Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan pustaka


Menurut Gunawan (2017) dalam Jurnal Teknologi Determinasi Volume 2
Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Sembilanbelas November Kolaka yang berjudul “Studi Teknis Peledakan Jenjang Pada
Penambangan Batugamping Di front penambangan Quarry blog 4 Utara PT Semen
Tonasa Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan” Berdasarkan hasil pengamatan
ukuran geometri peledakan dilapangan dengan menggunaka teori R.L Ash yaitu Burden
3,13 meter, Spacing 3,97 meter, Subdrilling 0,19 meter, kedalaman lubang ledak 10,74
meter , Tinggi Jenjang 8,74 meter, Stemming 2,32, panjang kolom isian 8,40 meter.
Akan menghasilkan produksi peledakan sebesar 25.591,42 ton/hari, kemudian untuk
geometri peledakan dilapangan dengan menggunaka teori secara nyata dilapangan yaitu
Burden 4,08 meter, Spacing 5,02 meter, Subdrilling 1,12 meter, kedalaman lubang
ledak 9,72 meter , Tinggi Jenjang 8,50 meter, Stemming 1,82, panjang kolom isian 7,91
meter. Akan menghasilkan produksi peledakan sebesar 38.839,77 ton/hari. Dari hasil
perhitungan produktivitas peledakan menurut teoritis 25.591,41 ton/hari, dan geometri
aktual dilapangan 38.839,77 ton/hari lebih banyak dari target produksi PT. Semen
Tonasa yaitu 35.000 ton/hari.
Menurut Saputra (2014) dalam tugas akhir Program Studi Teknik Pertambangan
Diploma 3 (D3) Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih yang berjudul “Kajian Teknis
Rancangan Geometri Pemboran dan Peledakan Lapisan Interburden B2-C Guna
Mendapatkan Fragmentasi Batuan Di Pit MT-4 Pre-Bench Tambang Air Laya (TAL)
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk Tanjung Enim,Sumatera Selatan”. Menjelaskan tingkat
fragmentasi hasil peledakan aktual dengan ukuran ≥100 cm (boulder) berdasarkan
perhitungan teoritas didapat ukuran fragmentasi sebesar 29%, sedangkan untuk target
persentase yang diinginkan oleh PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Di lokasi PIT MT-4
Pre-Bench yaitu 10% untuk bongkahan (Boulder) dari ukuran ≥100 cm. Berdasarkan
geometri aktual atau geometri saat penelitian disimpulkan bahwa yang tidak lolos
ayakan pada ukuran ≥100 cm adalah 29% dilakukan usulan perubahan geometri
peledakan berdasarkan teori R.L ASH dan didapatkan hasil yang memenuhi target dari

4
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk ≥100 cm adalah 5,71%. Dengan mengusulkan
memperkecil jarak Burden dari 6,15m menjadi 4,71m, Spacing dari 7,085m menjadi
6,123m, Stemming dari 4,15 m menjadi 3,3m, kedalaman lubang ledak dari 7,54 m
menjadi 7,065m serta memperbanyak jumlah lubang ledak dari 1137 hole menjadi 3170
hole meskipun penggunaan ANFO akan lebih banyak yaitu dari 65.505,65 kg menjadi
235.011,85 kg perpeldakan.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Geologi Regional
Kondisi geologi di Wilayah IUP tepatnya pada Kabupaten Ogan Komering Ulu,
umumnya terdiri dari batulempung, batupasir, serta batulanau. Salah satu formasi yang
terdapat pada daerah kabupaten Ogan Komering Ulu adalah formasi Baturaja yang
terdiri atas batugamping dengan sisipan napal dan batulempung.

Peta Geologi Regional


PT Semen Baturaja (Persero) Tbk

402.500 mE 405.000 mE 407.500 mE


9.547.500 mN
9.545.000 mN
9.542.500 mN
9.540.000 mN

Sumber :Peta Geologi Lembar Baturaja, Sumatera (S. Gofoer, T.C. Amin dan R. Pardede), 1993

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional PT Semen Baturaja (Persero) Tbk

5
Batugamping tampak berwarna abu-abu terang hingga putih keabu-abuan dan
terdiri atas batugamping pejal dan batugamping berlapis. Formasi ini memiliki
ketebalan mencapai 85m. Lingkungan pengendapan batuan berhubungan dengan laut
yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu yaitu laut dangkal.
Berdasarkan peta geologi (Gambar 2.1), wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu
terdapat beberapa formasi lainnya yaitu:

Qtk : Formasi Kasai, Konglomerat dan batupasir kuarsa, batulempung


tufaan mengandung kayu terkersikan dengan sisipan tuff batuapung
dan lignit.
Tmpm : Formasi Muaraenim, Batulempung, batulanau, batupasir tufaan
dengan sisipan batubara.
Tma : Formasi Air benakat, Batulempung dengan sisipan batulempung
tufaan napal, batupasir, dan serpih.
Tmb : Formasi Baturaja, Batugamping terumbu, kalkarenit dengan sisipan
serpih gampingan dan napal.
Tpok : Formasi Kikim, Breksi gunungapi, tuff padu, tuff, lava, batupasir dan
batulempung.

2.2.2 Topografi dan Morfologi


Secara umum, wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu memiliki daerah yang
berbukit-bukit dengan ketinggian yang berbeda, umumnya berbukit rendah dengan
ketinggian yang bervariasi antara 40m sampai 60m di atas permukaan air laut. Wilayah
kuasa penambangan batugamping yang dikelola oleh PT. Semen Baturaja (Persero),
merupakan bekas ladang pertanian yang ditumbuhi semak belukar, terletak di Desa
Pusar. Bagian Selatan mengalir Sungai Ogan yang memiliki ketinggian 30m di atas
permukaan air laut.
Secara garis besar, sebaran jenis tanah yang dijumpai di wilayah Kabupaten OKU
TIMUR adalah meliputi Hidromorf Kelabu, Aluvial, Andosol, Latosol, Podsolik Merah
Kuning, Merah Kekuningan dan coklat kekuningan dan Hidromorfik Kelabu serta
Kompleks Podsolik yang merupakan gabungan dari berbagai jenis tanah.

6
Peta Morfologi Regional Daerah PT Semen Baturaja (Persero) Tbk
Desa Pusar Kelurahan Sukajadi Kecamatan Baturaja Timur
Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan

400.000 mE 402.500 mE 405.000 mE 407.500 mE 410.000 mE


9.547.500 mN
9.545.000 mN
9.542.500 mN
9.540.000 mN

Sumber :SRTM Sumatera, 2010

Gambar 2.2 Peta Morfologi Regional PT Semen Baturaja (Persero) Tbk

2.2.3 Iklim dan Curah Hujan


Wilayah PT Semen Baturaja (Persero) Tbk yang terletak di Desa Pusar, Kelurahan
Sukajadi, Kecamatan Baturaja Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatra Selatan
ini memiliki iklim tropis dengan suhu rata-rata sekitar 21°-32°C dengan curah hujan
rata-rata maksimum pada bulan Desember. Curah hujan terbesar berada pada tahun
2010 sebesar 688 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 15 hari. Iklim tropis memiliki
karakteristik dimana daerahnya memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat
melimpah. Hal ini juga ditandai dengan banyaknya hutan hujan tropis di Indonesia,
khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Daerah ekuator menerima cahaya
matahari yang lebih intensif sehingga banyak tumbuhan yang tumbuh lebih baik serta
beranekaragam. Hutan hujan tropis sendiri juga dapat mempengaruhi jumlah tangkapan

7
air hujan. Semakin tinggi curah hujan daerah tersebut maka akan dibutuhkan sejumlah
areal hutan yang luas. Dengan semakin luas area hutan tersebut maka kesempatan untuk
menjadi daerah tangkapan hujan akan semakin baik.
TABEL 2.2
Data curah hujan tahun 2010-2014 (mm/bulan)
TAHUN 2010 2011 2012 2013 2014 Rata-Rata
BULAN / 5 tahun
Jan 182,5 127,5 96,0 439 259,5 87,8
Feb 588,0 51,0 367,0 257 82 67,8
Mar 460,0 116,0 208,0 178 161 67,8
Apr 476,0 48,5 196,0 197 125 64,4
Mei 359,0 92,0 176,0 182 152 66,8
Jun 253,0 95,0 170,0 95 68 32,6
Jul 177,5 86,0 54,0 114 66 36
Agt 261,5 22,0 22,0 170 83 50,6
Sep 382,5 14,0 16,0 185 7 38,4
Okt 381,5 114,0 165,5 157,5 29 37,3
Nov 458,0 154,0 321,0 367 201 113,6
Des 193,0 288,0 321,0 273,5 402 135,1
Max 588,0 288,0 367,0 439 402 168,2
Min 177,5 14,0 16,0 95 7 20,4
Rata-rata/tahun 352,71 107,85 171,35 224,92 127,5 352,71
Sumber :Kantor Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan HortikulturaKabupaten Ogan Komering Ulu
Provinsi Sumatera Selatan, diolah kembali

Musim hujan terjadi pada bulan Oktober hingga bulan Maret dengan curah hujan
rata-rata maksimum perbulannya 388,9 mm (Tabel 2.2) dari tahun 2010 hingga 2014.
Puncak musim penghujan terjadi di bulan November dimana curah hujan pada bulan
tersebut sangat tinggi sekitar 458 mm pada tahun 2010. Berdasarkan rata-rata tingkat
curah hujan pertahun sebesar 352.71 mm tersebut dapat disimpulkan daerah kuari PT
Semen Baturaja (Persero) Tbk rawan terhadap air limpasan dan intrusi air tanah yang
dapat membanjiri quarry.

8
2.2.4 Batu Kapur (Limestone)
Batu kapur adalah bahan utama pembuatan semen sedangkan bahan tambahan
dari pembuatan semen adalah pasir silika, pasir besi, gipsum, dan abu batubara. Batu
kapur merupakan salah satu jenis batuan sedimen non-klastik yaitu terbentuk akibat
proses kimia baik dari larutan maupun aktivitas organik dan mengandung Authigenic
Minerals (mineral-mineral yang terbentuk di cekungan atau lingkungan sedimentasi).
Mineral utamanya adalah kalsit dengan rumus kimia CaCO3 dengan kekerasan berkisar
1,8–3 berdasarkan skala mosh dan berat jenisnya adalah berkisar 2.

a) Genesa Batu Kapur (Limestone)


Berdasarkan mula jadi atau cara terbentuknya, batu kapur dapat terbentuk secara
organik, mekanik, dan kimia.
1. Secara organik
Batu kapur atau batugamping terbentuk dari koloni binatang laut seperti
Coelentrata, Moluska, Protozoa dan Foraminifera. Batu kapur pada dasarnya
merupakan pertumbuhan dari koloni koral laut. Koloni koral laut ini mengandung
zat kapur dan ketika mati jasad-jasadnya terendapkan dalam suatu cekungan
sedimen. Di dalam cekungan terjadi proses pembatuan atau pengompakan dari
endapan jasad organisme tersebut dan terbentuk batugamping.
Lingkungan dengan kondisi air yang tenang, jernih, dangkal dengan
kedalaman masih dapat ditembus oleh sinar matahari (< 50 meter), dan temperatur
yang hangat merupakan lingkungan yang sesuai sebagai tempat hidup bagi koloni
laut tersebut.
2. Secara mekanik
Batugamping klastik merupakan hasil perombakan dari batugamping non-
klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, dan sedimentasi.
Selama proses pembentukannya terdapat mineral ikutan yang merupakan
pengotor, sehingga sering dijumpai adanya variasi warna dari batukapur itu
sendiri, seperti warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah
bahkan hitam.

9
3. Secara kimia
Di beberapa daerah berbatugamping yang tebal lapisannya didapatkan gua atau
sungai bawah tanah yang terjadinya berkaitan dengan kerja air tanah. Air hujan
yang mengandung CO2 dari udara dan CO2 hasil pembusukan zat organik
dipermukaan setelah meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batugamping yang
dilaluinya sepanjang rekahan, sehingga terjadi reaksi :

H2O + CO2 + CaCO3 Ca(HCO3)2


air hujan batu kapur kapur larutan

Reaksi ini merupakan reaksi bolak-balik, kapur larutan mengendap dan H2O dan
CO2 menguap sehingga terbentuk kembali batu kapur.

b. Karakteristik Batu Kapur


Karakteristik batu kapur adalah berwarna putih hingga keabu-abuan, struktur
batuannya Bioherm dengan tekstur amorf, memiliki densitas 2,41 t/m3 dengan
komposisi mineral utama penyusunnya adalah kalsit (CaCO3).

2.2.5 Operasi Produksi


Bahan baku semen di PT Semen Baturaja (Persero) Tbk ini didapatkan dari
penambangan batugamping dan tanah liat di PT Semen Baturaja cabang Baturaja
sebagai bahan utama pembuatan semen, sementara bahan baku pendukung lainnya
diperoleh dari tambang rakyat di daerah Sumatera Selatan. Bahan adiktif pozzolan
didapatkan dari PT Bukit Asam, Muara Enim, Sumatera Selatan. Penambangan
batugamping dan penambangan tanah liat di PT Semen Baturaja ini bekerjasama dengan
kontraktor United Tractors Semen Gresik (UTSG). Sementara, untuk kegiatan
development atau kegiatan pembuatan jalan tambang PT Semen Baturaja ini
bekerjasama dengan kontraktor Rizky Patra Nusa (RPN).
Metode penambangan batugamping di PT Semen Baturaja ini menggunakan
metode penambangan tambang terbuka dengan tipe metode pit quarry, dimana
penambangan dilakukan dengan menggali batugamping ke arah bawah sehingga
terbentuk cekungan (pit). Penambangan batugamping yang dilakukan di PT Semen

10
Baturaja ini hampir sama dengan penambangan batugamping yang lainnya. Proses
penambangan batugamping ini meliputi clearing area, stripping, drilling, blasting,
loading, hauling, hingga crushing di tempat pengolahan.

2.2.5.1 Proses Penambangan


1. Clearing Area
Proses ini merupakan proses pembersihan area tambang batugamping dari
tanaman penutup yang berada di permukaan lokasi penambangan. Proses ini bertujuan
agar penambangan batugamping ini dapat berlangsung tanpa adanya hambatan dari
tanaman yang menutupi area lokasi penambangan. Alat yang digunakan oleh PT Semen
Baturaja ini berupa bulldozer Caterpillartipe D6R-XL.
2. Stripping Area
Proses stripping merupakan pengupasan tanah penutup di lokasi penambangan.
Tanah penutup ini terdiri atas lapisan tanah pucuk (tanah yang dapat ditumbuhi
tanaman) dan lapisan overburden. Lapisan tanah pucuk ini akan disimpan di suatu
tempat khusus yang bertujuan untuk proses reklamasi setelah tambang tersebut sudah
berakhir. Lapisan tanah penutup ini dibongkar dengan menggunakan excavator
Komatsutipe PC-300 dan menggunakan excavator Volvo tipe EC330B-LC. Kemudian
material diangkut dengan menggunakan dumptruck Nissan tipe CWE-370.

Gambar 2.3 Excavator Volvo Tipe EC330B-LC


3. Drilling (Pengeboran)
Kegiatan pengeboran ini dilakukan sebelum dilakukan kegiatan peledakan,
dimana lubang yang dihasilkan dari kegiatan pengeboran ini yang akan digunakan untuk
lubang ledak. Jenis alat bor yang digunakan yaitu jenis alat bor rotary drill dengan
diameter mata bor 3,5 inci. Terdapat dua alat bor yang digunakan pada kegiatan

11
pengeboran lubang ledak di PT Semen Baturaja ini, yaitu tipe Furukawa Rock Drilll
tipe PCE-300 dan menggunakan kompresor sebagai tenaga penggerak. Kompresor yang
digunakan yaitu kompresor Airman tipe PDS-750S. Geometri dari kegiatan pengeboran
lubang ledak terdiri dari burden 3m, spasi 5m, posisi kemiringan lubang 90o, dan
kedalaman lubang bor yang bervariasi antara 3m hingga 9m.

Gambar 2.4 Furukawa Rock Drill PCE-300


4. Blasting (Peledakan)
Kegiatan peledakan ini bertujuan untuk membongkar material batugamping dari
batuan induknya. Peralatan yang digunakan pada kegiatan peledakan ini yaitu blasting
machine Kobla BL-500, blaster’s ohmmeter REO model B01999-1, dan lead wire
sepanjang +10m. Sementara perlengkapan peledakan yang digunakan yaitu Dahana
amonium nitrate, solar, Dayagel (200gram), dan detonator listrik.

Gambar 2.5 blasting machine Kobla BL-500


5. Loading (Pemuatan) dan Hauling (Pengangkutan)
Setelah kegiatan peledakan batugamping selesai, kemudian dilakukan kegiatan
pemuatan dan pengangkutan. Kegiatan pemuatan batugamping yang sudah terbongkar

12
tersebut dimuat dengan menggunakan excavator Komatsu tipe PC-300 dan excavator
Volvo EC330B-LC dengan ukuran bucket 2,1m3 ke dalam dump truck Nissan tipe
CWE-370 dengan kapasitas 30 ton. Kemudian, material batugamping ini dimasukan ke
dalam hammer crusher limestone untuk diolah menjadi semen.

Gambar 2.6 Dump Truck Nissan tipe CWE-370


2.2.5.2 Kegiatan Pemboran Lubang Ledak
Metode ini bertujuan untuk meretakkan, menghancurkan ataupun membongkar
batuan dari batuan induknya untuk memenuhi target produksi dan memperlancar proses
pemuatan dan pengangkutan. Kegiatan peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada
kegiatan penambangan salah satunya bila minim atau tidak berdampak terhadap
lingkungan seperti fly rock, vibration, air blast, gas beracun dan debu (Koesnaryo,
2012).
1. Pola Pemboran Lubang Ledak
Pada tambang terbuka maupun tambang bawah tanah biasanya dilakukan suatu
kegiatan pemboran, baik tambang terbuka maupun tambang bawah tanah memiliki
karakteristik dan sifat yang berbeda termasuk dalam kegiatan pemborannya itu sendiri.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas area, volume hasil
peledakan, pemasukan udara segar, dan keselamatan kerja. Jenis pola pemboran secara
umum dapat dikelompokan menjadi 4 golongan, yaitu:

13
a) Pola bujur sangkar (square pattern) merupakan pola dengan jarak burden dan spasi
sama. Biasanya pola ini digunakan pada topografi datar.
b) Pola empat persegi panjang (rectangular pattern) yaitu memiliki jarak spasi dalam
satu baris lebih besar dibanding burden.

Sumber : Modul Kursus Juru Ledak, 2004


Gambar 2.7 Pola Empat Persegi Panjang

c) Pola segitiga merupakan pola yang digunakan pada topografi landau.


d) Pola zigzag (staggered pattern) yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal
dari pola bujur sangkar maupun persegi panjang

Sumber : Modul Kursus Juru Ledak, 2004


Gambar 2.8 Pola Zigzag Empat Persegi Panjang

2. Arah Pemboran Lubang Ledak


Di kegiatan tambang terbuka kegiatan pemboran peledakan biasanya dilakukan
pada suatu bench atau jenjang. Pemboran dilakukan untuk menyiapkan lubang ledak
dengan kualitas yang baik dalam posisi yang tepat agar peledakan dapat berjalan lancar.
Pemboran juga mempunyai pola dan arah tertentu sesuai dengan keinginan dari suatu
perusahan.

14
Ada dua cara dalam membuat lubang bor, yaitu lubang bor miring dan lubang bor
tegak. Arah bor miring ataupun tegak memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun
beberapa keuntungan pemboran miring diantaranya:
1. Mengurangi biaya pemboran dan konsumsi handak, karena dengan burden yang
besar,
2. Akan diperoleh jenjang yang stabil,
3. Mengurangi resiko timbulnya “toe” dan “backbreak”
Sedangkan kerugian pemboran miring yaitu:
1. Sulit melakukan pemboran miring yang akurat,
2. Diperlukan supervisi yang ketat,
Keuntungan pemboran vertikal ialah:
1. Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
2. Untuk jenis batuan yang sama, aksesoris bor berumur lebih panjang
3. Bahan peledak lebih sedikit
4. Biaya pengeboran lebih kecil
Kerugian pada pemboran vertikal, yaitu:
1. Lereng kurang stabil
2. Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
3. Permukaan bidang bebas sering tidak rata

3. Pemilihan Alat Bor


Dalam pemilihan alat bor untuk di tambang terbuka menggunakan metode
peledakan jenjang. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat
bor, antara lain yaitu:
1. Jenis Batuan
Jenis batuan sangat menentukan dalam pemilihan alat bor, rotary percussive atau
rotary rushing, dipakai untuk batuan yang keras, sedangkan rotary cutting dipakai
untuk batuan sedimen.
a. Rotary percussive
Batang bor yang digunakan pada pemboran rotary percussive ada dua macam
yaitu:

15
 Integral drill steel
Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor dan batang
bornya menjadi satu. Batang bor ini biasanya digunakan untuk jenjang yang relatif
rendah atau kedalaman pemboran relative dangkal dan diameter lubang bor antara
22-41 mm.
 Extension Drill Steel
Extension drill memerlukan coupling untuk menghubungkan shank rod dengan
extension rods. Selain itu, batang bor jenis extension dapat dipakai untuk
mendapatkan kedalaman pemboran yang diinginkan. Perlengkapan pemboran
pada alat bor rotary-percussive drilling dengan menggunakan extension drill steel
adalah:
(i) Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling sleeve, rods
dan bits selama operasi pemboran. Threads terdiri dari 4 macam, yaitu R –
Thread, T-Thread,C-Thread, GD or HL – Thread
(ii) Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama yang
menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang bor.
(iii) Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi pukulan
dari shank adaptor ke mata bor. Pada pemboran dengan top hammer batang
bor merupakan komponen setelah drill chuck dan dapat berbentuk
hexagonal maupun round cross – section.
(iv) Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang satu dengan
batang bor lainnya. Tujuan penggunaan coupling untuk memperoleh
kedalaman yang diinginkan.
(v) Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan tumbukan dari
batang bor ke batuan. Alat bor rotary-percussive drill terdiri dari 2 jenis
mata bor, yaitu button bit dan insert bit.

16
b. Rotary Cutting
Rotary Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan aksi putaran untuk
melakukan penetrasi terhadap batuan. Pada metode ini ada dua jenis mata bor, yaitu
tricone bit dengan hasil penetrasinya berupa gerusan dan drag bit dengan hasil
penetrasinya berupa potongan (cutting).

2. Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau
ditentukan setelah mempertimbangkan aspek-aspek lainnya. Dalam tambang terbuka
dan quarry tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu yang beracuan pada peralatan bor
yang tersedia. Tinggi jenjang melebihi 15 meter, kecuali ada pertimbangan lain.

3. Diameter lubang ledak


Faktor penting dalam menentukan ukuran diameter lubang ledak yaitu besar target
produksi. Diameter yang lebih besar akan memberikan laju produksi yang tinggi. Selain
itu ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan ukuran diameter
lubang ledak yaitu adalah fragmentasi batuan yang dikehendaki dan batasan getaran
yang diizinkan.
4. Kondisi lapangan
Kondisi lapangan juga sangat mempengaruhi pemilihan peralatan.
5. Fragmentasi
Fragmentasi adalah istilah yang dapat menggambarkan ukuran dari pecahan
batuan setelah peledakan dan biasanya fragmentasi dipengaruhi oleh proses selanjutnya.

4. Rancangan Geometri Peledakan


Terdapat beberapa cara yang digunakan untuk menghitung geometri peledakan
yang telah dikenalkan oleh para ahli, antara lain yaitu R.L.Ash (1963) dan C.J Konya
(1972). Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta untuk dapat menentukan dan
menghitung geometri peledakan, terutama untuk menentukan dan menghitung geometri
peledakan, ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan
setempat dan jenis bahan peledak yang digunakan.

17
1. Rancangan Menurut C.J. Konya
Perhitungan menggunakan rumus C.J Konya, burden dapat dihitung berdasarkan
diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak yang dapat diperhitungkan
dengan densitasnya. Rumus menghitung burden adalah :

1
𝜌𝑒 3
𝐵 = 3,15 × 𝐷𝑒 × [ ]
𝜌𝑟

Dimana : B = Burden (ft)


De = Diameter Bahan Peledak (in)
ρe = Berat Jenis Bahan Peledak
ρr = Berat Jenis Batuan

 Instantaneous single-row blastholes


H+ 2B
H < 4B  S = ; H = tinggi jenjang
3
H > 4B  S = 2B ; H = tinggi jenjang

 Sequenced single-row blastholes


H+ 7B
H < 4B  S = ; H = tinggi jenjang
8
H > 4B  S = 1,4B ; H = tinggi jenjang

 Stemming (T): - Batuan massif, T = B


- Batuan berlapis, T = 0,7B
 Subdrilling (J): 0,3B

2. Rancangan Menurut R.L. Ash


Pada gambar diatas burden dapat dihitung berdasarkan diameter lubang ledak
dengan mempertimbangkan konstanta Konstanta Burden (KB) yang tergantung pada
jenis batuan dan bahan peledak, sehingga dapat dihitung menggunakan rumus ;

1⁄
SGe × (VOD)2 3
AF1 = [ ]
SGeSTD × (VODSTD )2
1
DSTD ⁄3
AF2 = [ D ]
rock
Kb = Kbkoreksix AF1 x AF2 ; Kbkoreksi = 25 - 35
Kb ×de
 B= 12

18
Ks = Kskoreksi x AF1 x AF2 ; Kskoreksi= 1 - 2
 S = Ks x B
Kt = 0,85 x AF1 x AF2 = 0,85 x 0,88 x 1,01 = 0,75
 T = Kt x B = 0,75 x 2,32 m = 1,74 m
Kj = 0,4 x AF1 x AF2 = 0,4 x 0,88 x 1,01 = 0,35
 J = Kj x B = 0,35 x 2,32 m = 0,81 m

Kt = Ktkoreksi x AF1 x AF2 ; Ktkoreksi = 0,7 – 1,0


 T = Kt x B
Kj = Kjkoreksi x AF1 x AF2 ; Kjkoreksi = 0,3 – 0,5
 J = Kj x B

5. Bahan Peledak
Bahan peleak adalah suatu campuran dari bahan-bahan berbentuk padat atau cair
ataupun campuran dari keduanya yang apabila terkena suatu aksi misalnya panas,
benturan atau gesekan akan berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lain yang sebagian
besar atau seluruhnya berbentuk gas, dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu
yang singkat , disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi (Keppres RI No. 5
tahun 1988)
a) ANFO
Pada awal tahun 1950, ditemukan bahwa Ammonium Nitrat yang saat itu beredar
dipasaran dapat digunakan sebagai bahan peledak apabila dicampur dengan proporsi
bahan bakar karbon maupun hidrokarbon untuk dijadikan agen oxygen-balance. Agen
peledakan ANFO mampu memberikan efektivitas peledakan yang setara dengan 60%
peledakan menggunakan dinamit, dan ANFO sendiri dapat digunakan pada tipe batuan
apapun.
Butiran-butiran AN dibuat dengan menyemprotkan 95% AN, 5% lelehan dari
campuran H2O pada menara untuk membentuk pellet dengan ukuran 8/20 mesh. Proses
evaporasi dari H2O setelah pembentukan butiran-butiran AN, memproduksi butiran
berpori yang memiliki reaksi permukaan yang lebih dibandingkan dengan butiran solid.
Sensitivitas dan kecepatan detonasi dipengaruhi oleh ukuran partikel, densiti
pembungkusan, keseimbangan kimiawi, dan homogenitas dari pencampuran. Apabila
pengisian bahan peledak dibuat lebih padat, maka kecepatan detonasinya akan
meningkat namun sensitivitasnya berkurang.

19
Ammonium nitrat tidak digolongkan ke dalam bahan peledak. Namun bila
dicampur atau diselubungi oleh hanya beberapa persen saja zat-zat yang mudah
terbakar, misalnya bahan bakar minyak (solar, dsb), serbuk batubara, atau serbuk
gergaji, maka akan memiliki sifat-sifat bahan peledak dengan sensitifitas rendah.
Walaupun banyak tipe-tipe AN yang dapat digunakan sebagai agen peledakan, misalnya
pupuk urea, namun AN yang sangat baik adalah yang berbentuk butiran dengan
porositas tinggi, sehingga dapat membentuk komposisi tipe ANFO.
ANFO adalah singkatan dari ammoniun nitrat (AN) sebagai zat pengoksida
dan fuel oil (FO) sebagai bahan bakar. Setiap bahan bakar berunsur karbon, baik
berbentuk serbuk maupun cair, dapat digunakan sebagai pencampur dengan segala
keuntungan dan kerugiannya. Pada tahun 1950-an di Amerika masih menggunakan
serbuk batubara sebagai bahan bakar dan sekarang sudah diganti dengan bahan bakar
minyak, khususnya solar.
Bila menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar, maka diperlukan
preparasi terlebih dahulu agar diperoleh serbuk batubara dengan ukuran seragam.
Beberapa kelemahan menggunakan serbuk batubara sebagai bahan bakar, yaitu:
 Preparasi membuat bahan peledak ANFO menjadi mahal,
 Tingkat homogenitas campuran antara serbuk batubara dengan AN sulit dicapai,
 Sensitifitas kurang, dan
 Debu serbuk batubara berbahaya terhadap pernafasan pada saat dilakukan
pencampuran.
Menggunakan bahan bakar minyak selain solar atau minyak disel, misalnya
minyak tanah atau bensin dapat juga dilakukan, namun beberapa kelemahan harus
dipertimbangkan, yaitu:
 Akan menambah derajat sensitifitas, tapi tidak memberikan penambanhan
kekuatan (strength) yang berarti,
 Mempunyai titik bakar rendah, sehingga akan menimbulkan resiko yang sangat
berbahaya ketika dilakukan pencampuran dengan AN atau pada saat operasi
pengisian ke dalam lubang ledak. Bila akan digunakan bahan bakar minyak
sebagai FO pada ANFO harus mempunyai titik bakar lebih besar dari 61° C.

20
Penggunaan solar sebagai bahan bakar lebih menguntungkan dibanding jenis FO yang
karena beberapa alasan, yaitu:
 Harganya relatif murah,
 Pencampuran dengan AN lebih mudah untuk mencapai derajat homogenitas,
 Karena solar mempunyai viskositas relatif lebih besar dibanding FO cair lainnya,
maka solar tidak menyerap ke dalam butiran AN tetapi hanya menyelimuti bagian
permukaan butiran AN saja.
 Karena viskositas itu pula menjadikan ANFO bertambah densitasnya.
Untuk menyakinkan bahwa campuran antara AN dan FO sudah benar-benar homogen
dapat ditambah zat pewarna, biasanya oke.

b) Detonator
Detonator atau juga disebut dengan blasting capsule atau blasting cap adalah
perangkat yang di gunakan sebagai pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam
bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek terhadap
bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu :
 Detonator biasa
Adalah detonator yang penyalaanya atau penggunaanya dinisiasi dengan api yang
dihatar melalui sumbu bakar atau penggunaanya harus menggunakan api dan
sumbu bakar.
 Detonator listrik
Adalah detonator yang penyalaannya menggunakan tenaga listrik. Listrik yang
dihatarkan melalui kabel khusus yang bisa dialiri oleh listrik. Detonator ini pada
ujung kabel atau rangkaian kabel terdapat kawat yang dapat mengeluarkan pijar
api apabila dialiri arus listrik.
 Detonator non listrik (non electronic)
Adalah detonator yang penggunaanya dengan cara diberi gelombang detonasi,
biasanya disambungkan dengan pipa kecil yang dihubungkan dengan bahan
peledak yang sensitif atau mudah bereaksi.

21
c) Primer
Primer adalah istilah pada bahan peledak yang peka terhadap detonator, yaitu
bahan peledak berbentuk cartridge berupa pasta atau keras, yang sudah dipasang
detonator yang diletakkan di dalam kolom lubang ledak. Primer biasanya terbentuk
padat dan berwarna putih seperti gypsum dan berbuntuk trapesium. Terdapat tiga tempat
untuk menempatkan primer dalam lubang ledak yaitu :
 Dibagian dasar lubang atau biasa disebut bottom priming
 Dibagian tengah lubang ledak midle priming
 Dibagian atas lubang ledak top atau collar priming

d) Fragmentasi
Penggunaan bahan peledak dalam memberaikan batuan menjadi fragmentasi
terletak pada kemampuan bahan peledak tersebut untuk memberikan sejumlah besar
energy ledakan ke porsi batuan yang terbatas. Ketika proses peledakan, energi dari
bahan peledak terlepas sebagai gas dalam tekanan dan temperature yang sangat tinggi.
Faktor-faktor yang penting pada fragmentasi peledakan dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu, parameter bahan peledak, parameter pengisian bahan peledak, dan
parameter batuan.

6. Parameter Bahan Peledak


Parameter bahan peledak yang diketahui dapat mempengaruhi pemberaian batuan
yaitu, densiti, kecepatan detonasi, impedansi detonasi, tekanan detonasi, volume gas,
dan energi yang tersedia. Tekanan detonasi dapat menjadi indikator terbaik dalam
menentukan kemampuan bahan peledak untuk memberai batuan keras yang solid.
Pengaruh dari energi yang tersedia pada kegiatan peledakan, umumnya disebut
“kekuatan” dari sebuah bahan peledak, telah lama digunakan sebagai ukuran dalam
kemampuan memberai. Namun, dikarenakan detonasi yang non-ideal suatu bahan
peledak dapat memproduksi tekanan yang sangat berbeda dengan bahan peledak lainnya
dalam energi yang sama. Dari beberapa penelitian dan praktik, telah diketahui bahwa
energi yang tersedia tidak dapat digunakan untuk memprediksi fragmentasi peledakan.

22
 Parameter Pengisian
Parameter pengisian bahan peledak ini pada dasarnya yaitu diameter pemboran,
kedalaman bor, stemming, tipe inisiasi, dan titik inisiasi menjadi peran penting dalam
menentukan fragmentasi peledakan, sering kali dipertimbangkan dibandingkan dengan
parameter bahan peledak. Walaupun begitu, untuk beberapa bahan peledak, diameter
lubang ledak, sudut kemiringan lubang, dan tipe inisiasi, langsung mempengaruhi
parameter bahan peledak. Sebagai contoh, pada diameter tertentu, kecepatan detonasi
akan berkurang dengan berkurangnya pula diemeter lubang ledak. Geometri peledakan,
biasanya ditentukan oleh perbandingan dari kedalaman lubang ledak dengan diameter
lubangnya, dan titik dimana lubang akan diinisiasi.
 Parameter Batuan
Parameter batuan yang perlu untuk dipertimbangkan dalam pemahaman proses
fragmentasi meliputi, densiti, kecepatan rambat batuan, karakteristik batuan,
penyerapan energi, kuat tekan batuan, kuat tarik batuan, dan struktur batuan. Densiti
sangat luas digunakan sebagai indikator umum dalam penentuan sulit tidaknya dalam
memberai batuan, dengan batuan memiliki densiti lebih besar, dibutuhkan pula bahan
peledak dengan tekanan detonasi yang tinggi. Namun begitu, semakin kecil densiti dan
semakin lemahnya batuan cenderung menyerap energi yang membuat sulitnya
mendapatkan fragmentasi yang diinginkan.
Cepat rambat dari sebuah batuan sangat penting, karena hal tersebut
berpengaruh terhadap distribusi gaya ledak, dan juga karena cepat rambat merupakan
ukuran dari elastisitas batuan. Karakteristik dari densiti dan cepat rambat tersebut
berguna pada parameter batuan untuk menganalisa transfer energi dari gelombang
detonasi pada bahan peledak menuju gelombang tekan pada batuan.
Kuat tekan dan kuat tarik pada batuan biasanya digunakan untuk
mengklasifikasikan batuan apakah batuan tersebut harus menggunakan peledakan
ataupun tidak. Karakteristik umum dari batuan yang sangat berpengaruh pada proses
fragmentasi yaitu besarnya perbandingan antara kuat tekan dan kuat tarik.

23

Anda mungkin juga menyukai