggunakan :
a. Foto kegiatan yang dapat memberikan gambaran atau visual yang mewakili tentang
proses upacara ( slametan ) sambatan membangun rumah.
b. Catatan wawancara maupun analisis data
I. Hipotesis
1. Sambatan merupakan wujud dari gotong royong yang sudah menjadi pranata yang
berkembang dalam masyarakat Jawa.
2. Sambatan dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan sukarela tanpa mengharapkan
upah atas pekerjaaannya
3. Banyak dampak positif yang dihasilkan dari tradisi sambatan, salah satunya yaitu
membangun rasa solidaritas masyarakat.
4. Tradisi sambatan semakin memudar karena pengaruh globalisasi yang membuat pola
pikir masyarakat berubah dan menganggap bahwa gotong royong merupakan suatu
hal yang tidak penting.
5. Tradisi sambatan dapat dilestarikan dengan cara merubah pola pikir masyarakat yang
menganggap gotong royong tidak penting dan memberikan sanksi sosial untuk
masyarakat yang tidak ikut gotong royong.
J. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana bentuk dan prosesi acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri,
Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo?
2. Apa saja perlengkapan acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri,
Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo?
3. Apa fungsi dari acara slametan membangun rumah di desa Banjarasri, Kecamatan
kalibawang, Kabupaten Kulon Progo?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS
K. Tinjauan Pustaka
Pada penelitian yang terdahulu menganalisis tentang budaya jawa, peneliti tersebut
adalah sebagai berikut :
Endang Istiyanah ( 2010 ) dalam penelitiannya yang berjudul “ Tradisi Kliwonan di
Kabupaten Batang”. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu : (1) bagaimana bentuk
tradisi Kliwonan di Kabupaten Batang , (2) fungsi apakah yang dapat diambil dari tradisi
Kliwonan di Kabupaten Batang, (3) bagaimanakah persepsi masyarakat terhadap tradisi
Kliwonan di Kabupaten Batang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) bentuk tradisi
kliwonan di masyarakat yaitu tradisi memulai ( memuliakan) tradisi nyekar, tradisi pasar
malam di Alun-alun Batang, tradisi mandi di Masjid Jami’, dan upacara membuang pakaian
di masjid Jami. (2) fungsi yang dapat diambil dari tradisi kliwonan adalah fungsi religi,
fungsi pendidikan, fungsi sosial budaya, fungsi ekonomi, serta fungsi pengembangan budaya,
( 3) persepsi masyarakat terhadap tradisi kliwonan yaitu persepsi terhadap keyakinan,
persepsi partisipasi sosial dan persepsi bidang ekonomi.
Adapun perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Endang Istiyanah dengan Tradisi
Slametan Membangun Rumah di Desa Banjarasri, Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon
Progo adalah ritual yang dilaksanakan serta lokasi penelitian yang berbeda. Sedangkan
persamaanya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan
pendekatan foklor.
Agung Pamuji ( 2010 ) dalam penelitiannya yang berjudul “ Nilai Pendidikan
dalam Tradisi Wiwit Padi di Desa Banjarasri, Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon
Progo “ mengfokuskan penelitiannya pada (1) cerita asal-usul Desa Mudal, (2) pelaksanaan
tradisi wiwit padi, (3) manfaat tradisi wiwit padi bagi petani Banjarasri, Kecamatan
kalibawang, Kabupaten Kulon Progo (4) rangkaian kegiatan tradisi wiwit padi bagi petani
Banjarasri, Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.Sedangkan dalam penelitian ini
mengfokuskan pada bentuk dan prosesi slametan membangun rumah di Desa Banjarasri,
Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, perlengkapan dan fungsi dari slametan
membangun rumah di Desa Banjarasri, Kecamatan kalibawang, Kabupaten Kulon Progo
L. Kajian Teoretis
1. Kebudayaan
Pengertian kebudayaan awalnya dari kata Yunani “ colore , culture, dalam bahasa
Inggris disebut culture ( kebudayaaan ) yang berbeda dengan kata civilisation ( peradaban ).
Di Jerman istilah civilisation berarti peradaban lahir, yaitu kata pergaulan yang halus, teknik
dan organisasi masyarakata yang tinggi derajatnya, sistem hukum yang teratur baik.
sedangkan kebudyaan ( culture) merupakan peradaban batin, yaitu kehalusan budi, keluhuran
( ilmu) batiniyah, ketinggian perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian. ( Imam Sutrajo,
2008 : 10 )
Cliffort Gertz berpendapat bahwa kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang
diyakini kebenarannya oleh orang yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti
perasaan – perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian
sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau
kotor, dan sebagainya. hal ini bisa terjadi katena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai
moral, yang sumbernya adalah pandangan hidup dan etos atau sistem yang dipunyai oleh
setiap manusia.
( Imam Sutarjo, 2008 : 11-12)
Koentjaraningrat dalam buku Kajian Budaya Jawa ( 2008) berpendapat bahwa
budaya berasal dari kata “ buddhayah ( sansekerta) bentuk jamak dari buddhi / akal. jadi
kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Keseluruhan isi serta
kemampuan alam piiran dan alam jiwa manusia dalam hal menanggapi lingkungannya
disebut metalitet tidak terlepas dari hubungannya dengan sistem nilai budaya. Kebudayaan
meliputi gagasan-gagasan, cara berfikir, ide-ide yang menghasilkan norma-norma, adat-
istiadat, hukum dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah laku dalam
masyarakat. Tingkat yang lebih tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat adalah sistem nilai
budaya, karena sistem niali budaya merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran (
sebagian) masyarakat. sitem nilai budaya tidak saja berfungsi sebagai pedoman tetapi juga
sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup. ( Imam Sutarjo, 2011 : 12 )
2. Foklor
Foklor merupakan wujud budaya yang diturunkan dan atau diwariskan secara turun-
temurun secara lisan ( oral ). Dalam pandangan Archer Taylor ( Danandjaya, 2003 : 31)
dalam buku Foklor Jawa , foklor adalah bahan-bahan yang diwariskan oleh tradisi, baik
melalui kata-kata dari mulut ke mulut maupun dari praktik adat-istiadat. Tegasnya, foklor
merupakan bagian dari kebudayaan yang bersifat tradisional, tidak resmi ( unofficial ), dan
noninstitusional.
2.1 Bentuk, Fungsi dan Ciri Foklor
a. Bentuk Foklor
James Danandjaja ( hal 21 dst ) menyatakan bahwa foklor mempunyai tiga kelompok besar,
yaitu : foklor lisan, folklor bukan lisan dan foklor sebagian lisan.
1) Foklor lisan adalah foklor yang bentuknya memang murni lisan. Yang termasuk
kedalam kelompok ini adalah:
1. bahasa rakyat seperti logat, julukan dan sebagainya
ungkapan tradisional, seperti peribahasa , pepatah, pemeo
2. pertanyaan tradisional seperti teka-teki
3. puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, syair
4. cerita prosa seperti mite, legenda, dongeng
5. nyanyian rakyat
2) Foklor sebagian lisan, adalah foklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan
dan bukan lisan, misalnya kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater, tarian, adat-istiadat,
upacara, pesta, batu permata dan sebagainya.
3) Foklor bukan lisan, adalah foklor yang bentuknya bukan lisan walaupun cara
pembuatannya diajarkan secara lisan, kelompok ini dibagi menjadi dua :
1. material, seperti : arsitek rakyat, kerajian tangan, pakaian, perhiasan, masakan,
minuman, obat tradisi.
2. bukan material, seperti : musik rakyat, gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat
komunikasi rakyat , dan sebagainya.
b. Fungsi Foklor
Adapun fungsi foklor ada empat ( James Danandjaja , hal 19 ) yaitu :
1. sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif,
2. sebagai alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan
3. sebagai alat pendidikan anak
4. sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma masyarakat dipatuhi ( Sardanto
Cokrowinoto, 1986 : 4 )
c. Ciri – ciri Foklor
Menurut Suwardi Endraswara dalam buku foklor Jawa ( 2010 : 6 ) ciri – ciri foklor
adalah sebagai berikut :
1. disebarkan secara lisan, artinya dari mulut ke mulut, dari orang satu ke orang lain dan secara
alamiah tanpa paksaan
2. nilai-nilai tradisi jawa amat menonjol dalam foklor.tradisi ditandai dengan keberulangan atau
yang telah menjadi kebiasaan.
3. dapat bervariasi antara satu wilayah, namun hakikatnya sama. Variasi disebabkan keragaman
bahasa, bentuk, dan keinginan masing-masing wilayah.
4. Pencipta dan perancang foklor tidak jelas siapa dan darimana asalnya.
5. Cenderung memiliki formula atau rumus yang tetap dan ada yang lentur.
6. mempunyai kegunaan bagi pendukung atau kolektiva jawa.
7. kadang- kadang mencerminkan hal-hal yang bersifat pralogis
8. menjadi milik bersama dan tanggung jawab bersama
9. mempunyai sifat polos dan spontan
Sambatan Dalam masyarakat dikenal adanya tolong menolong secara kolektif yang
disebut dengan sambatan. Sambatan merupakan suatu sistem gotong royong di kampung
dengan cara menggerakkan tenaga kerja secara masal yang berasal dari warga kampung itu
sendiri untuk membantu keluarga yang sedang tertimpa musibah atau sedang mengerjakan
sesuatu, seperti membangun rumah, menanam serta memanen padi dan menyelenggarakan
pesta pernikahan.
Sambatan dilakukan oleh warga kampung dengan sukarela tanpa mengharapkan upah
atas pekerjaaannya itu karena didasari oleh asas principle of reciprocity, yaitu siapa yang
membantu tetangganya yang membutuhkan maka suatu saat pasti ia akan dibantu ketika
sedang membutuhkan. Selain itu sambatan juga dilandasi oleh falsafah hidup sapa nandur
kabecikan, mesti bakal ngunduh (siapa menanam kebaikan pasti akan memetik hasilnya).
Dalam perkembangannya, menurut Koentjaraningrat, terdapat pergeseran sistem
gotong royong dengan sambatan menjadi sistem upah. Dalam bidang pertanian nampak jelas
terjadi pergeseran itu. Sekarang ini warga masyarakat yang terlibat dalam tandur (menanam
padi) dan derep (memanen padi) diberi upah oleh pemilik atau petani penggarap sawah.
Pergeseran sistem sambatan dalam pertanian tidak terlepas dari tuntutan hidup di zaman
moderen ini, di mana lapangan kerja semakin sempit dan kebutuhan hidup makin tinggi.
Warga masyarakat yang dulunya murni bergotong royong menggarap sawah kini menjadikan
sawah sebagai lapangan pekerjaan. Warga yang terlibat dalam menggarap sawah itu disebut
dengan buruh tani. Sebenarnya tidak hanya terjadi di bidang pertanian saja perubahan sistem
sambatan. Dalam membangun rumah misalnya kini jarang sekali warga yang membangun
dengan sambatan. Sewaktu membangun rumah, sekarang ini biasanya diserahkan kepada
tukang atau orang yang memiliki pengalaman dalam membangun rumah. Maka muncullah
istilah tukang kayu, tukang batu dan laden tukang (pembantu atau asisten tukang). Tukang
kayu adalah orang yang diupah untuk menangani konstruksi bangunan dengan bahan kayu.
Tukang batu khusus menangani konstruksi yang berbahan batu bata. Adakalanya tukang batu
merangkap menjadi tukang kayu atau sebaliknya. Adapun laden tukang biasanya membantu
tugas secara umum dari tukang kayu dan tukang batu. Masing-masing tukang itu saling
melengkapi satu sama lain dalam pekerjaan membangun rumah.
BAB III
N. Kesimpulan
Upacara slametan pembangunan rumah merupakan tradisi masyarakat di Desa
Banjarasri. Upaca slametan tersebut dilaksanakan sebagai wujud bersyukur kepada Tuhan
YME sebagaimana telah terwujud keinginan untuk membuat sebuah rumah. Slametan
Pembuatan rumah merupakan salah satu hasil alkulturasi Islam dan budaya local sejak islam
mulai masuk di Desa Banjarasri. Berkat keterbukaan masyarakat terhadap kebudayaan baru,
Pada akhirnya kedua kebudayaan tersebut dapat beralkulturasi dengan baik tanpa
menimbulkan konflik yang serius.
O. DAFTAR PUSTAKA
(Bancakan Slametan)